Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dan
merupakan wujud pelaksanaan praktik kefarmasian berdasarkan Undang-undang No. 36
tahun 2009 tentang Kesehatan. Saat ini paradigma pelayanan kefarmasian telah meluas dari
pelayanan yang berorientasi pada obat (drug oriented) menjadi pelayanan yang berorientasi
pada pasien (patient oriented) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
melalui pencapaian luaran klinik yang optimal. Pada penilaian luaran klinik pasien diperlukan
berbagai indikator yang meliputi: respons klinik pasien, pemeriksaan fisik, data laboratorium
dan diagnostik (misalnya: imejing, elektrografi ).
Pernyataan American Pharmacists Association 2008 yang mendukung peran apoteker
dalam keselamatan pasien antara lain perlunya apoteker mempunyai akses data klinik pasien.
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berguna bagi
dokter dan apoteker dalam pengambilan keputusan klinik. Untuk mengambil keputusan klinik
pada proses terapi mulai dari pemilihan obat, penggunaan obat hingga pemantauan efektivitas
dan keamanan, apoteker memerlukan hasil pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan tersebut dibutuhkan sebagai pertimbangan penggunaan obat,
penentuan dosis, hingga pemantauan keamanan obat. Sebagai contoh, pada pertimbangan
penggunaan dan penentuan dosis aminoglikosida yang bersifat nefrotoksik diperlukan data
kadar aminoglikosida dalam darah dan serum kreatinin yang menggambarkan fungsi ginjal.
Pada keadaan data tidak tersedia atau belum direncanakan maka apoteker dapat mengusulkan
pemeriksaan laboratorium terkait penggunaan obat. Oleh karena itu, apoteker dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam interpretasi data laboratorium, khususnya
yang terkait penggunaan obat, yaitu pemahaman nilai normal dan implikasi perubahannya.
Sebagai contoh penggunaan obat asetaminofen, diazepam, rifampisin, antidiabetik oral,
kloramfenikol dapat menyebabkan penurunan leukosit (leukopenia).
Kompetensi interpretasi data laboratorium sangat mendukung peran apoteker ruang
rawat, komunitas, termasuk home care. Dalam praktik sehari-hari, kompetensi tersebut akan
memudahkan apoteker melakukan pengkajian penggunaan obat secara aktif; dan berdiskusi
dengan profesi kesehatan lain tentang terapi obat. Untuk memfasilitasi apoteker memiliki
kompetensi ini maka perlu disusun buku pedoman interpretasi data laboratorium.

1
I.2 Rumusan Makalah
 Apa saja yang termasuk dalam pemeriksaan cairan tubuh ?
 Apa saja jenis penyakit yang dapat diketahui dengan pemeriksaan cairan tubuh?
I.3 Tujuan Makalah
 Untuk memahami apa saja yang termasuk dalam pemeriksaan cairan tubuh.
 Untuk memahami jenis penyakit yang dapat diketahui dengan pemeriksaan cairan
tubuh

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan cairan tubuh merupakan sumber informasi untuk diagnosa medis saat
ini, karena dalam banyak kasus pasien yang didiagnosis dengan data dari tes ini, dengan
darah dan urin yang paling banyak digunakan.

Tes darah: manusia memiliki antara lima dan enam liter darah. Di dalamnya, ada
jutaan sel darah merah, sel darah putih, platelet dan sel-sel lain yang berjalan melalui jaringan
km lebih dari 100.000 mencakup darah. Tujuan utama dari darah, cairan penting, adalah
untuk mengangkut oksigen ke sel-sel, membuktikan adanya cedera dan serangan agen-agen
asing memunculkan ancaman patogenik. Ketika darah laboratorium pengujian nilai-nilai yang
diubah atau standar yang berbeda, Anda dapat menjadi sumber infeksi, anemia, keracunan,
reaksi alergi dan bahkan kanker.

Urin analisis: tubuh manusia mampu memproduksi sekitar 2 liter urin sehari. Ini
metabolit urin mengusir racun bagi tubuh disaring oleh ginjal, mineral dan puing-puing
selular. Inilah sebabnya mengapa tes urine diperlukan untuk pengamatan perubahan
metabolik, terutama jika hati, ginjal dan rute pipis bekerja dengan baik dan tidak
mendapatkan infeksi, keracunan, atau patologi berat lainnya.

