KERAJAAN KUTAI
Berdirinya Kerajaan Kutai, Letak Kerajaan Kutai berada di hulu sungai Mahakam,
Kalimantan Timur yang merupakan Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Ditemukannya tujuh buah
batu tulis yang disebut Yupa yang mana ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta
tersebut diperkirakan berasal dari tahun 400 M (abad ke-5). Prasasti Yupa tersebut merupakan
prasasti tertua yang menyatakan telah beridirinya suatu Kerajaan Hindu tertua yaitu Kerajaan
Kutai. Tidak banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai. Hanya 7 buah prasasti Yupa terseubt lah
sumbernya. Penggunaan nama Kerajaan Kutai sendiri ditentukan oleh para ahli sejarah dengan
mengambil nama dari tempat ditemukannya prasasti Yupa tersebut.
Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para
Brahmana atas kedermawanan Raja Mulawarman. Dituliskan bahwa Raja Mulawarman, Raja yang
baik dan kuat yang merupakan anak dari Aswawarman dan merupakan cucu dari Raja Kudungga,
telah memberikan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Dari prasati tersebut didapat bawah
Kerajaan Kutai pertama kali didirikan oleh Kudungga kemudian dilanjutkan oleh anaknya
Aswawarman dan mencapai puncak kejayaan pada masa Mulawarman (Anak Aswawarman).
Menurut para ahli sejarah nama Kudungga merupakan nama asli pribumi yang belum tepengaruh
oleh kebudayaan Hindu. Namun anaknya, Aswawarman diduga telah memeluk agama Hindu atas
dasar kata 'warman' pada namnya yang merupakan kata yang berasal dari bahasa Sanskerta.
Kejayaan Kerajaan Kutai, Tidak banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai yang
temukan. Tetapi menurut prasasti Yupa, puncak kejayaan Kerajan Kutai berada pada masa
kepemerintahan Raja Mulawarman. Pada masa pemerintahan Mulawarman, kekuasaan Kerajaan
Kutai hampir meliputi seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kerajaan Kutai pun hidup
sejahtera dan makmur.
Keruntuhan Kerajaan Kutai, Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama
Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan melawan Aji Pangeran Sinum Panji yang
merupakan Raja dari Kerajaan Kutai Kartanegara. Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara
merupakan dua buah kerajaan yang berbeda. Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada abad ke-13
di Kutai Lama. Terdapatnya dua kerajaan yang berada di sungai Mahakam tersebut menimbulkan
friksi diantara keduanya. Pada abad ke-16 terjadi peperangan diantara kedua Kerajaan tersebut.
Raja-raja Kerajaan Kutai, Berikut di bawah ini merupakan daftar raja-raja yang pernah
memimpin Kerjaan Kutai, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta 10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
Dewawarman (pendiri) 11. Maharaja Indra Warman Dewa
2. Maharaja Aswawarman (anak 12. Maharaja Sangga Warman Dewa
Kundungga) 13. Maharaja Candrawarman
3. Maharaja Mulawarman (anak 14. Maharaja Sri Langka Dewa
Aswawarman) 15. Maharaja Guna Parana Dewa
4. Maharaja Marawijaya Warman 16. Maharaja Wijaya Warman
5. Maharaja Gajayana Warman 17. Maharaja Sri Aji Dewa
6. Maharaja Tungga Warman 18. Maharaja Mulia Putera
7. Maharaja Jayanaga Warman 19. Maharaja Nala Pandita
8. Maharaja Nalasinga Warman 20. Maharaja Indra Paruta Dewa
9. Maharaja Nala Parana Tungga 21. Maharaja Dharma Setia
Selain dari prasasti, terdapat juga suber-sumber lain yang berasal dari Cina, diantarnya:
1. Berita dari Fa-Hien, seorang musafir Cina (pendeta Budha) yang terdampar di Yepoti
(Yawadhipa/Jawa) tepatnya Tolomo (Taruma) pada tahun 414. Dalam catatannya di sebutkan
rakyat Tolomo sedikit sekali memeluk Budha yang banyak di jumpainya adalah Brahmana
dan Animisme.
2. Berita dari Dinasti Soui yang menyatakan bahwa pada tahun 528 dan 535 datang utusan dari
negeri Tolomo (Taruma) yang terletak disebelah selatan.
3. Berita dari Dinasti Tang Muda yang menyebutkan tahun 666 dan tahun 669 M datang utusan
dari Tolomo.
