Anda di halaman 1dari 17

A.

TINJAUAN TEORITIS

1. Pengertian

Pneumonia adalah peradangan paru biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri


stafilokokus, pneumokokus atau streptokokus (Speer, 2007). Pneumonia adalah infeksi
saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru (Mansjoer, 2000).
Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, parasit) (PDPI, 2003). Pneumonia adalah radang parenkim paru yang banyak
disebabkan oleh virus baik infeksi primer atau komplikasi dari suatu penyakit virus (Nur
Salam, 2005). Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agens infeksius (Smeltzer, 2008).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah suatu


infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) maupun benda asing.

2. Anatomi Dan Fisiologi

Menurut Sacharin, 1996, secara anatomis system pernapasan dibagi menjadi bagian yaitu:

1. Traktus respiratorius bagian atas

Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari berbagai bagian, diantaranya :

Gambar 1.1 Traktus respiratorius

a. Hidung

Bagian anterior dari hidung dari bagi dalam paruhan kiri dan kanan oleh septum
nasi. Setiap paruhan dibagi secara tidak lengkap menadi empat daerah yang
mengandung saluran nasal yang berjalan kebelakang mengarah pada nasofaring. Area
tepat dalam lubang hidung dilapisi oleh kulit yang mengandung rambut yang kasar. Sisa
dari interior dilapisi oleh membrana mukosa. Fungsi dari hidung adalah membawa udara
dari dan ke paru- paru dan menghangatkan udara saat di inspirasi. Bulu di dalam lubang
hidung dan silia yang melapisi membrana mukosa bertindak untuk mengangkat debu
dan benda asing lain dari udara. Jika terjadi infeksi, efek lokal utama adalah iritasi dari
sel mulkus yang menyebabkan produksi mukus yang berlebihan, pembengkakan dari
membrana mukosa akibat edema lokal dan kongesti dari pembuluh darah. Saluran
hidung cenderung menjadi terblokir oleh pembengkakan mukosa dan sekresi virus,
sekret jernih, tetapi jika terdapat invasi sekunder bakteri, sekret menjadi kekuning-
kuningan atau kehijauan akibat adanya pus (neutrofil mati dan granulosa)

b. Sinus

Sinus paranasal melengkapi suatu sistem ruang udara yang terletak dalam
berbagai tulang pada muka. Sinus dilapisi dengan mukosa sekretoris dan memperoleh
suplai darah dan saraf dari hidung. Infeksi dari hidung mengarah pada penuhnya
pembuluh darah, peningkatan sekresi mukus dan edema.

c. Laring

Laring terletak di depan faring dan diatas permulaan trakhea. Terutama terdiri
dari tulang rawan tiroid dan tricoid dan tujuh tulang rawan lain yang dihubungkan
secara bersama oleh membrana. Suatu struktur tulang rawan tergantung diatas tempat
masuk ke laring ini merupakan epiglotis yang mengawal glotis selama menelan,
mencegah makanan masuk laring dan trakhea. Inflamasi dari epiglotis dapat
menimbulkan obstruksi terhadap saluran pernafasan.

Bagian interior laring mengandung dua lipatan membrana mukosa yang


terlentang melintasi rongga dari laring dari bagian tengah tulang rawan tiroid ke tulang
rawan arytenoid. Ini merupakan pita atau lipatan suara. Selama pernafasan biasa pita
suara terletak dalam jarak tertentu dari garis tengah dan udara respirasi melintas secara
bebas diantaranya tanpa menimbulkan keadaan vibrasi. Selama insiprasi dalam yang
dipaksaan mereka berada dalam keadaan lebih abduksi, sementara selama berbicara
atau menyanyi mereka dalam keadaan adduksi. Perubahan ini dipengaruhi oleh otot-
otot kecil. Pada anak-anak, pita suara lebih pendek dibandingkan dengan orang dewasa.
Laring berfungsi sebagai alat respirasi dan fonasi tetapi pada saat yang sama
ambil bagian dalam deglutisi, selama waktu mana laring akan menutup dalam usaha
mencegah makanan memasuki traktus respiratorius makanan bagian bawah. Laring juga
tertutup selama regurgitasi makanan sehingga mencegah terjadinya aspirasi makanan.
Refleks penutupan ini tergantung pada koordinasi neurimuskuler yang kemungkinan
tidak bekerja secara penuh pada bayi, sehingga mengarah pada spasme.

