Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN

Termoregulasi (Hewan)

Disusun oleh :
Nama : Chandra Irawan
NIM : K4316016
Kelas :B
Kelompok :9

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
Laporan Resmi Praktikum
Fisiologi Hewan

I. Judul : Termoregulasi (Produksi Panas)


II. Tujuan : Mempelajari produksi panas pada hewan homoiterm dan
poikiloterm
III. Alat & Bahan :

ALAT
 Termometer 2 buah
 Bekerglass 3 ukuran bertingkat ( ex : 100ml, 600 ml,1000 ml)
 Stopwatch 1 buah

BAHAN
 Alkohol 70% secukupnya
 Tissue secukupnya
 Alumunium foil secukupnya
 Air es secukupnya
 Air biasa secukupnya
 Air panas secukupnya
 Hewan uji (katak) @ 3 ekor
 Hewan uji mencit @ 3 ekor

IV. Prinsip Kerja :


1. Menyiapkan 3 gelas beker besar, masing-masing diisi air setinggi 5 cm.
2. Memasukkan gelas beker sedang kedalam tiap gelas beker besar tanpa diisi
air.
3. Memasukkan seekor katak ke dalam tiap gelas beker sedang.
4. Memasukkan termometer pada gelas beker besar dan gelas bekker sedang
5. Mengukur suhu lingkungan pada gelas beker besar dan cavita oris katak tiap
interval waktu 5 menit selama 15 menit
6. Mencatat hasilnya dalam tabel pengamatan
7. Mengulang langkah ke 1-6 dengan menggunakan air panas dan air dingin serta
melakukannya pada hewan yang berbeda (mencit)
V. Dasar Teori
Termoregulasi adalah proses pengaturan suhu tubuh. Panas tubuh
merupakan hasil akhir dari proses oksidasi di dalam tubuh. Termoregulasi,
osmoregulasi, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Bila suhu
tubuh naik, maka proses oksidasi akan naik mencapai keadaan maksimum pada
suhu optimal (Wardhana, Mushawwir, & Rusmana, 2015)
Dipandang dari kemampuannya mengatur suhu tubuh berkaitan dengan
produksi panas, binatang dibedakan menjadi 2 golongan yaitu poikiloterm dan
homoioterm. Suhu tubuh binatang poikiloterm berubah-ubah tergantung pada
suhu sekelilingnya, sehingga peoses-proses vital di dalam tubuhnya dipengaruhi
oleh perubahan-perubahan suhu lingkungan. Kelompok binatang poikiloterm yaitu
pisces, amphibi, dan reptil. Suhu tubuh dari golongan binatang-binatang ini sedikit
diatas suhu lingkungannya. Kelompok Homoioterm suhu tubuhnya boleh
dikatakan konstan, karena binatang ini mempunyai sentrum pengatur suhu tubuh
yang baik (Merta, Syachruddin, Bachtiar, & Kusmiyati, 2016)
Penyesuaian fisiologi untuk mempertahankan temperatur tubuh sangat
nyata perannya pada binatang homeotherm. Pada hakikatnya, kondisi homeostatis
temperatur tubuh bisa tercapai karena adanya keseimbangan antara panas yang
dihasilkan serta diterima oleh tubuh (produksi panas) dan panas yang hilang dari
tubuh masuk ke lingkungan luar (disipasi panas) (Usman, Kamil, & Mushawwir,
2016).
Dalam produksi panas tubuh memperoleh panas sebagai akibat dari
aktivitas metabolisme jaringan tubuh dan dari lingkungan luar bila lingkungan
luar itu lebih tinggi temperaturnya (lebih panas) daripada temperatur tubuh.
Bentuk penyesuaian fisiologinya adalah panas yang dihasilkan oleh tubuh akan
meningkat dengan menurunnya temperatur luar. Sebaliknya, temperatur sekitar
(ambient temperature) yang tinggi akan menurunkan jumlah panas yang panas
yang dihasilkan oleh tubuh. Hal itu dapat dikaitkan melambatnya aktivitas
metabolisme, menurunnya luaran kerja, dan menurunnya tonus otot. Secara
umum, mekanisme yang berlangsung untuk menghasilkan panas meliputi
peningkatan aktivitas metabolisme jaringan, peningkatan aktivitas otot, dan
produksi panas (thermogenesis) tanpa aktivitas menggigil (Yuwono & Purnama,
2001).
Panas dari dalam tubuh dapat ditransfer ke lingkungan luar. Demikian juga
sebaliknya, panas dari lingkungan luar dapat ditransfer ke dalam tubuh. Kecepatan
transfer panas ke dalam atau ke lingkungan luar tergantung pada 3 faktor (Isnaini,
2006):
1. Luas permukaan.
Luas permukaan per gram jaringan berbanding terbalik dengan peningkatan
massa tubuh.
2. Perbedaan suhu.
Semakin dekat seekor hewan memelihara suhu tubuhnya ke lingkungan,
makan semakin sedikit panas yang mengalir ke dalam atau ke lingkungan
luar.
3. Konduksi panas spesifik permukaan tubuh hewan.
Permukaan jaringan poikiloterm memiliki konduktansi panas yang tinggi
sehingga hewan ini memiliki suhu tubuh mendekati suhu lingkungannya.