Raja-raja Kerajaan Tarumanagara, Selama berdirinya Kerajaan Tarumanagara dari abad ke-4
sampai abad ke-7 Masehi, kerajaan tersebut pernah dipimpin oleh 12 orang raja, diantaranya:
1. Jayasingawarman (358-382 M.) 7. Suryawarman (535-561 M.)
2. Dharmayawarman (382-395 M.) 8. Kertawarman (561-628 M.)
3. Purnawarman (395-434 M.) 9. Sudhawarman (628-639 M.)
4. Wisnuwarman (434-455 M.) 10. Hariwangsawarman (639-640 M.)
5. Indrawarman (455-515 M.) 11. Nagajayawarman (640-666 M.)
6. Candrawarman (515-535 M.) 12. Linggawarman (666-669 M.)
Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Tarumanagara, Kehidupan
perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahui
dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian saluran Gomati yang
panjangnya 6112 tombak (12 km) selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Masyarakat Kerajaan
Tarumanagara juga berprofesi sebagai pedagang mengingat letaknya yang strategis berada di dekat
selat sunda. Pembangunan/penggalian itu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat, karena dapat
digunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Selain penggalian saluran Gomati
dalam prasasti Tugu juga disebutkan penggalian saluran Candrabhaga. Dengan demikian rakyat
akan hidup makmur, aman, dan sejahtera. Dari segi kebudayaan sendiri, Kerajaan Tarumanagara
bisa dikatakan kebudayaan mereka sudah tinggi. Terbukti dengan penggalian sungai untuk
mencegah banjir dan sebagai saluran irigasi untuk kepentingan pertanian. Terlihat pula dari teknik
dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti yang ditemukan, menjadi bukti kebudayaan
masyarakat pada saat itu tergolong sudah maju.
Selain Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno juga banyak meninggalkan bangunan candi yang masih
ada hingga sekarang. Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan,
Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari,
Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu
saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur.
Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno, Selama berdiri, Kerajaan Mataram Kuno pernah
dipimpin oleh raja-raja dinataranya sebagai berikut:
1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno 9. Rakai Watukura Dyah Balitung
2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya 10. Mpu Daksa
Wangsa Sailendra 11. Rakai Layang Dyah Tulodong
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra 12. Rakai Sumba Dyah Wawa
4. Rakai Warak alias Samaragrawira 13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
5. Rakai Garung alias Samaratungga 14. Sri Lokapala suami Sri
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, Isanatunggawijaya
awal kebangkitan Wangsa Sanjaya 15. Makuthawangsawardhana
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala 16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan
8. Rakai Watuhumalang Mataram Kuno berakhir
KERAJAAN SRIWIJAYA
Berdirinya Kerajaan Sriwijaya, Tidak banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan
berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Bukti tertua datangnya dari berita Cina yaitu pada tahun 682 M
terdapat seorang pendeta Tiongkok bernama I-Tsing yang ingin belajar agama Budha di India,
singgah terlebih dahulu di Sriwijaya untuk mendalami bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Tercatat
juga Kerajaan Sriwijaya pada saat itu dipimpin oleh Dapunta Hyang.
Selain berita dari luar, terdapat juga beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya,
diantaranya adalah prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isi dari prasasti terseubt
adalah Dapunta Hyang mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian
berhasil menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi
makmur. Dari kedua bukti tertua di atas bisa disimpulkan Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad
ke-7 dengan raja pertamanya adalah Dapunta Hyang.
Kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya berada pada abad 9-
10 Masehi dimana Kerajaan Sriwijaya menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara.
Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara
lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi
atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan
rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat.
Sriwijaya mengumpulkan kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang
melayani pasar Tiongkok, dan India.
Keruntuhan Sriwijaya, Kemunduran yang berakhirnya Kerajaan Sriwijaya dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Pada tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, soerang dari dinasti Cholda di Koromande,
India Selatan. Dari dua serangan tersebut membuat luluh lantah armada perang Sriwijaya
dan membuat perdagangan di wilayah Asia-tenggara jatuh pada Raja Chola. Namun
Kerajaan Sriwijaya masih berdiri.
2. Melemahnya kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya
melepaskan diri sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang
kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung
Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
3. Melemahnya Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang
melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena daerha-
daerah strategis yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke tangan raja-raja
sekitarnya.
