Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn.A
 Umur : 45 tahun
 Pekerjaan : petani
 Alamat : Baras IV
 Tgl.Masuk : 15 juli 2018
 Tgl.pemeriksaan : 15 juli 2018

ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan sejak 5 hari yang lalu

 Riwayat Penyakit Sekarang


 Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri pinggang kanan sejak 5 hari, nyeri
dirasakan terus menerus. Os tidak nafsu makan, mual (+), muntah (-). Pasien
juga mengeluh pusing, lemas, letih dan lesu sampai Os tidak kuat
menjalankan aktivitas seperti biasanya. Demam (+), menggigil (+). BAK
tersendat dan nyeri, tidak ada darah atau keluarnya seperti pasir atau batu.
BAB lancar.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Dahulu pasien pernah mengeluh hal yang sama sekitar 2 tahun yang lalu.
Pasien pernah disarankan untuk operasi sebelumnya tetapi pasien
menolaknya.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat gangguan berkemih pada keluarga disangkal

 Riwayat Pengobatan
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat.
Pasien sekarang sedang tidak mengkonsumsi obat apapun.

 Riwayat Psikososial
Os jarang minum air putih ,alkohol (-) , merokok (-)
 Riwayat alergi
Os menyangkal alergi makanan dan obat

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : kompos mentis
 Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah : 130/90
 Nadi : 88x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 38° C
 Kepala : Normochephal
 Mata : Pupil ishokor , Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-
 Hidung : Deformitas -/- , sekret -/-, epistaksis -/-
 Mulut : Bibir pucat (-) , sianosis (-)
 Leher : pembesaran KGB (-)
 Dada : bentuk dan gerak simetris
Paru-paru

 Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka


bekas operasi
 Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri tekan
(-), vokal fremitus sama simetris dekstra sinistra.
 Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
 Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Rh (-/-), Wh (-/-),

Jantung

o bunyi jantung I dan II murni regular


o murmur (-) gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi : perut datar, distensi abdomen (-), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal,
o Palpasi : nyeri tekan pada 4 kuadran abdomen, terutama di
sebelah kanan. Ballotment (-),
o perkusi : timpani pada lapang abdomen
o nyeri ketok CVA : (+)/(-)

Ekstremitas : akral hangat, RCT < 2 detik


Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
rujukan

Eritrosit - Negatif Negative

Leukosit Pos Negative Negative


(+++/75)

Mikroskopis

Lekosit 8-10 1–4 /LPB

Eritrosit Negative 0–1 /LPB

Epitel 1-2 Negative

Kristal Ca Oxalat Negative


(+)
Silinder Negative Negative

RESUME

Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri pinggang kanan sejak 5 hari.


Nafsu makan pasien berkurang, Nausea (+). Disuria (+), Hematuri (-). Os mengeluh
demam dan menggigil.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan; pasien terlihat tampak sakit sedang dengan
tanda vital TD 130/90 mmHg, HR 88x/ menit, RR 22x/ menit dan Suhu 38’ C. Nyeri
tekan seluruh abdomen terutama di sebelah kanan, ballotment (-/-) dan nyeri ketok
CVA (+/-).

.
DIAGNOSIS BANDING
 Nefrolitiasis dextra
 Batu uretra
 ISK

Hasil Nilai normal Satuan

Hemoglobin 10.3 13.5 – 17.5 g/dL

Hematokrit 34.0 37 – 47 %

Eritrosit 3.98 4.2 – 5.4 10^6/µL

Leukosit 14.0 4.8 – 10.8 10^3/µL

Trombosit 136 150 – 450 10^3/µL

MCV 65.4 80 – 94 fL

MCH 25.9 27 – 31 Pg

MCHC 30.3 33 – 37 %

RDW-SD 69.9 10 – 15 fL

PDW 19.2 9-14 fL

MPV 10.8 8 – 12 fL
BAB II
PEMBAHASAN
Batu ginjal, atau nefrolitiasis, adalah masalah umum di seluruh dunia.
Dengan prevalensi yang semakin meningkat. Jika diamati bahwa batu ginjal terkait
dengan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus tipe 2, obesitas, dislipidemia, dan
hipertensi. Gaya hidup dan faktor lingkungan berkontribusi secara signifikan dalam
terjadinya penyakit tersebut. Namun, dengan tidak adanya langkah-langkah
pencegahan > 50% batu ginjal dapat terulang kembali.1
Di Amerika Serikat, hingga 16% pria dan 8% dari wanita akan memiliki 1
atau lebih neprolitiasis yang bergejala pada umur 70 tahun. Meskipun pria terus
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya nefrolitiasis, dalam 2 dekade
terakhir, rasio laki-laki dan perempuan telah berubah dari 3: 1 menjadi sekitar 2: 1,
mungkin diakibatkan oleh perubahan gaya hidup. Lebih mencolok lagi, prevalensi
batu ginjal telah meningkat secara substansial: pada tahun 1994, dilaporkan 5,2% (1
dari 20 orang), tetapi pada tahun 2012, itu mendekati 10% (1 dari 11 orang). Survei
cross-sectional nasional menunjukkan bahwa prevalensi batu ginjal seumur hidup
bervariasi wilayah geografis di Amerika Serikat, meningkat dari Utara ke Selatan dan
dari Barat ke Timur. Klimatologi, diet, dan faktor gaya hidup tampaknya memainkan
peran utama berkaitan dengan risiko memiliki batu ginjal.2
Di Indonesia sendiri, penyakit ginjal yang paling sering ditemui adalah
gagal ginjal dan nefrolitiasis. Prevalensi tertinggi penyakit nefrolitiasis yaitu di
daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah , dan
Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%).3
Kalsium oksalat (CaOx) adalah komponen utama dari kebanyakan batu,
baik sebagai monohydrate (whewellite) atau dihydrate (weddelite). Batu yang
tersusun dari komponen kalsium fosfat CaP (apatit atau brushite) sangat jarang
terjadi, dan terlihat lebih sering pada wanita.4
Anatomi Ginjal dan saluran kemih
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi
atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3.
Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

 Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari


korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
 Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
 Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke
arah korteks
 Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
 Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
 Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
 Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Gambar 1 Anatomi Ginjal, CW Urology

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada
tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh
kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus)
serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan
letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana
korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya
sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2)
nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi
medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan


dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava
inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang
menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu
pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior
serta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan


simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus
major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk
vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus.

b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil


penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju
vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal,
masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di
depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca
communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis,
lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah
memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura
marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat
seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis,


a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior.
Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui
pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan
inferior.

c. Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-
pembuluh darah, limfatik dan saraf.

Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang


terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta
mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra)
serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra).
Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral,
longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian
posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu
bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter
dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki
rugae walaupun dalam keadaan kosong.

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior.


Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.

Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis


dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor,
n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun
persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang
berperan sebagai sensorik dan motorik.

d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica
urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada
pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan
dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra
pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars


prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.
 Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.
sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.
Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
 Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus
kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar
dibanding bagian lainnya.
 Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis
melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh
m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter
(somatis).
 Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm)


dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra
akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina
opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah
kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif.
Manifestasi klinis
Kolik ginjal adalah yang paling umum terjadi pada gejala nefrolitiasis dan
onsetnya yang terjadi secara tiba-tiba kemudian rasa sakitnya perlahan berkurang.
Lokalisasi dari rasa sakit cenderung berkorelasi dengan posisi batu di sepanjang
saluran kemih dan dapat menyebar ke buah zakar atau labia. Intensitasnya dapat
bervariasi dari tekanan tumpul atau sedikit terasa sensasi sakit yang parah.2
Nyeri dimulai di area panggul, dan berlanjut ke bawah dan anterior ke
wilayah genital ketika batu bergerak ke ureter. Rasa sakit biasanya tidak diperparah
atau diringankan oleh perubahan posisi, dan mungkin disertai mual dan muntah.
Hematuria selalu ada, tetapi mungkin secara mikroskopis. Jika batu itu bersarang di
persimpangan uretero-vesikal, dapat menyebabkan sensasi frekuensi kencing dan
urgensi.3
Ketika batu itu bersarang di vesika uretero junction (VUJ), frekuensi
kencing dan disuria mungkin muncul. Rasa sakit bisa hilang saat batu bergerak ke
kandung kemih atau dari sistem calyceal ke ureter. Batu dapat menghalangi saluran
kemih dan merusak fungsi ginjal. Ada peningkatan risiko infeksi dengan obstruksi
kronis.1

Patomekanisme
Batu ginjal terdiri dari garam yang tidak larut urin dan dibentuk oleh dua
mekanisme dasar. Mekanisme pertama adalah agregasi kristal dengan komponen
protein non-kristal (matriks). Garam di urin mengendap dan mengkristal,
mengumpulkan kristal, dan menyebabkannya tumbuh menjadi massa yang cukup
untuk menyebabkan gejala klinis. Dalam mekanisme kedua, yang sebagian besar
bertanggung jawab untuk batu kalsium oksalat, deposisi bahan batu terjadi pada
papillary ginjal kalsium fosfat nidus, biasanya milik Randall plak (yang selalu terdiri
dari kalsium fosfat). Sebagian besar batu tersusun kebanyakan garam kalsium,
termasuk kalsium oksalat dan kalsium fosfat, Asam urat, cystine, dan magnesium
amonium fosfat (struvite) menyusun sisa batu.1
Penegakkan diagnosis
Selain dari keluhan khas yang didapatkan pada penderita nefrolitiasis, ada
beberapa hal yang harus dievaluasi untuk menegakkan diagnosis, yaitu:
1. Evaluasi skrining yang terdiri dari sejarah rinci medis dan makanan, kimia
darah, dan urin pada pasien.
2. Foto Rontgen Abdomen yang digunakan untuk melihat adanya kemungkinan
batu radio-opak.
3. Pielografi Intra Vena yang bertujuan melihat keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Pemeriksaan ini dapat terlihat batu yang bersifat radiolusen.
4. Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu.
5. CT Urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk melihat adanya batu di
traktus urinarius.
Penatalaksanaan
Pengobatan kolik ginjal dalam pengaturan darurat melibatkan i.v. cairan,
analgesik dan obat-obatan anti-muntah, dan obat anti-emetik. Ketika diagnosis kolik
ginjal didirikan, adanya obstruksi atau infeksi harus ditentukan.1
Diuretik tiazid, obat-obatan ini tetap menjadi landasan farmakologis pada
pasien dengan idiopatik hypercalciuria dan juga pada batu normocalciuric. Diuretik
thiazide menghambat Na1 / Cl cotransporter di tubulus distal, untuk mengurangi
volume dan meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus proksimal. Efek maksimum
tercapai dalam kombinasi dengan asupan garam rendah. Hasil dari satu penelitian
menunjukkan bahwa kekambuhan batu tidak tampak berbeda, tergantung pada jenis
tiazid yang digunakan (hydrochlorothiazide, indapamide, dan chlorthalidone),
meskipun tidak ada penelitian yang mempelajari hidroklorotiazid atau dosis
chlorthalidone kurang dari 50 mg/hari dan 25 mg/hari. Oleh karena itu, tiazid
direkomendasikan pada pasien hiperkalsiurat yang diketahui dan berulang
membentuk batu, bahkan jika normocalciuric. Efek pengobatan tiazid termasuk
potassium deplesi, dapat memperberat hipocitraturia dan membutuhkan suplementasi
kalium (idealnya di bentuk potassium sitrat).2
Kalium sitrat, enam penelitian telah memeriksa efek sitrat terutama pada
batu kalsium dengan bukti kekuatan moderat dimana sitrat mengurangi risiko
kekambuhan terbentuknya batu. Dari catatan, dalam 4 percobaan, pasien juga
diberikan peningkatan asupan cairan, yang menyulitkan untuk menentukan intervensi
yang mana disebabkan oleh berkurangnya risiko batu. Association Urological
Amerika (AUA) merekomendasikan potassium sitrat pada pasien dengan batu
kalsium berulang dengan ekskresi sitrat kemih rendah atau rendah normal, pada
pembentukan batu kalsium berulang dengan urin normal, ekskresi sitrat tetapi pH urin
rendah, dan bahkan pada pasien dengan batu kalsium berulang tanpa gangguan
metabolisme terdeteksi. Selanjutnya, dalam kalsium pembentuk batu fosfat, sitrat
dipahami menjadi inhibitor yang kompeten dari kristalisasi kalsium fosfat. Kami
merekomendasikan 20 hingga 80 mEq potasium sitrat dibagi menjadi 3 hingga 4
dosis per hari. pH urin harus dipantau dan dosis harus disesuaikan karena pH urine
tidak boleh meningkat di atas 6,5 hingga 7.2
Allopurinol, empat penelitian telah memeriksa efek dari allopurinol pada
batu kalsium, yang telah disarankan dapat mengurangi kekambuhan batu. Mirip
dengan studi potasium sitrat, penelitian kecil dan termasuk peningkatan asupan cairan
selain allopurinol dalam beberapa percobaan. Itu diberikan dalam dosis 100 sampai
300 mg/hari.2
Cholestyramine, Pendekatan pengobatan ini menggunakan asam empedu
sequestrant untuk mengurangi hyperabsorpsi oksalat pada hyperoxaluria enterik.
Cholestyramine mengikat asam empedu bebas dan mengurangi efek iritasi asam
empedu bebas pada mukosa kolon. Selain itu, telah terbukti mengikat oksalat secara
in vitro. Sayangnya, tidak ada penelitian lanjut mengenai pengobatan enteric
hyperoxaluri.2
Calcium channel blockers bersama dengan prednisolon telah diketahui
untuk memfasilitasi bagian batu ureter dan dapat digunakan pada pasien dengan batu
di ureter.1 Tamsulosin, penghambat selektif alpha-1, biasanya diindikasikan untuk
pengobatan gejala saluran kemih bagian bawah karena pembesaran prostat, Ini juga
menunjukkan hasil positif dalam memfasilitasi lewatnya batu ureter.1
Batasan diet sistin jangka panjang tidak layak dan tidak mungkin berhasil,
karenanya untuk pencegahan batu sistin, perawatan dilakukan dengan obat yang
secara kovalen mengikat untuk sistin (tiopronin dan penicillamine) dan obat yang
meningkatkan pH urin.1

Indikasi Pembedahan
Biasanya, diameter batu ≤4 mm keluar secara spontan, dan batu > 8 mm
tidak mungkin dilewati tanpa intervensi bedah. Indikasi utama untuk intervensi bedah
sesuai dengan pedoman AUA.1
Menurut AUA 2005 dan 2016 AUA /Pedoman Komunitas Endourologis:
1. Ureteroskopi (URS) dianggap sebagai terapi lini pertama untuk batu ureter
distal bagian tengah.
2. Nefrolitotomi perkutan (PCNL) sebagai landasan manajemen untuk batu
staghorn.
3. Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) /URS untuk batu non-lower
dengan total beban batu <20 mm atau batu ginjal bawah <10 mm.
PCNL dikembangkan untuk mengurangi morbiditas dan kematian yang
terkait dengan operasi ginjal terbuka, dan saat ini tetap merupakan pengobatan lini
pertama untuk batu ginjal besar. Namun, itu menunjukan angka morbiditas yang
minimal dari pembedahan endoskopi invasif untuk batu ginjal. Di antara teknik
invasif yang minimal pilihan utama adalah ESWL dan URS. ESWL biasanya pada
pasien rawat jalan menggunakan prosedur yang dilakukan dengan analgesia atau
sedasi.1

Pencegahan
Tanpa perawatan medis, kekambuhan dalam 5 tahun sangat tinggi, mulai
dari 35 50% setelah batu awal terjadi. Asupan cairan yang tinggi, cukup untuk
menghasilkan setidaknya 2,5 liter urin per hari, harus menjadi terapi awal untuk
mencegah kekambuhan batu. Rekomendasi untuk mencegah pembentukan batu
tergantung pada jenis batu dan hasil evaluasi metabolik. Setelah Penyebab sekunder
pembentukan batu yang dapat diatasi (misalnya, hiperparatiroidisme primer)
dikecualikan, fokus harus beralih ke modifikasi komposisi urin untuk mengurangi
risiko pembentukan batu baru. Modifikasi makanan memiliki peran utama dalam
pengelolaan batu berulang yang dapat terjadi hypercalciuria. Diet kalsium seharusnya
tidak terbatas, karena kalsium mengurangi ekskresi oksalat urin dengan mengurangi
penyerapan oksalat dari usus. Pedoman dari AUA merekomendasikan asupan
kalsium harian 1.000–1.200 mg. Bahkan, pembatasan diet kalsium hingga <800 mg /
hari (tunjangan harian yang disarankan saat ini untuk orang dewasa) dapat
menyebabkan keseimbangan kalsium dan kehilangan komposisi tulang. Asupan
natrium juga mempengaruhi hiperkalsiuria. Kalsium diserap kembali secara pasif di
proksimal tubulus karena gradien konsentrasi yang diciptakan oleh reabsorpsi aktif
natrium. Asupan natrium yang tinggi menyebabkan ekspansi volume, menyebabkan
penurunan di reabsorpsi natrium dan kalsium proksimal dan meningkatkan ekskresi
kalsium. Diet rendah sodium (80-100 mmoL / hari, atau 1,800-2,300 mg / hari) juga
direkomendasikan. Ini meningkatkan proksimal sodium dan penyerapan kalsium
pasif dan mengarah ke penurunan ekskresi kalsium. Diet Protein meningkatkan beban
asam dengan produksi sulfur asam dan menyebabkan hiperkalsiuria karena reaksi
pada tulang dan ginjal. Protein hewani memiliki lebih tinggi kadar sulfur dan
menghasilkan muatan asam yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein nabati,
dengan protein hewani terkait dengan peningkatan insidensi pembentukan batu. Telah
terlihat bahwa kombinasi asupan protein hewani terbatas (52 g / hari), membatasi
asupan garam (50 mmoL, atau 2.900 mg / hari natrium klorida), dan asupan kalsium
normal (30 mmOL / hari, atau 1.200 mg / hari) dikaitkan dengan insiden kekambuhan
batu yang lebih rendah pada pria dengan hypercalciuria, dibandingkan dengan asupan
kalsium rendah (10 mmoL, atau 400 mg / hari). Oleh karena itu, pasien harus
disarankan untuk menghindari asupan protein hewani berlebihan.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Anggarwal L. Srivastava A. Jain SK. Sud R. Renal Stone: a clinical review.
Europian Medical Journal: 2017
2. Pfau A. Knauf F. Update on Neprholithiasis: core curriculum 2016. AMJ
Kidney: 2016
3. Worcester EM. Coe FL. Neprholithiasis. NIH Public Access. Chicago: 2009
4. Fauzi A. Putra MMA. Neprolitiasis. Vol.5. Majority. Lampung: 2016

Anda mungkin juga menyukai