PUSTAKA
terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan
pembangunan nasional.
Wignall dkk (1999) mengatakan salah satu bagian dari sistem transportasi
Nomor 38 tahun 2004, definisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah
2. Berdasarkan fungsi jalan, dimana dalam setiap sistem jaringan tersebut peran
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
rata-rata rendah.
3. Berdasarkan status jalan seperti yang disampaikan pada Gambar 2.1, menurut
a. Jalan nasional, yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
b. Jalan provinsi, yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
c. Jalan kabupaten, yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
pusat kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
Negara Negara
Tetangga Tetangga
Jalan Negara/Nasional
(Arteri Primer)
Ibukota Ibukota
Propinsi Propinsi
Jalan Propinsi
(Kolektor Primer)
Ibukota Ibukota
Kab/Kota Kab/Kota
Jalan Kabupaten
(Lokal Primer)
Ibukota Ibukota
Kecamatan Kecamatan
Gambar 2.1 Pembagian Status Pada Jaringan Jalan Primer (Tanan, 2005)
era otonomi daerah juga turut mempengaruhi segala kebijakan yang berkaitan dengan
nasional adalah menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan jalan
nasional termasuk jalan tol. Dalam penyelenggaraan jalan terdapat 3 (tiga) tugas yang
tugas-tugas tersebut dibagi secara struktur sesuai tugas pokok dan fungsi jaringan
(2006) pada Gambar 2.2, alur pelaksanaan penyelenggaraan jalan dimulai dari
maupun daerah yang menjadi dasar kebijakan umum dan kebijakan teknis bagi
perencanaan baik jaringan maupun teknis, studi kelayakan, program dan anggaran,
dengan hasil output, outcome serta dampak dari penyelenggaraan jalan tersebut.
PEMBINAAN
1.1. Pengaturan
Pusat Provinsi Kab – Kota Kab - Kota Pusat Pusat
Perumusan kebijakan
perencanaan
Penyusunan
perencanaan
dan pemrograman Pusat Provinsi Kab – Kota Kab – Pusat Pusat
Penyusunan peraturan Kota/Desa
perundangan Pusat Provinsi Kab – Kota Kab – Pusat Pusat
Penyusunan pedoman Kota/Desa
dan standar teknis
1.2. Pelayanan
Perijinan Kab – Kota Kab – Kota Kab – Kota Kab - Kota Pusat/Prov/Ka Instansi
b – Kota Terkait
1 Informasi Pusat Provinsi Kab – Kota Kab – Pusat/Korpora Instansi
Kota/Desa si Terkait
1.3. Pemberdayaan Pusat Pusat/Provins Kab – Kota Kab – Pusat Pusat
Bimbingan dan i Kota/Desa
penyuluhan Pusat Pusat/Provins Kab – Kota Kab – Pusat Pusat
Pendidikan dan i Kota/Desa
pelatihan
1.4. Penelitian dan
pengembangan
wilayah, keselamatan dan pengoperasian jalan, efisiensi operasi, yang dalam hal ini
cepat dan lancar, efektifitas jaringan jalan sebagai penunjang pembangunan, biaya
mencakup siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang terdiri dari pengaturan,
pemeliharaan jalan.
Pelayanan Minimal (SPM). Dalam hal ini standar pelayanan minimal merupakan
kewenangan dari Pemerintah Pusat (pasal 2 ayat 4 butir b). Dengan kata lain bahwa
untuk setiap bidang pelayanan harus ditetapkan suatu standar oleh Departemen
Teknis terkait yang wajib dilaksanakan oleh daerah. Dalam hal ini untuk bidang jalan
SPM ini dikembangkan dalam sudut pandang publik sebagai pengguna jalan,
Ada 3 (tiga) keinginan dasar para pengguna jalan, yang kemudian dikembangkan
Kecelakaan/
C. Aspek
Kecelakaan
2 Ruas Jalan
A. Kondisi Jalan
B. Kondisi
Pelayanan
Tujuan penanganan jalan adalah untuk menjaga jalan agar fungsinya dalam
sistem infrastruktur jalan (atau lebih dikenal sebagai jaringan jalan) dapat berjalan
sebagaimana mestinya sesuai tujuan penyelenggaraan jalan itu sendiri. Secara lebih
spesifik dapat dikatakan bahwa tujuan penanganan jalan adalah untuk menjaga
kondisi fisik dan operasional dari jaringan jalan agar tetap dalam kondisi baik
ini maka prioritas untuk kegiatan penanganan jalan yang sifatnya untuk
yang wajar untuk dilakukan, dan jika kondisi keuangan memungkinkan maka dapat
jika benar – benar dana yang tersedia sangat besar maka perlu adanya penambahan
kerja diusulkan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu preservasi dan pembangunan.
