Anda di halaman 1dari 2

Analisa Data

(2) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yoko Tarumi, Mitchel P dkk, (2013) yang
bertujuan untuk melihat keefektifan docusate oral pada pasien di rumah sakit. Penelitian
dilakukan di tiga rumah sakit kepada 74 pasien secara acak (35 orang grup intevensi dan 39
orang grup placebo) selama 10 hari intervensi. Grup intervensi diberikan 2 docusate tablet
100mg, 2 kali sehari dan sennnoside 3x sehari sementara grup plasebo hanya diberikan kapsul
berisi tepung jagung (bentuk dan warna sama dengan docusate )dan sennoside 3 x sehari.
Setelah intervensi didapatka bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua grup
dalam hal frekuensi, volume, konsisitensi, kesulitan, kekomplitan ketika defekasi.

Selain dengan menggunakan docusate dan plasebo, farmakologis yang lain yang bisa
diberikan adalah methylnaltrexone yang diteliti oleh Shrividya S. (2013). Sampel yang di gunakan
sebanyak 469 dibagi menjadi kelompok 1x sehari, 2x sehari dan placebo selama 4 minggu.
Dietmukan hasil peningkatan yang signifikan dalam hal gejala rektal, gejala feses dan skor
global pada grup methylnaltrexone 1 hari/x dibandingkan dengan placebo. Sementara itu pada grup
methylnaltrexone 1x2 hari ditemukan peningkatan yang lebih baik terhadap gejala , dan skor global
dibandingkan grup plasebo.

Obat farmako lain yang bisa dipakai untuk mengatasi konstipasi adalah 4galakto
oligosakarida (GOS), peneliatian yang pernah dilakukan oleh Beleli, Antonia, dkk pada 20
pasien anak dengan konstipasi. 11 anak mengkonsumsi GOS sebanyak 1,7 gram selama 30
hari, washout selama 30 hari dan 30 hari metode plasebo (maltodekstrin). Sementara itu 9
pasien mengkonsumsi plasebo selama 30 hari, 15 hari washout dan 30 hari diberi GOS
sebanyak 1, 7 gram. Penentuan hasil diliahat dari 3 gejala yaitu BAB perminggu, ketegangan
selama BAB, dan konsistensi feses yang di analisis menggunakan ANOVA. Ditemukan hasil
bahwa dengan mengkonsumsi GOS dapat meningkatkan frekuensi pergerakan usus,
menurunkan ketengan selama BAB dan melunakan konsisitensi tinja.

Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan pada psaien dengan gejala konstipasi
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dorren, suzane, dkk (2013) yang dilakukan pada
30 partisipan yang mengalami konstipasi dan Multiple Sklerosis dibagi menjadi dua grup yaotu
grup intervensi dan grup kontrol. Grup intervensi diberikan saran tentang bowel manajemen
dan diajarkan bagaimana cara memijat perut serta rekomendiasi untuk melakukannya selama
4 minggu penelitian. Sementara grup kontrol hanya mendapatkan saran bowel manajemen.
Kedua grup diukur dari minggu ke 0 hingga minggu ke 4 menggunbakan Constipation Scoring
System (CSS), Neurogenic Bowel Dysfunction Score, a bowel diary. Kedua grup menunjukkan
adanya penuruan pada skor CSS hal ini menunjukkan indikasi adanya peningkatan dalam
gejala konstipasi, namun pada grup intervensi peningkatan lebih signifikan dibandingkan
dengan grup kontrol.

Penelitian lain yang dilakukan oleh kristina Lama (2009) tentang efek pijat perut
terhadap manajemen konstipasi yang dilakukan kepada 60 orang selama 8 minggu yang buat
menjadi dua grup yaitu grup pertama intervensi yang diberikan obat pencahar dan pijat perut,
sementara satu kelompok lainnya hanya diberi obat pencahar saja. Dalam penelitian ini grup
pertama intervensi menunjukkan hasil yang signifikan dibandingkan dengan grup kontrol.
Hasil kajian

Anda mungkin juga menyukai