(tia/tia)
Bunawijaya Gelar Pameran Tunggal di Galeri
Nasional
Rabu, 20 Desember 2017 14:54
Bunawijaya, anggota masyarakat yang masuk dunia seni rupa sekitar 20 tahun lalu dengan
maksud menjadi pelukis. Bunawijaya tidak pernah menjalani pendidikan formal di bidang seni
rupa. Ia tidak bergaul dengan para seniman sebelumnya, dan, ia bukan kolektor yang biasanya
dekat dengan para seniman. Karena itu seperti anggota masyarakat lain, Bunawijaya tidak
mengenal berbagai wacana seni rupa yang memang tidak pernah meluas ke masyarakat
(menunjukkan kesenjangan dunia seni rupa dengan masyarakat). Begitulah tulisan Jim Supangkat
dalam kuratorialnya.
Sebagai kurator, Jim mengungkap bahwa biasanya “para pendatang” seperti Bunawijaya
tidak bertahan lama di dunia seni rupa, terpaksa menyingkir. "Namun Bunawijaya bisa bertahan
dan termasuk di antara sangat sedikit pendatang yang tidak terpental. Bunawijaya bahkan bisa
mempertahankan pandangan-pandangannya dan tidak terpengaruh wacana-wacana dominan di
dunia seni rupa, termasuk stigma Mooi Indië," jelas Jim Supangat, Rabu (20/12/2017).
Lukisan pemandangan alam seperti karya Bunawijaya, dicemooh sejak zaman kolonial
sebagai lukisan mooi Indië (Hindia molek) yang dibuat sekadar untuk memenuhi kebutuhan orang-
orang Belanda membawa pulang kenangan tentang keindahan Hindia Belanda. "Pada zaman
kemerdekaan, lukisan-lukisan pemandangan alam ini malah disebut-sebut lukisan pinggir jalan
karena dijajakan di taman-taman kota dan emperan toko-toko," imbuhnya.
Dalam menghadapi stigma Mooi Indië, Bunawijaya tak gentar. Ia tidak ikut-ikutan
membuat lukisan abstrak, atau karya instalasi. Ia tetap melukis pemandangan alam karena ia
pencinta alam. Dengan keyakinan yang tidak terdominasi ini, Bunawijaya ternyata bisa
menampilkan karya-karya bermakna seperti terlihat pada pameran ini, Pameran Tunggal
Bunawijaya “Menghadapi Stigma Mooi Indië”. Dalam pameran ini, ditunjukkan lukisan-lukisan
representasi perkembangan kekaryaan Bunawijaya, juga kiprahnya di dunia seni rupa yang mampu
bertahan hingga saat ini.
Mulai dari lukisan pemandangan alam atau landscape–idiom yang lazim digunakan untuk
menyajikan keindahan yang membangkitkan rasa nyaman– karena ia seorang pemburu dan
pencinta alam yang sering keluar-masuk hutan. Kemudian merambah ke seascape, idiom yang
sering digunakan untuk menampilkan misteri alam. Di sini, Bunawijaya mulai melukis langit,
awan dan horizon.
Ia tidak lagi harus menjelajahi alam untuk mencari obyek lukisan, Bunawijaya kini juga
menggunakan literatur dan hasil fotografi di jaringan internet. Kecenderungan baru itu membuat
lukisan-lukisan Bunawijaya sesudah 2015 tidak lagi menyalin realitas alam. Lukisan-lukisannya
menampilkan rekaan realitas alam yang tidak ada dalam kenyataan. Untuk menegaskan
perkembangan tersebut, pameran tunggal Bunawijaya pada 2017 ini dilengkapi interaksi dengan
Eldwin Pradipta yang dikenal sebagai seniman video.