2. Traktus respiratorius bagian bawah

Struktur yang membentuk bagian dari traktur respiratorius ini adalah trakea,
bronki dan bronkiolus serta paru-paru. Tiga yang pertama adalah, trakea, bronki dan
kronkiolus, merupakan tuba yang mengalirkan udara kedalam dan keluar dari paru- paru.
Trakea dimulai pada batas bagian bawah dari laring dan melintas dibelakang sternum
kedalam toraks. Trakea merupakan tuba membranosa fleksibel, kaku karena adanya
cincin tidak lengkap yang berspasi secara teratur. Tuba dilaisi oleh membana mukosa,
epitelium permukaan adalah kolumner bersilia. Segera setelah memasuki toraks trakea
membagi diri menjadi beberapa cabang yang masuk kedalam suatu substansi paru-paru.

Di dalam substansi dari paru-paru bronki membagi diri menjadi cabang yang
tidak terhitung dengan ukuran yang secara progresif berkurang hingga cabang yang
mempunyai penampang yang sangat sempit, di mana mereka di sebut sebagai
bronkiolus. Tuba ini dilapisi oleh membrana mukosa ditutupi oleh epitelium kolumner
bersilia, berlanjut dengan lapisan dari trakea. Otot polos ditemukan secara longitudinal
dalam bronki yang lebih besar dan trakea. Dalam bronki yang lebih kecil dan bronkioles
hal ini dibatasi oleh dinding posterios. Seluruh panjang dari percabangan bronkial
disuplai dengan serat elastik yang kaya, bersama dengan semua jaringan lain yang
disebutkan, dapat diubah oleh karena penyakit, sehingga mempengaruhi fungsi normal.
Gambar 1.2 Traktus Respiratorius bagian bawah
3. Paru-paru
Berdasarkan anatomi, unit dasar dari struktur paru-paru dipertimbangkan
adalah lobulus sekunder. Beratus-ratus dari lobulus ini membentuk masing-masing
paru. Setiap lobulus merupakan miniatur dari paru-paru dengan percabangan
bronkial dan suatu sirkulasi sendiri. Setiap bronkiolus respiratorius berterminasi
kedalam suatu alveolus. Alveolus terdiri dari sel epitel tipis datar dan disinilah
terjadi pertukaran gas antara udara dan darah. Apeks dari paru-paru mencapai
daerah tepat diatas clavicula dan dasarnya bertumpu pada diaphragma. Kedua paru-
paru dibagi kedalam lobus, yang kanan dibagi tiga, yang kiri dibagi dua. Nutrisi
dibawa pada jaringan paru-paru oleh darah melalui arteri bronkial; darah kembali
dari jaringan paru-paru melalui vena bronchial.
Paru-paru juga mempunyai suatu sirkulasi paru-paru yang berkaitan dengan
mengangkut darah deoksigenasi dan oksigenasi. Paru-paru disuplai dengan darah
deoksigenasi oleh arteri pulmonalis yang datang dari ventrikel kanan. Arteri
membagi diri dan membagi diri kembali dalam cabang yang secara progresif
menjadi lebih kecil, berpenetrasi pada setiap bagian dari paru-paru hingga akhirnya
mereka membentuk anyaman kapiler yang mengelilingi dan terletak pada dinding
dari alveoli. Dinding dari alveoli maupun kapiler sangat tipis dan disinilah terjadi
pertukaran gas pernapasan. Darah yang dioksigenasi kembali kedalam atrium
dengan empat vena pulmonalis.
Fisiologi pernapasan menurut Hidayat (2006) meliputi tiga tahap :
a. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Dalam proses ventilasi ini terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi, di antaranya adalah perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru. Semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah
Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara semakin tinggi.
Hal lain yang mempengaruhi proses ventilasi kemampuan thoraks dn paru pada
alveoli dalm melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan napas
yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang
kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi,
kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokonstriksi atau proses penyempitan, dan adanya refleks batuk
dan muntah juga dapat mempengaruhi adanya proses ventilasi, adanya peran mukus
siliaris yang sebagai penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat
mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians (complience) dan
recoil yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa udara
sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan thoraks atau keadaan paru itu sendiri.
Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli. Surfaktan disekresi saat
klien menerik napas; sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan
CO2 atau kontraksi atau menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi
recoil terganggu maka CO2 tidak dapat keluar secara maksimal.
b. Difusi Gas
Pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2 kapiler
dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya, diantaranya, pertama, luasnya permukaan paru. Kedua, tebal
membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan intertisial
keduanya. Ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan.Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi
seperti O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga
alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam
darah secara berdifusi) dan pCO2 dalam arteri pulmunalis juga akan berdifusi ke
dalam alveoli. Keempat, afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling
mengikat Hb.
c. Transportasi Gas
Transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke
kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk
Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%). Kemudian pada
transportasi CO2 akan berkaitan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin
(30%), dan larut dalm plasma (5%), kemudian sebagian menjadi HCO3 berada
pada darah (65%). Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi, di antaranya curah jantung (cardiac output) yang dapat dinilai
melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung. Isi sekuncup ditentukan oleh
kemampuan otot jantung untuk berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut
jantung dapat ditentukan oleh keadaan seperti over load atau beban yang dimiliki
pada akhir diastol. Pre load atau jumlah cairan pda akhir diastol, natrium yang
paling beperan dalam menentukan besarnya potensial aksi, kalsium berperan dalma
kekuatan kontraksi dan relaksasi. Faktor lain dalam menentukan proses transportsi
adalah kondisi pembuluh darah, latihan/olahraga (exercise), hematokrit
(perbandingan antara sel darah dengan darah secara keseluruhan atau HCT/PCV),
Eritrosit, dan Hb.

3. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2000, penyebab dari pneumonia adalah :
1. Bakteri
2. Pneumokokus
3. Streptokokus
4. Stafilokokus
5. Haemophilus Influenzae
6. Pseudomonas aeruginosa
7. Virus
8. Virus Influenza
9. Adenovirus
10. Sitomegalovirus
11. Fungi
12. Aspergillus
13. Koksidiomikos
14. Histoplasma
15. Aspirasi
16. Cairan amnion
17. Makanan
18. Cairan lambung
19. Benda asing

4. Klasifikasi Pneumonia
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, pneumonia dapat
diklasifikasikan berdasarkan klinis, penyebab dan predileksi infeksi.
a. Berdasarkan klinis dan epideologis pneumonia terdiri dari:
 Pneumina komuniti (community aquired pneumonia)
 Pneumonia nosokomial (hospital aquired pneumonia / sosicomial
pneumonia)
 Pneumonia aspirasi
 Pneumonia pada penderita immunocompromised
 Berdasarkan bakteri penyebab
b. Berdasarkan bakteri penyebab, pneumonia terdiri atas :
 Pneumonia bacterial/ tipikal
 Pneumonia atipikal disebabkan mycoplasma, legionella dan Chlamydia
 Pneumonia virus
 Pneumonia jamur
 Berdasarkan predileksi Infeksi
c. Berdasarkan predileksi infeksi, pneumonia terdiri atas :
 Pneumonia Lobaris
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus.
 Bronchopneumonia
Bronchopneumonia ditandai dengan bercak-bercak infiltrate pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus.
 Pneumonia Interstitiali

Gambar 1.4 Pneumonia

5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pneumonia menurut Linda Sowden, 2002 adalah
1. Batuk
2. Takipnea
3. Sianosis
4. Melemahnya suara nafas
5. Retraksi dinding thoraks
6. Nafas cuping hidung
7. Nyeri abdomen (disebabkan iritasi diafragma oleh paru terinfeksi di
dekatnya)
8. Batuk paroksismal mirip pertusis (umum terjadi pada anak yang lebih kecil)
9. Anak-anak yang lebih besar tidak tampak sakit

6. Patofisiologi
Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran nafas menyebabkan
reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah proliferasi dan penyeraban
kuman.