pembangunan bersifat menambah kuantitas sistem jaringan jalan baik dalam arah
yakni 100% jalan mantap. Tingkat kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria
yakni mantap secara konstruksi dan mantap dalam pelayanan lalu lintas.
sebagai berikut :
dalam studi ini digunakan batasan dengan besar IRI < 6 m/km.
b. Jalan Tak Mantap Konstruksi adalah jalan dengan kondisi di luar koridor
Konsep tingkat kemantapan jalan yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga
berdasarkan ketersediaan data dari sistem pendataan yang dimiliki maka parameter
mencakup penetapan rencana tingkat kinerja yang akan dicapai serta perkiraan biaya
jalan yang bersangkutan dengan mengacu pada rencana jangka menengah jaringan
jalan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh menteri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Penanganan jalan bertujuan untuk menjaga
prasarana jalan sehingga fungsinya dalam sistem infrastruktur jalan dapat berjalan
Dengan kata lain, secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa tujuan penanganan
jalan adalah untuk menjaga kondisi fisik dan operasional dari jaringan jalan agar tetap
peningkatan jalan, dan program konstruksi jalan baru. Menurut Ditjen Bina Marga
(2005) dalam Mulyono (2007) lebih memfokuskan pengelolaan jalan pada kegiatan
penelitian ini adalah program pemeliharaan jalan dan peningkatan jalan, tidak
tingkat pelayanan jalan sedemikian sehingga diperoleh biaya transportasi total yang
minimum. Masalah pemeliharaan saat ini mulai banyak mendapat perhatian karena
dapat mengurangi atau menekan terjadinya kerusakan yang lebih parah dan
penanganan jalan yang berada dalam prioritas tertinggi. Infrastruktur yang dijaga atau
dipelihara akan dapat memiliki usia pelayanan yang lebih lama dibandingkan dengan
keuntungan ekonomi yang efektif dan efisien, melalui anggaran yang minimum dapat
dihasilkan kondisi jalan yang optimum sehingga masyarakat merasa bahagia karena
Biaya
Biaya AngkutanKota
Biaya Pemeliharaan
Gambar 2.3 Hubungan Mutu Jalan Dengan Biaya Pemeliharaan dan Biaya
diinvestasikan maka kondisi jalan akan semakin baik dan semakin rendah biaya
pengguna jalan dimana pada kondisi jalan tertentu (optimum) gabungan kedua biaya
tersebut akan minimum. Jika kegiatan pemeliharaan diberikan secara teratur sesuai
standar perencanaan dan tingkat pemeliharaan yang dibutuhkan maka secara tidak
pelayanan transportasi jalan yang teratur, tepat waktu dan aman, dan lingkungan yang
Pemeliharaan jalan menurut World Bank (1998) serta Schileser dan Bull
(1993) dalam Zainuddin dkk (2009) adalah suatu proses untuk mengoptimalkan
kinerja jaringan jalan sepanjang tahun yang secara umum bertujuan untuk menjaga
agar jalan tersebut tetap berfungsi melayani kebutuhan ekonomi sosial masyarakat
sepanjang tahun dan mengurangi tingkat kerusakan serta biaya operasi kendaraan.
informasi, sistem manajemen aset, dan rencana penanganan pemeliharaan jalan yang
jalan dilakukan melalui tahap-tahap yang rasional dan terpadu yang dikenal dengan
siklus pemeliharaan. Secara garis besar siklus tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Perencanaan Penyusunan Desain Pelaksana
Umum Program an
Pangkalan
Data
Gambar 2.4 Siklus Pemeliharaan Jalan (Mahmud dkk, 2002)
sampai jangka panjang, sesuai dengan target yang ditetapkan. Penyusunan program
pada masing-masing ruas, baik berdasarkan biaya yang telah diperkirakan ataupun
diartikan sebagai membangun suatu fasilitas diatas kertas. Oleh karena itu pada tahap
akhir desain sudah harus terlihat wujud (dimensi) serta mutu bahan dan mutu produk
akhir fasilitas (dikenal dengan gambar rencana dan spesifikasi) bahkan perlu
termasuk juga cara membangun dan cara pengendalian mutu. Pelaksanaan merupakan
bentuk fisik. Pangkalan data dalam penyelenggaraan jalan sangat penting, namun
setiap kegiatan maka pangkalan data merupakan sumber pengkajian dalam rangka
mantap. Pemeliharaan rutin hanya diberikan terhadap lapis permukaan yang sifatnya
dilakukan terhadap jalan pada waktu-waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun)
kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi jalan dapat
2.6.1.3 Rehabilitasi
pada bagian/tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar
jalan yang berupa peningkatan struktural dan atau geometriknya agar mencapai
tingkat pelayanan yang direncanakan atau dengan kata lain, peningkatan jalan
dilakukan untuk memperbaiki kondisi jalan dengan kemampuan tidak mantap atau
kritis menjadi jalan dengan kondisi mantap. Pekerjaan peningkatan jalan adalah
Sumbu Tunggal (MST) yang lebih tinggi atau menambah kapasitas jalan. Program
kemampuan ruas-ruas jalan dalam kondisi tidak mantap atau kritis agar ruas-ruas
kondisi belum tersedianya badan jalan sampai kondisi jalan dapat berfungsi.
