Anda di halaman 1dari 10

LIMBAH MEDIS

Disusun:

1. Achmad Rinaldi (18/423896/KG/11236)


2. Meidi Aurelia (18/423904/KG/11244)
3. Novian Cahyo Mur Pradana(18/423908/KG/11248)
4. Vyola Mentari Gizela (18/423910/KG/11250)
5. Echi Febriyani FN (18/427207/KG/11301)
6. Mellinda Fithri Astuti (18/427214/KG/11308)
7. Faras Fisabilillah Ismail (18/429973/KG/11381)
8. Salmazharifah (18/429980/KG/11388)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2018

A. PENGERTIAN
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah
rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah/limbah klinis dan non klinis
baik padat maupun cair (Berdasarkan Depkes RI, 1992).

B. JENIS LIMBAH
1. Limbah padat medis
Limbah padat medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis
dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga kegiatan
medis di ruang poliklinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang
laboratorium. Limbah padat medis sering juga disebut sebagai sampah biologis.
Sampah biologis terdiri dari :
a. Sampah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang perawatan, ruang
bedah, atau ruang kebidanan seperti, misalnya perban, kassa, alat injeksi, ampul,
botol bekas obat injeksi, masker, plester, dan sebagainya.
b. Sampah patologis yang dihasilkan dari poliklinik, bedah, kebidanan, atau ruang
otopsi, misalnya, plasenta, jaringan organ, organ badan, dan sebagainya.
c. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium diagnostic
atau penelitian, misalnya media sampel dan bangkai binatang percobaan.
2. Limbah padat non medis
Limbah padat non medis adalah semua sampah padat di luar sampah padat medis
yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti berikut :
a. Kantor administrasi
b. Unit perlengkapan
c. Ruang tunggu
d. Ruang inap
e. Unit gizi atau dapur
f. Halaman parkir
g. Unit pelayanan
Sampah yang dihasilkan dapat berupa kertas, karton, kaleng, botol, sisa makanan, sisa
kemasan, kayu, logam, daun, serta ranting dan sebagainya.
3. Limbah cair medis
Limbah cair medis adalah limbah yang mengandung zat beracun, seperti bahan-bahan
kimia anorganik. Zat-zat organic yang berasal dari air bilasan ruang bedah dan otopsi
apabila tidak dikelola dengan baik atau langsung dibuang ke saluran pembuangan
umum akan sangat berbahaya dan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap serta
mencemari lingkungan.
4. Limbah cair non medis
Limbah cair non medis merupakan limbah rumah sakit yang berupa :
a. Kotoran manusia seperti tinja dan air kemih yang berasal dari kloset dan
perturasan di dalam toilet atau kamar mandi.
b. Air bekas cucian yang berasal dari lavatory, kitchen sink, atau floor drain dari
ruang-ruangan di rumah sakit.

C. KLASIFIKASI LIMBAH MEDIS


1. Limbah benda tajam : obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.
2. Limbah patologis : Jaringan atau potongan tubuh manusia, contoh bagian tubuh,
darah dan cairan tubuh yang lain termasuk janin
3. Limbah farmasi : Limbah yang mengandung bahan farmasi contoh obat-obatan yang
sudah kadaluwarsa atau tidak diperlukan lagi
4. Limbah kimia : limbah yang mengandung bahan kimia contoh reagen di
laboratorium, film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluwarsa atau sudah tidak
diperlukan, solven. Limbah ini dikategorikan limbah berbahaya jika memiliki
beberapa sifat (toksik, korosif (pH12), mudah terbakar, reaktif (mudah meledak,
bereaksi dengan air, rawan goncangan), genotoksik
5. Limbah alat yang mengandung logam berat
Baterai, pecahan termometer, tensimeter
6. Limbah radioaktif : bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radio nukleida.
7. Wadah bertekanan tinggi : Tabung gas anestesi, gas cartridge, kaleng aerosol,
peralatan terapi pernafasan, oksigen dalam bentuk gas atau cair
8. Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious): mengandung mikroorganisme
patogen yang dilihat dari konsentrasi dan kuantitasnya bila terpapar dengan manusia
akan dapat menimbulkan penyakit.
 Jaringan dan stok dari agen-agen infeksi dari kegiatan laboratorium, dari
ruang bedah atau dari autopsi pasien yang mempunyai penyakit menular
 atau dari pasien yang diisolasi, atau materi yang berkontak dengan pasien
yang menjalani haemodialisis (tabung, filter, serbet, gaun, sarung tangan dan
sebagainya) atau materi yang berkontak dengan binatang yang sedang
diinokulasi dengan penyakit menular atau sedang menderita penyakit menular
Limbah reaktif yang berasal dari rumah sakit adalah :
 Shock sensitive: senyawa-senyawa diazo, metal azide, nitro cellulose,
perchloric acid, garam-garam perchlorat, bahan kimia peroksida, asam picric,
garam-garam picrat, polynitroaromatic.
 Water reactive: logam-logam alkali dan alkali tanah, reagen alkyl lithium,
larutan- larutanboron trifluorida, reagen Grignard, hidrida dari Al, B, Ca, K,
Li, dan Na, logam halide dari Al, As, Fe, P, S, Sb, Si, Su dan Ti, phosphorus
oxychloride, phosphorus pentoxide, sulfuryl chloride, thionyl chloride.
 Bahan reaktif lain: asam nitrit diatas 70%, phosphor (merah dan putih).