Karya Bunawijaya dan interaksi dengan Eldwin Pradipta dalam Pameran Tunggal
Bunawijaya “Menghadapi Stigma Mooi Indië” merupakan pameran keliling, karena sebelumnya
sebagian karya-karya tersebut telah dipamerkan di Selasar Sunaryo Art Space Bandung, pada 10
November – 10 Desember 2017. Kala itu, pameran sekaligus dibarengi peluncuran buku "Buna,
Suka Duka Sang Kelana" terbitan KPG yang ditulis oleh Jean Couteau.
Sumber : http://wartakota.tribunnews.com/2017/12/20/bunawijaya-gelar-pameran-tunggal-di-
galeri-nasional?page=2
Kesetiaan Bunawijaya pada Mooi Indie
Rabu, 20 Desember 2017 11:59 WIB
Reportase : Bayu Adji Prihammanda
Editor : Admin
Pelukis Bunawijaya. (HARIAN NASIONAL | BAYU ADJI PRIHAMMANDA)
Namun, ketika para seniman mulai meninggalkan Mooi Indie dalam perspektif karya dan
beralih membuat lukisan abstrak, Bunawijaya tetap bertahan melukis pemandangan alam.
Itu dibuktikannya dalam pameran tunggal bertema Menghadapi Stigma Mooi Indie yang
menampilkan 47 karya Bunawijaya. Pameran juga menampilkan karya interaksi bersama Eldwin
Pradipta di Galeri Nasional, 19 Desember2017-5 Januari 2018.
Kurator pameran Jim Supangat mengatakan, selama 20 tahun berkarya, Bunawijaya tak
pernah gentar menghadapi stigma negatif Mooi Indie. Menurutnya, Buna tetap melukis sebagai
dirinya sendiri bukan berdasarkan wacana yang berkembang.
"Karena dia pencinta alam secara otomatis dia melukis pemandangan alam," katanya saat
konferensi pers di Jakarta, Selasa (19/12).
Ketika Buna masuk dunia seni rupa, kata Jim, ia memang agak dicemooh. Jim mengatakan,
Buna bukanlah seniman yang datang dari institusi maupun kalangan seniman. Buna adalah
masyarakat biasa yang masuk ke dunia seni rupa. Namun, ketika hampir semua pelukis
menyingkir, Buna tetap mempertahankan gaya seni rupanya.
Sementara, Bunawijaya mengatakan, dirinya tetap bertahan melukis alam karena memang alam
memberikannya ketenangan. "Karena saya mencintai alam. Alam itu begitu indahnya," katanya.
Menurutnya, selain memberikan ketenangan, melukis alam juga memberikan kebahagiaan bagi
orang yang melihatnya.
Sumber : http://www.harnas.co/2017/12/20/kesetiaan-bunawijaya-pada-mooi-indie
Selasar Sunaryo Art Space : Pameran Tunggal
Bunawijaya “Menghadapi Stigma Mooi
Indië”
by Koran Yogya · November 7, 2017
Pembukaan Pameran
Jumat 10 November 2017
19.00 WIB | Bale Tonggoh
Selasar Sunaryo Art Space
Kiri: Bunawijaya,
Lingkaran Kaki Langit IV.
Acrylic and Fiber Resin on
Canvas, diameter 170 cm,
2017.
Kanan: Eldwin
Pradipta, New Seascape.
Video Projection, diameter
350 cm, 2017.
Pada zaman kolonial lukisan pemandangan alam dijuluki lukisan mooi Indië (Hindia
molek) yang sekadar memenuhi kebutuhan orang-orang Belanda membawa pulang kenang-
kenangan tentang keindahan Hindia Belanda. Pada zaman kemerdekaan, lukisan ini malah disebut-
sebut, “lukisan pinggir jalan.” Hal ini disebabkan uraian S. Sudjojono yang menyederhanakan seni
lukis pemandangan alam sebagai, “Semua serba bagus dan romantis, tenang dan damai. Lukisan-
lukisan tadi tidak lain hanya mengandung satu arti: Mooi Indië.
