Anda di halaman 1dari 25

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

Komunikasi Terapeutik Pada Anak Sakit


Di Puskesmas Balowerti

Dosen Pembimbing :
Eva Agustina S.Kep.Ns., M.Kes.
Disusun Oleh :
Kelompok 1 IPN 3B

1. Hario Muhammad Akbar (1611B0290) Perijinan surat


2. Melania Angrilla Ngongo (1711B0046)
3. Pangestu Dwi Cahyan (1711B0057) Pengkaji anak
4. Rina Yuli Agita Devi (1711B0063) Pembuat laporan,
Pengkaji anak
5. Sely Febriandani Ichwanti (1711B0067) Pembuat laporan,
Pengkaji anak
6. Yohanes Baptista Solo (1711B0073)
7. Yetri Mastri Yani (1811B0086) Pengkaji anak

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN

STIKES SURYA MITRA HUSADA KEDIRI

2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr, wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah


memberikan Rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat mengerjakan makalah
ini tepat pada waktunya yang berjudul “Komunikasi Terapeutik Pada Anak Sakit”
yang di ajukan untuk memenuhi tugas Komunikasi Dalam Keperawatan.

Makalah ini berisikan informasi penjelasan tentang definisi, teknik


komunikasi pada anak, sikap komunikasi terapeutik dan faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikasi pada anak. Kami menyadari bahwa terdapat
kekurangan dalam makalah kami, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak yang telah membaca, sangat kami harapkan
untuk menghasilkan makalah yang lebih baik untuk masa mendatang.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini, mulai dari awal sampai akhir.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua.

Wassalamualaikum Wr, wb

Kediri, 10 November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1


1.2 Tujuan .................................................................................................. 1
1.3 Manfaat ................................................................................................ 2

BAB II KONSEP PUSTAKA .......................................................................... 3

A. Definisi ................................................................................................. 3
B. Teknik Komunikasi pada Anak ............................................................ 3
C. Sikap Komunikasi Terapeutik .............................................................. 4
D. Komunikasi Terapeutik pada Anak ...................................................... 5
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi pada Anak ............... 9

BAB III PEMBAHASAN DAN PENERAPAN .............................................. 12

3.1 Implikasi Komunikasi .......................................................................... 12


3.2 Hasil Melakukan Komunikasi Terapeutik pada anak Sakit di Puskesmas
Balowerti .............................................................................................. 13

BAB IV ANALISIS (PERBANDINGAN PENERAPAN KOMUNIKASI


DENGAN LITERATUR) ................................................................................ 16

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 18

A. Kesimpulan .......................................................................................... 18
B. Saran ..................................................................................................... 18

DOKUMENTASI ............................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi
yang disampaikan oleh anak kepada oran lain dengan harapan orang yang
diajak dalam pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya.
Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak merupakan seseorang yang
membutuhkan suatu perhatian dan kasih sayang, sebagai kebutuhan khusus
anak yang dapat dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara verbal maupun
nonverbal yang data menumbuhkan kepercayaan pada anak sehingga tujuan
komunikasi dapat tercapai. Dunia kesehatan terutama disiplin ilmu
keperawatan erat kaitannya dengan komunikasi dengan pasien. Kita sangat
perlu untuk mempelajari bagaimana teknik berkomunikasi dengan pasien
terlebih lagi dengan pasien anak. Dengan mempelajari teknik komunikasi
terapeutik, kita mampu membuat asuhan keperawatan yang benar-benar
berfokus pada pasien. Untuk itu, makalah ini kami susun untuk memberikan
kita pengetahuan tambahan mengenai komunikasi terapeutik yang dilakukan
kepada pasien anak-anak dan remaja.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum : Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan
komunikasi terapeutik pada anak dan remaja.

