Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ELEKTIF KEPERAWATAN

“DEFRIBILASI”

Dosen Pembimbing : Siti Maulidah,S.Pd,S.Kep.Ns.M.Kes

DISUSUN OLEH

1. Novita Aditama (P1337420216048)

2. Feri Prasetyo (P1337420216057)

3. Anggun Imasrini (P1337420216086)

TINGKAT 3B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah dengan judul “Makalah Elektif

Keperawatan “Defribilasi” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Semoga

dengan adanya makalah ini dapa tmemberikan suatu pelajaran dan dapat

menambah ilmu baik untuk penyusun maupun pembacanya.

Tidak lupa pula kami mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh

rekan-rekan yang telah ikut serta mendukung dalam penyusunan makalah ini,

khususnya kepada Dosen Mata Kuliah Elektif Keperawatan yang selalu

memberikan dukungan kepada kami . Adapun kritik dan saran yang membangun

kami sangat terbuka demi kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 5 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................ 4
D. Manfaat Penulisan .............................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Defribilasi ............................................................................. 8


B. Tujuan Defribilasi .............................................................................. 8
C. Indikasi dilakukan Defribilasi ............................................................ 9
D. Kontraindikasi Defribilasi ................................................................ 10
E. Prosedur Pelaksanaan Defribilasi ..................................................... 12
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian jantung mendadak atau cardiac arrest adalah berhentinya
fungsi jantung secara tiba - tiba pada seseorang yang telah atau belum
diketahui menderita penyakit jantung (American Heart Association, 2010).
Menurut survei Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di
United State didapatkan kasus. henti jantung 31.689 selama lima tahun
(2005-2010) dan 33,3% mendapatkan bantuan resusitasi jantung paru
(RJP) dari saksi yang sudah terlatih serta 3,7% menggunakan automated
external defibrilator atau AED (Bryan et al, 2011). Prevalensi henti
jantung di Indonesia setiap tahunnya belum didapatkan data yang jelas
akan tetapi prevalensi terjadinya penyakit jantung di Indonesia sebanyak
7,2% (BPPK, 2008). Menurut data salah satu rumah sakit di Jawa Barat,
(Januari-Mei 2015) terdapat 57 kasus pasien meninggal akibat cardiac
arrest.
Cardiac Arrest atau henti jantung menjadi kasus kegawatdaruratan
yang harus mendapatkan penanganan yang tepat dan segera dari petugas
medis atau masyarakat umum yang sudah terlatih. Kematian otak dan
kematian permanen terjadi dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit setelah
seseorang mengalami cardiac arrest (Pusponegoro A, 2010). Salah satu
penanganan yang harus diberikan pada cardiac arrest adalah bantuan hidup
dasar dengan RJP. Penanganan yang terlambat atau tidak tepat pada pasien
dengan henti jantung dapat berakibat fatal, yaitu kematian dalam hitungan
menit (Vaillancourt, Christian, Stiell, dan Ian, 2004).
Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai
10 persen pada tiap menit yang berjalan tanpa cardiopulmonary
resusitation dan defibrilasi (American Heart Association, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian dari American Heart Association pada bulan
Juni 1999 didapatkan data bahwa 64% pasien dengan cardiac arrest yang
mendapatkan penanganan segera dapat bertahan hidup tanpa kerusakan
otak.
Cardiac arrest merupakan insiden kegawatdaruratan yang
membutuhkan bantuan hidup dasar dengan resusitasi jantung paru. Basic
Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar merupakan tindakan
pertolongan pertama yang dilakukan pada korban dengan henti napas dan
henti jantung. Bantuan Hidup Dasar terdiri atas serangkaian tindakan
pertolongan pertama memberikan napas buatan dan tekanan jantung luar
pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung (American
Heart Association, 2010). BHD merupakan salah satu upaya yang harus
segera dilakukan oleh seseorang apabila menemukan korban yang
membutuhkan oleh karena itu, setiap tenaga kesehatan wajib menguasai
BHD (Keenan, Lmacraft & Joubert, 2009).
RJP merupakan bagian dari bantuan hidup dasar yang membantu
jantung dapat kembali berfungsi memompa dan memperbaiki sirkulasi
darah dalam tubuh. Bantuan hidup dasar dapat dilakukan oleh siapapun
terutama oleh TRC sesegera mungkin pada saat awal terjadinya henti
jantung untuk meningkatkan angka kelangsungan hidup (Suharsono dan
ningsih, 2009).
Inti dari penanganan cardiac arrest adalah kemampuan seseorang
untuk dapat mendeteksi dan beraksi secara cepat dan benar untuk sesegera
mungkin mengembalikan denyut jantung ke dalam kondisi normal sehinga
dapat mencegah terjadinya kematian otak dan kematian permanen. Selain
itu, kunci penanganan kondisi kegawatdaruratan adalah harus adanya
kesinambungan dari orang yang pertama kali menemukan harus memiliki
pengetahuan tentang BHD, pelayanan ambulans, UGD, ICU sampai pada
ruang perawatan) harus satu bahasa dalam memandang keadaan
kegawatdaruratan (Pusponegoro A, 2010).
Tim Reaksi Cepat (TRC) sebagai tenaga kesehatan yang dibentuk
khusus untuk menangani pasien kegawatdaruratan dituntut mampu
memberikan pertolongan pada pasien gawat darurat dengan cepat dan
tepat. TRC adalah tim yang bertugas memberikan pertolongan segera pada
pasien dengan kegawatdaruratan sebelum dan saat henti napas henti
jantung. TRC merupakan bagian dari Code Blue System, yaitu sebuah
kode isyarat internasional yang digunakan di dalam rumah sakit yang
menandakan adanya seorang pasien yang sedang mengalami serangan
jantung atau mengalami situasi gagal napas akut dan situasi gawat darurat
lalinnya yang menyangkut dengan nyawa pasien.
Peningkatan kebutuhan pelayanan pertolongan gawat darurat,
menuntut tim reaksi cepat memiliki pengetahuan yang cukup untuk
melakukan tindakan dalam memberikan pelayanan kesehatan (Svensson &
Fridlund, 2008). Proses pengkajian yang dilakukan secara sistematis yang
dimulai dari memeriksa kesadaran, melakukan RJP dan tindakan
defibrilasi harus dilakukan secara cepat (Herlitz, 2006).
Menurut AHA 2015, dalam kejadian henti jantung di luar rumah
sakit keberhasilan resusitasi membutuhkan koordinasi yang tepat atau
Chain of Survival yang berupa pengaktifan sistem layanan darurat medis,
RJP dini, Defibrilasi secepatnya, bantuan pendukung kehidupan, dan
perawatan paska henti jantung (Bachtiar, 2016). Berdasarkan uraian diatas,
penulis tertarik untuk menulis makalah tentang defribilasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan defibrilasi?
2. Apa saja tujuan defibrilasi?
3. Apa indikasi dilakukan defibrilasi?
4. Apa kontraindikasi dilakukan defibrilasi?
5. Bagaimana prosedur defibrilasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui tentang apa yang dimaksud defibrilasi
2. Dapat mengetahui tujuan defribilasi
3. Dapat mengetahui indikasi dilakukannya defribilasi
4. Dapat mengetahui kontraindikasi dilakukan defribilasi
5. Dapat mengetahui prosedur defribilasi