” Kekaburan itu membuat kritik mooi Indië menyasar secara liar wacana seni lukis
pemandangan alam. Bersamaan dengan ini ujaran sinis mooi Indië yang menempel pada lukisan-
lukisan mereka, merusak citra lukisan pemandangan alam dan menjadi stigma wacana seni lukis
pemandangan alam pada sejarah seni rupa Indonesia. Sampai sekarang. Stigma mooi Indië itulah
yang dihadapi Bunawijaya. Ia pencinta alam yang melukis pemandangan alam. Seperti lukisan
pemandangan alam lain, lukisannya dianggap sejenis lukisan mooi Indië. Adanya stigma itu tidak
membuat Bunawijaya berhenti.
Menegaskan perkembangan itu, pameran tunggal Bunawijaya pada 2017 ini dilengkapi
interaksi dengan Eldwin Pradipta, yang dikenal sebagai seniman video. Eldwin Pradipta
mengangkat gambaran pada seri lukisan seascape Bunawijaya, kemudian menggerakkan awan,
riak-riak laut, dan, ombak yang menerpa batu karang di pusat seascape untuk menampilkan rekaan
realitas yang tidak ada dalam kenyataan. Komunike
Sumber : https://koranyogya.com/selasar-sunaryo-art-space-pameran-tunggal-bunawijaya-
menghadapi-stigma-mooi-indie/
Pameran tunggal Bunawijaya 'Menghadapi
Stigma Mooi Indie' hadir di Selasar Sunaryo
Pameran ini disusun sebagai pameran keliling yang dimulai dari SSAS, Bandung kemudian ke
Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.
Bersamaan dengan ini ujaran sinis mooi Indie yang menempel pada lukisan-lukisan
mereka, merusak citra lukisan pemandangan alam dan menjadi stigma wacana seni lukis
pemandangan alam pada sejarah seni rupa Indonesia. Sampai sekarang. Stigma mooi Indie itulah
yang dihadapi Bunawijaya. Ia pencinta alam yang melukis pemandangan alam. Seperti lukisan
pemandangan alam lain, lukisannya dianggap sejenis lukisan mooi IndieÌ. Adanya stigma itu tidak
membuat Bunawijaya berhenti. Ia memutuskan untuk terus melukis berdasarkan keyakinannya
sendiri, dan survived.
Eldwin Pradipta mengangkat gambaran pada seri lukisan seascape Bunawijaya, kemudian
menggerakkan awan, riak-riak laut, dan, ombak yang menerpa batu karang di pusat seascape untuk
menampilkan rekaan realitas yang tidak ada dalam kenyataan. Pameran ini disusun sebagai
pameran keliling yang dimulai dari SSAS, Bandung kemudian ke Galeri Nasional Indonesia,
Jakarta. Selain pameran, budayawan Jean Couteau juga akan membedah buku biografi “Buna,
Suka Duka Sang Kelana” untuk mengenalkan lebih jauh riwayat hidup dan petualangan
Bunawijaya di dunia seni rupa. Diselenggarakan di Selasar Sunaryo Art Galery, pameran ini akan
berlangsung hingga 26 November 2017. Rencananya, pameran sendiri akan dibuka mulai Jumat
(10/11) mendatang.
Sumber : https://bandung.merdeka.com/gaya-hidup/pameran-tunggal-bunawijaya-menghadapi-
stigma-mooi-indie-hadir-di-selasar-sunaryo-171106g.html
Pameran Tunggal Bunawijaya di Galeri
Nasional
Desember 19 / 2017
22:07 WIB
Oleh : Ilman A. Sudarwan
Salah satu lukisan Bunawijaya - Istimewa
Editor : M. Syahran W. Lubis
"Bunawijaya tidak mengenal berbagai wacana seni rupa yang memang tidak pernah meluas
ke masyarakat [menunjukkan kesenjangan dunia seni rupa dengan masyrakat]," tulisnya. Karya-
karya yang ditampilkan akan merepresentasikan perkembangan Bunawijaya sebagai seorang
seniman. Dari mulai pemandangan alam yang serba hijau dan asri sampai lukisan pemandangan
yang mulai bicara tentang laut. Eksplorasi teknik juga akan semakin terlihat dalam karya-karya
tersebut.