1.2.2 Tujuan Khusus :

 Mahasiswa mampu mengerti definisi komunikasi terapeutik


 Mahasiswa mampu mengerti teknik komunikasi pada anak
 Mahasiswa mampu memahami sikap dalam berkomunikasi
 Mahasiswa mampu mengerti komponen dalam komunikasi
 Mahasiswa mampu mengerti komunikasi terapeutik pada anak
 Mahasiswa mampu mengerti faktor – faktor yang mempengaruhi
komunikasi dengan anak
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa
Sebagai acuan maupun sebagai penambah ilmu
pengetahuan khususnya dalam mempelajarai komunikasi
terapeutik pada anak

1.3.2 Bagi pembaca


Dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang
komunikasi terapeutik pada anak.
BAB II

KONSEP PUSTAKA

A. DEFINISI
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
komunikasi terapeutik pada anak adalah komunikasi yang dilakukan antara
perawat dan klien (anak) yang direncanakan secara sadar, bertjuan dan
kegiatannya untuk kesembuhan anak.
B. TEKNIK KOMUNIKASI PADA ANAK
Komunikasi pada anak merupakan bagian penting dalam
membangun kepercayaan diri kita pada anak. Melalui komunikasi akan
terjalin rasa percaya, kasih sayang, dan anak akan merasa memiliki suatu
penghargaan atas dirinya. Komunikasi adalah proses pertukaran informasi
yang melibatkan lebih dari satu orang dalam menyampaikan idea atau
informasi yang ada. Dalam praktik keperawatan istilah komunikasi sering
digunakan pada aspek pemberian terapi pada klien, sehingga istilah
komunikasi banyak dikaitkan dengan istilah terapeutik atau dikenal
dengan komunikasi terapeutik yang menurut Stuart dan Sundeen tahun
1987 merupakan suatu cara untuk membina hubungan terapeutik yang
diperlukan untuk pertukaran informasi dan perasaan yang dapat
mempengaruhi perilaku orang lain, mengingat keberhasilan tindakan
proses keperawatan bergantung pada proses komunikasi. Secara umum
komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi yang
disampaikan oleh anak kepada oran lain dengan harapan orang yang diajak
dalam pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya.
Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak merupakan seseorang yang
membutuhkan suatu perhatian dan kasih sayang, sebagai kebutuhan
khusus anak yang dapat dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara
verbal maupun nonverbal yang data menumbuhkan kepercayaan pada anak
sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai.
C. SIKAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Sikap komunikasi terapeutik merupakan cara berperilaku seseorang
selama dalam komunikasi yang dapat memberikan dampak terapi
psikologis, sehingga masalah– masalah psikologis anak dapat teratasi.
Dalam praktik keperawatan sikap komunikasi terapiutik itu terdiri dari:
1. Sikap kesejatian
Merupakan sikap dalam pengiriman pesan pada anak yang
menunjukkan tentang gambaran diri kita yang sebenarnya, sikap yang
dimaksud antara lain menghindari membuka diri yang terlalu dini
sampai dengan klien (anak) menunjukkan kesiapaan untuk berespon
positif terhadap keterbukaan, sikap kepercayaan yang digunakan untuk
menumbuhkan rasa percaya kita dengan anak dan harus lebih terbuka,
sikap menghindari membuka diri terlalu dini dalam rangka
memanipulasi, sikap dengan memberikan nasihat atau mempengaruhi
klien (anak) untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan kita dalam
komunikasi.
2. Sikap empati
Merupakan bentuk sikap dengan cara menempatkan diri kita pada
posisi anak dan orang tua. Sikap empati ini dapat ditunjukkan dengan
mendengarkan apa yang disampaikan oleh komunikan dengan maksud
dimengerti, mengatakan pada diri komunikan bahwa kita ingin
mendengar apa darinya, menyampaikan respon empati seperti
keakuratan kejelasan, kehangatan, dan menunjukkan empati secara
verbal.
3. Sikap hormat
Merupakan suatu sikap yang menunjukkan adanya
kepedulian/perhatian, rasa suka dan menghargai klien. Sikap hormat
dalam komunikasi ini dapat ditunjukkan dengan melihat kearah klien
saat berkomunikasi, memberikan perhatian yang tidak terbagi dalam
komunikasi, memelihara kontak mata dalam komunikasi, senyum pada
saat yang tepat, bergerak ke arah klien saat berkomunkasi, menentukan
sapaan saat berkomunikasi, melakukan jabatan tangan atau sentuhan
lembut dengan izin dari komunikan.
4. Sikap konkret
Merupakan bentuk sikap dengan menggunakan terminologi yang
spesifik dan bukan abstrak pada saat komunikasi dengan klien. Sikap
kongkret dapat ditunjukkan dengan menggunakan sesuatu yang nyata
seperti menunjukkan pada hal yang nyata, melalui orang ketiga dalam
hal ini adalah orang tua dan dapat pula menggunakan alat bantu seperti
gambar, mainan, dan lain-lain.
D. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK
Anak merupakan individu yang unik, bukan miniature orang dewasa.
