Anda di halaman 1dari 10

LO SKEN 2

TORCH

Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu parasit
Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes Simplex (HSV1
– HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (misalnya
Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan Coxsackie-B).

1. Toxplasmosis
Toksoplasmosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa
Toxoplasma gondii. Di Amerika Serikat diperkirakan bahwa 22,5% penduduk berusia
≥ 12 tahun telah terinfeksi toksoplasma. Di berbagai tempat di dunia telah
menunjukkan bahwa sampai 95% dari beberapa populasi telah terinfeksi toksoplasma.
Infeksi sering tertinggi di wilayah dunia yang beriklim panas, lembab, dan dataran
rendah. Toksoplasmosis biasanya tanpa gejala pada wanita hamil, tetapi dapat
menimbulkan dampak yang parah pada janin. Infeksi ditransmisikan ke janin pada
sekitar 40 % kasus. Risiko penularan meningkat seiring dengan meningkatnya usia
kehamilan. Infeksi kongenital dengan toksoplasmosis dapat menyebabkan gejala sisa
yang serius, seperti kebutaan, keterbelakangan mental, defisit neurologik, dan tuli.
Pencegahan morbiditas dari toksoplasmosis tergantung pada pencegahan infeksi pada
wanita hamil, serta pengenalan dini dan pengobatan agresif infeksi pada ibu.
Toksoplasmosis merupakan infeksi protozoa yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii dengan hospes definitif kucing dan hospes perantara manusia.
Manusia dapat terinfeksi parasit ini bila memakan daging yang kurang matang atau
sayuran mentah yang mengandung ookista atau pada anakanak yang suka bermain di
tanah, serta ibu yang gemar berkebun dimana tangannya tertempel ookista yang
berasal dari tanah. Perkembangan parasit dalam usus kucing menghasilkan ookista
yang dikeluarkan bersama tinja. Ookista menjadi matang dan infektif dalam waktu 3-
5 hari di tanah. Ookista yang matang dapat hidup setahun di dalam tanah yang lembab
dan panas, yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Ookista yang matang
bila tertelan tikus, burung, babi, kambing, atau manusia yang merupakan hospes
perantara, dapat menyebabkan terjadinya infeksi.
Toksoplasmosis dikelompokkan menjadi toksoplasmosis akuisita (dapatan)
dan toksoplasmosis kongenital yang sebagian besar gejalanya asimtomatik. Keduanya
bersifat akut kemudian menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak sering tidak
spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lainnnya. Pada ibu hamil yang terinfeksi
di awal kehamilan, transmisi ke fetus umumnya jarang, tetapi bila terjadi infeksi,
umumnya penyakit yang didapat akan lebih berat. Pada toksoplasmosis yang terjadi di
bulan-bulan terakhir kehamilan, parasit tersebut umumnya akan ditularkan ke fetus
tetapi infeksi sering subklinis pada saat lahir.
Pada ibu hamil yang mengalami infeksi primer, mula-mula akan terjadi
parasitemia, kemudian darah ibu yang masuk ke dalam plasenta akan menginfeksi
plasenta (plasentitis). Infeksi parasit dapat ditularkan ke janin secara vertikal. Takizoit
yang terlepas akan berproliferasi dan menghasilkan fokus-fokus nekrotik yang
menyebabkan nekrosis plasenta dan jaringan sekitarnya, sehingga membahayakan
janin dimana dapat terjadi ekspulsi kehamilan atau aborsi.
Gambaran klinis dari toxoplasmosis adalah sebagian besar dari infeksi akut
pada ibu dan neonatus bersifat subklinis dan hanya dapat dideteksi melalui
pemeriksaan penapisan serologis pranatal atau neonatus. Pada sebagian kasus, gejala
ibu mungkin berupa lesu, demam, nyeri otot, dan kadang ruam mukulopapular dan
limfadenopati serviks posterior. Neonatus yang memperlihatkan gejala klinis biasanya
mengalami penyakit generalisata dengan BBLR, hepatosplenomegali, ikterus, dan