Pameran ini akan dilangsungkan selama kurang dari satu bulan. Pameran ini akan berakhir
pada 5 Januari 2018 mendatang. Bagi Anda yang berminat, bisa datang tanpa mengeluarkan
sepeserpun. Pameran ini akan terpotong libur natal dan tahun baru.
Sumber : http://lifestyle.bisnis.com/read/20171219/230/719970/pameran-tunggal-bunawijaya-di-
galeri-nasional
Pameran Tunggal Bunawijaya Bertajuk
Menghadapi Stigma Mooi Indi Dihelat di
Galnas
Desember 19 / 2017
16:59 WIB
Oleh : Dika Irawan
Pelukis Bunawijaya
“Karena itu seperti anggota masyarakat lain, Bunawijaya tidak mengenal berbagai wacana
seni rupa yang memang tidak pernah meluas ke masyarakat,” katanya dalam keterangan tertulis,
Selasa (19/12/2017). Jim mengungkap bahwa biasanya “para pendatang” seperti Bunawijaya tidak
bertahan lama di dunia seni rupa, terpaksa menyingkir. Namun, Bunawijaya bisa bertahan dan
termasuk di antara sangat sedikit “pendatang” yang tidak terpental. Sebaliknya, Bunawijaya
bahkan bisa mempertahankan pandangan-pandangannya dan tidak terpengaruh wacana-wacana
dominan di dunia seni rupa, termasuk stigma Mooi Indië.
Lukisan pemandangan alam seperti karya Bunawijaya, dicemooh sejak zaman kolonial
sebagai lukisan mooi Indië (Hindia molek) yang dibuat sekadar untuk memenuhi kebutuhan orang-
orang Belanda membawa pulang kenangan tentang keindahan Hindia Belanda. Pada zaman
kemerdekaan, lukisan-lukisan pemandangan alam ini malah disebut-sebut “lukisan pinggir jalan”
karena dijajakan di taman-taman kota dan emperan toko-toko. Dalam menghadapi stigma Mooi
Indië, Bunawijaya tak gentar. Dia tidak ikut-ikutan membuat lukisan abstrak, atau karya instalasi.
Dia tetap melukis pemandangan alam karena dia pencinta alam. Dengan keyakinan yang tidak
terdominasi ini, Bunawijaya ternyata bisa menampilkan karya-karya bermakna seperti terlihat
pada pameran ini, Pameran Tunggal Bunawijaya “Menghadapi Stigma Mooi Indië”.
Dalam pameran ini, ditunjukkan lukisan-lukisan representasi perkembangan kekaryaan
Bunawijaya, juga kiprahnya di dunia seni rupa yang mampu bertahan hingga saat ini. Mulai dari
lukisan pemandangan alam atau landscape–idiom yang lazim digunakan untuk menyajikan
keindahan yang membangkitkan rasa nyaman– karena dia seorang pemburu dan pencinta alam
yang sering keluar-masuk hutan.
Karya Bunawijaya dan interaksi dengan Eldwin Pradipta dalam Pameran Tunggal
Bunawijaya “Menghadapi Stigma Mooi Indië” merupakan pameran keliling, karena sebelumnya
sebagian karya-karya tersebut telah dipamerkan di Selasar Sunaryo Art Space Bandung, pada 10
November – 10 Desember 2017. Kala itu, pameran sekaligus dibarengi peluncuran buku "Buna,
Suka Duka Sang Kelana" terbitan KPG yang ditulis oleh Jean Couteau.
Sumber : http://lifestyle.bisnis.com/read/20171219/220/719758/pameran-tunggal-bunawijaya-
bertajuk-menghadapi-stigma-mooi-indi-dihelat-di-galnas
Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=R1ssQsoF0TU
Sumber : https://kompas.id/baca/dikbud/2017/12/27/mooi-indie-dan-konsistensi-bunawijaya/
Sumber dari Instagram :