PEREKONOMIAN INDONESIA
(Pengeluaran Konsumsi Masyarakat & Pengeluaran Pemerintah)
Oleh:
NPM : 02041411096
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi dalam 30 tahun terakhir atau
lebih di Indonesia telah menghasilkan pertumbuhan dan perubahan ring Ekonomi-ekonomi skala
besar urbanisasi. Perubahan urbanisasi skala besar seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, hal
ini merupakan fenomena global. sebagai pembangunan ekonomi atau pertumbuhan terus
berlanjut, masyarakat di daerah pedesaan akan terus datang ke daerah-daerah perkotaan atau
kota-kota besar. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi tersebut, maka membawa dampak yang
baik terutama dalam hal kemiskinan, masyarakat sebagian besar bersih dari kemiskinan.kota
Metropolitan seperti Jakarta dapat menawarkan iming-iming pekerjaan yang lebih baik,
pendidikan, perawatan kesehatan, dan mereka berkontribusi terhadap penduduk yang
menganggur untuk di sediakan lapangan pekerjaan.
Dari fenomena diatas dapat di ketahui bahwa tingkat penghasilan masyarakat perkotaan
dengan masyarakat pedesaan sangat jauh berbeda. Dengan demikian dilihat dari penghasilan per
kapita jauh lebih tinggi masyarakat perkotaan di bandingkan dengan masyarakat pedesaan, maka
secara otomatis pengeluaran konsumsi masyarakat desa dan masyarakat kota juga akan berbeda.
Sedangkan untuk pendapatan daerah antara desa, kabupaten, profinsi bahkan jenjang yang lebih
atas juga mempunyai jumlah nominal masing-masing pada setiap daerah. Berkaitan dengan
permasalahan yang telah dipaparkan maka berikut penulis akan membahas secara lebih rinci
dalam bentuk makalah sebagai Tugas Mandiri Pada Mata Kuliah Perekonomian Indonesia yang
sekarang ini penulis mencoba memberikan penjelasannya.
Dari beberapa pandangan di atas dapat ditarik satu kesimpulan yaitu Perilaku Konsumen
adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada
saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah
melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
Pertumbuhan pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia rata-rata 6,5 persen per tahun
selama dasawarsa 1970-an. Angka ini satu persen lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-
rata pengeluaran konsumsi masyarakat Malaysia untuk kurun waktu yang sama. Akan tetapi,
lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata tahunan pengeluaran konsumsi masyarakat India dan
Republik Rakyat Cina, masing-masing 2,9 dan 4,9 persen; bahkan juga dibandingkan dengan
pertumbuhan konsumsi masyarakat Amerika Serikat (3,1%) dan jepang (4,7%). Dalam periode
1980-1993, pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia tumbuh setingkat satu ata-rata 4,4
persen per tahun, lebih rendah daripada india (4,7%) dan cina (7,9%) serta Malaysia (5,5%);
namun lebih tinggi daripada amerika dan jepang. Angka-angka perbandingan ini beralasan untuk
menjelaskan bahwa, sebagai Negara berkembang, Indonesia memiliki bekal kemandirian yang
cukup mantap dalam menumbuhkan perekonomiannya. Hasil-hasil pembangunannya selama ini
teralokasikan ke penggunaan yang produktif.
Kemantapan bekal kemandirian dalam pembangunan tersebut apat dikonfirmasikan melalui
tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat berdasarkan proporsinya dalam pembentukan
permintaan agregat (aggregate demand).
Pendekatan Tradisional
Menurut pendekatan ini, setiap barang mempunyai dayaguna atau utilitas, oleh karena barang
tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang
menggunakan barang tersebut. Jadi bila orang meminta suatu jenis barang, pada dasarnya yang
diminta adalah dayaguna barang tersebut.
Pendekatan Modern
Pendekatan ini menggunakan analisa regresi yang secara praktis digunakan untuk
memperkirakan permintaan
Tabel : Daftar Alokasi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Pola konsumsi dapat dikenali
berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis besar alokasi
pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu
pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non-makanan.