Mereka juga bukan salinan dari orang tua mereka, tetapi merupakan
pribadi dengan haknya sendiri dengan kapasitas untuk menjadi orang
dewasa yang unik. Melalui komunikasi anak-anak membentuk hubungan,
tidak hanya dengan manusia lain tetapi juga dengan dunia social di
sekitarnya. Berkomunikasi pada anak membutuhkan pendekatan yang
khusus dan berbeda, sehingga kemampuan dalam berkomunikasi pada
anak dipengaruhi oleh keluarga dan tingkat perkembangan anak, yaitu
perkembangan neurologi dan intelektual.
1) Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Tingkat Perkembangan Anak
Saat perawat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien anak,
perawat harus memperhatikan karakteristik anak sesuai dengan tingkat
perkembangan (Yupi Supartini, 2004) :
a. Infancy atau Usia Bayi (0-1tahun)
Bayi umumnya berkomunikasi hanya dengan non verbal
(mis. Menangsi) karena bayi tidak dapat menggunakan kata-kata.
Bayi merespon tingkah laku non verbal pemberian perawatan.
Mereka akan tenang dengan kontak fisik yang dekat. Bayi akan
mendapatkan kenyamanan dari suara lembut meskipun kata-katnay
tidak mengerti. Hal ini terutama terjadi pada bayi usia kurang dari
enam bulan sebagai cara menarik perhatian orang. Stranger anxiety
atau cemas dengan orang asing yang tidak dikenalnya adalah ciri
pada dirinya dan ibunya. Oleh karena itu, perhatikan saat
berkomunikasi dengannya. Jangan langsung ingin menggendong
atau memangkunya karena bayi akan merasa takut. Lakukan
komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya, dan atau mainan yang
dipegangnya. Tunjukkan bahwa kita ingin membina hubungan
yang baik dengannya dan ibunya. Komunikasi pada bayi yang
umumnya dapat dilakukan adalah dengan gerakan-gerakan bayi,
gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, disamping
itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara nonverbal.
Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan
kemampuan bayi tersebut untuk melihat sesuatu yang menarik.
b. Toddler (1-3 tahun) dan Early Childhood atau Usia Prasekolah (3-5
tahun)
Karakteristik anak pada masa ini (terutama anak usia di
bawah tiga tahun atau toodler) adalah sangat egosentris. Selain itu
anak juga mempunyai perasaan takut pada ketidaktahuannya
sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang akan terjadi
padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu, anak akan merasa
takut melihat alat yang akan ditempelkan di tubuhnya. Oleh karena
itu, jelaskan bagaimana anak akan merasakannya. Beri kesempatan
padanya untuk memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat
tersebut tidak berbahaya untuknya. Dari hal bahasa, anak belum
mampu berbicara fasih. Hal ini disebabkan karena perbendaharaan
kata anak kira-kira 900-1200 kata. Oleh karena itu saat
menjelaskan, gunakan kata-kata yang sederhana, singkat, dan
gunakan istilah yang dikenalnya. Berbicara dengan orang tua bila
anak malu-malu.
c. School Age Years atau Usia Sekolah (5-12 tahun)
Anak usia ini sangat peka terhadap stimulus yang
dirasakannya akan mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu,
apabila perawat akan melakukan suatu tindakan, ia akan bertanya
mengapa dilakukan, untuk apa, dan bagaimana caranya dilakukan?
Anak membutuhkan penjelasan atas pertanyaannya. Gunakan
bahasa yang dapat dimengerti anak dan berikan contoh yang jelas
sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Anak usia sekolah sudah
lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa.
Perbendaharaan katanya sudah lebih banyak, sekitar 3000 kata
dikuasai dan anak sudah mampu berpikir secara konkret. Apabila
akan melakukan tindakan, perawat dapat menjelaskannya dengan
mendemonstrasikan pada mainan anak. Misalnya, bagaimana
perawat akan menyuntik diperagakan terlebih dahulu pada
bonekanya. Perkembangan komunikasi anak pada usia ini dapat
dimulai dengan kemampuan anak mencetak, menggambar,
membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan
oleh anak akan mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak
membaca disini sudah dapat dimulai, pada usia ke delapan anak
sudah mampu membaca dan sudah mulai berpikir terhadap
kehidupan. Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini
adalah tetap memperhatikan tingkat kemapuan bahasa anak yaitu
gunakan kata sederhana yang spesifik, jelaskan sesuatu yang
membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak
diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional
prosedural dari objek tertentu sangat tinggi maka jelaskan arti
prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakan
secara jelas dan jangan menyakti atau mengancam sebab ini akan
membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