4. Munculnya kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai
Sriwijaya seutuhnya serta Kerajaan Singhasari yang tercatat melakukan sebuah ekspedisi
yang bernama ekspedisi Pamalayu.
Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya runtuh di tangan Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.
Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya, Ada dua jenis sumber sejarah yang
menggambarkan keberadaan Kerajaan Sriwijaya, yaitu Sumber berita asing dan prasasti.
Sumber Prasasti
Selain dari sumber berita asing, keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga tercatat pada prasasti-prasasti
yang pernah ditinggalkan, diantaranya:
1. Prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isinya: Dapunta Hyang mengadakan
ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil menaklukkan dan
menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
2. Prasasti Talang Tuo (606 S/684M) di sebelah barat Palembang. Isinya tentang pembuatan
sebuah Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua
makhluk.
3. Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
4. Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi. Keduanya berisi permohonan kepada
Dewa untuk keselamatan rakyat dan kerajaan Sriwijaya.
5. Prasasti Talang Batu (tidak berangka tahun) di Palembang. Isinya kutukan-kutukan
terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
6. Prasasti Palas di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya Lampung Selatan telah diduduki oleh
Sriwijaya.
7. Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra. Isinya Sriwijaya diperintah oleh
Darmaseta.
Raja-raja Sriwijaya, Dari abad ke-7 sampai ke-13 Masehi, Kerajaan Sriwijaya pernah di pimpin
oleh raja-raja di bawah ini, yaitu:
1. Dapunta Hyang Sri Jayanasa 13. Sumatrabhumi
2. Sri IndravarmanChe-li-to-le-pa-mo 14. Sangramavijayottungga
3. Rudra VikramanLieou-t’eng-wei-kong 15. Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo
4. Maharaja WisnuDharmmatunggadewa 16. Rajendra II
5. Dharanindra Sanggramadhananjaya 17. Rajendra III
6. Samaragrawira 18. Srimat Trailokyaraja Maulibhusana
7. Samaratungga Warmadewa
8. Balaputradewa 19. Srimat Tribhuwanaraja Mauli
9. Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li- Warmadewa
tan 20. Srimat Sri Udayadityawarma
10. Hie-tche (Haji) Pratapaparakrama Rajendra Maulimali
11. Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni- Warmadewa
fu-ma-tian-hwa
12. Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi
KERAJAAN SINGASARI
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok. Asal usul Ken Arok tidak jelas. Menurut
kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang wanita tani dari Desa Pangkur (sebelah timur
Gunung Kawi). Para ahli sejarah menduga ayah Ken Arok seorang pejabat kerajaan, mengingat
wawasan berpikir, ambisi, dan strateginya cukup tinggi. Hal itu jarang dimiliki oleh seorang petani
biasa. Pada mulanya Ken Arok hanya merupakan seorang abdi dari Akuwu Tumapel bernama
Tunggul Ametung. Ken Arok setelah mengabdi di Tumapel ingin menduduki jabatan akuwu dan
sekaligus memperistri Ken Dedes (istri Tunggul Ametung). Dengan menggunakan tipu muslihat
yang jitu, Ken Arok dapat membunuh Tunggul Ametung. Setelah itu, Ken Arok mengangkat
dirinya menjadi akuwu di Tumapel dan memperistri Ken Dedes yang saat itu telah mengandung.
Ken Arok kemudian mengumumkan bahwa dia adalah penjelmaan Dewa Brahma, Wisnu, dan
Syiwa. Hal itu dimaksudkan agar Ken Arok dapat diterima secara sah oleh rakyat sebagai seorang
pemimpin.
Tumapel pada waktu itu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Kediri yang diperintah oleh
Raja Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok ingin memberontak, tetapi menunggu saat yang
tepat. Pada tahun 1222 datanglah beberapa pendeta dari Kediri untuk meminta perlindungan
kepada Ken Arok karena tindakan yang sewenang-wenang dari Raja Kertajaya. Ken Arok
menerima dengan senang hati dan mulailah menyusun barisan, menggembleng para prajurit, dan
melakukan propaganda kepada rakyatnya untuk memberontak Kerajaan Kediri.
Setelah segala sesuatunya siap, berangkatlah sejumlah besar prajurit Tumapel menuju
Kediri. Di daerah Ganter terjadilah peperangan dahsyat. Semua prajurit Kediri beserta rajanya
dapat dibinasakan. Ken Arok disambut dengan gegap gempita oleh rakyat Tumapel dan Kediri.
