“DEFRIBILASI”
DISUSUN OLEH
TINGKAT 3B
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dengan adanya makalah ini dapa tmemberikan suatu pelajaran dan dapat
rekan-rekan yang telah ikut serta mendukung dalam penyusunan makalah ini,
memberikan dukungan kepada kami . Adapun kritik dan saran yang membangun
Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian jantung mendadak atau cardiac arrest adalah berhentinya
fungsi jantung secara tiba - tiba pada seseorang yang telah atau belum
diketahui menderita penyakit jantung (American Heart Association, 2010).
Menurut survei Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di
United State didapatkan kasus. henti jantung 31.689 selama lima tahun
(2005-2010) dan 33,3% mendapatkan bantuan resusitasi jantung paru
(RJP) dari saksi yang sudah terlatih serta 3,7% menggunakan automated
external defibrilator atau AED (Bryan et al, 2011). Prevalensi henti
jantung di Indonesia setiap tahunnya belum didapatkan data yang jelas
akan tetapi prevalensi terjadinya penyakit jantung di Indonesia sebanyak
7,2% (BPPK, 2008). Menurut data salah satu rumah sakit di Jawa Barat,
(Januari-Mei 2015) terdapat 57 kasus pasien meninggal akibat cardiac
arrest.
Cardiac Arrest atau henti jantung menjadi kasus kegawatdaruratan
yang harus mendapatkan penanganan yang tepat dan segera dari petugas
medis atau masyarakat umum yang sudah terlatih. Kematian otak dan
kematian permanen terjadi dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit setelah
seseorang mengalami cardiac arrest (Pusponegoro A, 2010). Salah satu
penanganan yang harus diberikan pada cardiac arrest adalah bantuan hidup
dasar dengan RJP. Penanganan yang terlambat atau tidak tepat pada pasien
dengan henti jantung dapat berakibat fatal, yaitu kematian dalam hitungan
menit (Vaillancourt, Christian, Stiell, dan Ian, 2004).
Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai
10 persen pada tiap menit yang berjalan tanpa cardiopulmonary
resusitation dan defibrilasi (American Heart Association, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian dari American Heart Association pada bulan
Juni 1999 didapatkan data bahwa 64% pasien dengan cardiac arrest yang
mendapatkan penanganan segera dapat bertahan hidup tanpa kerusakan
otak.
Cardiac arrest merupakan insiden kegawatdaruratan yang
membutuhkan bantuan hidup dasar dengan resusitasi jantung paru. Basic
Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar merupakan tindakan
pertolongan pertama yang dilakukan pada korban dengan henti napas dan
henti jantung. Bantuan Hidup Dasar terdiri atas serangkaian tindakan
pertolongan pertama memberikan napas buatan dan tekanan jantung luar
pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung (American
Heart Association, 2010). BHD merupakan salah satu upaya yang harus
segera dilakukan oleh seseorang apabila menemukan korban yang
membutuhkan oleh karena itu, setiap tenaga kesehatan wajib menguasai
BHD (Keenan, Lmacraft & Joubert, 2009).
RJP merupakan bagian dari bantuan hidup dasar yang membantu
jantung dapat kembali berfungsi memompa dan memperbaiki sirkulasi
darah dalam tubuh. Bantuan hidup dasar dapat dilakukan oleh siapapun
terutama oleh TRC sesegera mungkin pada saat awal terjadinya henti
jantung untuk meningkatkan angka kelangsungan hidup (Suharsono dan
ningsih, 2009).
Inti dari penanganan cardiac arrest adalah kemampuan seseorang
untuk dapat mendeteksi dan beraksi secara cepat dan benar untuk sesegera
mungkin mengembalikan denyut jantung ke dalam kondisi normal sehinga
dapat mencegah terjadinya kematian otak dan kematian permanen. Selain
itu, kunci penanganan kondisi kegawatdaruratan adalah harus adanya
kesinambungan dari orang yang pertama kali menemukan harus memiliki
pengetahuan tentang BHD, pelayanan ambulans, UGD, ICU sampai pada
ruang perawatan) harus satu bahasa dalam memandang keadaan
kegawatdaruratan (Pusponegoro A, 2010).
Tim Reaksi Cepat (TRC) sebagai tenaga kesehatan yang dibentuk
khusus untuk menangani pasien kegawatdaruratan dituntut mampu
memberikan pertolongan pada pasien gawat darurat dengan cepat dan
tepat. TRC adalah tim yang bertugas memberikan pertolongan segera pada
pasien dengan kegawatdaruratan sebelum dan saat henti napas henti
jantung. TRC merupakan bagian dari Code Blue System, yaitu sebuah
kode isyarat internasional yang digunakan di dalam rumah sakit yang
menandakan adanya seorang pasien yang sedang mengalami serangan
jantung atau mengalami situasi gagal napas akut dan situasi gawat darurat
lalinnya yang menyangkut dengan nyawa pasien.
Peningkatan kebutuhan pelayanan pertolongan gawat darurat,
menuntut tim reaksi cepat memiliki pengetahuan yang cukup untuk
melakukan tindakan dalam memberikan pelayanan kesehatan (Svensson &
Fridlund, 2008). Proses pengkajian yang dilakukan secara sistematis yang
dimulai dari memeriksa kesadaran, melakukan RJP dan tindakan
defibrilasi harus dilakukan secara cepat (Herlitz, 2006).
Menurut AHA 2015, dalam kejadian henti jantung di luar rumah
sakit keberhasilan resusitasi membutuhkan koordinasi yang tepat atau
Chain of Survival yang berupa pengaktifan sistem layanan darurat medis,
RJP dini, Defibrilasi secepatnya, bantuan pendukung kehidupan, dan
perawatan paska henti jantung (Bachtiar, 2016). Berdasarkan uraian diatas,
penulis tertarik untuk menulis makalah tentang defribilasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan defibrilasi?
2. Apa saja tujuan defibrilasi?
3. Apa indikasi dilakukan defibrilasi?
4. Apa kontraindikasi dilakukan defibrilasi?
5. Bagaimana prosedur defibrilasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui tentang apa yang dimaksud defibrilasi
2. Dapat mengetahui tujuan defribilasi
3. Dapat mengetahui indikasi dilakukannya defribilasi
4. Dapat mengetahui kontraindikasi dilakukan defribilasi
5. Dapat mengetahui prosedur defribilasi
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain :
1. Bagi pendidikan
2. Bagi penulis
3. Bagi masyarakat
A. Definisi Defibrilasi
Defibrilasi adalah Sebuah cara yang tepat untuk mengembalikan
normalitas jantung. Kecepatan dalam melakukan defibrilasi/
kardioversi merupakan elemen penting untuk resusitasi yang berhasil.
Tindakan defribrilasi harus segera dilakukan sebelum intubasi dan
pemasangan selang infuse. Defibrilasi tidak akan efektif dan dapat
menimbulkan luka bakar pada dada. Satu electrode diletakkan pada sisi
kanan dada, dibawah klavikula dan yang lain pada sisi kiri dada
sebelah lateral papilla mamma. Kontak yang baik antara elektroda dan
kulit diperoleh dengan melakukan tekanan yang kuat dan merata.
Individu yang melakukan defibrilasi harus mundur dari tempat tidur
penderita, dan orang lain harus berada jauh dari penderita dan tempat
tidurnya. (Wikipedia Indonesia, 2015)
Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara
memberikanaliran listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung
pasien melaluielektroda yang ditempatkan pada permukaan dada
pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas listrik jantung dan
mekanismepemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac
output, perfusi jaringan dan oksigenasi.
Defibrillator adalah alat untuk memberikan terapi energi listrik
dengan dosis tertentu ke jantung pasien melalui electrode (pedal) yang
ditempatkan di permukaan dinding dada pasien. Sedangkan tindakan
pengobatan definitif untuk mengancam jantung aritmia-hidup, fibrilasi
ventrikel dan takikardi ventrikel pulseless disebut defibrillasi. Ini
merupakan depolarizes massa kritis dari otot jantung, mengakhiri
aritmia, dan memungkinkan irama sinus normal untuk dibangun
kembali dengan alat pacu jantung alami tubuh, di node sinoatrial
jantung.
Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara
memberikan aliran listrik yang kuat dengan metode asinkron ke
jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan
dada pasien. (Kurnia, 2009)
B. Tujuan Defibrilasi
Tujuan dilakukannya defibrilasi adalah untuk koordinasi
aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan
dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.
(Kurnia, 2009)
Selain itu, defibrilasi juga berfungsi untuk menentukan adanya
fibrilasi ventrikel dengan cara memberikan arus listrik melewati
dinding dada pasien. Fibrilasi yang dilakukan dengan segera telah
memperlihatkan peningkatan yang berarti meyerupai tindakan
resusitasi yang berhasil. (Wempie Yusuf, 2013)
Defibrilasi tidak memuai kembali (restart) kerja jantung.
Defibrilasi menyebabkan jantung berhenti dan secara singkat
mengakhiri semua aktivitas listrik, termasuk VF dan VT. Bila jantung
masih dapat bekerja, diharapkan pacu jantung normal dapat
mengemablaikan aktivitas listrik (kembalinya irama spontan) dan
akhirnya menimbulkan irama perfusi.
Walau demikian, pada menit- mneit pertama setelah defibrilasi
yang berhasil, irama spontan biasanya lambat dan tidak menghasilkan
denyut atau perfusi. RJP dibutuhkan selama beberapa menit hingga
kembalinya fungsi jantung yang memadai. Inilah alasan mengapa perlu
dilakukan kompresi dada berkualaitas tinggi setelah pemberian suatu
kejut listrik. (Yusup, 2011)
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Defibrillator adalah alat yang digunakan oleh paramedis di bagian
perawatan jantung untuk mengatasi kelaianan jantung (cardio
arrhythymia). Pada pengisian muatan capacitor tergantung dari besar
tegangan yang mengisi pada pengisian muatan capacitor selain juga
tergantung pada waktu pengisian.Namun pada defibrillator karena
tegangan yang dihasilkan konstan, jadi besar muatan tergantung pada
waktu pengisian. Untuk mengkalibrasi yang presisi sebaiknya digunakan
defianalyzer yang berguna untuk mengetahui akan meter muatan
defibrillator dengan penunjukkan meter.
Penerapan defibrillator dalam dunia kesehatan utamanya adalah
dalam membantu pasien yang terkena serangan fibrillasi kardiak.Desain
defibrillator yang lebih mutakhir lebih disesuaikan dengan jenis elektroda
yang digunakan, pengembangan sistem kontrol yang lebih handal dan
penggunaan energi listrik yang lebih hemat, serta keamanan dan
kenyamanan pasien yang tinggi. (Potter, A. dan Perry, Anne G..2010)
B. Saran
Defibrillator merupakan salah satu peralatan yang tergolong
teknologi canggih, dalam pengoperasiannya pun harus memakai prosedur
yang telah ada. Maka dari itu kita sebagai operator hendaklah
mengutamakan keamanan dalam pengoperasiannya. (Iwami, Taku. 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Wiliastuti, U. N., Anna, A., Mirwanti, R. 2018. Pengetahuan Tim Reaksi Cepat
tentang Bantuan Hidup Dasar. Universitas Padjajaran: Bandung
Kurnia. 2009. Defibrilasi Kejut Jantung. Diakses secara online pada Rabu, 05
September 2018. http://kurniasciences.blogspot.com/2009/01/defibrilasi-
kejut-jantung.html
Openi. 2011. Indikasi dan Kontraindikasi Defibrilasi. Diakses secara online pada
Rabu, 05 September 2018. https://www.alomedika.com/tindakan-
medis/toraks-dan-kardiovaskular/defibrilasi/kontraindikasi
Iwami, Taku. 2012. Effectiveness of public access defribillation with AEDs for
out-of-hospital cardiac arrests in Japan. Research and Reviews (online)
(http://www.med.or.jp) diakses pada tanggal 2 September 2018 pukul
11.16 WIB