D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain :

1. Bagi pendidikan

Memberikan manfaat bagi pengembangan praktik keperawatan dalam

mengelola kasus kegawatdaruratan menggunakan cara defibrilasi.

2. Bagi penulis

Dapat memberikan wawasan dalam mengelola kasus kegawatdaruratan

menggunakan cara defibrilasi.

3. Bagi masyarakat

Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang masalah

kegawatdaruratan dengan penanganan defibrilasi.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Defibrilasi
Defibrilasi adalah Sebuah cara yang tepat untuk mengembalikan
normalitas jantung. Kecepatan dalam melakukan defibrilasi/
kardioversi merupakan elemen penting untuk resusitasi yang berhasil.
Tindakan defribrilasi harus segera dilakukan sebelum intubasi dan
pemasangan selang infuse. Defibrilasi tidak akan efektif dan dapat
menimbulkan luka bakar pada dada. Satu electrode diletakkan pada sisi
kanan dada, dibawah klavikula dan yang lain pada sisi kiri dada
sebelah lateral papilla mamma. Kontak yang baik antara elektroda dan
kulit diperoleh dengan melakukan tekanan yang kuat dan merata.
Individu yang melakukan defibrilasi harus mundur dari tempat tidur
penderita, dan orang lain harus berada jauh dari penderita dan tempat
tidurnya. (Wikipedia Indonesia, 2015)
Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara
memberikanaliran listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung
pasien melaluielektroda yang ditempatkan pada permukaan dada
pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas listrik jantung dan
mekanismepemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac
output, perfusi jaringan dan oksigenasi.
Defibrillator adalah alat untuk memberikan terapi energi listrik
dengan dosis tertentu ke jantung pasien melalui electrode (pedal) yang
ditempatkan di permukaan dinding dada pasien. Sedangkan tindakan
pengobatan definitif untuk mengancam jantung aritmia-hidup, fibrilasi
ventrikel dan takikardi ventrikel pulseless disebut defibrillasi. Ini
merupakan depolarizes massa kritis dari otot jantung, mengakhiri
aritmia, dan memungkinkan irama sinus normal untuk dibangun
kembali dengan alat pacu jantung alami tubuh, di node sinoatrial
jantung.
Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara
memberikan aliran listrik yang kuat dengan metode asinkron ke
jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan
dada pasien. (Kurnia, 2009)