Analisis Air liur: Percaya atau tidak, menghasilkan satu sampai dua liter air liur hari
melalui kelenjar ludah. Saliva mengandung enzim, mineral, hormon dan bahkan sel-sel dari
sistem kekebalan tubuh. Tes air liur tidak sama dengan dahak. Untuk melakukan hal ini
biasanya memerlukan permen diadaptasi untuk mendeteksi infeksi bakteri di mulut,
keracunan logam berat, status hormonal atau kurangnya pertahanan. Dalam kedokteran gigi,
digunakan untuk menentukan apakah pasien rentan terhadap kerusakan gigi.

Analisis feses: Makanan sisa yang tidak dicerna, potongan mukosa usus dengan
cairan usus sel-sel mati dengan enzim, mineral dan hasil empedu pada tinja. Tes ini adalah
standar untuk mendiagnosis infeksi yang disebabkan oleh parasit, bakteri, virus dan jamur.
Juga mendeteksi adanya disfungsi organ akut, penyakit pencernaan dan kanker.

Analisis dahak: Tidak seperti air liur, dahak adalah untuk mengumpulkan sampel
lendir dari paru-paru. Batuk adalah mekanisme dengan mana kita dapat memperoleh sampel

3
yang akan dikumpulkan dalam wadah yang sesuai dan dianalisa untuk menentukan infeksi
seperti bronkitis, pneumonia atau tuberkulosis.

Jus analisis lambung: Mereka tidak ludah atau dahak saat mereka berasal langsung
dari perut dan mukosa adalah campuran asam, enzim, garam dan mineral terlarut yang
berfungsi untuk memecah makanan tertelan dan pada gilirannya menghilangkan bakteri dan
patogen di dalamnya. Mereka hanya dapat diperoleh melalui selang yang dimasukkan melalui
mulut atau hidung dan masuk langsung ke perut.

Semen Analisis: Digunakan untuk analisis kualitas sperma pada kasus infertilitas
laki-laki dan testis untuk deteksi Penyakit, prostat dan vesikula seminalis.

Cairan serebrospinal Analisis: Beberapa penyakit penting yang mempengaruhi saraf


central system hanya dapat didiagnosis melalui cairan. Sampel diperoleh melalui pungsi
lumbal dengan jarum dan Anda perlu protokol untuk total aseptis untuk pengadaan. Ini adalah
cairan bening dan tidak berwarna di sekitar otak seolah-olah tenggelam, dalam rangka untuk
menyerap guncangan, getaran dan melindunginya dari tekanan. Perubahan warna dalam
cairan atau adanya protein, sel yang terinfeksi bakteri, virus atau jamur, dan bahkan gula
dapat membantu secara akurat mendiagnosis penyakit pada sistem saraf.

Analisis Bone Marrow: Sel-sel darah merah dan trombosit berasal dari sumsum
tulang. Analisis ini dilakukan melalui anestesi lokal dan biopsi jarum di sternum. Mikroskop
biasanya terlihat kemajuan atau kematangan sel-sel yang diproduksi dan kuantitas yang
dihasilkan. Hal ini dilakukan bila ada kecurigaan keracunan, diubah sistem kanker, kekebalan
tubuh atau obat yang mempengaruhi produksi darah.

4
BAB III
PEMBAHASAN

III.1. PLASMA DAN SERUM


Plasma darah adalah cairan yang mengandung sel-sel darah. Di dalam plasma
darah terlarut berbagai macam zat antara lain zat makanan, protein, zat sekresi dan gas (O2,
CO2, dan N2). Plasma darah mengandung serum yang berfungsi sebagai tempat
pembentukan antibodi. Selain darah, cairan tubuh yang lain adalah limfe. Cairan limfe
terbentuk dari air, glukosa, lemak, dan garam. Limfe berfungsi sebagai alat pengangkut
cairan dan protein, emulsi lemak, dan penghasil antibodi. Komponen seluler limfe terdiri dari
limfosit dan granulosit. 55% dari jumlah/volume darah merupakan plasma darah. Volume
plasma darah terdiri dari 90% berupa air dan 10% berupa larutan protein, glukosa, faktor
koagulasi, ion mineral, hormon dan karbon dioksida. Plasma darah juga merupakan medium
pada proses ekskresi.
Plasma darah merupakan bagian cair yang berwarna kekuningan, terdiri atas:
1. Hampir 90% air yang di dalamnya terlarut berbagai macam zat, sari makanan, garam
mineral, hormon, enzim, protein, dan zat sisa metabolisme.
2. garam-garam mineral, misalnya NaCl, KCl dan garam-garam fosfat. Adanya garam
menyebabkan tekanan darah dalam pembuluh darah kapiler lebih besar daripada tekanan
darah dalam jaringan sehingga darah yang terdapat di dalam pembuluh kapiler dapat
masuk dalam jaringan. Sebaliknya tekanan darah dalam jaringan lebih besar daripada
tekanan darah pada vena sehingga darah dari jaringan dapat masuk ke vena. Hal ini
menyebabkan adanya keseimbangan pada tekanan darah.
3. protein plasma. Protein tidak hanya terdapat pada sel-sel darah, tetapi juga pada plasma
darah yang terdiri atas:
 Globulin berfungsi untuk membentuk zat antibodi dan protrombin.
 Fibrinogen berfungsi dalam proses pembelahan.
 Albumin berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik darah, yaitu dengan adanya
albumindidalam plasma maka tekanan osmotik di dalam sel darah dengan plasma
darah kira-kira sama sehingga cairan plasma tidak dapat ke dalam sel darah.
 Serum plasma darah yang tidak mengandung fibrinogen dan berisi antibody.
 antitoksin, berfungsi menetralkan racun.

5
 opisimin berfungsi memacu sifat fagosit pada leukosit.

Tabel Komposisi Plasma Darah

Kandungan Plasma Darah Fungsi

Air Pelarut zat-zat lain

Protein Mempertahankan keseimbangan air pada


a. Albumin darah dan jaringan; mengatur volume darah

b. Globulin (alfa, beta, gama) Membantu transportasi lemak, vitamin, dan


hormon; pertahanan tubuh (antibodi)

c. Protein penggumpal darah (fibrinogen dan Berperan dalam proses penggumpalan Darah
protrombin)

Garam-garam (ion-ion), seperti natrium, Penyeimbang tekanan


kalium, kalsium, magnesium, klorida, dan osmosis, mempertahankan pH (buffer),
bikarbonat. fungsi saraf dan otot, dan
mengatur permeabilitas membran sel

Nutrien, seperti glukosa, asam amino, dan Digunakan oleh sel, makanan cadangan, atau
asam lemah diuraikan

Hormon Memengaruhi aktivitas organ yang Dituju

Karbon dioksida Hasil respirasi sel yang dibawa ke paru-paru


untuk dibuang

Sampah nitrogen Hasil metabolisme yang akan diekskresikan


oleh ginjal

Plasma darah dapat dipisahkan di dalam sebuah tuba berisi darah segar yang telah
dibubuhi zat anti-koagulan yang kemudian diputar sentrifugal sampai sel darah merah jatuh
ke dasar tuba, sel darah putih akan berada di atasnya dan membentuk lapisan buffy coat,
plasma darah berada di atas lapisan tersebut dengan kepadatan sekitar 1025 kg/m3, or 1.025
kg/l.

6
Serum darah adalah plasma tanpa fibrinogen, sel dan faktor koagulasi lainnya.
Fibrinogen menempati 4% alokasi protein dalam plasma dan merupakan faktor penting dalam
proses pembekuan darah. Plasmapheresis adalah jenis terapi medis yang menyuling
(extraction) plasma darah keluar dari kumpulan partikelnya untuk diolah lebih lanjut dan
memasukkan kembali plasma darah tersebut pada akhir terapi.

III.2. CAIRAN SEREBROSPINAL


Cairan serebrospinal adalah cairan yang berada diotak dan sterna serta ruang
subrachnoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Cairan serebrospinal mempunyai
tekanan yang konstan, dan seluruh ruangan berhubungan satu sama lain.
Letak cairan serebrospinal

Secara anatomis, cairan serebrospinal ditemukan dalam ruang-ruang otak (ventrikel


otak), yaitu pada:

a. Ruang subarakhnoid

b. Ventrikel otak

c. Kanal sentralis medula spinalis.

Cairan ini dihasilkan oleh pleksus khoroid yang terdapat pada atap ventrikel ketiga dan
ke empat dan pada dinding medial ventrikel lateral. Cairan serebrospinal dihasilkan secara
aktif dan dalam keadaan normal diimbangi oleh absorbsi kembali ke dalam darah.