Selanjutnya, Ken Arok dinobatkan menjadi raja. Seluruh wilayah bekas Kerajaan Kediri disatukan
dengan Tumapel yang kemudian disebut Kerajaan Singasari. Pusat kerajaan dipindahkan ke bagian
timur, di sebelah Gunung Arjuna.
3. Tohjoyo (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh
Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak
Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan
bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan
Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.
4. Ranggawuni (1248–1268)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya
Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi
kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan
Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama
Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi
raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan
didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri
sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268–-1292).
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita
untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang
mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan.
Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat
yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani.
Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.
Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara
mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang
berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan mengirimkan patung Amogapasa
ke Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara. Tujuannya untuk menguasai Selat Malaka. Selain
itu juga menaklukkan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku).
Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk
menahan perluasan kekuasaan Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kublai Khan menuntut rajaraja
di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak
dengan melukai utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kublai
Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirikan pasukannya ke Jawa.
Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol, maka
Jayakatwang menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Jayakatwang adalah keturunan
Kertajaya - Raja terakhir Kerajaan Kediri. Serangan dilancarakan oleh Jayakatwang dari dua arah,
yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana
dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanagera beserta
pembesarpembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Raden Wijaya (menantu Kertanegara)
berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan
kepada Aria Wiraraja (Buapati Sumenep). Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat
pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang serta diberikan sebidang tanah yang bernama
Tanah Terik yang nantinya menjadi asal usul Kerajaan Majapahit.
Dengan gugurnya Kertanegara pada tahun 1292, Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang.
Ini berarti berakhirlah kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya,
Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Buddha (Bairawa) di Candi Singasari.
Sedangkan arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog, yang sekarang berada di Taman
Simpang, Surabaya.
B. Kehidupan Ekonomi
Tidak banyak sumber prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat memberi keterangan secara
jelas kehidupan perekonomian rakyat Singasari. Akan tetapi, berdasarkan analisis bahwa pusat
Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Brantas dapat diduga bahwa rakyat Singasari
banyak menggantungkan kehidupan pada sektor pertanian. Keadaan itu juga didukung oleh hasil
bumi yang melimpah sehingga menyebabkan Raja Kertanegara memperluas wilayah terutama
tempat-tempat yang strategis untuk lalu lintas perdagangan.
Keberadaan Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu lintas perdagangan dari
wilayah pedalaman dengan dunia luar. Dengan demikian, perdagangan juga menjadi andalan bagi
pengembangan perekonomian Kerajaan Singasari.
C. Kehidupan Sosial-Budaya
Peninggalan kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain berupa prasasti, candi, dan patung. Candi
peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi Singasari. Adapun
patung-patung yang berhasil ditemukan sebagai hasil kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain
Patung Ken Dedes sebagai Dewi Prajnaparamita lambang dewi kesuburan dan Patung Kertanegara
sebagai Amoghapasa.
Rakyat Singasari mengalami pasang surut kehidupan sejak zaman Ken Arok sampai masa
pemerintahan Wisnuwardhana. Pada masa-masa pemerintahan Ken Arok, kehidupan sosial
masyarakat sangat terjamin. Kemakmuran dan keteraturan kehidupan sosial masyarakat Singasari
kemungkinan yang menyebabkan para brahmana meminta perlindungan kepada Ken Arok
ataskekejaman rajanya.
Akan tetapi, pada masa pemerintahan Anusapati kehidupan masyarakat mulai terabaikan. Hal itu
disebabkan raja sangat gemar menyabung ayam hingga melupakan pembangunan kerajaan.
Keadaan rakyat Singasari mulai berangsur-angsur membaik setelah Wisnuwardhana naik takhta
Singasari. Kemakmuran makin dapat dirasakan rakyat Singasari setelah Kertanegara menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Kertanegara, kerajaan dibangun dengan baik. Dengan demikian, rakyat
dapat hidup aman dan sejahtera.
Dengan kerja keras dan usaha yang tidak henti-henti, cita-cita Kertanegara ingin menyatukan
seluruh wilayah Nusantara di bawah naungan Singasari tercapai juga walaupun belum sempurna.
Daerah kekuasaannya, meliputi Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Melayu, Semenanjung
Malaka, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.