B. Tujuan Defibrilasi
Tujuan dilakukannya defibrilasi adalah untuk koordinasi
aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan
dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.
(Kurnia, 2009)
Selain itu, defibrilasi juga berfungsi untuk menentukan adanya
fibrilasi ventrikel dengan cara memberikan arus listrik melewati
dinding dada pasien. Fibrilasi yang dilakukan dengan segera telah
memperlihatkan peningkatan yang berarti meyerupai tindakan
resusitasi yang berhasil. (Wempie Yusuf, 2013)
Defibrilasi tidak memuai kembali (restart) kerja jantung.
Defibrilasi menyebabkan jantung berhenti dan secara singkat
mengakhiri semua aktivitas listrik, termasuk VF dan VT. Bila jantung
masih dapat bekerja, diharapkan pacu jantung normal dapat
mengemablaikan aktivitas listrik (kembalinya irama spontan) dan
akhirnya menimbulkan irama perfusi.
Walau demikian, pada menit- mneit pertama setelah defibrilasi
yang berhasil, irama spontan biasanya lambat dan tidak menghasilkan
denyut atau perfusi. RJP dibutuhkan selama beberapa menit hingga
kembalinya fungsi jantung yang memadai. Inilah alasan mengapa perlu
dilakukan kompresi dada berkualaitas tinggi setelah pemberian suatu
kejut listrik. (Yusup, 2011)

C. Indikasi Dilakukan Defibrilasi


Indikasi untuk melakukan tindakan defibrilasi adalah takikardia
ventrikular (VT) tanpa nadi (pulseless ventricular tachycardia) dan
fibrilasi ventrikel (Ventricular Fibrillation / VF). VT takikardia
ventrikular dan VF adalah ritme abnormal yang muncul dari ventrikel
dan menyebabkan perfusi yang inefektif. Kedua ritme ini shockable
karena pemberian kejut diperlukan agar SA node kembali menjadi
pacemaker utama yang mengatur ritme jantung. [9] Fungsi defibrilasi
adalah untuk mengembalikan fungsi jantung ke keadaan normal.
(Openi, 2011)

D. Kontraindikasi Dilakukan Defibrilasi


Kontraindikasi defibrilasi jantung adalah ritme jantung yang
sinus (normal), takikardia supraventrikular (SVT) yang stabil, asistol,
aktivitas elektrik tanpa nadi (pulseless electrical activity / PEA), dan
bradikardia. Ritme yang dikategorikan sebagai henti jantung non-
shockable adalah ritme asistol dan PEA. Kedua ritme ini juga
mengganggu perfusi seperti ritme shockable, tetapi pada kedua ritme
ini tidak terjadi gangguan terhadap sistem konduksi atau pacemaker
jantung.
Masalah yang sering ditemukan pada asistol dan PEA adalah
hipovolemia atau hipoksemia, sehingga hanya dapat ditatalaksana
dengan resusitasi jantung paru (RJP) yang baik, obat-obatan
vasopressor dan perbaikan penyebab yang mendasari (perdarahan,
hyperkalemia, dan lainnya). Ritme PEA dan asistol tidak akan
merespon terhadap defibrilasi karena tidak ada gangguan pada sistem
konduksi jantung. Defibrilasi hanya efektif bila terdapat masalah
dengan fungsi listrik jantung. (Openi, 2011)

