Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

Human Papilloma Virus (HPV) merupakan salah satu penyebab infeksi menular

seksual (IMS) yang banyak ditemukan di seluruh dunia. HPV itu sendiri adalah virus DNA

yang merupakan virus epiteliotropik (menginfeksi epitel) dan tergolong family

Papovaviridae dan dengan cara hibridasi DNA sampai saat ini telah dapat diisolasikan

kurang lebih 120 tipe HPV. Infeksi dapat mengancam pria maupun wanita yang termasuk

dalam kelompok seksual aktif, mempunyai resiko yang sama untuk kemungkinan tertular

infeksi HPV dan berkembangan menjadi penyakit.1

Centre for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan sekitar 20 juta

orang terinfeksi HPV dengan jumlah kasus baru 6,2 juta setiap tahunnya. Besarnya angka

ini menunjukkan betapa mudahnya penularan HPV, melalui kontak seksual, terjadi di

kalangan seksual aktif. Angka kejadian infeksi HPV pada pria belum dapat dipastikan,

kemungkinan karena kesulitan dalam mencari sampel yang adekuat untuk pemeriksaan

DNA HPV. Perkiraan secara umum, infeksi HPV pada pria berkisar antara 16 - 45%, atau

kurang lebih sama seperti pada wanita. Seperti juga pada wanita, umumnya infeksi HPV

pada pria bersifat asimtomatik (tanpa gejala).2

Infeksi Human Papiloma Virus ( HPV ) dapat menyebabkan beberapa kelainan pada

kulit. Beberapa jenis infeksi HPV pada kulit antara lain seperti Veruka Vulgaris, Veruka

Plana, Filiform Warts, Pigmented Warts, Bowens Disease dan pada kelamin seperti

Kondiloma Akuminata. Adapun tipe yang paling berisiko adalah HPV 16, 18, 31 dan 45.

1
Sedangkan tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59 dan 68 merupakan tipe risiko sedang. Tipe

HPV yang tergolong rendah yaitu tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55 dan 56. Dari tipe-tipe

tersebut, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab 70% kanker serviks pada wanita

sedangkan HPV tipe 6 dan 11 merupakan 90% penyebab kutil kelamin. Kutil kelamin

merupakan penyakit yang sangat menular dan hampir selalu menular secara seksual, tetapi

transmisi vertikal dan autoinokulasi juga dapat terjadi walaupun jarang. Walaupun penyakit

kutil kelamin tidak selalu menyebabkan kematian, penyakit ini dapat menyebabkan

morbiditas yang bermakna dan membutuhkan biaya perawatan kesehatan yang besar.3

Diperkirakan bahwa 20 juta penduduk Amerika, telah terinfeksi HPV dan setiap

tahunnya ditemukan 5,5 juta kasus baru. Suatu penelitian mengatakan bahwa 75% dari

kelompok populasi yang aktif secara seksual akan terinfeksi HPV pada beberapa waktu

selama periode kehidupannya (bahan epid) Dari suatu penelitian pada remaja, di Amerika,

diperoleh hasil bahwa mereka yang awalnya diketahui tidak terinfeksi HPV, 55%

diantaranya diketahui positif terinfeksi HPV dalam waktu 3 tahun kemudian. Pada

penelitian terhadap mahasiswa yang semula tidak terinfeksi HPV dan tidak melakukan

kontak seksual selama masa perkuliahan, sekitar 30% diantaranya ditemukan terinfeksi

HPV dalam waktu 12 bulan sejak pertama kali melakukan kontak seksual dan berkembang

menjadi 50% dalam waktu 4 tahun. Besarnya angka ini menunjukkan betapa mudahnya

penularan HPV, melalui kontak seksual, terjadi di kalangan remaja dan wanita dewasa

muda.2

2
Angka kejadian infeksi HPV pada pria belum dapat dipastikan, kemungkinan

karena kesulitan dalam mencari sampel yang adekuat untuk pemeriksaan DNA HPV.

Perkiraan secara umum, infeksi HPV pada pria berkisar antara 16 - 45%, atau kurang lebih

sama seperti pada wanita. Seperti juga pada wanita, umumnya infeksi HPV pada pria

bersifat asimtomatik (tanpa gejala). Yang perlu diingat bahwa, infeksi HPV pada pria dapat

berkembang bersama beberapa infeksi menular seksual lainnya seperti kutil kelamin

(genital warts), kanker penis atau anus yang bersifat invasif.2

Kutil kelamin merupakan penyakit yang sangat menular dan hampir selalu menular

secara seksual, tetapi transmisi vertikal dan autoinokulasi juga dapat terjadi walaupun

jarang. Depkes RI melaporkan bahwa sekitar 90% kejadian kutil kelamin disebabkan oleh

HPV tipe 6 dan 11. Walaupun penyakit kutil kelamin tidak selalu menyebabkan kematian,

penyakit ini dapat menyebabkan morbiditas yang bermakna dan membutuhkan biaya

perawatan kesehatan yang besar.3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Human Papilloma Virus (HPV) termasuk dalam Famili Papovaviridae yang

terdiri atas dua genus yaitu Polyomavirus dan Papillomavirus. Human Papilloma

Virus (HPV) merupakan virus berukuran kecil dengan diameter 45-55 nm, memiliki

genom sirkular dengan double stranded DNA dengan kapsid berbentuk icosahedral

dan tidak berenvelop. Virus ini mempunyai tropisme pada sel epitel kulit dan

membran mukosa.3 strain HPV dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat onkogenik

4
dan bukan onkogenik yaitu risiko rendah (bukan onkogenik) dan HPV risiko tinggi

(onkogenik).

2. Etiologi

Human Papilloma Virus (HPV) ini dapat bersifat mutagen. Infeksi HPV

telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminata, dan

kanker. Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 di antaranya dapat

ditularkan lewat hubungan seksual. Adapun tipe yang paling berisiko menjadi sel

karsinoma adalah HPV 16, 18, 45, dan 56. Sedangkan tipe 31, 33, 35, 51, 52 dan 58

merupakan tipe berisiko sedang. Dan yang berisiko rendah adalah tipe 6, 11, 42, 43,

44. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab 70% kanker serviks

sedangkan HPV tipe 6 dan 11 merupakan penyebab 90% kandiloma akuminata

jinak dan Papilloma laring pada anak-anak.4

3. Patogenesis

HPV merupakan virus yang menginfeksi kulit (epidermis) dan membrane

mukosa manusia seperti mukosa oral, esophagus, laring, trakea, konjungtiva, genital

dan anus. HPV tidak pernah menginfeksi mukosa saluran cerna. Virus ini teruatama

ditularkan melalui hubungan seksual termasuk oral seks dan anal seks.

Mekanisme infeksi virus diawali dengan protein menempel pada dinding sel

dan mengekstraksi semua protein sel kemudian protein sel itu ditandai (berupa

garis-garis) berdasarkan polaritasnya. Jika polaritasnya sama dengan polaritas virus

5
maka, dapat dikatakan bahwa sel yang bersangkutan terinfeksi virus. Setelah itu,

virus menginfeksikan materi genetiknya ke dalam sel yang dapat menyebabkan

terjadinya mutasi gen jika materi genetik virus ini bertemu dengan materi genetik

sel. Setelah terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring pertambahan

jumlah DNA sel yang sedang bereplikasi. Ini menyebabkan displasia (pertumbuhan

sel yang tidak normal) jadi bertambah banyak dan tak terkendali sehingga dapat

menyebabkan kanker.3,4

Virus Papilloma hanya dapat bertambah banyak pada epitel skuamosa

bertingkat, tidak dapat tumbuh pada kultur sel biasa. Serangan terjadi pada

peralihan epitel kolumnar kanal servikal dengan epitel skuamosa bertingkat serviks

bagian luar. Kutil jinak adalah tumor self limiting yang akan mengalami regresi

setelah beberapa lama. Keistimewaan kutil kulit jinak adalah hiperkeratosis

(proliferasi yang masif dari lapisan keratin dermis). Awal formasi kutil mungkin,

trauma epitel dan masuknya virus ke dalam satu atau beberapa sel dari lapisan

germinal basal. Secara karakteristik, infeksi HPV epitel mempunyai lapisan

hyperplastic prickle cell (acanthosis) dengan stratum korneum yang terdiri dari satu

atau dua lapisan sel parakeratotik. Papila dermal memanjang dan terdapat batasan

tajam dengan dermis. Infeksi virus menstimulasi perkembangan sel, menghasilkan

ketebalan irregular lapisan sel dan lapisan granular yang terdiri dari sel dengan HPV

intranuklear. Sel ini, yang disebut dengan koilocytes, merupakan sel skuamosa

matur, yang menunjukkan perubahan kromatin nuklear dan halos vakuolar

perinuklear dan menonjol pada hapusan Papanicolaou (Pap smears) dari sel servikal

6
yang terkelupas dari wanita dengan infeksi HPV servikal. Adanya koilocytes ini

merupakan marker histologik dari virus.1,3,4

Infeksi HPV pada dewasa biasanya terjadi melalui kontak kulit ke kulit

(umumnya kontak seksual dengan pasangan yang memiliki infeksi klinis atau

subklinis) dengan masa inkubasi 3 minggu sampai 8 bulan, rata-rata sekitar 3

bulan.6

4. Epidemiologi

Centre for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan sekitar

20 juta orang terinfeksi HPV dengan jumlah kasus baru 6,2 juta setiap tahunnya.

Sekitar 30-60% orang akan mengalami infeksi HPV dkehidupannya, tetapi

prevalensi klnis kurang dari 1%. Kebanyakan kasus terdiagnosis pada dewasa muda

usia 16-25 tahun. Adanya faktor seperti kehamilan, pasangan seksual multipel,

infeksi (kandidiasis, tricomoniasis atau bakterial vaginosis), imunosupresi dan

pasien diabetik akan meningkatkan risiko angka kejadian infeksi. Besarnya angka

ini menunjukkan betapa mudahnya penularan HPV, melalui kontak seksual, terjadi

di kalangan seksual aktif. Angka kejadian infeksi HPV pada pria belum dapat

dipastikan, kemungkinan karena kesulitan dalam mencari sampel yang adekuat

untuk pemeriksaan DNA HPV. Perkiraan secara umum, infeksi HPV pada pria

berkisar antara 16 - 45%, atau kurang lebih sama seperti pada wanita. Seperti juga

pada wanita, umumnya infeksi HPV pada pria bersifat asimtomatik (tanpa gejala).

5. fgsag

7
6. fgsg

Virus Papilloma hanya dapat bertambah banyak pada epitel skuamosa

bertingkat, tidak dapat tumbuh pada kultur sel biasa. Serangan terjadi pada

peralihan epitel kolumnar kanal servikal dengan epitel skuamosa bertingkat serviks

bagian luar.3 Kutil jinak adalah tumor self-limiting yang akan mengalami regresi

setelah beberapa lama. Keistimewaan kutil kulit jinak adalah hiperkeratosis

(proliferasi yang masif dari lapisan keratin dermis). Awal formasi kutil mungkin,

trauma epitel dan masuknya virus ke dalam satu atau beberapa sel dari lapisan

germinal basal. Secara karakteristik, infeksi HPV epitel mempunyai lapisan

hyperplastic prickle cell (acanthosis) dengan stratum korneum yang terdiri dari satu

atau dua lapisan sel parakeratotik. Papila dermal memanjang dan terdapat batasan

tajam dengan dermis. Infeksi virus menstimulasi perkembangan sel, menghasilkan

ketebalan irregular lapisan sel dan lapisan granular yang terdiri dari sel dengan HPV

intranuklear. Sel ini, yang disebut dengan koilocytes, merupakan sel skuamosa

matur, yang menunjukkan perubahan kromatin nuklear dan halos vakuolar

perinuklear dan menonjol pada hapusan Papanicolaou (Pap smears) dari sel servikal

