Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MILITUS

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik menahun yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (Hiperglikemia), yang dikarenakan
kurangnya produksi insulin dalam tubuh atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin
secara efektif (Riskesdas, 2013).
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolic
dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua–duanya (Gustaviani, 2006)
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang banyak mengeluarkan urine dengan
kadar glukosa yang tinggi, dan ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau
penurunan insentivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

2. Etiologi
a. DM Tipe I
Melalui proses imonologik dimana tubuh tidk bias menghasilkan insulin Karena
sel beta pancreas dirusak oleh system autoimun.
b. DM Tipe II
a). Obesitas
b). Gaya hidup
c). Usia
d). Infeksi toxin, virus
c. DM tipe lain
a). Defek genetic fungsional sel beta
Kromosom 12, HNF – 1 α (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF – 4 α (dahulu MODY 1)
Kromosom 13, insulin prometer factor (IPF – 1, dahulu MODY 4)
Kromosom 17, HNF – 1 β (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
DNA mitcohondria, dan lain –lain.
b). Defek genetic kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunrism sindrom
Robson Mendenhall, diabetes lipoatropik.
c).Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatomi, neuplasma,
fibrosis kristik, hemakromatosis, pankreotopati fibrokalkulus.
d). Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromatisoma,
hipertiroidisme, aldosteronoma
e). Karena obat/ zat kimia : vector, pentanidin, asam nikotinat,glukokortiroid,
hormon tiroid, diazoxin,agonis β, andrenegik, Tiazid, dilatin.
f). Infeksi : rubella sanginetal, CMV.
g). Imunologi ( jarang ).
h). Sindrom genetic lain.
d. Diabetes kehamilan
Biasaya karena herideter.
(Gustaviani, 2006)

3. Manifestasi Klinik
Adanya keluhan khas yang dirasakan ketika sudah terjadi diabetes mellitus.
Keluhan khas tersebut yaitu banyak kencing (polyuria), banyak minum (polydipsia),
banyak makan (polyphagia), dan disertai dengan pemeriksaan gula darah yang lebih
dari normal (gula darah sewaktu = 200 mg/dl, atau gula darah puasa = 126 mg/dl).
Selain keluhan khas tersebut bnyak tanda yang terjadi dari kesemutan, lemah, gatal,
mata kabur, pruritus, disfungsi ereksi (Sidartwan, 2005).
Menurut Smeltzer (2002) Ada 3 Kriteria yang digunakan untuk diagnosa
laboratorium diabetes mellitus :
a. Konsentrasi glukosa plasma vena puasa (semalam) 126 mg/dL atau lebih dari satu
kali pemeriksaan.
b. Gejala klinis diabetes dan kadar glukosa sewaktu 200 mg/dL atau lebih.
c. Setelah ingesti 75 g glukosa, konsentrasi glukosa plasma vena 2 jam 200 mg/dL
atau lebih.

4. Komplikasi
Kelebihan kadar gula darah yang terjadi secara terus menerus dapat
menyebabkan kerusakan sistem saraf dan pembuluh darah. Muncul banyak
konsekuensi dari diabetes, yang sering terjadi seperti meningkatnya resiko jantung
dan juga stroke, neuropati (kerusakan syaraf) dikaki yang mengakibatkan ulkus kaki,
retinopati diabetikum terjadi karena kerusakan pembuluh darah kecil diretina yang
menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, dan juga resiko kematian. Pada umumnya
penderita diabetes mellitus resiko kematiannya menjadi dua kali lipat dibanding
bukan penderita diabetes (Permana, 2008).

5. Patofisiologi Dan Pathway


Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi) (Corwin,2009).
Sumber: (Corwin,2009).
6. Petanalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus jangka panjang adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi, sedangkan dalam jangka pendek untuk menghilangkan
keluhan/gejala diabetes. Berikut ini macam penataksanaan diabetes meliputi :
a. Diet
Penghimpunan Diabetes dan Persatuan Diabetik Amerika merekomendasikan 50-
60% kalori berasal dari karbohidrat 60%, Protein 12-20%, Lemak 20-30%.
b. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a) Sulfonilurea : menstimulasi pengelapasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin.
b) Biguanid : menurunkan kadar gula dalam darah tapi tidak sampai dibawah
normal.
c) Inhibitor α glukosidase : menghambat kerja enzim α glkosidase didalam saluran
ceran sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia.
d) Insulin sensiting agent : Thoazahdine diones meningkatkan sensitivitas insulin,
seingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia.
e) Insulin dengan indikasi diabetes dengan berat badan menurun dengan cepat,
ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar, diabetes dengan
kehamilan atau diabetes gestasional yang tidak terkendali dalam pola makan.
Insulin oral/suntikan dimulai dari dosis yang lebih rendah lalu dinaikkan
perlahan sesuai dengan hasil pemeriksaan gula darah paisen.
c. Latihan
Latihan dengan melawan ketahanan yang dapat menurunkan stress, dapat
menurunkan BB, menyegarkan tubuh, gunakan alas kaki yang tepat.
d. Pemantauan
Pemantauan kadar gula darah secara mandiri

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan
perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
a. Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
b. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka
rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya
komplikasi aterosklerosis.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
d. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
e. Kaji perasaan pasien tentang kondisi penyakitnya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan inetgritas kulit bd ulkus DM
b. Nyeri bd agen cidera biologis
c. Kekurangan volume cairan dehidrasi
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan polidipsi/polifagia
e. Resiko injury b.d gangguan penglihatan
f. Resiko infeksi bd luka ganggren
g. Ketidakefektifan perfusi jarigan perifer bd ketidaksesuaian antara ventilasi dan
aliran darah
3. Intervensi
No Diagnose Tujuan dan Intervensi (NIC)
keperawatan criteria hasil
(NOC)
1 Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor ekternal dan
inetgritas kulit. tindakan internal yang membuat pasien
keperawatan termotivasi untuk menjaga kesehatan
selama 3x24 jm nya
diharapkan pasien 2. Ajarkan klien cara yang dapat
dapat : digunakan untuk menghindari
Outcome kebiasaan yang tidak sehat
Kontrol resiko 3. Monitor bagian kerusakan terhadap
proses infeksi adanya edema
Criteria: 4. Instruksikan klien pentingnya
- Memonitor inspeksi daerah luka
kebiasaan individu 5. Batasi pengunjung
yang terkait faktor 6. Diskusikan pad pasien untuk
resiko infeksi rutinitas perawatan kaki
- Strategi 7. Tempatkan klien diruang khusus
pengawasan infeksi jika perlu
yang efektif dapat 8. Perhatikan peningkatan aktivitas
dilakukan dan latihan
- Mengetahui 9. Perhatikan istirahat klien
akibat jika terjadi 10. Ajarkan klien dan keluarga
infeksi bagaimana menghindari infeksi
11. Informasikan kepada keluarga
tanda dan gejala infeksi
12. Instruksikan klien untuk
memakan antibiotik yg telah
ditentukan
13. Lakukan tindakan asepsis

2 Nyeri akut bd Setelah dilakukan 1. Mempertimbangkan kebudayaan


agen cidera tindakan klien ketika melakukan perwatan
biologis(luka keperawatan 2. Mempertimbangkan usia klien
ganggren) selama 3x24 jm 3. Monitor kemampuan klien untuk
diharapkan pasien perawatn diri mandiri
dapat : 4. Monitor kebutuhan klien terhadap
Pain control kebersihan diri, pakaian,dan makan
Kh: 5. Beri dukungan hingga klien
 Dapat mampu melakukan aktivitas sendiri
mengidentifikas 6. Dorong pasien untuk menunjukkan
i nyeri aktivitas keseharian yg normal
 Dapat 7. Kaji kebutuhan yang memerlukan
mengontrol bantuan
nyeri 8. Bina aktivitas keseharian klien
 Raut muka tidak sehari hari
meringis
3. Kekurangan Setelah dilakukan Fluid management
volume cairan tindakan · Timbang popok/pembalut jika
keperawatan diperlukan
selama 3x24 jm · Pertahankan catatan intake dan
diharapkan pasien output yang akurat
dapat : · Monitor status hidrasi ( kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat,
v Fluid balance tekanan darah ortostatik ), jika
v Hydration diperlukan
v Nutritional Status · Monitor vital sign
: Food and Fluid · Monitor masukan makanan /
Intake cairan dan hitung intake kalori harian
Kriteria Hasil : · Kolaborasikan pemberian cairan
v IV
Mempertahankan · Monitor status nutrisi
urine output sesuai · Berikan cairan IV pada suhu
dengan usia dan ruangan
BB, BJ urine · Dorong masukan oral
normal, HT normal · Berikan penggantian nesogatrik
v Tekanan darah, sesuai output
nadi, suhu tubuh · Dorong keluarga untuk membantu
dalam batas normal pasien makan
v Tidak ada tanda · Tawarkan snack ( jus buah, buah
tanda dehidrasi, segar )
Elastisitas turgor · kolaborasi dokter jika tanda cairan
kulit baik, berlebih muncul meburuk
membran mukosa · Atur kemungkinan tranfusi
lembab, tidak ada · Persiapan untuk tranfusi
rasa haus yang
berlebihan
4. Gangguan Nutrition Management
nutrisi kurang v Nutritional 1. Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan Status : food and 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
Fluid Intake untuk menentukan jumlah kalori dan
v Nutritional nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Status : nutrient 3. Anjurkan pasien untuk
Intake meningkatkan intake Fe
Kriteria Hasil :
v Adanya 4. Anjurkan pasien untuk
peningkatan berat meningkatkan protein dan vitamin C
badan sesuai 5. Yakinkan diet yang dimakan
dengan tujuan mengandung tinggi serat untuk
v Beratbadan ideal mencegah konstipasi
sesuai dengan 6. Berikan makanan yang terpilih (
tinggi badan sudah dikonsultasikan dengan ahli
v gizi)
Mampumengidentif 7. Ajarkan pasien bagaimana
ikasi kebutuhan membuat catatan makanan harian.
nutrisi 8. Monitor jumlah nutrisi dan
v Tidk ada tanda kandungan kalori
tanda malnutrisi 9. Berikan informasi tentang
v Menunjukkan kebutuhan nutrisi
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
v Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
5. Resiko injury Outcome : tingkat 1. Monitor glukosa darah
glukosa darah 2. Monitor keton urin sebagai
Kriteria : indikasi
1. Keton urin 3. Monitor status cairan
2. Glukosa urin 4.Bantu pemasukan intake cairan
5.Identifikasikemungkinan penyebab
hyperglikemia
6.Instruksiakn pemeriksan keton urin,
jika diperlukan
7.Antisipasi situasi peningkatan
kebutuhan insulin
8.Kaji pasien terhadap tingkat
kenaikan glukosa darah
9.Membatasi aktivitas klien ketika
glukosa darah >250 mg/dl, terutama
ketika ditemukan keton urin

6. Resiko infeksi v Immune Status infection Control (Kontrol infeksi)


v Knowledge : 1. Bersihkan lingkungan setelah
Infection control dipakai pasien lain
v Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikanpadapengunjung
untuk mencuci tangan
v Klien bebas dari 5. Gunakan sabun antimikrobia
tanda dan gejala untuk cuci tangan
infeksi 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
v Menunjukkan sesudah tindakan kperawtan
kemampuan untuk 7. Gunakan baju, sarung tangan
mencegah sebagai alat pelindung
timbulnya infeksi 8. Pertahankan lingkungan aseptik
v Jumlah leukosit selama pemasangan alat
dalam batas 9. Ganti letak IV perifer dan line
normal central dan dressing sesuai dengan
v Menunjukkan petunjuk umum
perilaku hidup 10. Gunakan kateter intermiten untuk
sehat menurunkan infeksi kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
dan local
12. Berikan terapi antibiotic bila
perlu Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
13. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik
14. Monitor hitung granulosit, WBC
15. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
16. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
17. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresik0
18. Pertahankan teknik isolasi k/p
19. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
20. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
21. Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
22. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
23. Dorong masukan cairan
24. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
25. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
26. Ajarkan cara menghindari infeksi
27. Laporkan kecurigaan infeksi
28. Laporkan kultur positif

a. 7 Ketidakefekti Setelah dilakukan Manajement sensasi perifer:


. fan perfusi tindakan Kaji sirkulasi perifer
keperawatan Pantau tingkat ketidaknyamanan
jarigan
selama 3x24 jm Pantau rasa kebas, keemutan
perifer bd diharapkan pasien Anjurkan pasien selalu memeriksa
ketidaksesuai dapat : kulit setiap hari
Menunjukkan
an antara
keadekuatan aliran
ventilasi dan darah
aliran darah Menunjukkan
keseimbangan
cairan dan perfusi
jaringan perifer

4. Evaluasi
b. Gangguan inetgritas kulit bd ulkus DM
S: pasien mengatakan lukanya berangsur sembuh
O: luka pasien sembuh
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
c. Nyeri bd agen cidera biologis
S: pasien mengatakan sudah tidak nyeri
O: pasien tidak tampak nyeri
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
d. Kekurangan volume cairan dehidrasi bd kegagalan mekanisme pengaturan
S: pasien mengatakan tidak lemes
O: pasien tampak bugar
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
e. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan polidipsi/polifagia
S: pasien mengatakan makan mau banyak
O: pasien tampak sedang makan , mkan 1 porsi habis
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi

f. Resiko injury b.d gangguan penglihatan


S: pasien mengatakan selalu berhati hati
O: pasien tampak berhati hati melakukan kegiatan
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
g. Resiko infeksi bd luka ganggren
S: pasien mengatakan tidak nyeri pada bekas luka
O: tidak tampak tanda tanda infeksi
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
h. Ketidakefektifan perfusi jarigan perifer bd ketidaksesuaian antara ventilasi dan
aliran darah
S: pasien mengatakan badannya terasa segar, tidak pusing
O: pasien terlihat segar, peredaran darahnya lancar
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. 2009. Buku saku : Patifisologi (Handbook of pathophysiology). Alih


bahasa Budhi, N. Edisi 3. Jakarta : EGC
Gustaviani, R,2006.Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam,Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta
Permana, H., 2008. Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta pada Diabetes.
www.pustaka.unpad.ac.id
Smeltzer, S.C. dan Brenda G. Bare. (2002). Buku ajar : Keperawatan medikabedah.
Edisi 8. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
Soegondo, Sidartwan. (2005). Diagnosis dan klasifikasi Diabetes Mellitus terkini.
Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai