Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Siklus batuan menunjukkan kemungkinan batuan untuk berubah
bentuk. Batuan yang terkubur sangat dalam mengalami perubahan tekanan dan
temperatur. Jika mencapai suhu tertentu, batuan tersebut akan melebur jadi
magma. Namun saat belum mencapai titik peleburan kembali menjadi magma,
batuan tersebut berubah menjadi batuan metamorf.
Batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami proses
metamorfosis. Proses metamorfosis hanya terjadi di dalam bumi. Proses
tersebut mengubah tekstur asal batuan, susunan mineral batuan, atau
mengubah keduanya sekaligus. Proses ini terjadi dalam solid state, artinya
batuan tersebut tidak melebur. Meskipun demikian, penting diingat bahwa
fluida (terutam air) memiliki peranan yang penting dalam proses
metamorfosis.
Batu gamping termetamorfosis menjadi marmer. Butiran halus kalsit
pada batu gamping terkristalisasi menjadi butiran besar. perubahan yang
terjadi hanya pada teksturnya. Batu serpih termetamorfosis menjadi mika
dengan butir besar. Mineral lempung pada serpih tidak stabil pada temperatur
tinggi. Perubahan yang terjadi selain pada teksurnya, juga mencakup
pembentukan mineral baru.

B. Rumusan Masalah
1. Pembentukan batuan metamorf?
2. Struktur dan tekstur pada batuan metamorf?
3. Komposisi batuan metamorf?

1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis Batuan Metamorf


Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur
serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses
diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan
yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses
metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3
km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses
metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat
karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak
bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak
termasuk pelapukan dan diagenesa.

B. Pembentukan Batuan Metamorf


Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya.
Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya,
batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi
yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan
temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan
sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan
sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-
sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi
selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam
batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang
terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-
mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas
antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari
metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk
secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan
muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah.
Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan
konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga,
eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati
pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung
pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-
mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah
laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk
pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara
umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah
permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi
pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi

2
temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan
tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi
tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari
batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari
kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan
metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua
yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2)
metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 1). Pada
batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa
diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku),
sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak
nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian
bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar 1. Memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme


tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat


malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya
batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal,
pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kine-
matik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P &
T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau
sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km
(Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama
yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan.
Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan
lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh batuan
metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

3
Gambar 2. Memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku
(Gillen, 1982).

Gambar 3. Penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen,


1982).

C. Pengenalan Batuan Metamorf


Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-
kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan
akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin
mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi.
Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan
dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini

4
terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama,
khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan
kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi.
Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang
menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal:
lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa)
berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau
prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai
gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar
dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit)
disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity
menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan
lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun
untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu
pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada
penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12).
Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit
(Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan
metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat
dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis;
slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur
hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan
metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa
kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal
terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan
banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.

Table 1. Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen,
1982).

5
Gambar 4. Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang)
(Compton, 1985).

D. Struktur Batuan Metamorf


Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi.
Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun
batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
1. Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral
butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding
mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan
kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya
mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

2. Struktur Non Foliasi


a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran
mineral relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya
penghancuran terhadap batuan asal.

6
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh
adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran
mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari
belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya
lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe
struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan
asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri
dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya
mempunyai ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral
yang berbentuk jarus atau fibrous.

E. Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal
penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik.
Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran
seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral
yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut
dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin
membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka
dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari
matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-
butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast
biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar
disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat
diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat
daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk
material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya)
arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan
asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai
tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-
butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-
kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari
kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini
dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah
porphyroklast.
1. Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal
sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama
sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik.
Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku),
hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
a. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir
mineral seragam.

7
b. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan
mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
c. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya
mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
d. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral
berbentuk euhedral.
e. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun
mineralnya berbentuk anhedral.

2. Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari
batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan
awalan kata –blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya
ukuran butirnya sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lempung.

F. Komposisi Batuan Metamorf


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral
yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur
menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan
sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau
xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral
tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress.
Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat
berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah
gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit,
kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral
anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya
berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan
kordierit.

8
Gambar 5. Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur
Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose
dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik
lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika
halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar
blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H.
Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

Tabel 2. Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus


menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf
tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan

9
metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur (Tabel
3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan
kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau
lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang
mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang
didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan
facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya
baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan
modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik
tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai
hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan
batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering
menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan
ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan
permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti
kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan
permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal
tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih
dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok.
Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran.
Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat
khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri
dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang
berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan
yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan
kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika,
piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku,
tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan
yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah
gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai
batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek
metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau
dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik
bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh
rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan
metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
a. Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi
utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
b. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin
klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina)
dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal,
tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari
batuan beku.

10
c. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama
kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur
granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri
dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
d. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari
butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa
porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang
sama disebut granofels.
e. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh
pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin
menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah
dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan
kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
f. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral
dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan
karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat
feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
g. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari
mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi
karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak
batuan beku.

11
Tabel 3. Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).

12
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat saya sampaikan dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Batuan metamorf terbentuk karena tekanan dan temperatur yang tinggi
2. batuan metamorf memiliki struktur foliasi dan non foliasi
3. batuan metamorf memiliki tekstur kristaloblastik dan tekstur palimpset

13
DAFTAR PUSTAKA

http://lms.aau.ac.id/library/ebook/R_1936_03_DB/files/res/downloads/download_
0028.pdf
http://dokumen.tips/documents/batuan-metamorf.html

14

Anda mungkin juga menyukai