E. Prosedur Pelaksanaan Defibrilasi


1. Persiapan Pasien
a. Pastikan identitas pasien
b. Kaji kondisi pasien
c. Beritahu dan jelaskan pada pasien/keluarga tindakan yang akan
dilakukan
d. Jaga privacy pasien
e. Atur posisi pasien
2. Persiapan Alat
a. Defribrilator
b. Jelly
c. Elektroda
d. Obat-obat sedasi bila perlu (dormikum atau analgesic lainnya)
3. Tahap Orientasi
a. Berikan salam, panggil pasien dengan namanya (nama
kesukaan)
b. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat.
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
pasien/keluarga.
4. Tahap Kerja
a. Memberikan sedative atau analgesic bila perlu.
b. Memasang electrode dan menyalakan EKG monitor
c. Cek ulang gambaran EKG dan print gambaran EKG tersebut
untuk mecncegah kekeliruan
d. Set kebutuhan joule sesuai indikasi (untuk defribrilasi mulai
dengan 150 joule)
e. Pegang peddic 1 dengan tangan kiri, letakkan pada daerah mid
sternum dan paddle 2 dengan tangan kana pada daerah mid
aksila.
f. Sambil mengatur letak kedua paddle, beri aba-aba agar staff
yang lain tidak ada yang menyentuh pasien ataupun bad pasien
g. Bila terdengar tanda ready dan mesin defibrilator, tekan tombol
DC shock dengan jempol agar arus masuk dengan baik.
h. Amati EKG monitor, bila tidak ada perubahan lanjutkan
dengan memberi watt second yang lebih tinggi
i. Bila gambaran EKG sudah sinus dan stabil, hentikan tindakan.
j. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Bila terjadi asistole, lakukan segera tindakan RJP
2) Tindakan-tindakan DC shock dihentikan bilamana tidak ada
respon
3) Setiap perubahan gambaran EKG harus di print.
5. Tahap Terminasi
a. Evaluasi respon klien
b. Berikan reinforcement positif
c. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
d. Mengakhiri kegiatan dengan baik
6. Dokumentasi
a. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam
pelaksanaan
b. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam
catatan
c. Bersihkan dan kembalikan peralatan yang digunakan pada
tempatnya
d. Buka APD dan cuci tangan
e. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Defibrillator adalah alat yang digunakan oleh paramedis di bagian
perawatan jantung untuk mengatasi kelaianan jantung (cardio
arrhythymia). Pada pengisian muatan capacitor tergantung dari besar
tegangan yang mengisi pada pengisian muatan capacitor selain juga
tergantung pada waktu pengisian.Namun pada defibrillator karena
tegangan yang dihasilkan konstan, jadi besar muatan tergantung pada
waktu pengisian. Untuk mengkalibrasi yang presisi sebaiknya digunakan
defianalyzer yang berguna untuk mengetahui akan meter muatan
defibrillator dengan penunjukkan meter.
Penerapan defibrillator dalam dunia kesehatan utamanya adalah
dalam membantu pasien yang terkena serangan fibrillasi kardiak.Desain
defibrillator yang lebih mutakhir lebih disesuaikan dengan jenis elektroda
yang digunakan, pengembangan sistem kontrol yang lebih handal dan
penggunaan energi listrik yang lebih hemat, serta keamanan dan
kenyamanan pasien yang tinggi. (Potter, A. dan Perry, Anne G..2010)

B. Saran
Defibrillator merupakan salah satu peralatan yang tergolong
teknologi canggih, dalam pengoperasiannya pun harus memakai prosedur
yang telah ada. Maka dari itu kita sebagai operator hendaklah
mengutamakan keamanan dalam pengoperasiannya. (Iwami, Taku. 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Wiliastuti, U. N., Anna, A., Mirwanti, R. 2018. Pengetahuan Tim Reaksi Cepat
tentang Bantuan Hidup Dasar. Universitas Padjajaran: Bandung

Winarni. 2018. Pengetahuan Perawat tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan


AHA Tahun 2015 Di UPTD Puskesmas Kota Blitar. Poltekkes Kemenkes
Malang: Malang

Kurnia. 2009. Defibrilasi Kejut Jantung. Diakses secara online pada Rabu, 05
September 2018. http://kurniasciences.blogspot.com/2009/01/defibrilasi-
kejut-jantung.html

Sari, K. A. 2014. Makalah Defibrilator. Diakses melalui online pada Rabu, 05


September 2018.
http://www.academia.edu/5696249/MAKALAH_DEFIBRILATOR

Openi. 2011. Indikasi dan Kontraindikasi Defibrilasi. Diakses secara online pada
Rabu, 05 September 2018. https://www.alomedika.com/tindakan-
medis/toraks-dan-kardiovaskular/defibrilasi/kontraindikasi

Iwami, Taku. 2012. Effectiveness of public access defribillation with AEDs for
out-of-hospital cardiac arrests in Japan. Research and Reviews (online)
(http://www.med.or.jp) diakses pada tanggal 2 September 2018 pukul
11.16 WIB

Anda mungkin juga menyukai