Perbandingan besar pengeluaran per kapita penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan
cenderung konstan tahun demi tahun. Pengeluaran rata-rata orang kota selalu dua kali lipat
pengeluaran orang desa. Perbandingan pola pengeluarannya juga demikian. Alokasi pengeluaran
untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar dibandingkan orang kota.
Walaupun demikian, selama kurun waktu 1984-1993, alokasi pengeluaran untuk makanan di
kedua kelompok penduduk ini sama-sama berkurang. Disamping itu semua, kenaikan
Mengingat jumlah pengeluaran yang menjadi basis pehitungan nilainya jauh lebih rendah
untuk penduduk perdesaan, kenaikan pengeluaran yang lebih tinggi itu sesungguhnya arulah
sekedar menggambarkan capaian orang-orang desa dalam upayanya untuk dapat hidup lebih
baik. Capaian itu sendiri belum mampu mensejajarkan dengan posisi kemakmuran orang kota.
Penafsiran semacam ini masih tergolong sebagai penafsiran yang bernada optimistis.
Kenaikan lebih tinggi pengeluaran penduduk perdesaan tadi dapat pula ditafsirkan dengan nada
pesimistis. Yakni bahwa hal itu disebabkan karena orang-orang desa harus mengeluarkan lebih
besar untuk mempertahankan tingkat hidup subsistennya, berkenaan dengan suku niaga (terms of
trade) yang semakin buruk yang menimpa produk-produk primer dari desa (hasil bumi)
dibandingkan dengan produk-produk sekunder dari kota (hasil industri).
Disamping, berdimensi spasial atau antar daerah yakni antara daerah perdesaan dan daerah
perkotaan, perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi masyarakat juga terjadi dalam
dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri. Terdapat pula diskrepansi pengeluaran konsumsi
yang berdimensi regional atau antar wilayah, yakni antara propinsi yang satu dan propinsi lain di
tanah air.
Dalam kelompok pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin tinggi
pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara spesifik untuk berbagai
Janis pengeluaran non-makanan tertentu.
Tabungan adalah bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income) yang tidak
dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah
selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini
membentuk tabungan nasional, merupakan sumber dana investasi.
Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun
tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan dalam makro ekonomi.
Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan sajalah yang dapat dinyatakan sebagai
tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sisa pendapatan tidak
dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah umumnya celengan) tidak tergolong sebagai tabungan.
Perkiraan jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir melalui cara
sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya melalui selisih antara tabungan
nasional dan tabungan pemerintah. Yang terakhir ini relative lebih gampang dihitung mengingat
catatan administratifnya cukup tersedia. Angka tabungan nasional sendiri merupakan hasil
penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi Nilai Konsumsi Akhir Sektor Rumah Tangga dan Sektor
Pemerintah, ditambah Pendapatan Netto Faktor Produksi terhadap Luar Negeri. Jadi, karena
kesulitan teknis penafsiran, metodologi perhitungannya dibalik. Bukannya tabungan masyarakat
ditambah tabungan pemerintah menghasilkan tabungan nasional, melainkan tabungan nasional
dikurangi tabungan pemerintah menghasilkan tabungan masyarakat.
Tabungan masyarakat bersama-sama tabungan pemerintah dan dana dari luar negeri
merupakan sumber pembiayaan investasi. Dalam rangka menggalakkan peran serta masyarakat
dalam pembangunan, tabungan masyarakat senantiasa diupayakan untuk terus meningkat.
Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi. Fungsi
konsumsi yang paling dikenal dan sangat lazim digunakan dalam perhitungan-perhitungan makro
ekonomi, yaitu fungsi konsumsi Keynesian. John Maynard Keynes menyatakan bahwa
pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus dengan) tingkat
pendapatannya. James S. Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan dengan hipotesisnya
tentang pendapatan relative, ia berpendapat tingkat pendapatan yang mempengaruhi pengeluaran
konsumsi masyarakat bukan tingkat pendapatan efektif, maksudnya pendapatan rutin yang secara
factual diterima, tapi oleh tingkat pendapatan relative. Milton Friedman mengajukan model
pendapatan yang menentukan besar kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan permanen.
