Anda di halaman 1dari 2

Tugas Studi Kasus

Nama : Yelni Ifana Angelia Zebua


Prodi : Pendidikan Fisika
Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Padang
Materi : Berpikir Metodologis

Tugas : Pihak manakah yang bertanggungjawab atas kasus pembullyan pada anak yang
menyebabkan anak tersebut meninggal? Pihak sekolah atau pihak keluarga?
Jawaban :
Pencegahan dan penanganan bullying memerlukan peran serta dari berbagai pihak.
Tanggung jawab tidak hanya diserahkan kepada anak-anak, namun juga menjadi tanggung
jawab orang tua, guru, pegawai sekolah, dan masyarakat umum. Semua pihak perlu memahami
seriusnya perilaku bullying serta bagaimana mencegah dan mengatasi bullying.
Sebagai contoh saat anak sudah memberanikan diri menceritakan bahwa dirinya
menerima perilaku bullying kepada guru, maka guru perlu mengambil langkah yang tepat
sehingga bullying tidak semakin kuat dan dapat diatasi tanpa menimbukan efek negatif bagi
anak yang menerima bullying maupun anak yang melakukan bullying. Guru harus mampu
melihat bullying secara utuh tanpa melakukan labelling kepada anak. Jika guru atau orang
dewasa mengambil tindakan yang kurang tepat maka bullying akan dapat semakin parah atau
terjadi perubahan peran dari pihak-pihak yang terlibat dalam bullying. Anak yang tadinya
melakukan perilaku bulyying dapat menjadi Anak yang menerima perilaku bullying atau ia
mencari Anak lain sebagai target perilaku bullying yang dilakukannya.
Oleh karena itu, pemahaman orang tua, guru, pegawai sekolah, dan masyarakat pada
umumnya terhadap bullying perlu ditingkatkan sehingga dapat mengambil langkah yang tepat
dalam pencegahan dan penanganan bullying. Semua pihak harus memahami bullying dengan
baik untuk dapat mencegah dan menangani bullying. Perlu dilakukan edukasi terhadap
masyarakat terkait bullying.(rzk)
Menurut Komisi Perlindungan Anak (KPAI), sekolah dan orang tua memiliki peranan
penting untuk menghentikan bullying. Hal ini untuk menumbuhkan rasa empati pada anak.
"Orangtua memperbaiki pola pengasuhan agar menjadi positif. Sekolah perlu membangun
sistem pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan dengan
didasarkan pada Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan
penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan," jelas Komisioner KPAI Retno
Listyarti.
Pernyataan Retno ini senada dengan psikolog Dian Wisnuwardhani. Menurutnya,
tanggung jawab soal bullying tak bisa dibebankan sepenuhnya pada sekolah. "Tanggung
jawabnya harus orang tua dan guru. Kenapa? Karena orang tua yang bayar sekolahnya, orang
tua juga bertanggung jawab karena itu adalah anak mereka. Guru juga bertanggung jawab
karena itu murid dari orang tua anak-anak dari orang tua yang dititipkan di sekolah. Jadi
tentunya kerja samanya harus dua stakeholder itu," ujar Dian, Senin (21/11).
Menurut Dian, selain edukasi dari rumah, sekolah juga perlu membuat proyek bersama
yang melibatkan kakak kelas dan adik kelas. Tujuannya, agar rasa empati dan kerja sama itu
tumbuh, sehingga perundungan bisa dihindari.
Orang tua dan guru di sekolah juga perlu melakukan pendampingan bersama psikolog.
Reynitta Poerwito, psikolog klinis RS Eka Hospital BSD menyebut psikolog berperan
melakukan observasi perilaku bullying di sekolah.
Seringkali, peran teman sekelompok begitu besar untuk membuat seorang siswa lebih
percaya diri. Alhasil, ada banyak anak yang masih di bawah cengkeraman bullying agar masih
punya teman.
"Nah, orang-orang yang takut merasa sendirian dan dia harus berada dalam suatu
kelompok, maka biasanya dia akan mengikuti suatu aturan dalam kelompok itu itu yang
kemudian membuat orang-orang biasanya membuat orang-orang mematuhi aturan pokok
daripada dia dikeluarkan dari kelompok," kata Reynitta.
Ia menambahkan, edukasi soal perundungan juga perlu untuk menekankan bedanya
bercanda yang bikin senang atau sebaliknya, justru membuat korban tertekan.

Anda mungkin juga menyukai