anemia. Trias klasik dari toxoplasmosis adalah korioretinitis, kalsifikasi intrakranium,
dan hidrosefalus.
Diagnosis toksoplasmosis pada kehamilan ditegakkan berdasarkan, antara lain:
1. Kehamilan dengan imun seropositif, yaitu ditemukan adanya antibodi IgG
anti- toksoplasma dengan titer 1/20 – 1/1000
2. Kehamilan dengan antibodi IgG atau IgM spesifik dengan titer tinggi
(biasanya disertai juga hasil positif uji Sabin-Feldman), yang menunjukkan bahwa ibu
hamil dengan seropositif mengalami reinfeksi. Keadaan ini sering juga disebut
kehamilan dengan toksoplasmosis eksaserbasi akut.
3. Kehamilan dengan seronegatif, yaitu darah ibu tidak mengandung antibodi
spesifik. Dalam hal ini ibu hamil dianjurkan untuk mengulangi uji serologik (cukup
lateks aglutinasi) tiap trimester.
4. Kehamilan dengan serokonversi, yaitu adanya perubahan dari seronegatif
menjadi seropositif selama kehamilan. Penderita memiliki risiko tinggi transmisi
vertikal dari maternal ke janin serta mengakibatkan toksoplasmosis kongenital. Hal
ini merupakan indikasi pengobatan antiparasit selama kehamilan.
Remington (1974) menetapkan kriteria toksoplasmosis akuta sebagai berikut:
limfadenopati pada daerah tertentu (merupakan ciri toksoplasmosis akuta), uji warna
Sabin-Feldman dengan titer tinggi (≥ 300 IU), dan adanya IgM positif.
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan ialah IgG dan IgM
antitoksoplasma, serta aviditas anti-toksoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu
dilakukan pada yang diduga terinfeksi T. gondii, ibu-ibu sebelum atau selama masa
kehamilan (bila hasil negatif perlu diulang sebulan sekali, khususnya pada trimester
pertama kehamilan, dan selanjutnya tiap trimester), serta pada bayi baru lahir dari ibu
yang terinfeksi T. gondii. Food and Drug Administration (FDA) merekomendasikan
para dokter dan tenaga medis untuk menginterpretasikan hasil tes serologi IgM anti-
toksoplasma dengan cermat. Para dokter tidak boleh menegakkan diagnosis
toksplasmosis hanya berdasarkan satu jenis pemeriksaan, karena pada beberapa tes
dapat terjadi hasil positif palsu. Apabila dicurigai seorang ibu hamil mengalami
infeksi akut, darah pasien harus diperiksa kembali untuk IgM dan IgG spesifik anti-
toksoplasma. Keputusan pemilihan terapi atau intervensi tindakan medis untuk
terminasi kehamilan harus berdasarkan evaluasi klinis dan test tambahan yang
dilakukan di laboratorium referensi.
Berikut merupakan tabel hasil interpretasi pemeriksaan serologis
toxoplasmosis
Pengobatan pada ibu hamil
Pengobatan dengan spiramisin Spiramisin merupakan antibiotik makrolid
paling aktif terhadap toksoplasmosis di bandingkan dengan antibiotika lainnya,
dengan mekanisme kerja yang serupa dengan klindamisin. Spiramisin menghambat
pergerakan mRNA pada bakteri/parasit dengan cara menghambat 50s ribosom,
sehingga sintesis protein bakteri/parasit akan terhambat dan kemudian mati.
Spiramisin diberikan hingga persalinan, juga pada pasien dengan hasil
pemeriksaan cairan amnion negatif, karena secara teoritis kemungkinan infeksi janin
dapat terjadi pada kehamilan lanjut dari plasenta yang terinfeksi pada awal kehamilan.
Untuk ibu hamil yang memiliki kemungkinan infeksi tinggi atau infeksi janin telah
terjadi, pengobatan dengan spiramisin harus ditambahkan pirimetamin, sulfadiazin,
dan asam folat setelah usia kehamilan 18 minggu. Pada beberapa pusat pengobatan,
penggantian obat dilakukan lebih awal (usia kehamilan 12-14 minggu). Spiramisin
sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap antibiotik makrolid.
Sejumlah kecil ibu hamil menunjukkan gejala gangguan saluran cerna atau reaksi
alergi. Dosis spiramisin yang diberikan ialah 3 gram/hari

ABORTUS DAN MACAMNYA

Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.

Macam-macam Abortus
a. Abortus Provakatus ( Induced Abortion ).
Abortus Provakatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-
obatan maupun alat-alat. Abortus ini dibagi menjadi dua yaitu :
1) Abortus Medisinalis
Abortus Medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan
alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2-3 tim
dokter ahli.
2) Abortus Kriminalis
Abortus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-
tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

b. Abortus Spontan.

Abortus Spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-
faktor alamiah.
Abortus Spontan dapat dibagi atas :
1) Abortus kompletus ( keguguran lengkap )
Artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga
rongga rahim kosong
2) Abortus Inkompletus ( keguguran bersisa )
Artinya hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang
tertinggal adalah desidua dan plasenta
3) Abortus Insipiens ( keguguran sedang berlangsung )
Artinya abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah terbuka dan
ketuban yang teraba, kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi
4) Abortus Iminens ( keguguran membakat )
Artinya keguguran membakat dan akan terjadi, dalam hal ini keluarnya
fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan
antispasmodika serta istirahat
5) Missed Abortion
Artinya keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim
dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
Fetus yang meninggal ini
( a ) bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati;
( b ) bisa diresorbsi kembali sehingga hilang;
( c) bisa jadi mongering dan menipis yang disebut : fetus papyraceus ; atau
( d ) bisa jadi mola karnosa, dimana fetus yang sudah mati satu minggu
akan mengalami degenerasi dan air ketubannya diresorbsi.
6) Abortus Habitualis ( keguguran berulang )
Artinya keadan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali
atau lebih
7) Abortus Infeksiosus dan abortus Septik
Abortus Infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi genital,
sedangkan abortus Septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum

POLIHIDRAMNION

Menurut WHO Polihidramnion terjadi pada sekitar 1 dari 250 kehamilan, angka
kejadian hidramnion berkisar 1,1 - 2,8% dari seluruh kehamilan disebabkan oleh komplikasi
pada kehamilan dan persalinan dan 8- 18 % dengan kelainan janin.

Menurut (Winknjosastro,2010), polihidromnion meningkatkan resiko kelahiran


prematur dan resiko komplikasi persalinan, permasalahan dengan tali pusat sang bayi,
pendarahan hebat pada sang ibu setelah melahirkan, perkembangan bayi yang lamban sampai
dengan kematian pada sang bayi. Cairan ketuban yang ada pada ibu hamil punya banyak
kegunaan bagi janin. Air ketuban berfungsi sebagai pelindung janin dari benturan atau trauma
infeksi, pasokan oksigen,cadangan cairan, serta sumber nutrisi bagi bayi. hidramnion terjadi
pada 3% kehamilan dan bisa didiagnosa setelah 16 minggu, Kemungkinan terjadi perdarahan
pascapersalinan lebih tinggi dibanding dari pada perlekatannya sebelum operasi dan
terjadinya kematian janin didalam kandungan. Kejadian bedah caesar juga lebih tinggi
dibandingkan pada 3 kehamilan biasa karena lebih banyak yang tidak normal atau
menurutnya kesejahteraan janin. Hidramnion atau polihidramnion merupakan suatu kondisi
dimana terdapat keadaan jumlah air ketuban melebihi dari batas normal. Dalam rahim, janin
berada dalam sebuah kantung cairan yang disebut sebagai air ketuban atau air amnion. dalam
cairan air ini janin tinggal selama Sembilan bulan, Kasus hidramnion berkisar 0,5- 1% dari
kehamilan primigravida. Sebenarnya bisa dideteksi sejak dini. Sebab, ibu yang mengalami
hamil kembar air akan mempunyai ciri-ciri ukuran fisik yang tidak sesuai (Soebroto,2002).

2.3.1. Pengertian Hidramnion

Hidramnion merupakan suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak
dari normal biasanya lebih dari 2 liter, Volume air ketuban adalah komponen penting skoring
profil biofisikal Dalam keadaan normal, volume air ketuban sekitar 500 – 1500 ml
Polihidramnion : volume air ketuban > 2000 m Sedangkan secara klinik adalah penumpukan
cairan ketuban yang berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien.
Sedangkan secara USG jika Amniotic Fluid Index (AFI)> 20 atau lebih. Polihidramnion
dapat terjadi jika janin tidak menelan dan 12 menyerap cairan ketuban dalam jumlah yang
normal. Yang sering kita jumpai adalah hidramnion yang ringan, dengan jumlah cairan 2- 3
liter. Yang berat dan akut jarang. Frekuensi hidramnion kronis adalah 0,5-1%. Insiden dari
kongenital anomali lebih sering kita dapati pada hidramnion yaitu sebesar 17,7-29%
(Widjanarko,2009).
Menurut (Varney,2006) Hidramnion sering terjadi bersamaan dengan :

a. Gemelli atau hamil ganda (12,5%),

b. Hidrops foetalis

c. Diabetes mellitus

d. Toksemia gravidarum

e. Cacat janin terutama pada anencephalus dan atresia esophagei

f. Eritroblastosis foetalis

2.3.2. Etiologi Hidramnion

Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Secara teori
hidramnion terjadi karena :

a. Produksi air ketuban bertambah; yang diduga menghasilkan air ketuban adalah
epitel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena cairan lain masuk kedalam
ruangan amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada anencephalus.

b. Pengaliran air ketuban terganggu; air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan
diganti dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi
oleh usus dan dialirkan ke placenta akhirnya masuk kedalam 13 peredaran darah ibu. Jalan ini
kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia esophogei, anencephalus atau
tumor-tumor placenta. Pada anencephalus dan spina bifida diduga bahwa hidramnion terjadi
karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang belakang. Selain itu,
anak anencephal tidak menelan dan pertukaran air terganggu karena pusatnya kurang
sempurna hingga anak ini kencing berlebihan.

c. Pada atresia oesophagei hidramnion terjadi karena anak tidak menelan. Pada
gemelli mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur jantungnya
lebih kuat dan oleh karena itu juga menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga karena
luasnya amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada hidramnion sering ditemukan
placenta besar ( Gunawan,2007).

Menurut (Gunawan,2007) menjelaskan bahwa hidromnion terjadi karena:

a. Prduksi air kemih berlebih

b. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu
hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital

c. Ada sumbatan/penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa menelan air ketuban.
Alhasil volume ketuban meningkat drastic

d. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air seni
e. Ada proses infeksi

f. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem syaraf pusat
sehingga fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan

g. Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol

h. Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus

Oleh karena angka kejadian hidramnion ibu dan janin yang cukup tinggi maka ibu
hamil dengan kelebihan air ketuban lebih sering dipantau sehingga dapat diambil sikap untuk
melakukan obeservasi dan penanganan yang tepat, kehamilan kembar air sebenarnya bisa di
dektesi sejak dini Sebab, ibu yang mengalami hamil kembar air akan mempunyai ciri-ciri
ukuran fisik yang tidak sesuai. Pertama, ukuran rahim lebih besar daripada usia
kehamilannya. Misalnya, di usia kehamilan 5 bulan, di mana rahim seharusnya baru setinggi
di bawah pusar, kalau ia menderita hidramnion maka bisa saja rahim sudah di atas pusar yang
berarti sama dengan usia kehamilan 6 bulan atau sebulan lebih besar. Tapi, ukuran rahim
yang besar tidak selalu berindikasi hidramnion, Bisa saja karena memang bayi yang
dikandungnya kembar atau lebih dari satu, ibu juga akan semakin sulit merasakan gerakan
janinnya. Sebab, gerakan janin akan semakin nyata dirasakan bila si janin itu membentur
dinding rahim, kalau jumlah air ketubannya sangat banyak, kemungkinan janin membentur
dinding rahim akan semakin berkurang (Varney,2006).

2.3.3. Tanda & Gejala Hidramnion

Menurut (Prawirohardjo,2005) Hidramnion juga menimbulkan tanda :

a. Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya,

b. Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit di lakukan,

c. Denyut jantung janin (DJJ sulit terdengar)

d. Balotemen janin jelas.

Gejala pada ibu hamil yang meliputi :

a. Dispnea (sesak napas) dan rasa tidak nyaman di perut karena tekanan pada
diafargma

b. Gangguan pencernaan karena konstipasi maupun obstipasi, edema karena tekanan


pada pembuluh darah vena karena pembesaran dari uterus, varises dan hemoroid, (nyeri
abdomen ).

c. Kandungan cepat sekali membesar.

d. Pembesaran TFU disertai kesulitan dalam meraba bagian-bagian kecil janin


2.3.4. Klasifikasi Hidramnion

Menurut (Cunningham,2005) Berdasarkan waktu terjadinya hydramnion terbagi 2


yaitu:

1. Hidramnion akut / mendadak: dimana penambahan air ketuban terjadi dalam waktu
yg cepat, hanya dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada kehamilan muda pada bulan ke 4
atau 5. Yang ini jarang terjadi. Hidramnion akut 16 biasanya akan menyebabkan persalinan
sebelum usia gestasi 28 minggu, atau gejala dapat menjadi demikian parah sehingga harus
dilakukan intervensi. Pada sebagian besar kasus hidramnion kronik, tekanan cairan amnion
tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pada kehamilan normal. Hidramnion akut cenderung
muncul pada kehamilan dini dibandingkan dengan bentuk kronik dan dapat dengan cepat
memperbesar uterus.