2) Teknik Komunikasi Kreatif pada Anak


Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan
anak. Menurut Whaley dan Wong’s (1995), teknik komunikasi kreatif
pada anak, yaitu :
a. Teknik Verbal
1. Teknik Orang-Ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam
menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari
secara langsung dapat berkomunikasi dengan melibatkan orang
tua secara langsung yang sedang berada di samping. Selain itu
dapat digunakan dengan mengomentari tentang mainan, baju
yang sedang dipakainya serta lainnya, dengan catatan tidak
langsung pada pokok pembicaraan. Teknik ini biasanya
digunakan pada pasien infan dan toodler yaitu dengan
menggunakan orang terdekat pasien.
2. Storytelling (bercerita)
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak
dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali
dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai
dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat
diekspresikan melalui tulisan maupun gambar.
3. Fasilitas anak untuk berespons
Satu hal yang penting yang harus diingat, selama
berkomunikasi jangan menimbulkan kesan bahwa hanya kita
yang dominan berbicara pada anak, tetapi fasilitas juga anak
berespons terhadap pesan yang kita sampaikan. Contoh : saat
pasien anak tidak suka berada di rumah sakit untuk merespon
situasi tersebut dengan menawarkan permainan kepada pasien
anak agar merasa senang.
4. Meminta anak untuk menyebutkan keinginannnya
Untuk mengetahui apa yang sedang dikeluhkan anak, minta
anak untuk menyebutkan keinginannya. Keinginan yang
diungkapkan akan meningkatkan perasaan dan pikirannya saat
itu sehingga dapat mengetahui masalah dan potensial yang
terjadi pada anak.
5. Biblioterapi
Buku atau majalah dapat membantu anak mengekspresikan
pikiran dan perasaannya. Bantu anak mengekspresikan
perasaannya dengan menceritakan isi buku.
6. Pilihan pro dan kontra
Cara lain untuk mengetahui perasaan dan pikiran anak
adalah dengan mengajukan satu situasi, biarkan anak
menyimak dengan baik, kemudian mintalah anak untuk
memulihkan hal yang positif dan negatif memuat pendapatnya
dari situasi tersebut.
b. Teknik Non Verbal
1. Menulis
2. Menggambar
3. Sentuhan
4. Bermain
3) Komunikasi Efektif dengan Keluarga.
Merupakan proses komunikasi tiga sudut yang terdiri dari orangtua,
anak, dan perawat karena perawat akan lebih mudah membina
hubungan dengan anak melalui orang tua terutama pada anak yang
masih muda. Saat perawat melakukan pengkajian pada anak, data
selain didapatkan dari masukan anak itu sendiri (baik verbal maupun
non verbal), juga didapatkan dari informasi orangtua, observasi
perawat serta interpretasi dari hubungan antara anak dan orangtua.

E. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI


DENGAN ANAK
1. Pendidikan
Sebagaimana umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah menerima informasi dan makin bagus pengetahuan yang
dimiliki sehingga pengguanaan komunikasi dapat secara efektif akan
dapat dilakukannya. Dalam komunikasi dengan anak atau orang tua
juga perlu diperhatikan tingkat pendidikan khususnya orang tua karena
berbagai informasi akan mudah diterima jika bahasa yang disampaikan
sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.
2. Pengetahuan
Faktor pengetahuan dalam proses komunikasi dapat
mempengaruhinya hal ini dapat diperlihatkan apabila seseorang
pengetahuan cukup, maka informasi yang disampaikan akan jelas dan
mudah diterima oleh penerima.
3. Sikap
Sikap dalam komunikasi dapat mempengaruhi proses komunikasi
berjalan efektif atau tidak, hal tersebut dapat ditunjukkan seseorang
yang memiliki sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar
kuramg percaya terharap komunikator, demikian sebaliknya apabila
dalam komunikasi menunjukkan sikap yang baik maka dapat
menunjukkan kepercayaan dari penerima pesan atau informasi. Sikap
yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti tebuka, percaya,
empati, menghargai dan lain-lain, kesemuanya dapat mendukung
behasilnya komunikasi terapeutik.
4. Usia Tumbuh Kembang
Faktor usia ini dapat mempengaruhi proses komunikasi, hal ini
dapat ditunjukkan semakin tinggi usia perkembangan anak
kemampuan dalam komunikasi semakin kompleks dan sempurna yang
dapat dilihat dari perkembangan bahasa anak.
5. Status Kesehatan Anak
Status kesehatan sakit dapat mempengaruhi dalam komunikasi, hal
ini dapat diperlihatkan ketika anak sakit atau mengalami gangguan
psikologis maka cenderung anak kurang komunikatif atau sangat pasif,
dengan demikian dalam komunikasi membutuhkan kesiapan secara
fisik dan psikologis untuk mencapai komunikasi yang efektif.
6. Sistem Sosial
Sistem sosial yang dimaksud di sini adalah budaya yang ada di
masyarakat, di mana setiap daerah memiliki budaya atau cara
komunikasi yang berbeda. Hal tersebut dapat juga mempengaruhi
proses komunikasi seperti orang batak dengan orang Madura ketika
berkomunikasi dengan bahasa komunikasi yang berbeda dan sama-
sama tidak memahami bahas daerah maka akan merasa kesulitan untuk
mencapai tujuan dari komunikasi.
7. Saluran
Saluran ini merupakan faktor luar yang berpengaruh dalam proses
komunikasi seperti intonasi suara, sikap tubuh, dan sebagainya
semuanya akan dapat memberikan pengaruh dalam proses komunikasi,
sebagai contoh apabila kita berkomunikasi dengan orang yang
memiliki suara atau intonasi jelas maka sangat mudah kita menerima
informasi atau pesan yang disampaikan.
8. Lingkungan
Lingkungan yang baik atau tenang akan memberikan dampak
berhasilnya tujuan komunikasi sedangkan lingkungan yang kurang
baik akan memberikan dampak yang kurang. Hal ini dapat kita
contohkan apabila kita berkomunikasi dengan anak pada tempat yang
gaduh misalnya atau tempat yang bising, maka proses komunikasi
tidak akan bisa berjalan dengan baik, kemungkinana sulit kita
bekomunikasi secara efektif karena suara tidak jelas, sehingga pesan
yang akan disampaikan sulit untuk diterima oleh anak.
BAB III

PEMBAHASAN DAN PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

PADA ANAK SAKIT DI PUSKESMAS BALOWERTI

Hal yang dilakukan adalah wawancara, pengumpulan data (identitas anak),


dan observasi tingkah laku non verbal. Kami mengkaji kemampuan anak untuk
berkomunikasi meliputi observasi suara, gaya, dan kosa kata yang digunakan.
Kendala fisik menyebabkan ketidakmampuan nama atau kata. Penyakit psikologis
atau depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkomunikasi. Kami
melakukan wawancara dengan pasien anak sakit dilaksanakan pada 10 November
2018 di Puskesmas Balowerti.

3.1 Implikasi Komunikasi :

1) Mahasiswa membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan


menjelaskan tujuan dan lama wawancara.

2) Ajak bicara lebih dahulu dengan orang tua sebelum berkomunikasi dengan
anak atau mengkaji anak dengan menjalani hubungan

3) Lakukan kontak dengan anak dengan mengawali bercerita atau teknik lain
agar anak mau berkomunikasi.

4) Berikan waktu yang cukup kepada anak sakit ataupun dengan orang tua
atau yang mendampingi untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran
kemampuan untuk merespon verbal.

5) Gunakan kata-kata yang mudah dipahami bagi anak sakit maupun yang
mendampingi sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.

6) Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena anak tidak kesulitan
dalam berfikir.
7) Mahasiswa dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk
dan menyentuh anak.

8) Mahasiswa harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian


anak dan distress yang ada.

9) Mahasiswa harus memperhatikan respon anak sakit dengan mendengarkan


dengan cermat dan tetap mengobservasi.

10) Memperhatikan kondisi fisik anak sakit pada waktu wawancara

11) Memberikan hadiah sebagai bentuk terima kasih dan atas keberanian anak
menjelaskan ketika diwawancarai.

3.2 Hasil melakukan komunikasi terapeutik pada anak sakit di puskesmas


balowerti
1. Identitas anak
Nama : Mohammad Akbar
Usia : 3 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ngadirejo
Keluhan : Panas dan pilek.

Keterangan :

Melalui wawancara yang dilakukan kepada ibu dari anak, diketahui anak
tersebut mengeluh badannya panas dan pilek sehari sebelum adanya wawancara
atau tepatnya hari jumat malam. Anak tersebut ketika ditanya tentang sakitnya
hanya memberikan respon diam. Dari awal wawancara yang dilakukan, anak
terlihat lemas dan menolak untuk diajak berkomunikasi. Anak tersebut berobat ke
puskesmas dengan kemauan sendiri. Dari hasil wawancara didapat bahwa anak
tersebut mau untuk diperiksa oleh petugas puskesmas dan tidak menolak untuk
minum obat karena ibu dari anak juga memotivasi anak dengan meminum obat
dari hasil berobat, itu akan mempercepat kesembuhan dari anak. Kondisi sakit
menyebabkan nafsu makan anak tersebut berkurang.
2. Identitas Anak
Nama : Kalista Fatina Aza
Usia : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Ngadirejo
Keluhan : Asam lambung

Keterangan :

Anak ini memiliki kemauan sendiri untuk diajak berobat dengan ibunya.
Bahkan ketika proses berobat dan diberikan tindakan oleh petugas puskesmas,
anak ini mau menerima dan tidak rewel. Ketika diwawancarai ibu anak ini
bercerita, sudah menderita asam lambung sejak umur 7 bulan.

3. Identitas Anak
Nama : Akbar
Usia : 9 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Balowerti
Keluhan : Panas, batuk dan pilek.

Keterangan :

Anak ini bercerita dia, mengeluh panas, batuk dan pilek di hari itu dan
langsung berobat ke puskesmas bersama ibunya. Anak tersebut menyebutkan
bahwa penyebab dari sakitnya itu karena terlalu sering makan ciki-ciki dan juga
minum es. Anak tersebut juga tidak menolak untuk diperiksa petugas dan mau
minum obat dari puskesmas.