Aliran cairan serebrospinal

Aliran cairan serebrospinal adalah sebagai berikut: dari ventrikel lateral cairan
serebrospinal mengalir ke ventrikel III dan disini jumlah cairan serebrospinal akan bertambah
lebih banyak.Dari ventrikel III cairan serebrospinal mengalir melalui akuaduktus Sylvii ke
dalam ventrikel IV yang juga menghasilkan cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal
kemudian keluar melaluiforamen Magendie dan Luschka masuk ke dalam ruang
subarakhnoid. Di ruang subarakhnoid serebrospinal mengalir ke dalam sinus venosus kranial
melalui vili arakhnoidyang merupakan berkas pia arakhnoid yang menembus duramater
untuk kemudian terletak dalam sinus venosus kranial dan kebawah di sekitar medula spinalis.

Apabila salah satu foramen ventrikel otak mengalami penyumbatan maka cairan
serebro-spinalnya akan terus bertambah, akibatnya ventrikel otak membesar karena tekanan

7
cairan serebrospinal. Pembesaran ventrikel otak akan menekan unsur-unsur saraf di sekitar
ventrikel. Akibatnya fungsi otak terganggu. Bila hal ini terjadi pada bayi baru lahir
(neonatus), maka kepala bayi tersebut menjadi sangat besar. Keadaaan patologis ini
disebut hidrosefalus.

Fungsi cairan serebrospinal

Fungsi utama dari cairan serebrospinal ini adalah melindungi sistem saraf pusat dari
trauma (tekanan/benturan) dari luar dan mempertahankan lingkungan cairan sesuai untuk
otak serta memberi perlindungan terhadap benturan ringan dan luka mekanik lainnya (sebagai
bumper/penyangga).

Dalam penampakannya, cairan serebrospinal seperti mengapungkan otak dalam air,


sehingga menjadikan otak tetap stabil pada tempatnya walaupun ada benturan dari luar.

III.3. URINE

Urinalisis adalah analisa fisik, kimia dan mikroskopik terhadap urine. uji urine rutin
di lakukan pertama pertama kali pada tahun 1821. Sampai saat ini, urine diperiksa secara
manual terhadap berbagai kandungannya, tetapi saat ini digunakan berbagai strip reagen
untuk melakukan skrining kimia dengan cepat.
Urinalisis berguna untuk mendiagnosa penyakit ginjal atau infeksi saluran kemih,
dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolik yang tidak berhubungan dengan ginjal.
Berbagai uji urinealisis rutin dilakukan seperti warna, tampilan dan bau urine diperiksa, serta
pH, protein, keton, glukosa dan bilirubin diperiksa secara strip reagen. Berat jenis diukur
dengan urineometer, dan pemeriksaan mikroskopik sedimen urine dilakukan untuk
mendeteksi eritrosit, leukosit,epitel,Kristal dan bakteri.

III.4. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat digunakan
darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan kimia darah di dalam
laboratorium klinik antara lain uji fungsi hati, otot jantung, ginjal, lemak darah, gula darah,
fungsi pankreas, elektrolit dan dapat pula dipakai beberapa uji kimia.
a. Sampel plasma dan serum
Persiapan:

8
Sebelum sampel darah diambil pasien tidak boleh makan/minum apapun kecuali air
putih. Sampel darah yang akan diambil, tergantung jumlah/jenis pemeriksaan laboratorium
yang akan dilakukan. Untuk pemeriksaan medical check-up rutin, biasanya petugas akan
mengambil maksimal 10 cc darah pasien. Namun, jika pemeriksaan yang lebih sederhana,
mungkin darah yang diambil, kurang dari jumlah di atas.

Pengujian:
- serum glutamic oxaloacetate transaminase (SGOT)
Mekanisme: GOT akan mengkatalisis konversi bagian nitrogen asam amino menjadi
energi. GOT ditemukan dalam sitoplasma dan mitokondria sel hati, jantung,
otot skelet, ginjal, pankreas, dan eritrosit. Pada kerusakan sel-sel tersebut di
atas, GOT dalam serum meninggi.kadar normal: 6-30 µ/l.
- serum glutamic pyruvate transaminase (SGPT)
Mekansime: GPT mengkatalisis kelompok asam amino dalam siklus Krebs untuk
menghasilkan energi dijaringan. GPT terdapat di sitoplasma sel hati, jantung,
dan otot skelet. Pada kerusakan sel hati GPT meninggi di dalam serum hingga
merupakan indikator kerusakan sel hati. Kadar normal: 7-32 µ/l.
- alkaline phosphatase (ALP)
ALP terdapat di hati, tulang, ginjal, usus, dan plasenta. Pada orang dewasa kadar
tinggi terutama dihati, tulang, usus, dan plasenta.Dan pada waktu trimester kehamilan. Kadar
normal: < 240 µ/l.