Pekerjaan konstruksi jalan baru juga berarti pekerjaan membangun jalan baru berupa
dilakukan studi kelayakan (feasibility study) dan perancangan detail (detail design),
(maintenance).
Roughness jalan dapat didefinisikan sebagai deviasi permukaaan jalan diukur dari
satu bidang datar, ditambah parameter lain yang dapat mempengaruhi hal-hal sebagai
permukaan jalan, kekasaran yang diukur pada setiap lokasi diasumsikan mewakili
semua fisik dilokasi tersebut. Kekasaran permukaan jalan adalah nama yang
diberikan untuk ketidakrataan memanjang pada permukaan jalan. Ini diukur dengan
suatu skala terhadap pengaruh permukaaan pada kendaraan yang bergerak diatasnya.
Roughness Index.
(functional performance) dari suatu perkerasan jalan yang sangat berpengaruh pada
permukaan yaitu panjang kumulatif turun naik permukaan persatuan panjang yang
dinyatakan dalam m/km. IRI adalah sebuah standar pengukuran kekasaran yang
antara lain metode NAASRA (SNI 03-3426-1994). Metode lain yang dapat digunakan
untuk pengukuran dan analisis kerataan perkerasan adalah Rolling Straight Edge,
Menurut Saleh, dkk (2008) pada dasarnya penetapan kondisi jalan minimal
adalah sedang, dalam Gambar 2.5 terlihat berada pada level IRI antara 4,5 m/km
sampai dengan 8 m/km tergantung dari fungsi jalannya. Jika IRI menunjukkan
dibawah 4,5 artinya jalan masih dalam tahap pemeliharaan rutin, sementara jika IRI
antara 4,5 sampai 8, yang dikategorikan pada kondisi sedang, berarti jalan sudah
perlu dilakukan pemeliharaan berkala (periodic maintenance) yakni dengan pelapisan
ulang (overlay). Sedangkan jika IRI berkisar antara 8 sampai 12, artinya jalan sudah
perlu dipertimbangkan untuk peningkatan. Sementara jika IRI > 12 berarti jalan
rekonstruksi.
RUSAK RINGAN RUSAK BERAT
PEMILIHARAAN BERKALA 8 < IRI < 12 12 < IRI
4,5 < IRI < 8
PENINGKATAN
PENINGKATAN
Po
BATAS
KONTRUK
SI JALAN
Pt
Pt
LINTASAN
IDEAL
BATAS
KRITIS
KRITIS
Iri < 4,5 Iri < 4,5 Iri Iri < JIKA TANPA PROGRAM
< 4,5 JIKA TANPA PROGRAM
4,5 Pemeliharaan Rutin PENINGKATAN JALAN
Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin PENINGKATAN JALAN
Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin
BATAS MASA PELAYANAN
PELAYANAN TIDAK MAMPU LAGI MELAYANI
LOS YANG ADA
Keterangan:
Sumber : IRMS
yang diharapkan. Ketersediaan sumber daya dapat menjadi faktor utama dalam
penentuan prioritas.
tenaga dan dana menyebabkan ketidakmungkinan untuk melakukan banyak hal dalam
waktu yang bersamaan sehingga perlu untuk dilakukan prioritas. Faktor keterbatasan
dalam banyak hal yang semuanya harus dilakukan dengan waktu yang cepat, dana
yang cukup serta kualitas yang utama sehingga perlu dilakukan suatu cara, yaitu
disesuaikan dengan visi, misi, dan tujuan yang ingin dicapai. Pada umumnya,
maupun faktor-faktor yang menghambat tercapainya suatu tujuan. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap akar permasalahan yang dihadapi menjadi modal utama bagi
Dalam hal ini, pengambilan keputusan harus mempertimbangkan tujuan, baik jangka
berikut:
a. Agar tetap fokus pada hal-hal yang berada pada prioritas utama atau
pemerintah.