Gambar 1.5 Proses Masuknya Kuman

Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya


sebukan sel PMNs (polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman
dialveoli. Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan
stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi
fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMNs di
alveoli dan proses fogositosis yang cepat dilanjutkan stadium resolusi, dengan
peningkatan jumlah sel makrofag dialveoli, degenerasi sel dan menipisnya
fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris (Mansjoer, 2000).
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbondioksida. Sel-sel darah putih kebanyakan neutrofil juga berimigrasi
kedalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area
paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa dan
bronkospasme menyebabkan oklusi parsial bronkhi atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke
sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi
ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial (Smeltzer, 2008).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien Pneumonia meliputi :

1. Penatalaksanaan Medis

Menurut Riyadi, 2009, pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji


resistensi, akan tetapi, karena hal itu perlu waktu, dan pasien perlu therapi
secepatnya maka biasanya diberikan :

 Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50 –70


mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5
hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan
penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk
menghindari resistensi antibiotic.

 Koreksi gangguan asam bas dengan pemberian oksigen dan cairan


intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500ml/botol
infus.

 Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asrdosis metabolik akibat

kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan
hasil analisis gas darah arteri.

 Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang NGT pada penderita


yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.

 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti
pemberian terapi nebulizer dengan flexoid dengan ventolin. Selain bertujuan
mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen
bronkus
2. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan dalam hal ini dilakukan adalah :

a. Menjaga kelancaran pernapasan

Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena


adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru.
Agar klien dapat bernapas secara lancar, lendir tersebut harus
dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan
memberikan O2 2 l/menit secara rumat.

b. Pada anak yang agak besar dapat dilakukan :

 Berikan sikap berbaring setengah duduk

 Longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang, kaos


yang sempit.

 Ajarkan bila batuk, lendirnya dikeluarkan dan katakan kalau


lendir tersebut tidak dikeluarkan sesak nafasnya tidak akan
segera hilang,

 Beritahukan pada anak agar ia tidak selalu berbaring ke arah


dada yang sakit, boleh duduk/miring ke bagian yang lain.

c. Pada bayi dapat dilakukan :

 Baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan


ganjal dibawah bahunya.

 Bukalah pakaian yang ketat seperti gurita.

 Isaplah lendir dan berikan O2 rumat sampai 2 l/menit.


Pengisapan lendir harus sering yaitu pada saat terlihat lendir di
dalam mulut, pada waktu akan memberikan minum, mengubah
sikap baring/tindakan lain

 Perhatikan dengan cermat pemberian infus, perhatikan apakah


infus lancar.

 Kebutuhan Istirahat Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu


tubuhnya tinggi, sering hiperpireksia maka klien perlu cukup
istirahat, semua kebutuhan klien harus ditolong di tempat tidur.
Usahakan pemberian obat secara tepat, usahakan keadaan tenang
dan nyaman agar pasien dapat istirahat sebaik-baikny.
 Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Pasien pneumonia hampir selalu
mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang
tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang
dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan
kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa 5% dan
NACL 0,9% dalm perbandingan 3:1 ditambahkan KCL 10
mEq/500 ml/botol infus.

 Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia
boleh menetek selain memperoleh infuse. Beritahukan ibunya
agar pada waktu bayi menetek puting susunya harus sering-
sering dikeluarkan untuk memberikan kesempatan bayi
bernafas.

8. Komplikasi

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2003, komplikasi pneumonia yaitu :

1. Efusi Pleura

2. Empiema

3. Abses Paru

4. Pneumothoraks

5. Gagal nafas

6. Sepsis

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa


pneumonia menurut Mansjoer, 2000 :

1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan PMN


atau dapat ditemukan leucopenia yang menandakan prognosis buruk.
Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis memberikan gambaran bervariasi

 Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia

 Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobar Gambaran


bronkopneumonia difus atau infiltrat interstisialis pada
pneumonia stafilokok

o Pemeriksaan cairan pleura

o Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok,


sekresi nasofaring, aspirasi trakea

3. Pengkajian Fokus

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien pneumonia menurut Suyono,


2009; Nursalam, 2005 dan Doengoes, 2000 :

