PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari Esophageal atresia
b. Untuk mengetahui epidemologi Esophageal atresia
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan esofagus.
Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh anomaly lain seperti
penyakit jantung congenital. Untuk alasan yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal
untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima.
Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka ini
makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Atresia Esofagus 2-3
kali lebih sering pada janin yang kembar. Kecenderungan peningkatan jumlah kasus
atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu penelitian
didapatkan bahwa insiden atresia esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit
putih (1 kasus per10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55 kasus
per 10.000 kelahiran).
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk
mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus
yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian
menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari
19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga
mengemukakan peningkatan resiko atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu.
2.3 Etiologi Atresia Esophagus
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan
dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini,
teori tentang terjadinya atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi
berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih
terus berlanjut.
Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus dapat
terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula trakeoesofagus akan
terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan
belakang maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Trisomi
Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia
duodenal, dan anus imperforata).
Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent
ductus arteriosus).
Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe
kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
Gangguan Muskuloskeletal
Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac,
tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki
kelainan lahir
Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :
Faktor obat => Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital
yaitu thali domine .
Faktor radiasi => Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi
pada gen
Faktor gizi
Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing –
masing menjadi esopagus dan trachea.
Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya
atresia.
Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi
fistula trachea esophagus
Tumor esophagus.
Kehamilan dengan hidramnion
Bayi lahir prematur,
Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan ada alasan
yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat
selama gestasi pada minggu ke empat dan ke lima.
Terdapat variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi anatomi. Menurut Gross of
Boston, variasi atresia esofagus beserta frekuensinya adalah sebagai berikut:1
Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)
Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)
Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)
Gambar 2.1 Variasi Atresia Esofagus
Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut :
Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan
keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan
kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga
adanya atresia esophagus.
Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar, harus
dicurigai adanya atresia esfagus.
Segera setalah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi
cairan kedam jalan nafas.
Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran kateter
terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus dapat memberikan
gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong untuk
menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini dapat terlihat
pada foto abdomen.
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif.
Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju
trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat terjadi polihidramnion.
Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat
memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil daripada
usia gestasinya.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak
air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila
terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat
mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat
menyebabkan perforasi gaster akut yang seringkali mematikan. Penelitian mengenai
manipulasi manometrik esofagus menunjukkan esofagus distal seringkali dismotil, dengan
peristaltik yang jelek atau anpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat
disfagia setelah manipulasi yang berkelanjutan menuju refluks esofagus.
Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada bayi baru
lahir dan merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia esophagus yaitu bayi
baru lahir secara premature dan menangis terus disertai batuk-batuk sampai adanya
sianosis. Malformasi struktur trakhea menyebabkan bayi mengalami kesulitan dalam
menelan serta bayi dapat mengalami aspirasi berat apabila dalam pemberian makan tidak
diperhatikan.
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk bayi
baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan perhatian khusus. Jelas
diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada
resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun rupture lambung apabila udara respirasi
masuk kedalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini
dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung endotracheal tube sampai kepintu masuk
fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.
Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal
yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature dengan gangguan
respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar
melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi
pernapasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian bisa menyebabkan rupture
dari lambung sehingga mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang akan lebih lagi
memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan
melakukan ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi
sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar teratasi. Targetnya ialah
operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk memisahkan fistula dari memperbaiki
esophagus. Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas
anatomi.
Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan dada
untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi dilakukan
melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiiki esophagus. esophagus.
Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat dan
dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua ujung proximal dan distal
dan esophagus.
Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak antara
esofagus proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut dengan primary
repairyaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6
ruas vertebra, dilakukan delaved primary repair. Operasi ditunda paling lama 12 minggu,
sambil dilakukan cuction rutin dan pemberian makanan melalui gstrostomy, maka jarak
kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian dilakukan primary repair. Apabiila jarak
kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan diatas,
apabila tidak bisa juga makaesofagus disambung dengan menggunakan sebagai kolon.
Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara
rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan
mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah
hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk bayi
ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup, dengan posisi kepala 30o
lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde
nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar
tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.
2.10 Pengobatan pada Atresia Esophagus
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi
untuk memasukkan makanan,
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat
diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus.
Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering
ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan
refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
2.11 WOC Atresia Esophagus
Kelainan Bawaan
MK :
Udara mengalir Kesulitan menelan Mengeluarkan air liur
Ansietas
ke fistula
MK : Pneumonia aspirasi
Gangguan
Gaster perforasi akut Menelan
I. Pengkajian
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan tahapan-
tahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian merupakan tahap awal, disini perawat
mengumpulkan semua imformasi baik dari klien dengan cara observasi dan dari keluarganya.
Lakukan penkajian bayi baru lahir.observasi manipestasi atresia esophagus dan fistula.
Traekeoesofagus, saliva berlebihan, tersedat, sianosis, apneu.
esophagus
Kriteria Hasil: Hindari cairan atau menggunakan
Dapat zat pengental
mempertahankan Penawaran makanan atau cairan
makanan didalam dapat dibentuk menjadi bolus
mulut sebelum menelan
Kemampuan menelan Potong makanan menjadi potongan
adekuat kecil
Pengiriman bolus ke Permintaaan obat dalam bentuk
hipofaring selaras mujarab
dengan reflex Istirahat atau menghancurkan pil
menelan sebelum pemberian
Kemampuan untuk Jauhkan kepala tempat tidur atau
mengosongkan ditinggikan 30-45 menit stelah
rongga mulut makan
Mampu mengontrol Sarankan pidato/berbicara sesuai
mualdan muntah
patologi berkonsultasi
Imobilitas
Sarankan barium menelan kue atau
konsekuensi:
video fluoroskopi
fisiologis
Pengetahuan tentang
prosedur pengobatan
Tidak ada kerusakan
otot tenggorokan atau
otot wajah, menelan,
menggerakkan lidah,
atau reflex muntah
Pemulihan pasca
prosedur pengobatan
Kondisi pernafasan,
ventilasi adekuat
Mampu melkaukan
perawatan terhadap
non pengobatan
parenteral
Mengidentifikasi
factor emosi atau
psikologis yang
menghambat
menelan
Dapat mentolerasnsi
ingesti makanan
tanpa tersedak atau
aspirasi
Menyusui adekuat
Kondisi menelan bayi
Memelihara kondisi
gizi: makanan dan
asupan cairan ibu dan
bayi
Hidrasi tidak
ditemukan
Pengetahui mengenai
cara menyusui
Kondisi pernafasan
adekuat
Tidak terjadi
gangguan neurologis
4 Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC
kurang darikebutuhan tubuh
Nutritional status: food Nutrition Management
and fluid Kaji adanya alergi mnakanan
berhubungan dengan Intake Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
anoreksia Nutritional status: menentukan jumlah kaloriu dan nutrisi
nutrient intake yang dibutuhkan pasien
Weight control Anjurkan pasien untukmeningkatkan
Kriteria hasil: intake Fe
Adanya peningkatan Anjurkan pasien untuk meningkatkan
berat badan sesuai intake protein dan vitamin
dengantujuan Berikan substansi gula
Berat badan ideal sesuai Yakinkan diet yang dimakan
dengan tinggin badan mengandung serat untukmecegah
Mampu konstipasi
mengidentifikasi Brikan makanan yang terpilih(sudah
kebutuhan nutrisi konsultasi dengan ahli gizi)
Tidak ada tanda-tanda
Ajarkan pasien bagaiaman membuat
malnutrisi catatan makanan harian
Menunjukkan
Monitor jumlah nutrisi dankandungan
peningkatan fungsi
kalori
pengecapan dan
Berikan informasi tentang kebutuyhan
menelan
nutrisi
Tidak terjadi penurunan
Kaji kemampuanpasien untuk
berat badan yang berarti
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan BB
Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yangbiasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orang
tua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering danperubahan
pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekringan,rambut kusam
dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin,total
protein,HB, Dan kadar Ht
Monitor pertumbuhan
danperkembangan
Monitor pucat,kemerahan,dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori danintake nmutrisi
Catat adanya
edema,hiperemik,hipertonik,papilla
lidah, dan cavitas oral
Catat bila lidah
berwarnamagenta,scarlet
IV. EVALUASI
Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal pernah dilakukan, berdasarkan pada kriteria hasil
yang telah ditetapkan. Apabila terdapat masalah–masalah klien yang belum teratasi, perawat
hendaknya mengkaji kembali hal–hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali
melakukan intrvensi keperawatan.
Sebaliknya bila masalah klien telah teratasi maka perlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan
yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala – gejala yang memicu terjadinya
serangan