4. Identitas Anak
Nama : Abdula Dulatefarhat
Usia : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ngadisimo
Keluhan : Sakit mata
Keterangan :

Dari hasil wawancara dengan ibunya, anak tersebut sudah mengeluh sakit
mata selama 4 hari. Kondisi sakit menyebabkan anak tersebut, nafsu makannya
berkurang. Ketika diajak oleh ibunya berobat ke puskesmas, anak tersebut
bersedia ikut dan mau di periksa. Menurut cerita dari ibunya, anak tersebut masih
rewel ketika di berikan obat, ibunyapun memberikan motivasi dan perhatian lebih
kepada sang anak anak tidak cemas dan khawatir akan penyakitnya.

SCENARIO

 Pra interaksi
Di puskesmas balowerti terdapat seorang pasien anak yang bernama ...
umur ... dimana ia tinggal di daerah ... Di puskesmas tersebut ditemani
oleh ibunya, pasien anak tersebut hendak berobat karena sedang mengeluh
sakit....
 Orientasi
Pukul ...
Mahasiswa : “selamat pagi.”
Ibu pasien : “selamat pagi ...”
Mahasiswa : “permisi bu, apa betul ibu ini keluarga dari pasien yang
bernama ...?”
Ibu pasien : “iya benar saya ibu dari ...”
Mahasiswa : “perkenalkan bu nama saya ... mahasiswa dari stikes surya
mitra husada kediri.”
Ibu pasien : “iya ...”
Mahasiswa : “jadi begini bu kita disini mau wawancara sedikit tentang
kondisi anak ibu yang sedang sakit. Bagaimana boleh atau tidak bu?”
Ibu pasien : “iya tidak apa-apa silahkan.”
Mahasiswa : “nanti adik bantu menjawab ya, kalau bisa menjawab kakak
kasih hadiah.”
 Tahap kerja
1. Menanyakan tentang keluhan pasien tersebut
2. Sudah berapa lama pasien sakit
3. Respon pasien ketika sakit
4. Kesulitan apa tidak waktu diajak berobat
5. Penyebab sebelum anak sakit
6. Kesulitan apa tidak saat minum obat
7. Ketika pasien sakit nafsu makan berkurang apa tidak
8. Takut atau tidak ketika ada tindakan medis

 Terminasi
Untuk mengurangi rasa cemas ketika anak ibu sakit, ibu bisa membantu
dengan selalu mendampingi, memberi rasa aman dan nyaman. Ibu bisa
melakukan pendekatan pada anak ibu untuk memberikan penjelasan dan
motivasi agar mengurangi kecemasan anak ibu ketika sakit.
Terima kasih ya bu atas informasi yang diberikan kepada kami, bagi kami
informasi ini sangat bermanfaat dan berguna. Saya doakan anak ibu cepat
sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasanya.
BAB IV

ANALISIS (PERBANDINGAN PENERAPAN


KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN LITERATUR)

Dari hasil field trip yang telah dilakukan di Puskesmas Balowerti


didapatkan 4 data anak sakit. Yang ketiga anak prasekolah/toddler dan satu anak
usia anak sekolah, datang dari daerah disekitar Puskesmas Balowerti. Saat
dilakukan komunikasi terapeutik mereka mengeluhkan berbagai keluhan penyakit,
seperti panas, batuk, pilek, asam lambung dan sakit mata. Berdasarkan teori yang
telah dibahas bahwa komunikasi terapeutik tujuan utamanya yaitu untuk
kesembuhan pasien, sehingga pada saat melakukan komunikasi terapeutik sebagai
perawat harus berusaha menjalin kedekatan dengan pasien anak sehingga dapat
mempengaruhi proses kesembuhan anak.

Dalam komunikasi pada anak membutuhkan pertimbangan khusus


sehingga dapat mengembangkan hubungan yang baik dengan anak maupun
dengan keluarga. Kami banyak menerima informasi dari orang tua, karena kontak
antara orang tua dengan antar umum akrab, informasi yang diberikan dapat
diasumsikan dengan baik. Dari hasil field trip, usia anak sekolah dapat secara aktif
terlibat dalam komunikasi dibanding dengan anak pra sekolah/toddler. Anak usia
pra sekolah (3-6 tahun) mengandalkan pengalaman-pengalaman masa lalu untuk
menuntun mereka. Tergantung pada kualitas pengalaman masa lalu. Mereka
mungkin tampak malu dan ragu-ragu selama berkomunikasi. Seringkali mereka
mungkin takut atau merasa malu. Memberikan waktu untuk memperoleh
ketenangan dari privasi (mungkin dari orang tua) membantu dalam berkomunikasi
(Gunarso, 2005).
Menurut Notoatmojo (2003) cemas dipengaruhi umur, keadaan fisik,
sosial budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan. Semakin tinggi umur
seseorang dalam menghadapi cemas maka semakin baik pula koping yang
dimiliki. Demikian pula halnya dengan tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuannya. Anak-anak umunya responsive terhadap pesan non verbal,
gerakan yang tiba-tiba atau mengancam akan membuat mereka takut. Oleh karena
itu perlu untuk membiaran anak terlebih dahulu bertindak dalam hubungan
interpersonal.
Anak tidak suka dipandangi. Ketika berkomunikasi, kami harus
melakukan kontak mata. Anak kecil sering kali merasa tidak dapat berbuat apa-
apa terutama dalam situasi yang meliputi interaksi dengan personal perawatan
kesehatan (W Haley dan Wong, 1995). Kecemasan sangat berhubungan dengan
perasaan tidak pasti dan ketidakberdayaan sebagai hasil penilaian terhadap suatu
objek atau keadaan. Cemas timbul sebagai respon terhadap stres, baik stres fisik
dan fisiologis. Artinya, ansietas terjadi ketika seorang merasa terancam baik fisik
maupun psikologis (Gunarso, 2005). Oleh karena itu dalam proses field trip yang
kami lakukan beberapa anak menolak diajak untuk berkomunikasi, dan
kecemasan ini termasuk dalam hambatan yang dapat mempengaruhi anak dalam
berkomunikasi.
Senada dengan penelitian Redhian (2011), pada saat pertemuan awal
perawat dengan pasien anak untuk melakukan pengkajian awal pada pasien anak,
jika pasien sudah bisa diajak berkomunikasi dengan baik, perawat tanyakan
langsung pada anak tapi jika tidak langsung ke orang tuanya. Seringkali perawat
melakukan komunikasi pada orang tua pasien anak.

Dalam berkomunikasi dengan anak terdapat beberapa hambatan dalam proses


komunikasi meliputi:

1. Keterbatasan dalam perkembangan bahasa, konsep dan pengalaman


2. Kadangkala kurang atau tidak tanggap ketika diajak bicara
3. Ucapan tidak jelas.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni
dari penyembuhan (As Hornby dalam Intan, 2005). Maka di sini diartikan
bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses
penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah
komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan/pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi professional bagi perawat. Sikap komunikasi terapeutik
merupakan cara berprilaku seseorang selama dalam komunikasi yang
dapat memberikan dampak terapi psikologis, sehingga masalah-masalah
psikologis anak dapat teratasi.

B. SARAN
Dengan penulisan makalah ini penulis mengharapakan agar pembaca
dalam berkomunikasi dengan anak lebih efektif karena telah mengetahui
bagaimana prinsip dan strategi berkomunikasi dengan anak, serta
mengetahui hambatan yang akan ditemui saat akan berkomunikasi dengan
anak.
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


Keperawatan. Bandung: PT Refika Aditama.
Aziz, Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba
Medika.
Gunarso (2005). Psikologi Perkembangan Anan dan Remaja. Bandung: PT
Remaja.

Notoatmodjo, S (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: P.


Rineka Cipta.

Redhian (2011). Gambaran Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat dalam


Membantu Kesembuhan Pasien Anak dan Ornag Tua di RSUD
Ungaran, Jurnal, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai