Anda di halaman 1dari 5

1.

JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)


Jaringan Syaraf Tiruan atau Neural Network adalah paradigma pemrosesan suatu
informasi yang terinspirasi oleh sistim sel syaraf biologi, sama seperti otak yang memproses
suatu informasi. Elemen mendasar dari paradigma tersebut adalah struktur yang baru dari
sistim pemrosesan informasi. Jaringan Syaraf Tiruan (Neural Network), seperti manusia,
belajar dari suatu contoh. Jaringan Syaraf Tiruan (Neural Network) dibentuk untuk
memecahkan suatu masalah tertentu seperti pengenalan pola atau klasifikasi karena proses
pembelajaran.
Jaringan Syaraf Tiruan atau Neural Network berkembang secara pesat pada beberapa
tahun terakhir. Jaringan Syaraf Tiruan telah dikembangkan sebelum adanya suatu computer
konvensional yang canggih dan terus berkembang walaupun pernah mengalami masa
vakum selama beberapa tahun.

2. JARINGAN SYARAF BIOLOGIS (Manusia)


Jaringan Syaraf Biologis atau otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks
dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung
yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls atau sinyal yang diberikan pada
neuron. Neuron meneruskannya pada neuron lain. Diperkirakan manusia memiliki neuron
dan sinapsis. Dengan jumlah yang begitu banyak, otak mampu mengenali pola, melakukan
perhitungan, dan mengontrol organ-organ tubuh dengan kecepatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan komputer digital. Sebagai perbandingan, pengenalan wajah seseorang
yang sedikit berubah, (misal: memakai topi, memiliki kumis tambahan, gigi tambahan dan
lain sebagainya) akan lebih cepat dilakukan manusia dibandingkan dengan komputer.

Pada waktu lahir, otak mempunyai struktur yang menakjubkan karena kemampuannya
membentuk sendiri aturan-aturan atau pola berdasarkan pengalaman yang diterima. Jumlah
dan kemampuan neuron berkembang seiring dengan pertumbuhan fisik manusia, terutama
pada umur 0-2 tahun. Pada 2 tahun pertama umur manusia, terbentuk 1 juta sinapsis per
detiknya.
Neuron memiliki 3 komponen penting yaitu dendrit, soma dan axon. Dendrit
menerima sinyal dari neuron lain. Sinyal tersebut berupa impuls elektrik yang dikirim
melalui celah sinaptik melalui proses kimiawi. Sinyal tersebut dimodifikasi (diperkuat atau
diperlemah) dicelah sinaptik. Berikutnya, soma menjumlahkan semua sinyal sinyal yang
masuk. Kalau jumlah tersebut cukup kuat dan melebihi batas ambang (threshold), maka
sinyal tersebut akan diteruskan ke selain melalui axon. Frekuensi penerusan sinyal berbeda
beda antara satu sel dengan yang lain.
3. PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)
 Pembelajaran Terawasi (Supervised Learnng)
Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning) Pada pembelajaran ini input
yang digunakan, outpu-outputnya telah diketahui. Tujuan pada pembelajaran
supervised learning adalah untuk menentukan nilai bobot- bobot koneksi di dalam
jaringan sehingga jaringan dapat melakukan pemetaan (mapping) dari input ke
output sesuai dengan yang diinginkan. Pemetaan ini ditentukan melalui satu set
pola contoh atau data pelatihan (training data set).
Setiap pasangan pola terdiri dari vektor input xp dan vektor target. Setelah
selesai pelatihan, jika diberikan masukan xp seharusnya jaringan menghasilkan
nilai output.Besarnya perbedaan antara nilai vektor target dengan output actual
diukur dengan nilai error yang disebut juga dengan di mana adalah banyaknya unit
pada output layer.
Berikut adalah jenis-jenis dari metode pembelajaran terawasi (Supervised
Learning).
1. Hebbian Jaringan Hebb adalah jaringan neural buatan yang mempunyai aturan
pembelajaran yang sederhana. Hebb mengusulkan bahwa pembelajaran dilakukan
dengan memodifikasi bobot dimana jika 2 neuron yang terhubung adalah “on”
dalam waktu yang sama, maka bobot diantara keduanya harus ditingkatkan.
Metode ini kemudian dikembangkan dengan menambah satu prinsip lainnya yaitu
bobot juga akan ditingkatkan bila kedua neuron “off” dalam waktu yang sama.
2. Perceptron Aturan pembelajaran perceptron mempunyai kemampuan yang lebih
baik daripada aturan pembelajaran Hebb dalam memecahkan permasalahan.
Dengan beberapa asumsi, diantaranya adalah bobot yang ingin dicari harus ada,
Perceptron dapat selalu menemukan bobot yang sesuai. Dimana bobot yang sesuai
ialah bobot jaringan yang dapat menghasilkan keluaran yang benar untuk setiap
pola masukan pelatihan.
3. Adaline (Adaptive Linear Neuron) dikembangkan oleh Widrow dan Hoff pada
tahun 1960. Adaline dilatih dengan menggunakan aturan delta, yang juga dikenal
sebagai aturan least mean squares (LMS) atau Widrow-Hoff.
4. Back Propagation Keterbatasan jaringan neural lapis tunggal menyebabkan
penurunan minat dalam JNB pada tahun 1970-an. Pada sekitar tahun 1985 minat
tersebut mulai bangkit kembali setelah penemuan metode pembelajaran yang
efektif untuk jaringan neural lapis banyak. Jaringan Propagasi- Balik
dikembangkan oleh Rumelhart, Hinton dan Williams dan dipopulerkan pada buku
Parallel Distributed Processing (Rumelhart and McLelland, 1986). Prinsip dasar
algoritma propagasi-balik memiliki tiga fase: 1. Fase feedforward pola input
pembelajaran 2. Fase kalkulasi dan backpropagation error yang didapat. 3. Fase
penyesuaian bobot.
 Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning)
Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning) Metode pembelajaran
tidak terawasi pada Jaringan Syaraf Tiruan (Neural network), tidak memerlukan
target output. Pada metode ini tidak dapat ditentukan hasil seperti apa yang
diharapkan selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran, nilai bobot
disusun dalam suatu range tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan.
Tujuan pembelajaran ini adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama
dalam suatu area tertentu. Pembelajaran seperti ini biasanya sangat cocok untuk
pengelompokkan (klasifikasi) pola. Struktur menggunkan dasar data atau kolerasi
antara polapola data yang dieksplorasi. Berikut adalah jenis-jenis dari metode
pembelajaran tak terawasi (Unsupervised Learning).
1. Kohonen Kohonen Neural network adalah sebuah metode neural network
yangdikenalkan oleh Tuevo Kohonen yang mempunyai hanya 2 layerneuron, layer
input dan layer output. Kohonen neural network memiliki perbedaan arsitektur dari
backpropagation neural network. Perbedaan pertama, kohonen neural network
tidak memiliki hidden layer. Yang kedua, kohonen memiliki cara pemanggilan
pattern dan prosedur pembelajaran yang berbeda. Ketiga, kohonen tidak
menggunakan fungsi aktivasi, dan terakhir kohonen tidak menggunakan bobot
yang tidak seimbang pada neural network (Shatil, 2006).
2. Adaptive resonance theory ( ART ) adalah teori yang dikembangkan oleh Stephen
Grossberg dan Gail Carpenter pada aspek bagaimana otak memproses informasi.
Ini menggambarkan sejumlah model jaringan saraf yang menggunakan metode
pembelajaran yang diawasi dan tidak diawasi, dan mengatasi masalah seperti
pengenalan pola dan prediksi. Intuisi utama di balik model ART adalah bahwa
identifikasi dan pengakuan objek umumnya terjadi sebagai hasil dari interaksi
ekspektasi pengamat 'top-down' dengan informasi sensor 'bawah-atas'. Model ini
mendalilkan bahwa ekspektasi 'top-down' mengambil bentuk template memori atau
prototipe yang kemudian dibandingkan dengan fitur sebenarnya dari suatu objek
yang dideteksi oleh indra. Perbandingan ini memunculkan ukuran kepemilikan
kategori. Selama perbedaan antara sensasi dan harapan tidak melebihi ambang
batas yang disebut 'parameter kewaspadaan', objek yang dirasakan akan dianggap
sebagai anggota kelas yang diharapkan. Sistem ini menawarkan solusi untuk
masalah 'keliatan / stabilitas', yaitu masalah memperoleh pengetahuan baru tanpa
mengganggu pengetahuan yang ada yang juga disebut pembelajaran tambahan.

4. ARSITEKTUR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)


Pada jaringan saraf tiruan, neuron-neuron akan dikumpulkan dalam sebuh lapisan yang
disebut dengan lapisan neuron (neuron layers). Neuron-neuron pada satu lapisan akan
dihubungkan dengan lapisan-lapisan lainnya. Informasi yang didapatkan pada sebuah
neuron akan disampaikan ke semua lapisan-lapisan yang ada, mulai dari lapisan
masukan sampai dengan lapisan keluaran melalui lapisan tersembunyi (hidden layer).
Pada jaringan saraf tiruan ini tiga lapisan bukanlah sebuah struktur umum karena
beberapa jaringan saraf ada yang tida memiliki lapisan tersembunyi.
Menurut Haykin (2009), secara umum, ada tiga jenis arsitektur dari Jaringan Saraf
Tiruan yaitu
a. Jaringan Dengan Lapisan Tunggal (Single Layer Net)

Di dalam Jaringan Saraf Tiruan dengan satu layer, neuron-neuron diorganisasi dalam
bentuk layer-layer. Dalam bentuk paling sederhana dari Jaringan Saraf Tiruan dengan
satu layer, kita mempunyai sebuah input layer dari node sumber di mana informasi
diproyeksikan ke output layer dari neuron tapi tidak bisa sebaliknya. Dengan kata
lain, jaringan ini adalah tipe feed forward. Input layer dari node sumber tidak dihitung
karena tidak ada perhitungan yang dilakukan
b. Jaringan Dengan Banyak Lapisan (Multilayer Net)

Merupakan jaringan dengan satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer).
Jaringan multi lapis ini memiliki kemampuan lebih dalam memecahkan masalah bila
dibandingkan dengan jaringan lapis tunggal, namun pelatihannya mungkin lebih
rumit. Pada beberapa kasus, pelatihan pada jaringan ini lebih baik karena
memungkinkan bagi jaringan untuk memecahkan masalah yang tidak dapat
diselesaikan jaringan berlapis tunggal karena jaringan tidak bisa dilatih untuk
menampilkan secara benar.
c. Jaringan Dengan Lapisan Kompetitif (Competitive Layer Net)

Bentuk lapisan kompetitif merupakan jaringan saraf tiruan yang sangat besar.
Interkoneksi antar neuron pada lapisan ini tidak ditunjukkan pada arsitektur seperti
jaringan yang lain. Pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk mendapatkan
hak menjadi aktif atau sering pula disebut dengan prinsip winner takes all atau yang
menanglah yang mengambil semua bagiannya
5. CONTOH APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)
Contoh kali ini penggunaan jaringan syaraf tiruan pada permasalahan pengenalan
pola sidik jari manusia. Teknik identifikasi konvensional untuk mengenali indentitas
seseorang dengan menggunakan password atau kartu tidak cukup handal. Karena
system keamanan dapat ditembus ketika password dan kartu tersebut digunakan oleh
pengguna yang tidak berwenang. System autentifikasi data menggunakan pola sidik jari
telah terbukti keakuratannya sebagai identifikasi bila dibandingkan dengan system
biometric lainnya seperti retina mata atau DNA.
Sistem pengenalan identitas dengan sidik jari seperti yang dijelaskan pada gambar
di atas merupakan teknologi pengenalan pola yang banyak dipakai oleh industry
biometric pada saat ini. System tersebut masih mempunyai kelemahan, dimana user
harus menempelkan jari pada bidang sensor secara lurus, sehingga seringkali dijumpai
user berulang kali mengalami kegagalan akses, untuk menangani permasalahan tersebut
kita akan mencoba merancang suatu system pengenalan pola yang lebih cerdas, yaitu
system tersebut dapat mengenali pola sidik jari meskipun user menempatkan posisi
jarinya secara sembarang pada bidang sensor. Perkembangan algoritma kecerdasan
buatan (artificial intelligent) yang semakin handal akan dicoba untuk studi ini yaitu
dengan menggunakan algoritma feed forward backpropagation.

Anda mungkin juga menyukai