VI. Data Pengamatan


Hewan Menit Suhu Dingin Suhu Normal Suhu Panas
ke Lingkungan Tubuh Lingkungan Tubuh Lingkungan Tubuh
Katak 0 4˚C 26˚C 30˚C 30˚C 41˚C 30˚C
Mencit 10˚C 22˚C 30˚C 34˚C 40˚C 36˚C
Katak 5 10˚C 17˚C 30˚C 30˚C 40˚C 31˚C
Mencit 10˚C 16˚C 30˚C 34˚C 40˚C 38˚C
Katak 10 12˚C 18˚C 30˚C 31˚C 39˚C 31 ˚C
Mencit 10˚C 12˚C 30˚C 35˚C 40˚C 38˚C
Katak 15 16˚C 15˚C 30˚C 31˚C 36˚C 34˚C
Mencit 10˚C 16˚C 31˚C 36˚C 40˚C 39˚C

VII. Pembahasan
A. Mekanisme Termoregulasi Poikiloterm dan Homoiterm
 Homoiterm
Hewan homoiterm merupakan hewan yang memiliki kemampuan
untuk menjaga suhu tubuhnya tetap stabil meskipun berada di lingkungan
dengan suhu yang panas ataupun dingin.Kemampuan untuk mengatur produksi
dan pelepasan panas melalui mekanisme metabolisme ini dikarenakan hewan–
hewan homoiterm memiliki organ sebagai pusat pengaturnya, yakni otak
khususnya hipotalamus sebagai thermostat atau pusat pengatur suhu tubuh
(Usman et al., 2016)
Hipotalamus adalah bagian yang sangat peka, yang merupakan pusat
integrasi utama untuk memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh.
Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh, dengan menerima informasi
dari berbagai bagian tubuh di kulit. Penyesuaian dikoordinasi dengan sangat
rumit dalam mekanisme penambahan dan pengurangan suhu sesuai dengan
keperluan untuk mengorekasi setiap penyimpangan suhu inti dari nilai patokan
normal. Hipotalamus mampu berespon terhadap perubahan suhu darah sekecil
0,01ºC (Susanti, 2012).
Pusat termoregulasi menerima masukan dari termoreseptor di
hipotalamus itu sendiri yang berfungsi menjaga temperatur ketika darah
melewati otak (temperatur inti) dan reseptor di kulit yang menjaga temperatur
eksternal. Keduanya diperlukan untuk melakukan penyesuaian.
 Termoreseptor perifer, terletak di dalam kulit, memantau suhu kulit di
seluruh tubuh dan menyalurkan informasi mengenai perubahan suhu
permukaan ke hipotalamus
 Termoreseptor sentral, terletak diantara hipotalamus anterior, medulla
spinalis, organ abdomen dan struktur internal lainnya juga untuk
medeteksi perubahan suhu darah.

Dalam hipotalamus terdapat dua pusat pengaturan suhu, yaitu :

 Regio posterior yang diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian


memicu refleks-refleks yang memperantarai produksi panas dan
konveksi panas.
 Regio anterior yang diaktifkan oleh rasa hangat, memicu refleks-
refleks yang memperantarai pengurangan panas.

Sensor dalam sistem termoregulasi adalah hipotalamus dan reseptor


kulit (reseptor perifer). Sedangkan efektor adalah kelenjar keringat, dan
kapiler kulit (Susanti, 2012)

 Poikiloterm

Pada hewan poikiloterm belum mempunyai pengatur suhu tubuh,


sehingga suhu tubuhnya cenderung mengikuti temperatur lingkungan sekitar.
Hewan ini mampu mengatur suhu tubuhnya sehingga mendekati suhu
lingkungan. Pengaturan untuk menyesuaiakan terhadap suhu lingkungan
dingin dilakukan dengan cara memanfaatkan input radiasi sumber panas yang
ada di sekitarnya sehingga suhu tubuh di atas suhu lingkungan dan pengaturan
untuk menyesuaiakan terhadap suhu lingkungan panas dengan penguapan air
melalui kulit dan organ-organ respiratori menekan suhu tubuh beberapa derajat
di bawah suhu lingkungan. Oleh karena itu, ketika suhu lingkungan turun,
suhu tubuh katak juga ikut turun menyesuaikan dengan lingkungannya. Hal ini
juga dikarenakan karena hewan poikiloterm belum memiliki centrum pengatur
suhu sehingga tidak bisa mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap stabil.
Demikian halnya pada suhu lingkungan yang panas (Merta et al., 2016)
Kemudian, pada saat suhu mengalami perubahan maka terjadi pula
jumlah perubahan pada denyut jantung katak. Hal ini disebabkan karena
jantung katak yang memiliki sifat poikilotermik yang dapat menyesuaikan
dengan suhu lingkungan. Saat katak diberi perlakuan pada kondisi suhu 30°C,
katak tersebut mampu mengkondisikan sehingga suhu tubuhnya menjadi 31°C.
Hal ini disebabkan karena penurunan suhu menyebabkan penurunan
permeabilitas membran sel otot jantung terhadap ion, sehingga diperlukan
waktu lama untuk mencapai nilai ambang. Akibatnya kontraksi otot jantung
juga mengalami penurunan. Adapun saat katak diberikan perlakuan pada
kondisi panas yaitu 40°C, katak tersebut mampu mengkondisikan tubuhnya
hingga suhunya berada pada 38°C. Kenaikan suhu menyebabkan permeabilitas
sel otot terhadap ion meningkat sehingga ion inflow meningkat, terjadilah
depolarisasi. Akibatnya frekuensi denyut jantung meningkat, tetapi
amplitudonya tetap (Merta et al., 2016)

B. Mekanisme Produksi Panas dan Pelepasan Panas

Panas yang diproduksi didalam tubuh melalui metabolisme, yang


merupakan reaksi kimia pada semua sel tubuh. Makanan merupakan
sumber bahan bakar yang utama bagi metabolisme. Termoregulasi
membutuhkan fungsi normal dari proses produksi panas. Reaksi kimia
seluler membutuhkan energi untuk membentuk adenosine trifosfot (ATP).
Jumlah energi yang digunakan untuk metabolisme adalah laju metabolik.
Aktifitas yang memerlukan tambahan reaksi kimia meningkatkan laju
metabolic. Bila metabolisme meningkat, panas tambahan akan diproduksi.
Ketika metabolisme menurun panas yang diproduksi lebih sedikit.
Produksi panas terjadi salama istirahat, gerakan otot polos, gerakan otot
dan termogenesis tanpa menggigil.

1. Metabolisme basal menghasilkan panas yang diproduksi suhu tubuh saat


istirahat. Jumlah rata rata laju metabolic basal (BMR) bergantung pada
luas permukaan tubuh. Hormon tiroid juga mempengaruhi BMR. Dengan
cara meningkatkan pemecahan glukosa dan lemak tubuh, hormon tiroid
meningkatkan laju reaksi kimia pada hampir seluruh sel tubuh. Bila
hormon tiroid disekresi dalam jumlah besar, BMR dapat meningkat 100%
diatas normal. Tidak adanya hormon tiroid dapat mengurangi setengah
jumlah BMR, yang menyebabkan penurunan produksi panas. Stimulasi
system saraf simpatis oleh norepinefrin dan epinefrin juga dapat
meningkatkan laju metabolik jaringan tubuh. Mediator kimia ini
menyebabkan glukosa darah turun, yang akan menstimulasi sel untuk
menghasilkan glukosa. Hormon seks pria,testoreron meningkatkan BMR.
Pria memiliki BMR yang lebih tinggi dibandingkan wanita.
2. Gerakan volunteer seperti aktivitas otot selama latihan, membutuhkan
tambahan energy. Laju metabolic dapat meningkat diatas 2000 kali
normal. Produksi panas dapat meningkat diatas 50kali normal.
3. Menggigil merupakan respon tubuh involunter terhadap suhu yang
berbeda dalam tubuh.gerakan otot skelet selama menggingil
membutuhkan energy yang signifikan menggingil dapat meningkatkan
produksi panas 4 sampai 5 kali lebih besar dari normal. Panas diproduksi
untuk memproduksi panas (Yuwono & Purnama, 2001)
Bila laju pembentukan panas didalam tubuh lebih besar daripada
laju hilangya panas, panas akan timbul didalam tubuh dan suhu tubuh
akan meningkat. Sebaliknya bila kehilangan panas lebih panas lebih besar,
panas tubuh dan suhu tubuh akan menurun sebagian besar, panas tubuh
dan suhu tubuh akan menurun (Mubarak, Indrawari, & Susanto, 2015).
Dalam pengaturan suhu tubuh, hewan harus mengatur panas yang
diterima atau yang hilang ke lingkungan. Mekanisme perubahan panas
tubuh hewan dapat terjadi dengan 4 proses, yaitu konduksi, konveksi,
radiasi, dan evaporasi. Konduksi adalah perubahan panas tubuh hewan
karena kontak dengan suatu benda. Konveksi adalah transfer panas akibat
adanya gerakan udara atau cairan melalui permukaan tubuh. Radiasi
adalah emisi dari energi elektromagnet. Radiasi dapat mentransfer panas
antar objek yang tidak kontak langsung. Sebagai contoh, radiasi sinar
matahari. Evaporasi adalah proses kehilangan panas dari permukaan
cairan yang ditranformasikan dalam bentuk gas (Wardhana et al., 2015)

C. Hasil Percobaan dan Kesesuaian dengan Teori

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan,didapatkan hasil


seperti pada data pengamatan yang telah ditulis sebelumnya. Berdasarkan data
tersebut, dapat diketahui bahwa suhu tubuh katak selalu mengikuti perubahan
suhu pada lingkungan di sekitarnya,ketika katak diberi perlakuan dengan
ditempatkan pada lingkungan bersuhu dingin, suhu tubuh katak akan turun
mengikuti suhu lingkungannya. Misalnya pada menit ke 5 dengan suhu
lingkungan 10˚C, suhu tubuh katak turun dari yang awalnya bersuhu 26˚C
menjadi 17˚ C. Ketika katak dberi perlakuan dengan ditempatkan pada
lingkungan bersuhu panas, maka suhu katak juga akan meningkat. Misalnya
pada menit ke 5 dengan suhu lingkungan 40˚C, suhu katak meningkat dari
yang awalnya bersuhu 30˚C menjadi 31˚C. Kemampuan katak dalam
menyesuaikan suhu tubuh dengan suhu lingkungannya ini disebabkan karena
katak termasuk kedalam kelompok hewan poikiloterm. Pada hewan
poikiloterm belum mempunyai pengatur suhu tubuh, sehingga suhu tubuhnya
cenderung mengikuti temperatur lingkungan sekitar. Hewan ini mampu
mengatur suhu tubuhnya sehingga mendekati suhu lingkungan. Pengaturan
untuk menyesuaiakan terhadap suhu lingkungan dingin dilakukan dengan cara
memanfaatkan input radiasi sumber panas yang ada di sekitarnya sehingga
suhu tubuh di atas suhu lingkungan dan pengaturan untuk menyesuaiakan
terhadap suhu lingkungan panas dengan penguapan air melalui kulit dan
organ-organ respiratori menekan suhu tubuh beberapa derajat di bawah suhu
lingkungan. Oleh karena itu, ketika suhu lingkungan turun, suhu tubuh katak
juga ikut turun menyesuaikan dengan lingkungannya. Hal ini juga dikarenakan
karena hewan poikiloterm belum memiliki centrum pengatur suhu sehingga
tidak bisa mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap stabil. Demikian halnya
pada suhu lingkungan yang panas .
Percobaan yang selanjutnya adalah menggunakan hewan percobaan
berupa mencit.Mencit merupakan kelompok hewan homoiterm, dimana
kelompok hewan tersebut mampu untuk mengatur dan mengontrol suhu
tubuhnya tanpa terpengaruhi oleh suhu lingkungannya. Berdasarkan percobaan
yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa ketika mencit diletakkan pada
lingkungan dengan suhu normal maupun suhu panas, mencit mampu menjaga
suhu tubuhnya tetap stabil, meskipun terdapat sedikit kenaikan suhu ketika
diletakkan pada suhu panas tetapi perubahannya tidak terlalu drastis. Misalnya
ketika diberi suhu panas dengan suhu 40˚C, suhu mencit dari menit pertama
hingga menit ke-15 berturut turut adalah 36˚C, 38˚C, 38˚C, dan 39˚C. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa mencit mampu menjaga suhu tubuhnya agar
tetap stabil, karena ketika diletakkan pada suhu normal (30˚C), suhu tubuh
mencit adalah 34˚C, sehingga meskipun diberi perlakuan suhu panas, tubuh
mencit dapat menjaga suhu tubuhnya agar tetap konstan. Hasil yang berbeda
didapatkan pada mencit yang diberi perlakuan suhu dingin, data menunjukkan
bahwa suhu tubuh mencit ikut turun secara drastis mengikuti suhu
lingkungannya, seperti pada hewan poikiloterm. Hal tersebut dapat terjadi
karena kesalahan praktikan dalam menggunakan termometer serta setting alat
yang buruk.

D. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Panas


Pembentukan panas adalah produk utama metabolisme, faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukkan panas (Mubarak et al., 2015) :
1. Laju metabolisme basal semua sel tubuh
2. Laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot, termasuk
kontraksi otot yang disebabkan oleh menggingil
3. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin (sebagian
kecil hormone lain, seperti hormone pertumbuhan dan testoteron.
4. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin,
noreprinefrin dan perangsangan simpatis terhadap sel
5. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas
kimiawi didalam sel sendiri terutama suhu didalam sel meningkat.
6. Metabolisme tambahan yang diperlukan untuk pencernaan, absorpsi, dan
penyimpanan makanan(efek termogenik makanan)

E. Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Transpor Panas


Panas dari dalam tubuh dapat ditransfer ke lingkungan luar. Demikian
juga sebaliknya, panas dari lingkungan luar dapat ditransfer ke dalam tubuh.
Kecepatan transfer panas ke dalam atau ke lingkungan luar tergantung pada 3
faktor (Campbell & Reece, 1993) :
1. Luas permukaan
Luas permukaan per gram jaringan berbanding terbalik dengan
peningkatan massa tubuh.
2. Perbedaan suhu.
Semakin dekat seekor hewan memelihara suhu tubuhnya ke lingkungan,
makan semakin sedikit panas yang mengalir ke dalam atau ke
lingkungan luar.
3. Konduksi panas spesifik permukaan tubuh hewan
Permukaan jaringan poikiloterm memiliki konduktansi panas yang
tinggisehingga hewan ini memiliki suhu tubuh mendekati suhu
lingkungannya.
VIII. Kesimpulan
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk
mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir.
Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu poikiloterm dan homoiterm. Pada hewan
poikiloterm (berdarah dingin) belum mempunyai pengatur suhu tubuh, sehingga
suhu tubuhnya cenderung mengikuti temperatur lingkungan sekitar. Sedangkan
pada hewan homoiterm memiliki pengatur suhu tubuh berupa hipotalamus
sehingga mampu menjaga suhu tubuh tetap stabil meskipun berada pada suhu
lingkungan yang panas ataupun dingin.
Pada percobaan yang telah dilakukan menggunakan hewan katak dan
mencit. Kedua hewan tersebut mewakili hewan poikiloterm (katak) dan
homoiterm (mencit). Pada katak, suhu tubuhnya mampu mengikuti suhu
lingkungannya, ketika berada pada lingkungan panas, suhu tubuhnya meningkat,
begitu juga ketika berada pada lingkungan dingin, suhu tubuhnya akan turun. Pada
mencit, ia mampu menjaga suhu tubuhnya tetap konstan meskipun diletakkan
pada lingkungan bersuhu panas, meskipun terdapat kesalahan ketika diletakkan
pada lingkungan bersuhu dingin, dimana suhu mencit juga ikut turun, Kesalahan
ini dapat disebabkan karena kesalahan praktikan serta setting alat yang buruk.
IX. Daftar Pustaka

Campbell, N. A., & Reece, J. B. (1993). Biology. Calif.: Benjamin/Cummings.


Jakarta: Erlangga.
Isnaini, W. (2006). Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Merta, I. W., Syachruddin, Bachtiar, I., & Kusmiyati. (2016). Perbandingan antara
Frekwensi Denyut Jantung Katak ( Rana sp . ) dengan Frekwensi Denyut
Jantung Mencit ( Mus musculus ) Berdasarkan Ruang Jantung. Biota, 1(3),
126–131. https://doi.org/10.1021/ic200961a
Mubarak, I., Indrawari, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. Jakarta: Salemba Medika.
Susanti, N. (2012). Efektifitas Kompres Dingin Dan Hangat Pada Penatalaksanaan
Demam. Sainstis, 0(0), 55–64. https://doi.org/10.18860/sains.v0i0.1866
Usman, A., Kamil, K. A., & Mushawwir, A. (2016). Profil Hematologis Ayam
Petelur yang Diberi Kitosan dan Tanpa Kitosan pada Kondisi “Upper
Thermoneutral Zone.” Students E-Journal, 5(4).
Wardhana, F. J., Mushawwir, A., & Rusmana, D. (2015). KONSENTRASI
ALBUMIN DAN GLOBULIN DARAH ITIK DENGAN PERBEDAAN
IMBANGAN ELEKTROLIT RANSUM YANG DIPELIHARA INTENSIF
MINIM AIR LEVEL OF ALBUMIN AND GLOBULIN BLOOD
ADMINISTERED OF ELECTROLYTE BALANCE DIFFERENCE IN
FEED ON DUCK UNDER WATER MINIMUM. Students E-Journal, 4.
Yuwono, E., & Purnama, S. (2001). Fisiologi Hewan I. Purwokerto: Fakultas
Biologi Universitas Jenderal Soedirman.
X. Lampiran
1 Lembar Laporan Sementara
1 Lembar Dokumentasi Praktikum

XI. Lembar Pengesahan

Surakarta, 16 Desember 2018


Asisten Praktikum Praktikan

(Marina Ruzyati) (Chandra Irawan)


NIM. K43150 NIM.K4316016
Lampiran Dikumentasi Praktikum
Lampiran Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai