Anda di halaman 1dari 2

Dampak gempa yang begitu dahsyat dan besar, menyisahkan rasa

duka yang mendalam, tetesan tangis air mata yang tek henti mengalir,
taruma yang begitu menghantui hari warga terdampak gempa bahkan
hampir semua masyarakat lombok harus membuat tenda-tenda
pengungsian di luar rumah. Keadaaan yang mencekam dengan jumlah
gempa yang terjadi sudah mencapai total keseluruhan gempa bumi
yang mengguncang Lombok selama satu bulan terakhir berjumlah
1.973 gempa bumi.
BMKG mencatat ada 595 Foreshock. Gempa susulan tanggal 5
Agustus sebanyak 914 gempa dan gempa susulan tanggal 19 Agustus
berjumlah 462 gempa. Bahkan tak henti sampai di situ , namun gempa
susulan pun masih diperkirakan akan terus terjadi.
Terdapat 83.392 unit rumah rusak, dimana 32.129 unit rumah
sudah diverifikasi. Dari 32.129 rumah rusak yang sudah terverifikasi
terdapat 16.231 unit rumah rusak berat, sedangkan sisanya rusak
sedang dan rusak ringan. Jumlah rumah rusak ini masih dapat
bertambah mengingat proses pendataan masih berlangsung. Sebaran
83.392 unit rumah rusak terdapat di Kabupaten Lombok Utara 23.098
unit (terverifikasi 12.493 unit), Lombok Barat 37.285 unit (11.787 unit),
Lombok Timur 7.280 unit (3.121 unit), Lombok Tengah 4.629 unit
(3.246 unit), Kota Mataram 2.060 unit (1.482 unit) dan Sumbawa 9.040
unit (belum terverifikasi).
Sementara itu, dampak gempa Lombok, hingga saat ini
(29/8/2018) tercatat 560 orang meninggal dunia, 1.469 orang luka-luka,
dan 396.032 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 83.392 unit
rumah rusak, dan 3.540 unit fasilitas umum dan fasilitas sosial rusak.
Menjadi pengungsi gempa tentu tidak mudah, keadaan memaksa
para pengungsi harus merasakan kepanasan di siang hari, terpaan angin
di malam hari, belum lagi cuaca tidak menentu yang harus dihadapi
setiap malamnya, belum lagi hujan sudah mulai turun di lombok. serta
bahaya wabah penyakit karena tenda-tenda semakin kurang steril,
belum lagi keberadaan anak-anak balita yang semakin memprihatinkan.
Banyak mereka yang terkena penyakit kulit, gatal-gatal, diare dan
bahkan gejala psikis yang menyerang anak-anak dan warga.
Dalam hal ini, perlu adanya sinergi dan kerjasama antara
pengungsi dan Pemerintah. Pengungsi diharapkan memiliki
ketangguhan dengan jiwa “Bangun, Bangkit, Bisa“, Bangun artinya para
pengungsi diharapkan mampu untuk bangun dari

Lembaga negara berperan besar dalam pemanfaatan teknologi, dimana


pada umumnya lembaga negara pasti memiliki pengetahuan lebih
mengenai teknologi ketimbang masyarakat. Maka perlu adanya peran
lembaga negara khusus parlemen dalam mengontrol dan mengajarkan
bagaimana memanfaatkan teknologi dengan cerdas.

Anda mungkin juga menyukai