Anda di halaman 1dari 17

KESEHATAN REPRODUKSI

Dosen Pembimbing : Ibu Riyen sari

Disusun oleh :

1. Dede Winingsih

2. Hanifah Madihatilah

3. Heni Ayu Lestari

4. Melly dwi

5. Repa

6. Siti Halimah

7. Tiarani

Kelompok 4
Kelas : 1B
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MEDISTRA INDONESIA
Jl.Cut Mutia Raya No.88A Sepanjang Jaya Rawa Lumbu Kota Bekasi Jawa
Barat

Kata Pengantar
Segala puji bagi Tuhan, yang tiada Tuhan selain diri-Nya yang menguasai
alam semesta ini dan telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua, sehingga dengan ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana tanpa bimbingan, bantuan, dan
pengarahan dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini kami ingin
mengucapkan terimakasih kepda pihak yang telah memberi bimbingan, bantuan dan
pengarahan kepada penulis.
Dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis mengarapkan kritik saran dan
evaluasi yang membangun dari pembaca demi peningkatan makalah ini.

Bekasi, Agustus 2018

Penulis

ISI

1. Pengertian kesehatan reproduksi


Kesehatan reproduksi menurut WHO (1994), adalah suatu kondisi/ status
kesehatan secara fisik, mental dan social yang bukan hanya sekedar bebas dari
kesakitan atau kelemahan, tetapi dalam semua hal yang menyangkut proses, fungsi
dan sistem reproduksi pada seluruh tahap kehidupan. Suatu keadaan dimana manusia
dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses
reproduksinya secara sehat dan aman.
(http://fkm.uad.ac.id/unduhan/TEORI%20KESPRO.pdf)
Kesehatan reproduksi yaitu keadaan sejahtera fisik dan mental yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran, dan sistem reproduksi.
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Kesehatan%20Reproduksi
%20Remaja_0.pdf)
Kesehatan reproduksi merupakan suatu hak asasi manusia yang, seperti semua
hak asasi manusia lainnya, berlaku juga kepada pengungsi eksternal, pengungsi
internal, dan penduduk lainnya yang hidup di dalam situasi darurat.

(http://iawg.net/wp-content/uploads/2016/07/IAFM-Bahasa-version.pdf)

Pengertian lain kesehatan reproduksi dalam Konferensi International


Kependudukan dan Pembangunan, yaitu kesehatan reproduksi adalah keadaan
sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan
fungsi, peran dan sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu
kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki
oleh remaja.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21385/Chapter%20II.pdf?
sequence=4)

Menurut Mariana Amiruddin, definisi kesehatan reproduksi adalah


sekumpulan metode, teknik, dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan
kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan
reproduksi yang mencakup kesehatan seksual, status kehidupan dan hubungan
perorangan, bukan semata konsultasi dan perawatan yang berkaitan dengan
reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks.
(http://digilib.uinsby.ac.id/583/4/Bab%202.pdf)
2. Tujuan dan Sasaran Kesehatan Reproduksi
Tujuan Utama
Sehubungan dengan fakta bahwa fungsi dan proses reproduksi harus
didahului oleh hubungan seksual, tujuan utama program kesehatan reproduksi
adalah meningkatkan ksesadaran kemandiriaan wanita dalam mengatur fungsi
danproses reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-
hak reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada akhirnya menuju penimgkatan
kualitashidupnya.
Tujuan Khusus
Dari tujuan umum tersebut dapat dijabarkan empat tujuan khusus yaitu :
1. Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan
fungsi reproduksinya;
2. Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam
menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan;
3. Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat
dari perilaku
4. Seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan
dan anak-anaknya;
5. Dukungan yang menunjang wanita untuk menbuat keputusan yang
berkaitan dengan proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan
pelayanan yangdapat memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan
reproduksi secara optimal.

Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang No. 23/1992, bab II pasal


3 yang menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam bab III
pasal 4 “Setiap orang menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.