yang terkelupas dari wanita dengan infeksi HPV servikal. Adanya koilocytes ini

merupakan marker histologik dari virus.1,3,8,10 Terkenanya HPV pada dewasa

biasanya terjadi melalui kontak kulit ke kulit (umumnya kontak seksual dengan

pasangan yang memiliki infeksi klinis atau subklinis), dengan inkubasi 3 minggu

sampai 8 bulan, rata-rata sekitar 3 bulan.1,6 Kutil menyebar secara difus ke seluruh

8
daerah vulva. Pertumbuhan veruka akan menimbulkan bentuk lain atau gabungan,

membentuk perkembangan cauliflower besar, yang mempengaruhi kulit, dibanding

labia mayora, perineum dan daerah perianal. Perkembangan akan terlihat pada

wanita usia reproduksi, sebagian besar penularan secara seksual.10 Infeksi

seringkali asimptomatik dan menjadi karier beberapa tahun, mungkin seumur hidup.

Pada penelitian, kutil genital timbul hampir dua pertiga kontak pasien yang

memiliki kutil genital kasat mata, dalam tiga bulan sejak dimulainya hubungan

seksual.11 Virus dapat menginfeksi kulit vulva, perineum, dinding vagina, serviks

dan rektum, sedangkan kontak orogenital dapat menyebabkan kutil di mulut atau

bibir.11,12 Kutil sering multipel, secara perlahan membesar ukurannya, dapat

menyebar secara langsung ke kulit perianal tanpa terjadinya hubungan anal sex. 11

Integrasi sekuens HPV ke dalam genom seluler seringkali menyertai progresivitas

keganasan. Peran HPV sebagai penyebab kanker anogenital, diketahui berdasarkan

hasil banyak penelitian molekuler dan epidemiologi. Meskipun karsinoma serviks,

penis, vagina, vulva, dan anus secara morfologi sama dan diakibatkan oleh transmisi

seksual, tetapi insiden kanker serviks 5–50 kali lebih tinggi daripada kanker

skuamosa traktus genitalis lainnya, kecuali kanker anus pada pria homoseksual.

Lebih sering terjadinya kanker serviks dan kanker anus pria homoseksual daripada

kanker traktus lain, karena HPV belum diketahui secara jelas. Kedua tipe kanker ini

meningkat pada daerah epitel metaplastik yang umumnya terjadi karena infeksi

HPV. Metaplasia merupakan proses berubahnya epitel kolumnar yang

menghasilkan mukus pada porsio ektoserviks saat lahir, diganti epitel skuamosa.

9
Permukaan endoserviks dan ektoserviks mengalami perubahan secara dramatik

berupa metaplasia skuamosa selama perjalanan hidup wanita, yang kemungkinan

akibat pengaruh fisik, hormonal atau berbagai penyebab infeksi seperti HPV.

Perubahan terjadi pada batas epitel skuamosa dan epitel kolumnar

(squamouscolumnar junction) yang menyusut cepat ke dalam kanalis endoserviks,

daerah ini dinamakan daerah transformasi (transformation zone), yang di dalam

epitel metaplasia ini, sebagian besar patologi serviks seperti awal kanker, dapat

terjadi. Konsep lesi pre kanker pertama kali didapatkan, sebagai sel epitel normal

yang berdekatan dengan karsinoma skuamosa invasif, diganti dengan lapisan sel

tebal, yang secara morfologis identik sel tumor invasif, daerah ini dinamakan

Carcinoma in situ (CIS). Bentuk lain lesi serviks tidak begitu jelas perbedaan

morfologinya dengan CIS, yaitu displasia, dinamakan Cervical intraepithelial

neoplasia (CIN), keadaan ini sebagai perubahan morfologi paling awal yang

berhubungan dengan karsinoma serviks. Yang tergolong lesi epithelial serviks non

invasif adalah displasia ringan, sedang dan berat atau CIS. E6 dan E7 adalah dua

gen viral yang selalu berada dan diekspresikan pada tumor, kedua onkoprotein ini

dari tipe risiko tinggi, bukan tipe risiko rendah, yang cukup digunakan untuk kultur.

Penelitian menunjukkan, E6 dan E7 dapat mandiri memperpanjang jangka waktu

hidup sel pada kultur dan juga melibatkan perubahan selular. HPV sel epitel, secara

umum tidak tumorigenik tetapi jangka waktu lama kultur, dapat spontan

menumbuhkan derivat tumorigenik atau dapat terinduksi pengobatan karsinogen.

Onkoprotein E6, E7 pada HPV risiko tinggi memberikan beberapa fungsi kritis

10
perkembangan neoplasia. Pertama, E7 mengacaukan sinyal secara normal mencegah

masuknya sel ke dalam fase sintesis (S), saat sel meninggalkan lapisan basal.

Meningkatnya jumlah sel yang berproliferasi, meningkatkan juga jumlah sel yang

menjadi target perubahan genetika, yang selanjutnya menjadi neoplasia. Kedua, E6,

E7 menyebabkan kerusakan DNA dan mengganggu sinyal pertumbuhan lainnya.

Inaktifasi siklus sel menyebabkan instabilitas genetika dan kegagalan untuk

mengeliminasi sel yang berpotensi perubahan merusak, yang berperanan dalam

perkembangan neoplasia. Ketiga, E6 mengaktifkan ekspresi telomerase, sehingga

proliferasi sel terus berlanjut. Perkembangan kanker invasif memerlukan aktivasi

gen yang menyebabkan penetrasi pada membran basalis, merubah interaksi dengan

matriks sehingga terjadi pertumbuhan stroma dan jaringan lain, serta keperluan

faktor pertumbuhan baru. Perubahan sitogenetika menyertai tumorigenisitas.

Inaktivasi menyebabkan instabilitas genetika yang berlanjut menimbulkan

perubahan genetika baru yang diperlukan untuk tumorigenisitas. Walaupun

demikian, tidaklah jelas apakah onkogen virus mendorong ekspresi gen secara

langsung pada proses invasif dan metastase. Data epidemiologi menunjukkan bahwa

pada beberapa infeksi HPV, terjadi regresi spontan, perkembangan menjadi lesi

intraepitelial berhubungan dengan persistensi virus. Gen HPV mampu menetap pada

sel normal dan tidak mengadakan transformasi. Hal ini menunjukkan perubahan

sekunder berperan penting pada karsinogenesis serviks berkaitan HPV, yang dapat

terjadi sebagai konsekuensi langsung infeksi HPV atau tidak langsung melalui

peranan kofaktor alami (innate) atau yang didapat (acquired). Penelitian

11
epidemiologi saat ini difokuskan pada kofaktor yang dapat menerangkan perjalanan

alami infeksi HPV dan hubungan terbentuknya lesi dan kanker serviks. Faktorfaktor

tersebut: merokok, penggunaan kontrasepsi hormonal, koinfeksi penyakit menular

seksual lainnya (HIV, Chlamydia), faktor pertumbuhan, imunitas hospes. Faktor

lain yang berperan pada kanker serviks meliputi smegma, infeksi berulang, kontak

seksual pertama pada usia lebih muda, dan pasangan seksual yang banyak.2

7. Infeksi HPV Pada Kulit

a. Veruka Vulgaris/Common Warts

Veruka Vulgaris adalah papul verukosa yang disebabkan oleh virus

HPV terutama HPV 2, 27, 57 (tipe HPV yang mirip dengan tipe 2), HPV 4

dan 1. Pemeriksaan klinis menunjukkan papul padat verukosa, keratotik,

dengan ukuran beberapa mm sampai dengan 1cm, dan bila berkonfluensi

dapat menjadi lebih besar. Lokasi dapat terjadi dimana saja namun paling

sering terjadi di punggung tangan dan jari tangan. Pemeriksaan

histopatologis akan menunjukkan adanya akantosis, hyperkeratosis,

papilomatosis dan rete ridges mengarah ke medial. Diagnosis banding

adalah keratosis seboroik, tetapi keratosis seboroik lebih hiperpigmentasi.

Tatalaksana non medikamentosa adalah menjaga hygiene perorangan agar

tidak tertular dan menghindari kontak langsung. Dapat dilakukan

pembedahan dengan bedah listrik, bedah beku, bedah laser atau destruksi

12
dengan bahan keratolitik seperti asidum salisikum 25-50%, triklorasetat

25%.4,5

Gambar 1. Veruka Vulgaris

b. Veruka Plana/Plane Warts

Veruka Plana adalah papul datar kecil yang disebabkan oleh infeksi

virus HPV 3 dan 10. Kelainan ini dapat regresi, biasanya didahului oleh

peradangan. Berdasarkan pemeriksaan klinis Veruka Plana terlihat sebagai

papul datar agak menimbul dengan permukaan licin dan warna seperti kulit,

abu-abu atau kehitaman. Bentuk bulat atau polygonal dengan ukuran 1-

5mm. Lokasi yang sering adalah wajah, punggung tangan dan tungkai

bawah dengan jumlah beberapa sampai ratusan. Lesi dapat bersatu tersusun

linier pada bekas garukan.

13
Pemeriksaan penunjang dengan biopsi kulit menunjukkan

hyperkeratosis, akantosis tanpa papilomatosis dan stratum korneum tampak

seperti rajutan keranjang (basket-wave).

Tatalaksana seperti pada veruka vulgaris namun pada veruka plana

menggunakan asidum salisikum 15-25%.4,5

Gambar 2. Veruka Plana

c. Filiform Warts

Ini adalah variasi morfologi veruka vulgaris dan jenis HPV yang

tampak sama ditemukan pada lesi veruka vulgaris, terutama HPV 2. Kutil ini

bertangkai, tumbuh dengan cara tegak lurus atau miring terhadap pada

permukaan kulit Mereka dapat muncul secara terisolasi atau timbul beberapa

lesi yang terutama terdapat pada wajah dan leher.6

14
Gambar 3. Filiform Warts

d. Pigmented Warts

Secara klinis, kutil ini mempunyai pigmen warna bervariasi dari abu-

abu untuk cokelat kehitaman. Secara histopatologi, tampak sitoplasma

homogen badan inklusi yang spesifik. Jenis HPV pada lesi ini adalah HPV

4, 60 dan 65.7

Gambar 4. Pigmented Warts

15
e. Bowens Disease

Penyakit Bowen (BD) adalah karsinoma sel skuamosa in situ yang

kadang-kadang berkembang menjadi invasif karsinoma. Menurut literatur,

HPV, terutama jenis berisiko tinggi, sering ditemukan di lesi Extra-Genital

Bowen Disease (EGBD), terutama di wilayah periungual, di tangan dan

lebih jarang pada kaki. Deteksi virus pada lokasi inimmenunjukkan

autoinokulasi dari lesi genital. Peran HPV ditemukan secara jelas pada

genital BD, tetapi belum sepenuhnya dimengerti pada EGBD.

Pada EGBD, HPV yang terdeteksi tidak terbatas pada ekstremitas

(kaki, tangan, wilayah periungual). HPV berisiko tinggi juga ditemukan

pada lesi EGBD.

Jenis lain dari HPV telah terdeteksi di EGBD, seperti HPV 2, HPV beresiko

rendah yaitu HPV 6 dan 11, HPV 54, 58, 61, 62, 73. HPV 58 terdeteksi di

EGBD terletak di siku, jari tangan dan kaki yang terkait dengan serviks dan

vulva carcinoma.8,10

16
Gambar 5. Bowens Disease

8. Infeksi HPV Pada Kelamin

a. Kondiloma Akuminata/Venereal Warts

Kondiloma akuminata atau kutil kelamin merupakan infeksi HPV

yang paling sering terjadi pada kelamin dana tau anus. Penyakit ini termasuk

kelompok infeksi menular seksual (IMS), karena 98% penularan melalui

hubungan seksual. Sisanya dapat ditularkan melalui barang yang tercemar

partikel HPV. Tersebar kosmopolit dan transmisi melalui kontak langsung.

