Anda di halaman 1dari 2

Pengujian yang terakhir dilakukan adalah uji kuantitatif dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Analisa ini dilakukan untuk melihat keberadaan obat di dalam urin.
Parasetamol memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang mampu menyerap radiasi sinar UV.
Sehingga apabila didalam sampel urin tersebut terdapat parasetamol maka nilai absorbansi akan
terbaca pada spektrofotometer.
Langkah pertama yang dilakukan untuk analisa ini adalah dengan mengambil cuplikan dari
masing-masing sampel urin (jam ke-0; 11,7; 12,733; 12,883; 13,983). Sampel urin pada jam ke-0
digunakan sebagai blanko, karena pada waktu ini dianggap belum terdapat parasetamol di dalam
urin maka dijadikan sebagai kontrol. Atau blanko dapat diganti menggunkan air. Setelah itu
barulah dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang 242,2 nm.
Hasil yang didapat adalah nilai absorbansi dari masing-masing sampel urin pada jam ke-
11,7; 12,733; 12,883; 13,983 secara berturut-turut yaitu 2,797; 0,321; 0,209; 0,223; 0,706. Nilai-
nilai absorbansi ini kemudian digunakan untuk mencari nilai konsentrasi parasetamol yang
sebenarnya di dalam urin dengan memasukkan data absorbansi ke dalam persamaan linier dari
kurva kalibarasi parasetamol yang telah dilakukan pada praktikum sebelumnya yaitu y = 0,0447x
+ 0,0881. Sehingga didapat nilai sesungguhnya konsentrasi parasetamol dalam urin pada jam ke-
11,7; 12,733; 12,883; 13,983 berturut-turut adalah 10420 µg/ml; 5408 µg/ml; 6034 µg/ml; 691,15
µg/ml. Setalah itu dapat diketahui jumlah obat dalam urin yang dinyatakan dengan du yang
didapat dari hasil pengalian konsentrasi urin dengan volume urin. du dari sampel urin pada jam
ke-11,7; 12,733; 12,883; 13,983 secara berturut-turut yaitu 1719300 µg; 124384 µg; 51289 µg;
116804,35 µg. Data-data ini kemudian digunakan untuk mengetahui kecepatan obat yang
dikeluarkan melalui urin per satuan waktu atau dinyatakan dengan ln dDu/dt dan diplot dalam
kurva yang menyatakan hubungan antara kecepatan obat persatuan waktu dengan tmid. Kurva yang
didapat menunjukkan hasil yang tidak linier dengan bentuk kurva yang naik-turun dan nilai r
sebesar 0.0071. Terdapat ketidaksesuain data yang diperoleh yaitu pada sampel urin setelah jam
ke-12,883 didapatkan nilai absorbansi yang meningkat. Yang kemudian pada jam ke 13,983
didapatkan nilai absorbansi menurun kembali. Hasil yang didapat pada praktikum dari ketiga
sampel tidak menunjukkan hasil yang sesuai dengan literatur. Ketidaksesuaian hasil ini dapat
mengacu pada adanya faktor variasi respon obat dari setiap individu dan juga faktor lain seperti
makanan atau minuman yang dikonsumsi volunteer setelah meminum obat yang dapat
mempengaruhi proses metabolisme obat. Perbedaan volume urin juga dapat menyebabkan
perbedaan laju ekskresi urin yang bermakna. Selain itu ketidaksesuaian hasil ini juga dapat
disebabkan karena pada pengujian sampel urin yang digunakan dimulai dari waktu 11 jam setelah
meminum obat, sehingga kadar yang ditemukan kemungkinan kecil. Parasetamol diketahui
memiliki waktu paruh 1,5-3 jam (POM RI, 2015).
Menurut Shargel dan Yu (2005) faktor-faktor tertentu dapat mempersulit untuk
mendapatkan data ekskresi urin yang sahih. Beberapa faktor tersebut adalah:
1. Suatu fraksi yang bermakna dari obat tidak berubah harus diekskresi dalam urin.
2. Teknik penetapan kadar harus spesifik untuk obat tidak berubah, dan harus tidak
dipengaruhi oleh metabolit-metabolit obat yang mempunyai struktur kimia yang serupa.
3. Diperlukan pengambilan cuplikan yang sering untuk mendapatkan gambaran kurva yang
baik.
4. Cuplikan hendaknya dikumpulkan secara berkala sampai hampir semua obat diekskresi.
Suatu grafik dari kumulatif obat yang diekskresi vs waktu akan menghasilkan kurva yang
mendekati “asimtot” pada waktu yang tak berhingga.
5. Perbedaan pH urin dan volume dapat menyebabkan perbedaan laju ekskresi urin yang
bermakna.
6. Faktor-faktor di atas bisa jadi merupakan penyebab didapatkannya nilai waktu paruh yang
berbeda dari referensi.

REFERENSI:
BPOM. 2005. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
BPOM. 2015. Mengatasi Keracunan Parasetamol. Artikel.
http://ik.pom.go.id/v2015/artikel/Mengatasikeracunanparasetamol.pdf
Shargel, Leon, Yu, Andrew B. C., 2005. Applied Biopharmaceutical and Pharmacokinetics fifth
edition. New York: the McGraw-Hill companies.

Anda mungkin juga menyukai