daerah yang ditelitinya. Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang
pembangunan jalan.
budget constrained (Studi Kasus Provinsi Nusa Tenggara Timur). Model alokasi dana
yang dikembangkan dalam studi ini menggunakan pendekatan Analisis Multi Kriteria
oleh besarnya dana yang tersedia, kombinasi pengalokasian dana, serta laju
kriteria yaitu pemerataaan aksessibilitas ke seluruh wilayah, kondisi dari ruas jalan,
fungsi arus, efektifitas dampak terhadap pengembangan wilayah, dan efektifitas biaya
pengembangan ruas jalan. Dari hasil analisis menunjukkan kriteria yang paling
aksessibilitas.
kebijakan lainnya berakibat semua ruas jalan tidak dapat tertangani seluruhnya, untuk
berbagai kebijakan dan permasalahan yang terjadi, dalam hal ini metode yang
jalan yaitu 56%, hal ini didukung dengan sub kriteria retak-retak (19%) dan
deformasi/lubang-lubang (32%) yang mana bila kedua sub kriteria tersebut terjadi
maka ruas jalan tersebut harus mendapat penanganan segera. Sedangkan untuk
kriteria prilaku lalu lintas bobot tingkat pentingnya adalah pada posisi kedua yaitu
24%, ini karena terdapat sub kriteria derajat kejenuhan 14%. Untuk kriteria kerusakan
pada samping jalan dan public complain walaupun ada sedikit pengaruhnya,
Hal yang sama dilakukan oleh Fataruba, dkk (2006) juga menggunakan
metode AHP dalam penelitiannya. Kriteria yang digunakan adalah kriteria yang ada
pada kondisi eksisting ditambah 6 kriteria baru (potensi ekonomi komoditi unggulan,
fasilitas umum, trayek angkutan) yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
daerah wilayah studi. Pada penelitian ini, urutan prioritas usulan ditentukan
berdasarkan besarnya jumlah manfaat yang didapat dari jumlah perkalian antara
bobot kepentingan kriteria dengan nilai kriteria untuk setiap ruas jalan. Hasil
pembobotan tingkat kepentingan kriteria adalah kondisi ruas jalan (27,66%), LHR
(5,56%), peran serta masyarakat (3,93%), dan jumlah fasilitas umum (3,76).
Berdasarkan hasil evaluasi perbandingan, hasil urutan prioritas usulan dengan metode
Anggreni dan Jennie (2009), dalam “Penentuan Prioritas Perbaikan Jalan Untuk
Metode AHP dengan faktor pembanding Indeks Permukaan (erat kaitannya dengan
nilai kerusakan jalan) yang berbobot 0.53, BCR (Benefit Cost Ratio) memperoleh
bobot 0.05, kondisi drainase yang berbobot 0.10 dan LHR (Lalu Lintas Harian Rata-
perbandingan antara faktor yang satu dengan lainnya kemudian dianalisa untuk
menentukan faktor mana yang paling tinggi dan paling rendah peranannya terhadap
level atas di mana faktor tersebut berada. Penelitian ini menghasilkan urutan prioritas
lubang. Kriteria kedua kerusakan samping jalan yang dibagi menjadi kerusakan pada
bahu jalan, kondisi drainase dan kondisi trotoar. Kriteria ketiga prilaku lalu lintas
dibedakan menjadi derajat kejenuhan, waktu tempuh dan LHR. Kriteria keempat
adalah public complain. Dari hasil kuisioner pada 30 orang responden dan analisa
pembobotan maka diperoleh urutan kriteria yang menjadi prioritas yaitu kerusakan
pada perkerasan jalan (56%), kriteria prilaku lalu lintas (24%), kriteria kerusakan
pada samping jalan dan publik komplain bobotnya 14 % dan 6 %. Dari hasil urutan
pembobotan disusun prioritas ruas jalan yang mendapat penanganan baik jalan
penanganan jalan di setiap ruas jalan adalah dengan menggunakan Analisis Multi
tetap berada dalam koridor proses ilmiah dari proses pengambilan keputusan yang
dilakukan.
lebih baik.
Namun di lain pihak kerugian penggunaan metode ini adalah bahwa proses
evaluasi lebih kompleks serta perlu data yang banyak dan kemungkinan sulit
proses analisis.
Salah satu metode multi kriteria yang sering digunakan adalah Proses Hierarki
Analitik (PHA) atau disebut Analytical Hierarchy Process (AHP), yang pertama kali
Metoda yang dikembangkan oleh Thomas Saaty ini pada dasarnya merupakan
adalah proses membentuk nilai secara numerik untuk menyusun peringkat dari setiap
Menurut Saaty (1993) metode AHP memiliki beberapa aksioma yang harus
Aksioma ini menyatakan bahwa bila suatu alternatif atau kriteria A lebih
disukai sebesar n kali daripada B, maka B lebih disukai sebesar 1/n kali
daripada A.
2. Homogenity
3. Dependence
tingkat atas.
4. Expectations
5. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak berwujud
alternatif.
tujuan-tujuan mereka.
pengulangan.
2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian statistik
level di atasnya.
keseluruhan.
dengan apa yang akan terjadi jika dilakukan perubahan terhadap elemen
analisis.
2.12.1 Decomposition
terjadi. Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami jika memecahnya menjadi
berbagai elemen pokok dan selanjutnya menusun elemen elemen tersebut secara hirarki.
Hirarki merupakan alat mendasar dari fikiran manusia yang melibatkan
hirarki adalah merumuskan tujuan dari suatu kegiatan penyusunan prioritas yang
dilanjutkan dengan menentukan kriteria dari tujuan. Berdasarkan tujuan dan kriteria,
maka beberapa pilihan perlu diidentifkasi agar pilihan tersebut merupakan pilihan
yang potensial sehingga jumlah pilihan tidak terlalu banyak. Struktur hirarki AHP
TUJUAN
KRITERIA I II III
I II III
PILIHAN
kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh
penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif).
berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute
Deviation).
Nilai dan definisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan Saaty ada
memudahkan, dalam tabel diasumsikan hanya ada 4 (empat) kriteria. Dari tabel
Kriteria CR 1
CR 1 -
CR 2 c 21
CR 3 c 31
CR 4 c 41
Jumlah
Sumber : Susila dkk (2007)
C1 OP1
OP1
OP2
OP3
OP4
Jumlah
Sumber : Susila dkk (2007)
perbandingan antar pilihan untuk kriteria 1 (C1) dengan penjelasan sebagai berikut:
kriteria ke j.
judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person.
Mereka dapat terdiri atas pengambil keputusan, para pakar dan orang yang terlibat
serta memahami permasalahan yang dihadapi. Pada umumnya jumlah ahli bervariasi,
elemen dengan elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan
sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif.
Dan dari setiap matriks pairwise comparison dihitung vektor eigen untuk
mendapatkan prioritas lokal, karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap
tingkat, maka untuk melakukannya secara global harus dilakukan dengan mensintesis
tahap akhir dari AHP yang prosedurnya berbeda menurut bentuk hirarki. Pada
dasarnya, sintesis ini merupakan penjumlahan dari bobot yang diperoleh setiap
pilihan pada masing-masing kriteria setelah diberi bobot dari kriteria tersebut. Secara
memudahkan, diasumsikan ada empat kriteria dengan empat pilihan seperti Tabel 2.7
berikut.
mengalikan nilai bobot pada ktiteria dengan nilai yang terkait dengan kriteria tersebut
bop i = bo11 * bc1+ bo12* bc2 + bo13* bc3+ bo14* bc4 (2.2)
besarnya nilai tersebut. Semakin tinggi nilai suatu pilihan, semakin tinggi
berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan
bobot paling tinggi adalah pilihan keputusan yang layak dipertimbangkan untuk
diambil.
menjaga kualitas model secara keseluruhan. Dalam AHP tingkat konsistensi ini
dinyatakan dengan besaran indeks konsistensi (CI). Jany dkk (2009) menyatakan
bahwa, pada teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan
n = ukuran matriks
Penetapan suatu matriks dianggap konsisten jika nilai Rasio Konsistensi (CR) lebih
cukup tinggi (≥ 10%). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar,
sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas
CR (2.5)
CI
RI
CI = Consistency Index
Ukuran Matriks
1,2
3
4
5
6
7
Sumber: Saaty,1993
dan untuk matriks ukuran besar, nilai CR = 0,1 (Saaty, 2000 dalam Apriyanto, 2008).
Dari Tabel 2.9, jika nilai CR lebih rendah atau sama dengan nilai tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup dapat diterima atau
matriks memiliki konsistensi yang baik. Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai
yang dapat diterima, maka dikatakan evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan
alternatif lainnya.
alternatif.