1. Riwayat penyakit sekarang Hal yang perlu dikaji :

 Keluhan yang dirasakan klien

 Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan

2. Riwayat penyakit dahulu Hal yang perlu dikaji yaitu :

 Pernah menderita ISPA

 Riwayat terjadi aspirasi

 Sistem imun anak yang mengalami penurunan

 Sebutkan sakit yang pernah dialam

3. Riwayat penyakit keluarga

 Ada anggota keluarga yang sakit ISPA

 Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia

4. Demografi

a. Usia : Lebih sering pada bayi atau anak dibawah 3 tahun

b. Lingkungan : Pada lingkungan yang sering


berkontaminasi dengan polusi udara

5. Pola pengakajian Gordon Hal-hal yang perlu dikaji :

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, biasanya


orang tua menganggap anaknya benar-benar sakit jika anak sudah
mengalami sesak nafas.

b. Pola nutrisi dan metabolic


Biasanya muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui
kontrol saraf pusat), mual dan muntah (peningkatan rangsangan
gaster sebagai dampak peningkatan toksik mikroorganisme).

c. Pola eliminasi

Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat


perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.

d. Pola istirahat-tidur

Data yang sering muncul adalah anak sulit tidur karena sesak
nafas, sering menguap serta kadang menangis pada malam hari
karena ketidaknyamanan.

e. Pola akitivitas-latihan

Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak


kelelmahan fisik. Anak lebih suka digendong dan bedrest.

f. Pola kognitif-persepsi

Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah


disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan
oksigen pada otak.

g. Pola persepsi diri-konsep diri

Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang


bersahabat, tidak suka bermain, ketakutan.

h. Pola peran-hubungan

Anak tampak malas kalau diajak bicara, anak lebih banyak diam
dan selalu bersama orang tuanya.

i. Pola seksual-reproduksi

Pada anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah puberta
mungkin tergangguan menstruasi.

j. Pola toleransi stress-koping

Aktivitas yang sering tampak mengalami stress adalah anak


menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah
mudah tersinggung.
k. Pola nilai keyakinan

Nilai keyakinan mungkin meningkat seirng dengan kebutuhan


untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.

6. Pemeriksaan fisik

Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya


muncul yaitu

a. Keadaan umum : tampak lemah, sesak nafas

b. Kesadaran : tergantung tingkat keparahan penyakit bisa


somnolent

c. Tanda-tanda vital :

 TD : hipertensi

 Nadi : takikardi

 RR : takipnea, dispnea, nafas dangkal

 Suhu : hipertermi

d. Kepala : tidak ada kelainan

e. Mata : konjungtiva bisa anemis

f. Hidung : jika sesak akan terdengar nafas cuping hidung

g. Paru :

 Inspeksi : pengembangan paru berat, tidak simetris


jika hanya satu sisi paru, ada penggunaan otot bantu
nafas.

 Palpasi : adanya nyeri tekan, paningkatan vocal


fremitus pada daerah yang terken

 Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan, normalnya


timpani

 Auskultasi : bisa terdengar ronki

h. Jantung :jika tidak ada kelainan jantung, pemeriksaan


jantung tidak ada kelemahan

i. Ekstremitas :sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi.


10. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
saluran pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru
yang menurun.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar kapiler oleh adanya edema alveoli.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
e. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan.
f. Ansietas pada (orang tua) berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kondisi anak.
g. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
h. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat sekunder terhadap anoreksia,
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan
proses infeksi. (Hidayat, 2006; Doenges, 2000 dan Speer, 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatrik). Jakarta:Buku


Kedokteran:EGC.Speer, Kathleen Morgan.2007

PDPI, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanan
Dokter Paru Indonesia;2003

Arif, Manjoer,dkk., (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi, Medica. Aesculpalus,


FKUI, Jakarta. Carpenito;2000

Nursalam. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta;2008

Smeltzer dan Bare. (2008). Brunner And Sudarth’s Textbook Of Medical-Surgical


Nursing, terj. Agung, Jakarta;EGC

Hidayat, AAA, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia;Aplikasi Konsep Dan Proses


Keperawatan, Jakarta;2006

Marilynn E, Doengoes. 2000,Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta Nanda .


2000.

Anda mungkin juga menyukai