Pada kondiloma akuminata dan neoplasia intraepithelial serviks derajat

ringan lebih sering dijumpai HPV tipe 6 dan 11.

Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab seperti

genitalia eksterna. Pada laki-laki tempat predileksinya pada perineum dan

17
sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, meatus uretra, korpus dan

pangkal penis. Pada perempuan di daerah vulva dan sekitarnya, introitus

vagina, kadang portio uteri

Beberapa faktor juga dapat menyebabkan pertumbuhan kondiloma

akuminatum lebih cepat, yaitu fluor albus pada wanita, laki-laki yang tidak

disirkumsisi dan orang yang terinfeksi HIV.

Kondiloma akuminatum sering tidak menimbulkan keluhanm namun

dapat terasa gatal dan bila terjadi infeksi sekunder dapat timbul nyeri, bau

kurang enak dan mudah berdarah.

Bentuk klinis yang paling sering ditemukan berupa lesi kembang kol,

berwarna daging atau sama dengan mukosa berukuran beberapa millimeter

sampai sentimeter. Pada permukaan yang kering seperti di batang penis

berupa lesi keratotic dengan permukaan kasar dan tebal. Lesi timbul sebagai

papul atau plak verukosa atau keratotic, soliter atau multiple.

Untuk keadaan yang meragukan dapat dilakukan tes asam asetat

dengan cara membungkus kain kasa yang telah dibasahi dengan larutan

asam asetat 5% selama 3-5 menit lalu dilihat dengan kaca pembesar dan

terlihat acetowhite, terjadi warna putih akibat ekspresi sitokeratin pada sel

suprabasal yang terinfeksi HPV. Warna putih terjadi akibat denaturasi

protein.

Pengobatan dapat digunakan tinktura podofilin 25% dan dicuci

setelah 4-6 jam. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari.

18
Selain itu dapat juga digunakan teknik pembedahan menggunakan

elektrokauteriasi, bedah skapel, laser karbondioksida ataupun bedah beku.9,11

Gambar 6. Kondiloma Akuminata

b. Giant Condyloma Buschke-Lowenstein

Dijumpai pula bentuk klinis lain yang telah diketahui berhubungan

dengan keganasan pada genitalia, yakni Giant Condyoma Buschke-

Lowenstein.Bentuk ini diklasifikasi sebagai karsinoma sel skuamosa

keganasan derajat rendah. Hubungan kondilomata akuminata dengan Giant

condyloma diketahui dengan ditemukannya HPV tipe 6 dan tipe 11. Pada wanita

kadang terdapat pada vulva dan anus. Tampak sebagai kondilom besar, bersifat

invasif lokal, destruksi dan tidak bermetastasis. Histologis, Giant condyloma tidak

berbeda dengan kondilomata akuminata. Giant condyloma umumnya refrakter

19
terhadap pengobatan. Beberapa individu yang mengalami penurunan imunitas,

disebabkan HIV, terapi immunosupresi, penyakit Hodgkin's atau kehamilan akan

berkembang menjadi Giant condyloma.9,10,11

Gambar 7. Giant Condyloma

20
BAB III

KESIMPULAN

Human Papillomavirus (HPV) termasuk dalam Famili Papovaviridae yang terdiri

atas dua genus yaitu Polyomavirus dan Papillomavirus. Terdapat 138 strain HPV yang

sudah diidentifikasi, 30 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. HPV tipe 16

dan 18 merupakan penyebab 70% kanker rahim yang terjadi, sedangkan HPV tipe 6 dan 11

merupakan penyebab 90% kandiloma akuminata jinak dan Papilloma laring pada anak-

anak.

Infeksi virus HPV dapat menginfeksi kulit dan kelamin, antara lain virus HPV yang

menginfeksi kulit adalah Veruka Vulgaris, Veruka Plana, Pigmented Warts, Filiform

Warts, dan Bowens Disease. Sedangkan virus HPV yang menginfeksi kelamin adalah

Kondiloma Akuminata.

Untuk diagnosis lebih lanjut dilakukan pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit

yang dapat menghasilkan ciri khas secara histopatologis dari masing-masing penyakit.

21
Pilihan pengobatan berdasarkan keadaan lesi, yaitu jumlah, ukuran dan bentuk serta lokasi.

Pilihan pertama dapat menggunakan kemoterapi berupa penggunaan bahan keratolitik

seperti asidum salisikum, triklorasetat dan tinktura podofilin 25%. Dapat juga dilakukan

tindakan pembedahan menggunakan bedah skapel, bedah listrik, bedah beku dan laser

karbondioksida.

Walaupun sering mengalami kekambuhan namun prognosis dari infeksi akibat HPV

adalah baik, namun harus menjauhi faktor predisposisi terjadinya infeksi tesebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Achdiat P, Djajakusumah T, Rachmatdinata. 2013. Kondiloma Akuminata di

Daerah Anus yang Disebabkan oleh Infeksi Human Papilloma Virus tipe 6, 11 dan

16 pada Seorang Laki Suka Laki dengan HIV Positif. Departemen Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung.

2. CDC-USA. Sexually Transmitted Deseases Treatment Guidelines 2015. MMWR,

2015.

22
3. Setiawati, D. 2014. Human Papilloma Virus dan Kanker Serviks. Public Health

Science Journal. Vol. 6, No. 2 Hal: 450-459.

4. Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8.

5. PPM & PL Depkes RI. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit Menular Seksual.

Jakarta : Depkes RI. 1996.

6. Murtiastutik, D. 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga

University Press.

7. Fitzpatrick, Freedeberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz

St. 2007. Dermatology in General Medicine. Edisi 6. New York. The Mc Graw-Hill

Companies Inc.

8. Siregar RS. 2004. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Jakarta. Buku Kedokteran EGC

9. Rahayu, Agnes. 2010. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan Pencegahannya

pada Remaja dan Dewasa Muda. Jurnal Biologi Papua, Vol. 2 No.2 Hal: 81-88

10. Tjhay, Fransisca. 2011. Risiko Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) Pada

Penyakit Menular Seksual. Damianus Journal of Medicine; Vol.10 No.1 Februari

2011: hlm. 24–30.

11. Guiseppe, G.D., et al., 2008. Human Papillomavirus and Vaccination: Knowledge,

Attitudes and Behavioural Intention in Adolescents and Young Women in Italy.

British Journal of Cancer, 99(2): 225-229.

12. Googheart, Herbert P. 2013. Goodheart Diagnosis Fotografik dan Penatalaksanaan

Penyakit Kulit. EGC : Jakarta

23
13. Harahap, Marwali. 2013. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates ; Jakarta.

14. Menaldi, Sri Linuhwih SW. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed.7. Badan

Penerbit FK UI ; Jakarta.

15. Fitzpatrick, Thomas B. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology Ed 6th .

16. Chan PKS, Luk ACS, Luk TNM, Lee KF, Cheung JLK, Ho KM, et al. Distribuition

of human papillomavirus types in anogenital warts of men. J Clin Virol.

2009;44:111-4.

17. Asato Y, Taira K, Yamamota Y, Uezato H. Detection of human papillomavirus type

11 in a case of Buschke-Löwenstein tumor. Eur J Dermatol. 2008;18:329-31.44.

18. Hama N, Ohtsuka T, Yamazaki S. Detection of mucosal human papilloma virus

DNA in bowenoid papulosis, Bowen's disease and squamous cell carcinoma of the

skin. J Dermatol. 2006; 33:331-7.

19. Tyring SK. Human papillomavirus infections: epidemiology, pathogenesis, and host

immune response. J Am Acad Dermatol. 2000;43:S18-26.

24

Anda mungkin juga menyukai