Anda di halaman 1dari 6

Referat

BULLYING

Oleh :

Andry Effendy 17710

Nyomsn Gede Trisna Anandita 17710096

I Gusti Ayu Avitri Vardhayanti 17710109

Vini Anggraini 17710051

Kadek Putri Rinriani 17710058

PEMBIMBING :

dr. Lila Nurmayanti, Sp.KJ

KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-

Nya, penulis mendapat kemudahan untuk menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Bullying”.

Dalam pembuatan referat ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada: .

1. dr. Lila Nurmayanti, Sp.KJ sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan,

serta dorongan dalam menyelesaikan referat ini.

2. Semua pihak yang tidak mungkin disebut satu per satu yang telah membantu dalam

menyelesaikan referat ini.

Dalam penulisan referat ini penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan

jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran dari pembaca

demi menyempurnakan referat ini.

Surabaya, 27 Oktober 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan sosial manusia terdiri atas beberapa fase dan tingkatan. Pada saat lahir,

manusia sebagai individu tumbuh dan berkembang di lingkungan. Pada fase ini, bayi

ditanamkan nilai-nilai yang dianut oleh orang tuanya. Bertumbuh dewasa dan menjadi

remaja, manusia sebagai individu mulai mengenal lingkungan yang lebih luas daripada

keluarga. Sosialisasi yang dialami individu mulai bertambah luas. Individu mulai berinteraksi

dengan teman sebayanya. Hal ini membuat keterampilan sosial individu makin meningkat.

Jika nilai-nilai yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya diserap dengan baik, maka

keterampilan sosial yang dimiliki oleh individu tersebut bisa menjadi lebih baik. Hal itu

disebabkan karena manusia tumbuh dan berkembang dari fase ke fase tanpa meninggalkan

apa yang telah ia pelajari dari fase sebelumnya. Sebaliknya, apabila sosialisasi nilai-nilai

yang ditanamkan keluarga kurang terserap oleh anak, maka bisa jadi perkembangan perilaku

dan psikososialnya terhambat. Akibatnya, remaja mulai menunjukkan gejala-gejala patologis

seperti kenakalan dan perilaku-perilaku beresiko lainnya, salah satunya adalah bullying.1

Bullying merupakan bentuk penyalahgunaan kekuatan yang disengaja dan berulang-ulang

oleh seorang individu kepada individu lain dengan maksud untuk menyakiti atau

menimbulkan perasaan tertekan atau setress. Bullying tidak hanya mengakibatkan kerugian

dan tekanan tetapi juga mengakibatkan gangguan emosi dan gangguan perkembangan yang
dapat terjadi hingga remaja dan dewasa pada anak yang menjadi korban. Pelaku bullying juga

cenderung menjadi agresif dan melakukan tindakan kriminal ketika dewasa.2

Bullying merupakan fenomena terbesar di seluruh dunia. Prevalensi bullying diperkirakan

8 hingga 50% di beberapa negara Asia, Amerika dan Eropa. Di tingkat Asia, kejadian

bullying pada siswa di sekolah mencapai angka 70%. Tindakan bullying menempati

peringkat pertama dalam hal-hal yang menimbulkan ketakutan di sekolah. Indonesia menjadi

urutan pertama pada riset yang dilakukan oleh LSM Plan International dan International

Center for Research on Women (ICRW) terkait bullying, riset ini dilakukan di beberapa

negara dikawasan Asia. Sebanyak 84% anak di Indonesia mengalami bullying di sekolah,

sekitar 9000 anak terlibat dalam riset ini berusia 12-17 tahun. Menurut Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI), kasus bullying di sekolah menduduki tingkat teratas pengaduan

masyarakat ke komisi perlindungan anak (KPAI) di sektor pendidikan. Kekerasan bullying di

tiga kota besar Indonesia yaitu Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat

kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat

Sekolah Menengah Pertama (SMP).3

Secara sudut pandang hukum, pemerintah Indonesia telah menetapkan sanksi dikaitkan

dengan perilaku bullying. Sanksi tersebut diatur pada kitab Undang-Undang Hukum Pidana

pasal 170, 289, 300, 333, 335, 336, 351, 368, 369. Pelaku bullying terhadap anak dapat

dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.4

Pencegahan tindakan bullying ini memerlukan kerjasama seluruh pihak, tidak hanya dari

peran pemerintah dalam membentuk aturan yang tegas terhadap kasus bullying. Orangtua
memiliki peran yang penting dalam membina komunikasi dengan anak. Selain itu, peran

sekolah juga penting karena tindakan bullying paling banyak terjadi di sekolah. Peran

sekolah harus menyediakan teman yang aman dan bebas dari intimidasi sehingga setiap anak

dapat tumbuh dan belajar dengan damai.5

1.2 Pencegahan Bullying

Pencegahan masalah perilaku bullying pada anak dan remaja bukan hanya menjadi tugas

orang tua dan sekolah, peran masyarakat dan negara juga dibutuhkan dalam upaya

pencegahan dan penanganan perilaku bullying. Semua yang terlibat dalam bullying (pelaku,

korban atau yang menyaksikan) membutuhkan dukungan. Sikap guru atau orang tua yang

mengetahui anaknya menjadi pelaku atau menyaksikan atau menjadi korban bullying

sebaiknya harus tenang jangan bereaksi berlebihan dan tunjukkan sikap unconditional love

& acceptance antara lain6 :

 Bantu anak atau remaja untuk menumbuhkan self-esteem (harga diri) yang baik. Anak

atau remaja dengan self-esteem (harga diri) yang baik akan bersikap dan berpikir positif

menghargai dirinya sendiri menghargai orang lain percaya diri optimis dan berani

menyatakan haknya.

 Membina komunikasi yang baik antara orang tua dan anak mendiskusikan dengan anak

tentang pemahaman perilaku bullying dan dampaknya.

 Menjadi model atau contoh panutan yang baik bagi anak atau remaja bagaimana

selayaknya memperlakukan orang lain dengan hormat dan setara menghargai

keberagaman dan keunikan orang lain.


 Bantu anak atau remaja berinteraksi dan bergabung dengan grup berkegiatan positif.

Menghentikan dan mendampingi anak atau remaja dalam menyaksikan acara TV atau

menyaksikan berita yang menayangkan kekerasan.

DAFTAR PUSTAKA

1.Yusuf, S. dan Nurihsan, J. 2008. Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

2. Coloroso, B. 2007. Stop Bullying. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta.

3.Sejiwa. 2008. Bullying : Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak.

Jakarta : PT Grasindo.

4. Astuti, P.R. 2008. Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak.

Jakarta: Grasindo.

5. Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan

Anak. Lembaran Negara RI tahun 1992, No. 115. Sekretariat Negara. Jakarta.

6.Surilena. Perilaku Bullying (Perundungan) pada Anak dan Remaja. CDK. 2016;43(1):35-8.

Anda mungkin juga menyukai