D. LIMBAH MEDIS DAN MASALAH YANG DITIMBULKAN


1. Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen diantaranya
merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg).
2. Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan
sisa makanan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi.
3. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus
dan plastik.

Temuan ini merupakan hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan
Departemen Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun
1998 sampai tahun 1999. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi)
Jabar, Ikhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit
bahkan melebihi jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih
banyak ditemukan di beberapa rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya
kurang baik (Pristiyanto. D, 2000).

E. PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS


Pengelolaan Limbah Medis. Pada dasarnya dalam melaksanakan pengelolaan
limbah medis perlu menganut prinsip-prinsip dasar berdasarkan kesepakatan
internasional, yakni :
1. The “Polluter Pays” principle (prinsip “pencemar yang membayar”).
Artinya bahwa melaului prinsip tersebut diatas bahwa semua penghasil
limbah secara hukum dan financial bertanggungjawab untuk
menggunakan metode yang aman dan ramah lingkungan dalam
pengelolaan limbah.
2. The “Precautionary” principle (prinsip “Pencegahan”) merupakan prinsip
kunci yang mengatur perlindungan kesehatan dan keselamatan melalui
upaya penanganan yang secepat mungkin dengan asumsi risikonya dapat
menjadi cukup signifikan.
3. The “duty of care” principle (prinsip “kewajiban untuk waspada”) bagi
yang menangani atau mengelola limbah berbahaya karena secara etik
bertanggung jawab untuk menerapkan kewaspadaan tinggi.
4. The “proximity” principle (prinsip “kedekatan”) dalam penanganan
limbah berbahaya untuk meminimalkan risiko dalam pemindahan. Prinsip-
prinsip pengelolaan limbah tersebut berkaitan dengan kegiatan unit
pelayanan kesehatan, sebagaimana tertuang pada global immunization
2009, disampaikan bahwa dalam penyelenggaraan imunisasi harus
memiliki system pengelolaan limbah tajam.

a. Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan
menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
 Golongan A : Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar
bedah. Bhan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi. Seluruh jaringan tubuh
manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.
 Golongan B :Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda
tajam lainnya.
 Golongan C : Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang
termasuk dalam golongan A.
 Golongan D : Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
 Golongan E : Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan
stomach.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan,


pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.

a. Pemisahan
 Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang
pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang
mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat
produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu
hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat
sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga
perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut
kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
 Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan
autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga
uap panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah
pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama
untuk limbah infeksius).
 Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin
bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang
aman. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung
pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan
dengan incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya
dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah
pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.
 Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan
tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang
bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu)
hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut
dan dimasukkan dengan incinerator.
 Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan
kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau
pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah
tersebut hendaknya :
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
2) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang
disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong
berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak
rembes, dan disediakan sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang,
dan bebas dari infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam
sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.
 Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan
internal biasanya digunakan kereta dorong.

b. Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan
organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL)
di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
 Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan,
karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya
dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih
mempunyai lahan yang cukup.
 Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena
tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air
limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak
dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak
sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang
sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau
sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge
drying bed (tempat pengeringan Lumpur).
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah
tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses
anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam
organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya.
Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk
memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah
klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.

1. Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )


Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang
kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan
penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan
non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label
yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
2. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor
atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload.
Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi
kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna
seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong
berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna
ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan
simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”
3. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau
ke incinerator (pengolahan on-site).
 Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang
sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana
dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
 Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan
di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang
tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk
memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer
khusus, harus kuat dan tidak bocor.
4. Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung
pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan
yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik
pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :
 Incinerasi
 Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121
C)°
 Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
 Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan)
 Inaktivasi suhu tinggi
 Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
 Microwave treatment
 Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
 Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang
terbentuk.
5. Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di
rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume
sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian
pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah
dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk
melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah,
dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik,
infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas,
pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk
mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah
dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan
pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara
berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu
dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat
dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang
sesuai.
Daftar Pustaka
Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Hidup, T. K. (2014). Pedoman Kriteria Teknologi Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan. Jakarta:
KLH.

Anda mungkin juga menyukai