2. Hidramnion kronis (menahun) : penambahan air ketuban perlahan-lahan,


berangsur-angsur, Ini bentuk yang paling umun / sering terjadi. Ibu yang bersangkutan
mungkin mentoleransi distensi abdomen yang berlebihan tanpa banya kmengalami rasa yang
tidak nyaman. biasanya terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti bisa didapatkan dari
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Insidensi hidramnion adalah 1% dari semua kehamilan.

2.3.5. Diagnosa Hidramnion

1. Anamnesisa

a) Perut lebih besar dan teras lebih berat dari biasa

b) Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak

c) Pada yang akut dan pada pada pembesaran uterus yang cepat maka terdapat
keluhan - keluhan yang disebabkan karena tekanan padaorgan terutama pada diafargma,
seperti sesak, nyeri ulu hati, dan diagnosis,

d) Nyeri perut karena tegangnya uterus,mual dan muntah e

) Edema pada tungkai,vulva,dinding perut

f) Pada proses akut dan perut besar sekali,bisa syok,berkeringat dingin dan sesak

2. Inpeksi

a) Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak kulit jelas
dan kadang-kadang umbilicus mendatar

b) Jika akut si ibu terlihat sesak dan sionasis, serta terlihat payah membawa
kandungannya

3. palpasi

a) Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut valve dan
tungkai
b) Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya

c) Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya cairan

d) Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba, maka ballottement jelas Sekali

e) Karena bebasnya jann bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat terjadi
kesalahan-kesalahan letak janin 4. Auskultasi Denyut jantung janin tidak terdengar atau jika
terdengar sangat halus sekali 5. Rontgen foto abdomen (Cunningham, 2005).

2.3.6. Penanganan Hidramnion Terapi hidromnion dibagi dalam tiga fase:

A. Waktu hamil

a. Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan berikan terapi
simptomatis.

b. Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat dirumah sakit
untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam. Obatobatan yang dipakai adalah
sedativa dan obat duresisi. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan
pungsi abdominal pada bawah umbilikus.

c. Dalam satu hari dikeluarkan 500 cc perjam sampai keluhan berkurang. Jika cairan
dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila anak belum viable.

d. Komplikasi pungsi dapat berupa : Timbul his, Trauma pada janin,

e. Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan

f. Infeksi serta syok

g. Bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin mengenai


placenta, maka pungsi harus dihentikan.

B. Waktu bersalin

a) Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu.

b) Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi transvaginal
melalui serviks bila sudah ada pembukaan.

c) Dengan memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu air
ketuban akan keluar pelan-pelan.

d) Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk


menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju kedalam vagina
sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini
adalah supaya tidak terjadi solutio placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau
perdarahan post partum karena atonia uteri.

C. Post partum

a) Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya lakukan
pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta sediakan obat uterotonika.

b) Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan post partum.

c) Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk
menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup (Cunningham, 2005).

2.3.7. Komplikasi Komplikasi hidramnion terjadi karena harus melakukan tindakan


agar gejala klinis dan keluhan pada ibu hamil berkurang. Tindakan ini meliputi:

a) persalinan premature,

b) Malpresentasi janin,

c) Abrupsio plasenta,

d) Bila ketuban pecah dapat menimbulkan prolapsus bagian kecil dan prolapsus
fenikuli. komplikasi hidramnion pada posisi janin intra uterin ditemukan kelainan letak janin.

e) Saat persalinan dapat terjadi selusio plasenta,

f) Perdarahan pasca partus, dan

g) kelainan letak mungkin memerlukan tindakan operasi (Varney,2006).

Daftar Pustaka

http://audihusadamedan.ac.id/files/pdf/160617083845

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/viewFile/744/12181

Cunningham FG, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K. 2005.


Toxoplasmosis. In: Cunningham FG, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
editors. Williams Obstetric (Twentysecond Edition). Jakarta: EGC

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-annisaliya-5200-3-bab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai