TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian
Menurut Sacharin, 1996, secara anatomis system pernapasan dibagi menjadi bagian yaitu:
a. Hidung
Bagian anterior dari hidung dari bagi dalam paruhan kiri dan kanan oleh septum
nasi. Setiap paruhan dibagi secara tidak lengkap menadi empat daerah yang
mengandung saluran nasal yang berjalan kebelakang mengarah pada nasofaring. Area
tepat dalam lubang hidung dilapisi oleh kulit yang mengandung rambut yang kasar. Sisa
dari interior dilapisi oleh membrana mukosa. Fungsi dari hidung adalah membawa udara
dari dan ke paru- paru dan menghangatkan udara saat di inspirasi. Bulu di dalam lubang
hidung dan silia yang melapisi membrana mukosa bertindak untuk mengangkat debu
dan benda asing lain dari udara. Jika terjadi infeksi, efek lokal utama adalah iritasi dari
sel mulkus yang menyebabkan produksi mukus yang berlebihan, pembengkakan dari
membrana mukosa akibat edema lokal dan kongesti dari pembuluh darah. Saluran
hidung cenderung menjadi terblokir oleh pembengkakan mukosa dan sekresi virus,
sekret jernih, tetapi jika terdapat invasi sekunder bakteri, sekret menjadi kekuning-
kuningan atau kehijauan akibat adanya pus (neutrofil mati dan granulosa)
b. Sinus
Sinus paranasal melengkapi suatu sistem ruang udara yang terletak dalam
berbagai tulang pada muka. Sinus dilapisi dengan mukosa sekretoris dan memperoleh
suplai darah dan saraf dari hidung. Infeksi dari hidung mengarah pada penuhnya
pembuluh darah, peningkatan sekresi mukus dan edema.
c. Laring
Laring terletak di depan faring dan diatas permulaan trakhea. Terutama terdiri
dari tulang rawan tiroid dan tricoid dan tujuh tulang rawan lain yang dihubungkan
secara bersama oleh membrana. Suatu struktur tulang rawan tergantung diatas tempat
masuk ke laring ini merupakan epiglotis yang mengawal glotis selama menelan,
mencegah makanan masuk laring dan trakhea. Inflamasi dari epiglotis dapat
menimbulkan obstruksi terhadap saluran pernafasan.
Struktur yang membentuk bagian dari traktur respiratorius ini adalah trakea,
bronki dan bronkiolus serta paru-paru. Tiga yang pertama adalah, trakea, bronki dan
kronkiolus, merupakan tuba yang mengalirkan udara kedalam dan keluar dari paru- paru.
Trakea dimulai pada batas bagian bawah dari laring dan melintas dibelakang sternum
kedalam toraks. Trakea merupakan tuba membranosa fleksibel, kaku karena adanya
cincin tidak lengkap yang berspasi secara teratur. Tuba dilaisi oleh membana mukosa,
epitelium permukaan adalah kolumner bersilia. Segera setelah memasuki toraks trakea
membagi diri menjadi beberapa cabang yang masuk kedalam suatu substansi paru-paru.
Di dalam substansi dari paru-paru bronki membagi diri menjadi cabang yang
tidak terhitung dengan ukuran yang secara progresif berkurang hingga cabang yang
mempunyai penampang yang sangat sempit, di mana mereka di sebut sebagai
bronkiolus. Tuba ini dilapisi oleh membrana mukosa ditutupi oleh epitelium kolumner
bersilia, berlanjut dengan lapisan dari trakea. Otot polos ditemukan secara longitudinal
dalam bronki yang lebih besar dan trakea. Dalam bronki yang lebih kecil dan bronkioles
hal ini dibatasi oleh dinding posterios. Seluruh panjang dari percabangan bronkial
disuplai dengan serat elastik yang kaya, bersama dengan semua jaringan lain yang
disebutkan, dapat diubah oleh karena penyakit, sehingga mempengaruhi fungsi normal.
Gambar 1.2 Traktus Respiratorius bagian bawah
3. Paru-paru
Berdasarkan anatomi, unit dasar dari struktur paru-paru dipertimbangkan
adalah lobulus sekunder. Beratus-ratus dari lobulus ini membentuk masing-masing
paru. Setiap lobulus merupakan miniatur dari paru-paru dengan percabangan
bronkial dan suatu sirkulasi sendiri. Setiap bronkiolus respiratorius berterminasi
kedalam suatu alveolus. Alveolus terdiri dari sel epitel tipis datar dan disinilah
terjadi pertukaran gas antara udara dan darah. Apeks dari paru-paru mencapai
daerah tepat diatas clavicula dan dasarnya bertumpu pada diaphragma. Kedua paru-
paru dibagi kedalam lobus, yang kanan dibagi tiga, yang kiri dibagi dua. Nutrisi
dibawa pada jaringan paru-paru oleh darah melalui arteri bronkial; darah kembali
dari jaringan paru-paru melalui vena bronchial.
Paru-paru juga mempunyai suatu sirkulasi paru-paru yang berkaitan dengan
mengangkut darah deoksigenasi dan oksigenasi. Paru-paru disuplai dengan darah
deoksigenasi oleh arteri pulmonalis yang datang dari ventrikel kanan. Arteri
membagi diri dan membagi diri kembali dalam cabang yang secara progresif
menjadi lebih kecil, berpenetrasi pada setiap bagian dari paru-paru hingga akhirnya
mereka membentuk anyaman kapiler yang mengelilingi dan terletak pada dinding
dari alveoli. Dinding dari alveoli maupun kapiler sangat tipis dan disinilah terjadi
pertukaran gas pernapasan. Darah yang dioksigenasi kembali kedalam atrium
dengan empat vena pulmonalis.
Fisiologi pernapasan menurut Hidayat (2006) meliputi tiga tahap :
a. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Dalam proses ventilasi ini terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi, di antaranya adalah perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru. Semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah
Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara semakin tinggi.
Hal lain yang mempengaruhi proses ventilasi kemampuan thoraks dn paru pada
alveoli dalm melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan napas
yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang
kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi,
kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokonstriksi atau proses penyempitan, dan adanya refleks batuk
dan muntah juga dapat mempengaruhi adanya proses ventilasi, adanya peran mukus
siliaris yang sebagai penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat
mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians (complience) dan
recoil yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa udara
sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan thoraks atau keadaan paru itu sendiri.
Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli. Surfaktan disekresi saat
klien menerik napas; sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan
CO2 atau kontraksi atau menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi
recoil terganggu maka CO2 tidak dapat keluar secara maksimal.
b. Difusi Gas
Pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2 kapiler
dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya, diantaranya, pertama, luasnya permukaan paru. Kedua, tebal
membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan intertisial
keduanya. Ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan.Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi
seperti O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga
alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam
darah secara berdifusi) dan pCO2 dalam arteri pulmunalis juga akan berdifusi ke
dalam alveoli. Keempat, afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling
mengikat Hb.
c. Transportasi Gas
Transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke
kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk
Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%). Kemudian pada
transportasi CO2 akan berkaitan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin
(30%), dan larut dalm plasma (5%), kemudian sebagian menjadi HCO3 berada
pada darah (65%). Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi, di antaranya curah jantung (cardiac output) yang dapat dinilai
melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung. Isi sekuncup ditentukan oleh
kemampuan otot jantung untuk berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut
jantung dapat ditentukan oleh keadaan seperti over load atau beban yang dimiliki
pada akhir diastol. Pre load atau jumlah cairan pda akhir diastol, natrium yang
paling beperan dalam menentukan besarnya potensial aksi, kalsium berperan dalma
kekuatan kontraksi dan relaksasi. Faktor lain dalam menentukan proses transportsi
adalah kondisi pembuluh darah, latihan/olahraga (exercise), hematokrit
(perbandingan antara sel darah dengan darah secara keseluruhan atau HCT/PCV),
Eritrosit, dan Hb.
3. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2000, penyebab dari pneumonia adalah :
1. Bakteri
2. Pneumokokus
3. Streptokokus
4. Stafilokokus
5. Haemophilus Influenzae
6. Pseudomonas aeruginosa
7. Virus
8. Virus Influenza
9. Adenovirus
10. Sitomegalovirus
11. Fungi
12. Aspergillus
13. Koksidiomikos
14. Histoplasma
15. Aspirasi
16. Cairan amnion
17. Makanan
18. Cairan lambung
19. Benda asing
4. Klasifikasi Pneumonia
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, pneumonia dapat
diklasifikasikan berdasarkan klinis, penyebab dan predileksi infeksi.
a. Berdasarkan klinis dan epideologis pneumonia terdiri dari:
Pneumina komuniti (community aquired pneumonia)
Pneumonia nosokomial (hospital aquired pneumonia / sosicomial
pneumonia)
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada penderita immunocompromised
Berdasarkan bakteri penyebab
b. Berdasarkan bakteri penyebab, pneumonia terdiri atas :
Pneumonia bacterial/ tipikal
Pneumonia atipikal disebabkan mycoplasma, legionella dan Chlamydia
Pneumonia virus
Pneumonia jamur
Berdasarkan predileksi Infeksi
c. Berdasarkan predileksi infeksi, pneumonia terdiri atas :
Pneumonia Lobaris
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus.
Bronchopneumonia
Bronchopneumonia ditandai dengan bercak-bercak infiltrate pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus.
Pneumonia Interstitiali
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pneumonia menurut Linda Sowden, 2002 adalah
1. Batuk
2. Takipnea
3. Sianosis
4. Melemahnya suara nafas
5. Retraksi dinding thoraks
6. Nafas cuping hidung
7. Nyeri abdomen (disebabkan iritasi diafragma oleh paru terinfeksi di
dekatnya)
8. Batuk paroksismal mirip pertusis (umum terjadi pada anak yang lebih kecil)
9. Anak-anak yang lebih besar tidak tampak sakit
6. Patofisiologi
Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran nafas menyebabkan
reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah proliferasi dan penyeraban
kuman.
7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan
hasil analisis gas darah arteri.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti
pemberian terapi nebulizer dengan flexoid dengan ventolin. Selain bertujuan
mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen
bronkus
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia
boleh menetek selain memperoleh infuse. Beritahukan ibunya
agar pada waktu bayi menetek puting susunya harus sering-
sering dikeluarkan untuk memberikan kesempatan bayi
bernafas.
8. Komplikasi
1. Efusi Pleura
2. Empiema
3. Abses Paru
4. Pneumothoraks
5. Gagal nafas
6. Sepsis
9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
2. Pemeriksaan radiologis
3. Pengkajian Fokus
4. Demografi
c. Pola eliminasi
d. Pola istirahat-tidur
Data yang sering muncul adalah anak sulit tidur karena sesak
nafas, sering menguap serta kadang menangis pada malam hari
karena ketidaknyamanan.
e. Pola akitivitas-latihan
f. Pola kognitif-persepsi
h. Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara, anak lebih banyak diam
dan selalu bersama orang tuanya.
i. Pola seksual-reproduksi
Pada anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah puberta
mungkin tergangguan menstruasi.
6. Pemeriksaan fisik
c. Tanda-tanda vital :
TD : hipertensi
Nadi : takikardi
Suhu : hipertermi
g. Paru :
PDPI, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanan
Dokter Paru Indonesia;2003