Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemamuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dengan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides, 1994).
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut secara alamiah).
Dimulai sejak lahir dan umumnya pada semua makluk hidup. Sampai saat ini banyak sekali
teori yang menerangkan proses menua. Mulai dari teori degeneratif yang didasari oleh
habisnya daya cadangan vital, teori terjadinya atropi yaitu teori yang mengatakan bahwa
proses menua adalah proses evolusi dan teori imunologik yaitu teori adanya produk sampah
dari tubuh yang makin bertumpuk. Tetapi seperti diketahui lanjut usia akan selalu
bergandengan dengan perubahan fisiologis maupun psikologis, yang penting untuk diketahui
bahwa aktivitas fisik dapat menghambat / memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh
yang disebabkan bertambahnya umur. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketuan
meliputi : hereditas, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress.
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi
“Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Sebenarnya lansa
merupakan suatu proses alami yang tidak dapat ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial sedikit demi sedikit sampai tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari
lagi sehingga bagi kebanyakan orang, masa yang merupakan masa yang kurang
menyenangkan.
Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya usia
banyak lansia yang menderita penyakit asama. Asma menjadi masalah pada lanjut usia
karena sering ditemukan dan menjadi fakfor utama henti nafas atau sering di kenal dengan
dipsnea.
B. Tujuan
1. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan asuhan keperawatan dengan asma bronchial pada lansia.
2. Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang asma bronchial pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1.Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten ,reversible dimana trakea
dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.(Brunner&Suddarth,
2001)
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan .Keadaan ini bermanifestasi
sebagai penyempitan saluran nafas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme.
Penyempitan jalan nafas ini disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa dan hipersekresi
mukus yang kental.(Silvia.A,1995).
2. Epidemiologi
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia ,sekitar setengah dari kasus
terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun .Asma dapat
berakibat fatal ,lebih sering lagi asma sangat mengganggu ,mempengaruhi kehadiran
disekolah ,pilihan pekerjaan ,aktivitas fisik,dan banyak aspek kehidupan lainnya.
3.Etiologi
Penyebab dari asma bronchiale dapat meliputi infeksi virus/bakteri, imunologik/alergik,
dan imunologik. Sedangkan faktor pencetus dari asma bonchiale meliputi :
a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrim
e. Kegiatan jasmani yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti refluks gastro esophagus
4.Patofisiologi
a. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen. Alergen
yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan
ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basifil
yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada
permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan trombosit juga memiliki
resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki sel-sel
mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang
tersebut sudah dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang
sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit
dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam
granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,yaitu histamin,
Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan
kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila terpapar
dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel-sel inflamasi
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma
bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan derajat
berat penyakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai penyakit
bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi bronkus dan
secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus
diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi .
Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus
terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi
mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa
sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin
A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang
direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma
bronkiale.

b. Asma bronchiale tipe non atopik (intrisik)


Asma non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi terjadi
akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas ,olah raga atau kegiatan jasmani
yang berat ,serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat ganguan saraf
otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blockade adrenergic beta dan hiperreaktifitas
adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat yang
mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.

c. Asma bronchiale campuran (mixed)


Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik

Secara singkat patofisilogi asma bronchiale sampai menimbulkan masalah keperawatan dapat
digambarkan sebagai berikut

Penyebab:
-Alergen
-Non allergen/idiopatik:
Common cold,infeksi
traktus
respiratorius,emosi,
latihan, dehidrasi,iritan
non spesifik
Kontak terhadap tubuh

Pembentukan antibody(IgE)

Ikatan antigen & antibody

Kurang informasi Menyerang sel-sel mast dalam paru

Kurang Pelepasan mediator (histamine, bradikinin,


pengetahuan Prostaglandin serta anafilaksis SRS-A)

Mempengaruhi otot polos & kelenjar jalan nafas

Pembengkakan membrane Bronkospasme Pembentukan mukus


mukosa yang banyak

Bersihan
jalan nafas Resiko
tidak efektif tinggi
infeksi

Penyempitan jalan nafas

Sesak nafas Expirasi lebih panjang Ketidaksamaan ventilasi


dari inspirasi dan perfusi

usah makan Pola nafas Kerusakan


Gangguan tidak efektif pertukaran gas
Resti istirahat
perubahan dan tidur
nutrisi
kurang dari Usaha nafas meningkat
kebutuhan
tubuh Cemas
Pemakaian energi meningkat

Kelemahan fisik

Intoleransi
aktivitas

Dari pohon masalah diatas masalah keperawatan yang mungkin muncul :


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus yang meningkat
2. Pola nafas tidak efektif b/d bronkospasme
3. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
4. Cemas b/d ancaman kematian
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
6. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas
7. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak nafas
8. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi
9. Resiko tinggi infeksi b/d produksi mukus yang meningkat

5. Klasifikasi
a. Klasifikasi derajat asma
DERAJAT GEJALA GEJALA MALAM FUNGSI PARU
ASMA
INTERMITEN -Gejala <1x /minggu < 2 kali sebulan APE > 80%
Mingguan -Tanpa gejala diluar
serangan
-Serangan singkat
-Fungsi paru asimtomatik
dan normal luar serangan
PERSISTEN -Gejala >1x minggu tapi > 2 kali seminggu APE > 80 %
RINGAN <1x / hari Normal
Mingguan -Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur

PERSISTEN -Gejala harian > sekali seminggu APE >60 % tetapi <
SEDANG -Menggunakan obat setiap 80 %
Harian hari Normal
-Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
-Serangan 2x / minggu,
bisa berhari-hari
PERSISTEN -Gejala terus menerus Sering APE < 80%
BERAT -Aktivitas fisik terbatas Normal
Kontinu -Sering serangan

b.Klasifikasi berdasarkan penyebab / pencetus


1. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
2. Asma bronchiale tipe non atopik (intrinsik)
3 .Asma bronchiale campuran

6. Gejala klinis
 Batuk berdahak .
 Dispnea – pernafasan labored
 Mengi , dengan makin besarnya obstruksi mengi dapat hilang yang sering menjadi
pertanda bahaya gagal nafas.
 Pernafasan lambat : lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi.
 Retraksi otot-otot bantu pernafasan.
 Berkeringat
 Takikardia.
 Pelebaran tekanan nadi
 Pembesaran vena leher.
 Auskultasi suara nafas : wheezing (+)
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pernafasan cuping hidung, sianois perifer dan sentral,pembesaran vena leher,retraksi otot-
otot bantu pernafasan,
pasien lebih senang dalam posisi duduk, pasien tampak gelisah dan batuk
berdahak kental.
b. Palpasi
Turgor kulit lembab berkeringat , pembesaran vena leher
c. Perkusi
Tidak ada kelainan
d. Auskultasi
Terdapat suara wheezing (+)
8. Pemeriksaan diagnostik / penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
-Gambaran darah tepi: Menunjukkan leukositosis (15.000 – 40.000/mm3 )
-Analisa gas darah : Menunjukkan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi
CO2.
-darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik)
-sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot –Leyden).
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks : Menunjukkan terdapat bercak- bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus.
3. Lain –Lain
- Tes fungsi paru : Untuk mengetahui fungsi paru , menetapkan luas beratnya
penyakit , mendiagnosis keadaan .
- Spirometri statik : Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
9. Diagnosis
Diagnosis Status Asmatikus atau Asma berdasarkan :
1.Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit ,faktor- faktor yang berpengaruh
asma, riwayat keluarga,riwayat alergi,serta gejala klinis.
2.Pemeriksaan fisik.
3.Pemeriksaan laboratorium :darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik)
sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot –Leyden).
4.Tes fungsi paru dengan spirometri untuk menentukan adanya obstruksi jalan
nafas.
10. Therapy
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial:
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
 Saatnya serangan
 Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya)
2. Pemberian obat bronchodilator
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Setelah serangan mereda :
 Cari faktor penyebab
 Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

OBAT-OBATAN
1. Bronchodilator
Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara
inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan aminofilin secara parenteral sebab
mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan
obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan
simpatomimetik secara aerosol atau parenteral. Obat-obat bronchodilator golongan
simpatomimetik bentuk selektif terhadap adreno reseptor (Orsiprendlin, Salbutamol,
Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol ) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja
lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif
(Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
Obat-obat Bronkhodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak
dan dewasa. Mula-mua diberikan 2 sedotan dari suatu metered aerosol defire (
Afulpen metered aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam,
jika tidak ada perbaikan sampai 10 - 15 menit berikan aminofilin intravena.
Obat-obat Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek samping
takhikardi, penggunaan perentral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada
penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan
0,3 ml larutan epineprin 1 : 1000 secara subkutan. Anak-anak 0.01mg / kg BB
subkutan (1mg per mil ) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 - 3 x tergantung
kebutuhan.
Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 - 6 mg/kg BB
dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5 - 10 menit. untuk dosis
penunjang 0,9 mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak
perlahan-lahan.
2. Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak menunjukkan perbaikan,
dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid . 200 mg hidrokortison atau dengan
dosis 3 - 4 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2 - 4 jam
secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 - 60
mg prednison atau dengan dosis 1 - 2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi,
kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
3. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan
dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti
Gliserolguayakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intik
cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik
diberikan bila ada infeksi.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. IDENTITAS KLIEN
Nama :
Alamat :
Agama :
Jenis kelamin :
Umur :
Diagnosa :

2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama :
Alamat :
Agama :
Jenis kelamin :
Hubungan dengan klien :

3. ALASAN MASUK
4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
5. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
6. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
7. PEMERIKSAAN FISIK :
 Kesadaran dan Keadaan Umum
 Sistem Persanafasan
 Sistem Kardiovaskuler
 Sistem Pencernaan
 Sistem Endokrin
 Sistem Integumen
 Sistem Muskuloskeletal
 Sistem Urinaria
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai dengan
os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR > 20 kali
/menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis
2. Pola nafas tak efektif b/d bronkospasme yang ditandai os mengatakan sesak nafas, os
gelisah, terdengar suara wheezing (+), tampak pembesaran vena leher, takikardi,
berkeringat.
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan badan
lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat

C. RENCANA TINDAKAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Kerusakan pertukaran gas Setelah diberi tindakan Observasi frekuensi,
b/d ketidaksamaan perawatan selama 3x24 jam kedalaman
ventilasi dan perfusi yang terjadi perbaikan dalam pernafasan,catat
ditandai dengan os pertukaran gas dengan penggunaan otot bantu
mengatakan nafas sesak , kriteria hasil: nafas,nafas
tampak retraksi otot bantu -Gejala disstres pernafasan bibir,ketidakmampuan
pernafasan,RR > 20 kali tidak ada bicara/ berbincang
/menit,PaO2 < 60 mmHg, -Tanda –tanda vital dalam
Pa CO2 > 40 mmHg, os batas normal -Observasi tingkat
tampak sianosis -Gelisah tidak ada kesadaran

- Beri bronkodilator
sesuai therapy

-Observasi tanda vital,


dan warna membrane
mukosa kulit
-Beri posisi
duduk(fowler)

2 Pola nafas tak efektif b/d Setelah diberi tindakan Observasi perubahan
bronkospasme yang perawatan selama 3x24 jam pada RR dan dalamnya
ditandai os mengatakan pola nafas pasien efektif, pernafasan
sesak nafas, os gelisah, dengan KE:
terdengar suara wheezing -Tanda-tanda vital dalam -Atur pemberian oksigen
(+), tampak pembesaran batas normal
vena leher, takikardi, -Tidak terjadi sianosis dan -Dorong nafas dalam
berkeringat. tanda hipoksia Bantu pasien melakukan
-Bunyi nafas bersih aktivitas dengan
melibatkan keluarga

-Observasi vital sign

3 Intoleransi aktivitas Setelah diberi tindakan Evaluasi respon pasien


berhubungan kelemahan perawatan selama 3x24 jam terhadap aktivitas
fisik yang ditandai pasien menunjukkan
dengan os mengatakan peningkatan toleransi -Catat adanya dispnea,
badan lemah, os terhadap aktivitas, dengan peningkatan kelelahan
mengatakan nafas KE: dan perubahan tanda vital
sesak,berkeringat -Pasien dapat dan mau selama dan setelah
melakukan aktivitas sesuai aktivitas.
kemampuannya
-Tanda tanda vital dalam -anjurkan pasien
batas normal melakukan aktivitas
sesuai kemampuannya

-Beri informasi tentang


pentingnya nutrisi untuk
pemulihan

-Anjurkan keluarga
untuk membantu pasien
makan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten ,reversible dimana trakea
dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.(Brunner&Suddarth,
2001)
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan .Keadaan ini bermanifestasi
sebagai penyempitan saluran nafas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme.
Penyempitan jalan nafas ini disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa dan hipersekresi
mukus yang kental.(Silvia.A,1995).
Daftar Pustaka

Mansjoer Arif ,dkk (2000) . Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Jilid 1.Jakarta : Media
Aesculapius.

Lynda Juall Carpenito ,(1998). Diagnosa Keperawatan Ed. 6. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth ,(2001) Keperawatan Medikal Bedah . Ed 8. Jakarta : EGC

Silvia A Price ,(1995) . Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Jilid 2 .Ed 8. Jakarta : EGC

Bidang Pelayanan Keperawatan RSUP Sanglah (2007) .Standar Asuhan Keperawatan


Penyakit Dalam .
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 Data Subjektif : pasien mengatakan ketidaksamaan ventilasi Kerusakan
sesak nafas, dan bernafas agak berat dan perfusi pertukaran gas

Data Objektif :
 Os tampak kelelahan
 Os tampak berkeringat dingin
setelah beraktivitas
 Os tampak berusaha untuk
menghela nafas
 TTV :
T : 36 C
P : 87 x/i
RR : 26 x/i
Td : 120/90 mmHg

2 Data Subjektif : pasien mengatakan bronkospasme Pola nafas tak efektif


nafasnya menjadi lebih cepat setelah
beraktivitas, berat dan menyesakkan

Data Objektif :
 Os tampak gelisah
 Os tampak berkeringat dingin
 Auskultasi terdengar bunyi
nafas wheezing
 Takikardi
 Pembesaran vena leher
 TTV :
T : 36 C
P : 87 x/i
RR : 26 x/i
Td : 120/90 mmHg

3 Data Subjektif : pasien mengatakan kelemahan fisik Intoleransi aktivitas


lemah dan lelah

Data Objektif :
 k/u lemah
 os tampak berkeringat
 os tampak segera mencari
tempat duduk setelah berjalan
lebih dari 100 m
 TTV
T : 36 C
P : 87 x/i
RR : 26 x/i
Td : 120/90 mmHg

PRIORITAS MASALAH
1. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai dengan
os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR > 20 kali
/menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis
2. Pola nafas tak efektif b/d bronkospasme yang ditandai os mengatakan sesak nafas, os
gelisah, terdengar suara wheezing (+), tampak pembesaran vena leher, takikardi,
berkeringat.
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan badan
lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat

Anda mungkin juga menyukai