Tentu saja, selain tingkat pendapatan sebagai variable pengaruh utama, terdapat kemungkinan
beberapa variable lain turut mempengaruhi besar kecil pengeluaran konsumsi masyarakat.
Dari sudut tinjauan kebaikan suai (goodness of fit) model ini cukup memadai.
Model ini mengandung korelasi serial (otokorelasi) negative.
Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor atau variable
tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan ekspor. Model ini tidak
otokorelatif.
Pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin
dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos
pengeluaran lancar dan pos pengeluaran kapital. Sedangkan pengeluaran pembangunan adalah
pengeluaran yang sifatnya menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik. Berikut
ini adalah penjelasannya :
Pada hakikatnya, tujuan konsumen melakukan kegiatan konsumsi, yaitu memenuhi segala
kebutuhannya sehingga memperoleh kepuasan maksimal. Namun, untuk mencapai tujuan
tersebut manusia dihadapkan pada keterbatasan tertentu sehinggga diperlukan tindakan atau
perilaku konsumsi yang lebih baik,yaitu dengan menggunakan tindakan konsumsi yang
berprinsip ekonomi. Kegiatan mengkonsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan perilaku
konsumtif masyarakat. Perilaku konsumtif adalah perilaku manusia yang melakukan kegiatan
konsumsi yang berlebihan.
Semua tindakan konsumsi didasarkan pada prinsip dan tindakan ekonomi. Artinya seorang
konsumen dalam melakukan tindakan konsumsinya harus selalu bertindak rasional dan
ekonomis, selalu membeli atau mengonsumsi barang yang benar-benar di butuhkan, membeli
dan mengonsumsi barang dengan tujuan ideal, serta setiap tindakan konsumsinya selalu
berdasarkan skala prioritas.
Perilaku konsumtif ini bila dilihat dari sisi positif akan memberikan dampak:
a) Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga kerja lebih
banyak untuk memproduksi barang dalam jumlah besar.
b) Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan, karena konsumen akan
berusaha menambah penghasilan agar bisa membeli barang yang diinginkan dalam jumlah dan
jenis yang beraneka ragam.
c) Menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi
masyarakat maka produsen akan membuka pasar-pasar baru guna mempermudah memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
d) Mendorong produsen untuk memproduksi barang dengan harga dan kualitas yang lebih baik
a) Pola hidup yang boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang akan
membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau
mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu
mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu.
b) Mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak membelanjakan
uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung.
c) Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan mengkonsumsi lebih
banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya di masa datang.
3.1 KESIMPULAN
Pengeluaran rutin dan tidak rutin pemerintah bertujuan untuk dapat menjalankan misinya
dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan
pemeliharaan asset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada
masyarakat miskin dan kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian. Tetapi, Besar kecilnya
anggaran pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung pada sikap dan
keputusan-keputusan politik.
3.2 SARAN
Demikian makalah yang dapat kami sajikan tentang Pengeluaran konsumsi masyarakat
dan pengeluaran pemerintah yang cukup singkat. Namun, Penulis berharap dengan adanya
penulisan makalah ini maka bagi para pembaca bisa menganalisa lebih jauh lagi tentang bahasan
yang ada pada makalah ini dan bisa di manfaatkan sebaik mungkin bagi para pembaca sebagai
sumber pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
http://fauziatripurnama.blogspot.com/2013/03/makalah-ekonomi-pengeluaran-pemerintah.html
http://nuriasukma93.blogspot.com/2012/06/pengeluaran-konsumsi-masyarakat-dan.html
shttps://agrma.wordpress.com/2011/03/03/pengeluaran-konsumsi-masyarakat-dan-pemerintah/
http://graziabrigita.blogspot.com/2013/10/pengeluaran-konsumsi-masyarakat.html