Sasaran

Indonesia menyetujui ke -tujuh sasaran reproduksi WHO untuk masa 1993-


2001, karena masih dalam jangkauan sasaran Repelita VI, yaitu:
1. Penurunan 33% angka prevalensi anemia pada wanita (usia 15-49 tahun)
2. Penurunan angka kematian ibu hingga 59%;semua wanita hamil
mendapatkan akses pelayanan prenatal, persalinan oleh tenaga terlatih dan
kasus kehamilan resiko tinggi serta kegawatdaruratan kebidanan, dirujuk
kekapasilitas kesehatan
3. peningkatan jumlah wanita yang bebas dari kecacatan/gangguan sepanjang
hidupnya sebesar 15% diseluruh lapisan masyarakat;
4. Penurunan proporsi bayi berat lahir rendah (<2,5kg) menjadi kurang dari
10 %;
5. Pemberantasan tetanus neonatarum (angka insiden diharapkan kurang dari
satu kasus per 1000 kelahiran hidup) disemua kabupaten
6. Semua individu dan pasangan mendapatkan akses informasi dan
pelayanan pencegahan kehamilan yang terlalu dini, terlalu dekat jaraknya,
terlalu tua, dan telalu banyak;
7. Proporsi yang memanfaatkan pelayanan kesehatan dan pemeriksaan dan
pengobatan PMS minimal mencapai 70% (WHO/SEARO,1995)

http://library.usu.ac.id/download/fk/kedkomunitas-juliandi.pdf

3. Ruang lingkup kesehatan reproduksi


Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Menurut Program Kerja WHO ke IX (1996-
2001) pada Mei 1994, masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari pendekatan
keluarga meliputi :
a. Praktik tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti :
mutilasi genital, diskriminasi nilai anak).
b. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa
kanak-kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan /
pelecehan seksual dan tindakan seksual tidak aman).
c. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak
aman.
d. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan,
persalinan, dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi anemia, bayi berat lahir
rendah.
e. Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), yang berkaitan dengan Penyakit Menular
Seksual (PMS).
f. Kemandulan yang berkaitan dengan ISR / PMS.
g. Sindrom pre dan post menopause (andropause), dan peningkatan resiko kanker
organ reproduksi.
h. Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah usia lanjut
lainnya.
(https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=2ahUKEwjr6PTb-
pHdAhWWT30KHYTcC_cQFjACegQICBAC&url=http%3A%2F
%2Fdigilib.uinsby.ac.id%2F583%2F4%2FBab%25202.pdf)
Secara luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi yang tercantum dalam
kebijakan dan strategi nasional kesehatan reproduksi di Indonesia (2005) meliputi:
1. kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2. keluarga berencana
3. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) termasuk
IMS-HIV/AIDS
4. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi
5. Kesehatan reproduksi remaja
6. Pencegahan dan penanganan infertilitas
7. Penanggulangan kesehatan reproduksi pada usia lanjut seperti kanker,
osteoporosis, dementia dan lain-lain.
(https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/TM_2,3,4,5_Das
ar_Kespro.pptx)

4. Perkembangan Program Kesehatan Reproduksi Baik Nasional Maupun


Internasional
1. Tingkat Nasional
Sebagai tindak lanjut dari komitmen Indonesia dalam forum
ICPD, Kairo, 1994, telah diselenggarakan Lokakarya Nasional
Kesehatan Reproduksi pada bulan Mei 1996 di Jakarta yang
melibatkan seluruh sektor terkait, LSM termasuk organisasi
perempuan, organisasi profesi, perguruan tinggi serta lembaga donor.
Dalam lokakarya tersebut telah disepakati beberapa hal, yaitu:
a. Definisi Kesehatan Reproduksi mengacu kepada
kesepakatan ICPD, Kairo 1994.
b. Ruang lingkup Kesehatan Reproduksi secara luas meliputi:
(1) Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
(2) Keluarga Berencana
(3) Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran
Reproduksi (ISR), termasuk IMS-HIV/AIDS
(4) Pencegahan dan Penanggulangan Komplikasi
Aborsi
(5) Kesehatan Reproduksi Remaja
(6) Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
(7) Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi pada
usia lanjut (kanker, osteoporosis, dementia, dll)
c. Dalam penerapannya, pelayanan kesehatan reproduksi
dilaksanakan secara integratif, dan dikategorikan dalam paket
pelayanan sebagai berikut:
(1) Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial
(PKRE) yaitu:
(a) Kesehatan Ibu dan Bayi baru Lahir
(b) Keluarga Berencana
(c) Kesehatan Reproduksi Remaja
(d) Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran
Reproduksi, termasuk IMS-HIV/AIDS 7
(2) Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Komprehensif (PKRK), yang terdiri atas PKRE ditambah
dengan Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut. d.
Diidentifikasi peran tiap sektor dan pihak terkait dalam upaya
Kesehatan Reproduksi sesuai dengan mandat institusi
masingmasing perlu dilaksanakan secara integratif dan
sinergis.
e. Beberapa rekomendasi lokakarya sebagai berikut:
(1) Perlu dibentuk suatu komisi kesehatan reproduksi
sebagai wadah koordinasi dalam upaya kesehatan reproduksi
yang terintegrasi.
(2) Penerapan Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi
dilaksanakan melalui pendekatan integrasi fungsional dan
dilakukan secara bertahap.
(3) Keterlibatan organisasi profesi diperlukan dalam
dukungan teknis, informasi dan kepemimpinan untuk
pengembangan upaya kesehatan reproduksi.
(4) Keterlibatan dan tanggung jawab laki-laki serta
anggota keluarga lainnya diperlukan untuk mencapai kemitra-
sejajaran laki-laki dan perempuan dalam konteks kesehatan
reproduksi.
(5) Data kesehatan reproduksi perlu dikumpulkan
secara rutin dengan keterlibatan berbagai pihak terkait. Sebagai
tindak lanjut dari rekomendasi Lokakarya Nasional Kesehatan
Reproduksi, melalui pertemuan bertahap lintas program dan
sektor, tercapai kesepakatan untuk membentuk Komisi
Kesehatan Reproduksi. Maka pada tahun 1998, melalui Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
433/MENKES/SK/V/1998 tentang Komisi Kesehatan
Reproduksi dibentuklah Komisi Kesehatan Reproduksi yang
terdiri atas empat Kelompok Kerja (Pokja) sebagai berikut: a.
Pokja Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
b. Pokja Keluarga Berencana
c. Pokja Kesehatan Reproduksi Remaja
d. Pokja Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut (untuk PKRK)

2. Tingkat Internasional
Perkembangan utama yang terjadi di tingkat internasional
adalah dilaksanakannya Konferensi Internasional tentang
Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on
Population and Development-ICPD) di Kairo, Mesir, dari tanggal 5
sampai 13 September 1994. Delegasi dari 179 negara, termasuk
Indonesia, ikut ambil bagian dalam menuntaskan suatu Program Aksi
Kependudukan dan Pembangunan untuk 20 tahun yang akan datang.
Dokumen hasil konferensi setebal 115 halaman, yang diterima
secara aklamasi, mengesahkan suatu strategi baru yang memberi
tekanan pada berbagai keterkaitan antara kependudukan dan
pembangunan dan lebih memusatkan perhatian pada pemenuhan
kebutuhan perempuan dan laki-laki secara individual daripada
pencapaian target-target demografis. Kunci pendekatan yang baru ini
adalah pemberdayaan perempuan dan pemberian pilihan yang lebih
banyak kepada mereka melalui perluasan keterjangkauan terhadap
pendidikan dan pelayanan kesehatan, dan peningkatan keterampilan
dan lapangan pekerjaan.
Program ini menganjurkan untuk membuat keluarga berencana
terjangkau secara uni penurunan lebih lanjut tingkat kematian bayi,
anak, dan ibu. Program ini juga menangani isu-isu yang berkaitan
dengan kependudukan, lingkungan dan pola konsumsi, keluarga,
migrasi internal dan internasional, pencegahan dan pengendalian
pandemi HIV/AIDS; komunikasi, informasi, dan edukasi, serta
teknologi, riset, dan pengembangan. Pada bulan Desember tahun 1995
telah diselenggarakan Fourth World Conference on Women di Beijing
RRC.
Konferensi ini dihadiri oleh 189 negera menghasilkan
kesepakatan yang disebut Platform for Action dan The Beijing
Declaration. Pokok-pokok komitmen yang digariskan dalam deklarasi
ini adalah persamaan hak dan harga diri manusia yang inheren dari
perempuan dan laki-laki, pelaksanaan secara lengkap hak asasi
manusia terhadap perempuan dan anak perempuan sebagai bagian
yang tak terpisah dari hak asasi manusia dan dasar-dasar kebebasan,
pemberdayaan dan pengembangan perempuan termasuk hak untuk
bebas berpendapat, beragama, dan kepercayaan.
Dalam bulan November 1995, WHO SEARO mengembangkan
Regional Reproductive Health Strategy for South-East Asia. Dalam
strategi tersebut digariskan program jangka pendek dan jangka
panjang, langkah-langkah prioritas di tingkat negara, Paket Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Esensial dan Paket Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Komprehensif. Pada bulan Februari 1999 telah
dilaksanakan konferensi internasional di Den Haag, negeri Belanda,
yang disebut Cairo+5. Konferensi ini dihadiri oleh wakil dari 140
negara (termasuk Indonesia) menetapkan 3 isu prioritas untuk
mempercepat hasil konferensi ICPD di Kairo:
a. Hak dan kesehatan seksual dan reproduksi dari kaum muda.
b. Menangani kematian dan kesakitan yang disebabkan
tindakan aborsi yang tidak aman.
c. Program yang efektif dari hak seksual dan reproduksi.
Peningkatan program KB ke dalam kesehatan reproduksi berkaitan
erat dengan pembangunan ekonomi secara langsung dan tidak
langsung pada tingkat mikro maupun makro. Keterkaitan program KB
dan kesehatan reproduksi pada tingkat mikro adalah melalui
pembangunan kualitas keluarga, sedangkan pada tingkat makro 6
melalui efisiensi pembangunan sosial dan ekonomi tingkat nasional.
Pada tingkat mikro, keluarga yang ber-KB dan berhasil menciptakan
kondisi sehat reproduksinya adalah mereka yang pada akhirnya dapat
menjadi sumberdaya yang berkualitas tinggi. Karena menjadi
sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi akan meningkatkan
ekonomi keluarga dan ekonomi masyarakat pada umumnya.

5. Situasi kesehatan reproduksi diindonesia,asia dan dunia

Konvensi Internasional lain yang memuat tentang kesehatan


reproduksi serta diadopsi oleh ba nyak negara di dunia di antaranya adalah
Tujuan Pembangunan Milenium /Milenium Development Goals. MDGs ini
memuat pada tujuan ketiga (goal 3) adalah kesepakatan untuk mendorong
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan termasuk upaya tentang
peningkatan kesehatan reproduksi. Pada tujuan keenam (goal 6) diuraikan
bahwa salah satu kesepakatan indikator keberhasilan pembangunan suatu
negara dengan mengukur tingkat pengetahuan yang komprehensif tentang
HIV pada wanita berusia 15 ? 24 tahun.
UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mencantumkan tentang
Kesehatan Reproduksi pada Bagian Keenam pasal 71 sampai dengan pasal 77.
Pada pasal 71 ayat 3 mengamanatkan bahwa kesehatan reproduksi
dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Setiap orang (termasuk remaja) berhak memperoleh informasi, edukasi, dan
konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan (pasal 72). Oleh sebab itu Pemerintah wajib
menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan
reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk
keluarga berencana (pasal 73).

Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif,


preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan
dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang
khas, khususnya reproduksi perempuan (pasal 74). Setiap orang dilarang
melakukan aborsi kecuali yang memenuhi syarat tertentu (pasal 75 dan 76).
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan
norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 77)

6. Strategi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Sesuai Siklus Hidup

Penanganan kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi menggunakan


pendekatan siklus hidup dan harus memperhatikan hak-hak reproduksi. Upaya
penanganan kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi dibedakan
berdasarkan kelompok-kelompok berdasarkan siklus hidup yaitu :

1. Kesehatan Ibu dan Anak.

2. Keluarga Berencana.

3. Kesehatan Reproduksi Remaja.

4. Pencegahan dan Penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS.

5. Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut.

Perubahan yang penting yang dilakukan dalam ruang lingkup


kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi adalah penambahan satu
komponen baru yaitu Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Masalah Gender dalam Kesehatan Reproduksi. Untuk itu perlu melihat
kebijakan dan strategi masing-masing komponen di atas pada waktu yang lalu.

1. Komponen Kesehatan Ibu dan Anak

Sejak awal tahun 1950an, program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
telah ada dengan dilaksanakannya program tersebut pada klinik BKIA
yang kemudian diintegrasikan dengan klinik-klinik yang lain dalam satu
pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas. Pada tahun 1987, di tingkat
internasional terjadi perubahan kebijakan dan strategi KIA dengan adanya
Konferensi Nairobi tentang SafeMotherhood. Indonesia yang ikut
berpartisipasi dalam konferensi tersebut mengadopsi kebijakan dan
strategi tersebut ke dalam program nasionalnya. Pada awal tahun 1990an,
Pemerintah RI ingin mendekatkan pelayanan KIA kepada masyarakat
dengan menempatkan para bidan di desa di seluruh Indonesia. Sampai
dengan tahun 1998 telah ditempatkan sekitar 54.000 bidan yang dikontrak
setiap 3 tahun sebagai pegawai tidak tetap (PTT), diperkuat dengan
Kepmenkes No.1212/tahun2002 tentang Pedoman Pengangkatan Bidan
PTT, di mana isu yang penting adalah bidan dapat dikontrak seumur
hidup.

2. Komponen Keluarga Berencana

Program KB di Indonesia mulai dilaksanakan oleh PKBI pada tahun


1957. Namun kemudian pada tahun 1970an Pemerintah RI mengambil
alih program KB dan menjadikan program nasional. Pada tahun 1980an,
semua provinsi di Indonesia telah melaksanakan program KB di
wilayahnya. Keberhasilan program KB di Indonesia telah diterima dan
diakui oleh masyarakat luas, termasuk dunia internasional.

Pada awalnya, program KB adalah untuk mengatur jumlah kelahiran,


namun dalam perkembangannya, program KB ditujukan untuk
membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).
Asumsinya ialah bahwa keluarga kecil akan dapat hidup sejahtera dan
bahagia, sehingga pengaturan kelahiran menggunakan kontrasepsi menjadi
pokok intervensi dalam program KB nasional. Di samping itu,
dilaksanakan tiga upaya pokok program KB lainnya yakni:

1) pendewasaan usia perkawinan


2) pengaturan kelahiran dan pemberdayaan ekonomi keluarga
3) peningkatan ketahanan keluarga.

Upaya pokok tersebut sejalan dengan Undang-undang no. 10 tahun


1992, yaitu tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera. Oleh karena itu, penilaian keberhasilan program KB
di masa lalu didasarkan pada kebijakan tersebut, yaitu membudayakan
NKKBS dan menurunnya angka kelahiran.

3. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja


Selama kurun waktu satu dekade perkembangan program
kesehatan remaja di Indonesia sebagai berikut : Tahun 1994/95
program kesehatan remaja diawali dengan penyediaan materi
konseling kesehatan remaja dan pelayanan konseling di puskesmas.
Program tersebut belum bersifat Youth Friendly, dan belum melibatkan
partisipasi remaja secara penuh didalam kegiatan program.
Selanjutnya program kesehatan remaja mulai diperkenalkan
dan dilaksanakan antara lain melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan
yang bertanggung jawab terhadap program UKS, tenaga guru (guru
BP/BK), kader kesehatan sekolah atau kader Palang Merah Remaja
(PMR), dan Saka Bhakti Husada (SBH) Sebagai tindak lanjut
Lokakarya Nasional tentang Kesehatan Reproduksi yang
diselenggarakan pada tahun 1996, maka pada tahun 1998 terbentuk
Pokja Nasional Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang leading
sektornya adalah Depdiknas.
Pokja KRR ini baru menyusun peran dan fungsi masing-
masing sektor/program terkait dan belum ada program spesifik yang
diimplemntasikan. Tahun 1997/98, dilanjutkan dengan pengembangan
pelayanan kesehatan remaja di puskesmas melalui pendekatan
kemitraan dengan sektor terkait (BKKBN, Depdiknas, Depag, Depsos)
yang dilaksanakan di propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dalam
hal 19 ini sektor kesehatan sebagai supply side bertanggung jawab
untuk menyediakan layanan kesehatan remaja di puskesmas sedangkan
sektor terkait lainnya sebagai demand side yaitu pihak yang
bertanggung jawab untuk mempersiapkan remaja agar dapat
memanfaatkan/memperoleh pelayanan di puskesmas.
4. Komponen Pencegahan & Penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS
Sejak ditemukannya kasus HIV/AIDS pertama kalinya di Bali
pada tahun 1988, maka upaya penanggulangan Infeksi Menular
Seksual (IMS) mulai berkembang secara pesat, karena IMS lebih
mempermudah seseorang tertular HIV.
Faktor risiko penularan HIV/AIDS adalah perilaku seks
berisiko, penyalahgunaan Napza suntik dan penularan dari ibu ke
anak. Didalam penanggulangan IMS, HIV/AIDS telah diterbitkan
Kepres. Nomor. 36 tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA), KPA tersebut dipimpin oleh Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat yang anggotanya terdiri dari Menko Kesra,
Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Sosial,
Menteri Agama dan Kepala BKKBN.
Komisi berhasil merumuskan Strategi Nasional
Penanggulangan HIV/AIDS yang diresmikan melalui Keputusan
Menko Kesra No. 05/Kep/Menko/Kesra/II/1995 tentang Program
Penanggulangan HIV/AIDS. Berdirinya KPA di tingkat pusat
kemudian diikuti dengan pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS
Daerah (KPAD) yang dikembangkan di Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Departemen terkait dan daerah-daerah kemudian mengembangkan
secara berangsur-angsur berbagai program penanggulangan HIV/AIDS
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

5. Komponen Kesehatan Reproduksi Usia lanjut


Program Kesehatan Usia Lanjut dimulai pada tahun 1986,
dengan pembinaan kepada 1 kabupaten dan 2 puskesmas di setiap
propinsi sebagai daerah percontohan. Bertambahnya jumlah penduduk
usia lanjut yang demikian pesat antara lain karena keberhasilan
pembanguan dan diprediksikan oleh BPS pada tahun 2020 akan
berjumlah 28,8 juta atau 11,34%. Sebagai kelompok rentan dalam
keluarga, usia lanjut memerlukan perhatian khusus dalam pembinaan
kesehatannya.
Mengingat permasalahan usia lanjut sangat kompleks dan
merupakan tanggung jawab berbagai sektor, pada tahun 1989
diterbitkan Kep.Menko.Kesra No. 05/89 tentang Pembentukan 22
Kelompok Kerja Tetap Kesejahteraan Lanjut Usia, dan oleh Depkes
ditindaklanjuti dengan SK Menkes No. 1346/90 tentang Pembentukan
Tim Kerja Geriarti. Sejak itu di berbagai propinsi telah terbentuk
kelompok-kelompok usia lanjut di masyarakat, yang mendapatkan
pelayanan kesehatan oleh puskesmas setempat berupa pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan rujukannya.
Menindaklanjuti Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi
pada tahun 1996, dibentuk Pokja Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut
sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif
(PKRK). Perkembangan selanjutnya adalah terbitnya UU No.13 tahun
1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yang pada Pasal 14
menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan bagi usia lanjut
dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
dan kemampuan lanjut usia, agar kondisi fisik, mental dan sosialnya
dapat berfungsi secara wajar

6. Komponen Pemberdayaan Perempuan


Pada tahun 1967 Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah
mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi
terhadap Perempuan. Deklarasi tersebut memuat hak-hak dan
kewajiban berdasarkan persamaan hak perempuan dengan laki laki dan
perlu diadakan langkah langkah seperlunya untuk menjamin
terlaksananya deklarasi tersebut.
Akan tetapi karena deklarasi tersebut sifatnya tidak mengikat,
maka Komisi PBB tentang kedudukan perempuan, menyusun
rancangan Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan. Pada tanggal 18 Desember 1979 Majelis Umum
PBB telah menyetujui Konvensi tersebut. Karena ketentuan dalam
konvensi tersebut pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila
dan UUD 45, maka Pemerintah Republik Indonesia telah menanda
tangani konvensi tersebut pada Konprensi sedunia Dasawarsa PBB di
Kopenhagen tanggal 29 Juli 1980. Sebagai wujud komitmen Republik
Indonesia atas Konvensi ini, maka pada tahun 1984, telah diundangkan
Undang Undang Republik Indonesia nomor 7/1984, tentang
pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan segala bentuk
Diskriminasi terhadap perempuan.

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang


dapat berdampak buruk bagi keseshatan reproduksi:
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat
pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual
dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil)
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak
banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan
anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb)
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi
karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap
pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca
penyakitmenular seksual, dsb).

Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi


intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita
dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat
diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam
pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

8. faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi

 Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat


pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan
proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
 Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak
buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,
informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja
karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).
 Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua dan remaja, depresi
karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap
pria yang memberi kebebasan secara materi).
 Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca
penyakit menular seksual).

https://www.psychologymania.com/2012/09/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi_18.html

9. Hak Reproduksi
Sebelum tahun 1960, beberapa konsensus PBB tentang populasi tidak
menfokuskan pada hak. Demikian pula dengan konvensi tentang perempuan, juga
belum memberi penekanan pada Hak Asasi Manusia atau isu yang mempedulikan
reproduksi dan seksualitas. Pada konfrensi Hak Asasi Manusia I yang
diselenggarakan di Teheran tahun 1960, menentukan dan jumlah dan jarak anak.
Konfrensi Hak Asasi Manusia II pada tahun 1993 di Viena mulai membuat tahapan
mengenai hasil konvensi di Kairo dan Beijing yang menegaskan bahwa hak
perempuan adalah Hak Asasi Manusia yang memangkas semua bentuk diskriminasi
berdasarkan seks harus menjadi prioritas pemerintah. Dari konvensi ini akhirnya
perempuan mempunyai hak untuk menikmati standar tertinggi dari kesehatan fisik
dan psikis sepanjang kehidupan termasuk hak untuk akses dan pelayanan kesehatan
yang adekuat. Ada beberapa hak yang digunakan untuk melindungi dan
meningkatkan kesehatan gender dalam kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual
(Wiknjosastro, 2006:18).

Cottingham dkk (Wiknjosastro, 2006:18) menuliskan bahwa kesehatan


reproduksi merupakan hak asasi manusia. Baik ICPD 1994 di Kairo maupun FWCW
1995 di Beijing mengakui hak-hak reproduksi sebagai bagian yang tak terpisahkan
dan mendasar dari kesehatan reproduksi dan seksual.

Hak-hak reproduksi mencakup hak-hak asasi manusia tertentu yang sudah


diakui dalam hukum-hukum nasional, dokumen-dokumen hak asasi manusia
internasional dan dokumen-dokumen konsensus Perserikatan Bangsa-Bangsa lain
yang relevan. Hak-hak ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi semua
pasangan dan pribadi untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab
mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan waktu kelahiran anak-anak
mereka mempunyai informasi dan cara memperolehnya, serta hak untuk mencapai
standar tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini juga mencakup hak semua
orang untuk membuat keputusan mengenai reproduksi yang bebas dari diskriminasi
paksaan, dan kekerasan seperti dinyatakan dalam dokumen-dokumen hak asasi
manusia. Untuk melaksanakan hak tersebut, mereka harus mempertimbangkan
kebutuhan kehidupan anak-anak mereka yang sekarang dan pada masa mendatang,
serta tanggung jawab mereka terhadap masyarakat (Dwiyanto A., Darwin M.,
1996:22).

Hak-hak reproduksi yang dituliskan oleh Widyastuti dkk (2009:3) menurut


kesepakatan dalam Konferensi International Kependudukan dam Pembangunan
bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh, baik kesehatan
jasmani maupun rohani, meliputi:

1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan dan reproduksi.


2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
3. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi.
4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.
5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya.
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan
seksual.
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi.
9. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya.
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.
11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan
berkeluarga dan kehidupan reproduksi.
12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/28452/Chapter
%20II.pdf?sequence=4

Anda mungkin juga menyukai