b. Sampel urin
Persiapan :
 Puasa dan menghentikan obat-obatan (Puasa diperlukan untuk pemeriksaan
laboratorium tertentu seperti: asam urat, glukosa puasa dan lipid profil (termasuk lipid
profil : total kolesterol, trigliserida, LDL-kolesterol, HDL-kolesterol, lipoprotein)
 Puasa yang benar dianjurkan lamanya 10-12 jam. Selama puasa dilarang mengonsumsi
makan/minum yang mengandung kalori. Hanya boleh mengonsumsi air putih
 Pasien tidak melakukan aktivitas fisik berlebihan sebelum dilakukan pengambilan
sampel
Pasien disarankan untuk menampung air seni setelah membuang sebagian kecil air
seninya di awal. Artinya, aliran air seni yang pertamakali dikeluarkan tidak
ditampung dalam wadah. ”Sampel yang ditampung adalah aliran air seni berikutnya

9
dan aliran air seni terakhir juga sebaiknya tidak ditampung. Membuang aliran air seni
di awal dan akhir tersebut bertujuan untuk membilas saluran
kencing. Harapannya, agar sampel air seni yang diperoleh dari aliran tengah tersebut
dapat benar-benar mewakili kondisi air seni pasien yang seharusnya diperiksa. Waktu
pengambilan sampel urine yang baik adalah urine pagi setelah bangun tidur.
Sampel-sampel yang sudah diambil akan segera diproses melalui beberapa tahapan,
praanalitik, analitik, pascaanalitik.
 Tahap praanalitik, sebenarnya sudah dimulai dari sebelum pasien datang ke
laboratorium seperti persiapan pasien, proses pengambilan sampel, pemberian identitas
sampel, pemisahan sampel, transportasi sampel ke tempat pemeriksaan dan penyimpanan
sampel jika pemeriksaan harus ditunda.
 Tahap analitik meliputi semua proses selama sampel diperiksa yang nantinya akan
melibatkan alat pemeriksaan, jenis metode pemeriksaan, kalibrasi alat, reagen dan
quality control.
 Tahap pascaanalitik menyangkut cara pelaporan hasil-hasil laboratorium.

III.5. PENGUJIAN (MAKROSKOPIK)


a. Warna Urine
Warna urine ditentukan oleh besarnya diuresis. Makin besar dieresis, makin muda
warna urine itu. Biasanya warna normal urine berkisar antara kuning muda dan kuning tua.
Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama urochrom dan urobilin.
Jika didapat warna abnormal disebabkan oleh zat warna yang dalam keadaan normalpun
ada, tetapi sekarang ada dalam jumlah besar. Kemungkinan adanya zat warna abnormal,
berupa hasil metabolism abnormal, tetapi mungkin jugaberasal dari suatu jenis makanan atau
obat-obatan. Beberapa keadaan warna urine mungkin baru berubah setelah dibiarkan.
a. Tujuan : Untuk mengetahui kelainan klinik dengan menentukan warna urine
b. Prinsip :Warna urine ditentukan oleh besarnya diuresis, maka besar dieresis makin
muda warna urine tersebut. Warna urine disebabkan oleh urochrome.
c. Alat :
 Tabung reaksi
 Rak tabung
d. Sampel :
 Urine
d. Prosedur :

10
 Mengisi tabung reaksi dengan 2/3 urine
 Mengamati dalam sikap serong

b. Kejernihan
Cara menguji kejernihan sama seperti menguji warna yaitu jernih, agak keruh, keruh
atau sangat keruh. Tidak semua macam kekeruhan bersifat abnormal. Urine normalpun akan
menjadi agak keruh jika dibiarkan atau didinginkan. Kekeruhan ringn disebut nubecula dan
terjadi dari lender, sel-sel epitel dan leukosit yang lambat laun mengendap.
Sebab-sebab urine keruh dari mula-mula:
a. Fosfat amorf dan karbonat dalam juml;ah besar. mungkin terjadi sesudah orang
makan banyak.
b. Bakteri
c. Unsur sedimen dalam jumlah besar, seperti eritrosit, leukosit dan sel epitel
d. Cylus dan lemak
e. Benda-benda koloid
Sebab –sebab urine keruh menjadi keruh setelah dibiarkan :
a. Nubecul
b. Urat-urat amorf
c. Fosfat amorf dan karbonat
d. Bakteri

a. Tujuan :Untuk mengetahui kelainan klinik dengan menentukan kejernihan urine.


b. Prinsip :Untuk menggambarkan rupa urine harus dilakukan secepatnya setelah urine
dikeluarkan dengan cahaya tembus. Kejernihan urine dinyatan jernih atau
keruh.
c. Alat :
 Tabung reaksi
 Rak tabung
d. Sampel : Urine
e. Prosedur :
 Mengisi tabung reaksi dengan 2/3 urine
 Mengamati dalam sikap serong

11
c. Bau
Bau urine yang normal disebabkan untuk sebagaian oleh asam-asam organic yang
mudah menguap. Bau yang berlainan dari yang normal.
a. Tujuan : Untuk mengetahui kelainan klinik dengan menentukan bau urine
b. Prinsip : Bau urine barasal dari sebagian oleh asam-asam organic yang mudah
menguap
c. Alat :
 Tabung reaksi
 Rak tabung
d. Sampel :Urine
e. Prosedur :
 Mengisi tabung reaksi dengan 2/3 urine
 Bau urine tersebut dengan indra pencium

d. pH
pH tidak banyak berarti dalam pemeriksaan penyaring. Akan tetapi pada gangguan
keseimbangan asam-basa penetapan itu memberi kesan tentang keadaan dalam tubuh, apalagi
jika disertai penetapan jumlah asam yang diekskresikan dalam waktu tertentu, jumlah ion
NH4.
Selain pada keadaan tadi pemeriksaan Ph urine segar dapat member petujnjuk kearah
infeksi saluran kemih. Infeksi oleh E. coli biasanya menghasilkan urine asam, sedangkan
infeksi oleh Proteus yang merombak ureum menjadi amoniak menyebabkan urine menjadi
basa.
a. Tujuan : Mengetahui petunjuk ke arah etiologi pada infeksi kencing
b. Prinsip :Sepotong kertas isap terdapat 1 sampel 2 macam indicator, biasanya methyl
red dan bromtimol blue. Perubahan warna kedua indicator bersama
menyebabkan warna pada kertas yang mengandung indicator dalam keadaan
kering berubah antara pH 5 dan pH 9 dari jingga melalui hijau sampai biru.
c. Alat :
 Tabung reaksi
 Indicator universal
d. Sampel : Urine
e. Prosedur :
 Mengisi tabung reaksi dengan 2/3 urine

12
 Mencelupkan kertas indicator pada urine, kemudian mencocokkan dengan skala
warna pembanding.

III.6. PENGUJIAN (KIMIA)


a. Ureum
Ureum merupakan hasil metabolisme protein,ureum di bentuk dari amonia dalam
hati dan di ekskresi oleh ginjal. Kadar normal:10,0 – 50,0 mg/dl
b. Asam urat
Asam urat merupakan hasil metabolisme di dalam tubuh, yang kadarnya tidak
boleh berlebih. Kadar normal: Laki-laki 3,4 – 7,0 mg/dl,dan perempuan 2,4 – 5,7
mg/dl.
c. Cairan Serebrospinal
Sampel diperoleh melalui pungsi lumbal dengan jarum dan Anda perlu
protokol untuk total aseptis untuk pengadaan.

13
BAB IV
PENUTUP
IV.1. KESIMPULAN
Dalam melakukan pemeriksaan kilinik beberapa hal yang perlu diketahui seorang
pasien adalah tujuan melakukan pemeriksaan laboratorium, jenis pemeriksaan laboratorium
apa yang akan dilakukan, jenis sampel yang akan diperiksa (darah, urine, feses atau cairan
tubuh yang lain), persiapan yang harus dilakukan sebelum pengambilan sampel, waktu
pengambilan sampel yang baik (pagi, siang, malam) agar diperoleh hasil laboratorium yang
valid.
Pemeriksaan satu jenis uji laboratorium tidak akan mampu mengetahui semua
jenis penyakit. Justru, satu jenis penyakit bisa memerlukan beberapa jenis pemeriksaan
laboratorium, misalnya, untuk penyakit hati/liver, pemeriksaan laboratorium yang
dibutuhkan cukup banyak seperti : albumin, SGOT, SGPT, ALP, gamma GT, HBsAg, Anti-
HCV, bilirubin.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid II,
edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38
2. Kurniawan, F. B. 2015. Kimia Klinik : Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta : EGC.
3. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta : EGC.
4. Smeltzer, C.S . 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s,
Ed8. Vol.1, Jakarta : EGC

15

Anda mungkin juga menyukai