Anda di halaman 1dari 10

MENGATASI BULLYING DI SEKOLAH SERTA

PERAN SEKOLAH DALAM MENCIPTAKAN


LINGKUNGAN BELAJAR YANG AMAN BAGI SISWA
SISWI SMA NEGERI 3 MALUKU TENGGARA

1
2
OLEH
Malen kelsya Hukubun
Yemima Bernadeta Warat
Hendrik Waitaby

Sman3malra@gmail.com
SMA NEGERI 3 MALUKU TENGGARA
LAN G G U R
2024

PENDAHULUAN

Bullying di sekolah merupakan masalah serius yang menimpa banyak


siswa SMA di seluruh dunia, termasuk SMA Negri 3 Maluku Tenggara. Perilaku
bullying ini dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan mental dan
emosional korban serta mengganggu proses belajar mengajar di sekolah. Oleh
karena itu, peran sekolah dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan
mendukung bagi seluruh siswa sangatlah penting. Sekolah mempunyai tanggung
jawab yang besar untuk mengatasi dan mengatasi masalah bullying. Untuk
menciptakan lingkungan belajar yang aman, sekolah perlu mengembangkan
strategi yang efektif untuk mencegah dan merespons penindasan. Selain itu,
sekolah harus memastikan bahwa semua siswa merasa diterima, dihargai, dan
dilindungi di lingkungan sekolah. Peran sekolah dalam mengatasi bullying
sangatlah penting. Sekolah harus meningkatkan kesadaran akan bahaya dan
dampak negatif penindasan melalui program pendidikan dan kampanye sosial.

3
Guru dan staf sekolah juga harus terlibat aktif dalam mendidik dan membimbing
siswa tentang pentingnya saling menghormati dan toleransi.
Selain itu, sekolah harus memiliki kebijakan yang jelas dan tegas
mengenai intimidasi. Kebijakan ini harus mencakup definisi penindasan, prosedur
pelaporan insiden penindasan, dan sanksi yang dikenakan kepada pelaku
penindasan. Penting bagi sekolah untuk menerapkan kebijakan ini secara
konsisten dan adil agar siswa merasa aman dan terlindungi. Sekolah juga dapat
membentuk tim anti-bullying yang terdiri dari guru, staf sekolah, dan siswa. Tim
ini bertugas memantau dan menangani kejadian bullying di sekolah. Mereka juga
dapat memberikan dukungan dan bimbingan kepada korban penindasan dan
mendorong rekonsiliasi antara korban dan pelaku. Untuk menciptakan lingkungan
belajar yang aman, sekolah juga harus menyelenggarakan program pelatihan bagi
siswa, guru, dan staf sekolah. Program ini dapat mengajarkan keterampilan sosial,
empati, dan keterampilan memecahkan masalah untuk membantu siswa secara
proaktif menghadapi dan mencegah perundungan. Pada akhirnya, sekolah perlu
menciptakan budaya inklusif dimana semua siswa merasa diterima dan dihargai.
Sekolah harus meningkatkan kerja sama, toleransi dan menghormati perbedaan.
Tidak boleh ada diskriminasi atau intimidasi di lingkungan sekolah. Melalui
langkah-langkah tersebut, diharapkan SMA Negeri 3 Maluku Tenggara dapat
mengatasi perundungan dan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan
mendukung bagi siswa. Seluruh pemangku kepentingan, termasuk guru, staf
sekolah, siswa, dan orang tua, harus bekerja sama untuk mencapai tujuan ini.

PEMBAHASAN
a. Apa itu perundungan (bullying)?
Perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara
verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya. Perundungan juga
membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan baik dilakukan

4
oleh perorangan ataupun kelompok. Terjadi atau dianggap perundungan pada
seseorang jika orang itu merasa tidak nyaman dan sakit hati atas perbuatan orang
lain padanya. Perundungan bisa diibaratkan sebagai benih dari banyak kekerasan
lain, misalnya: tawuran intimidasi pengeroyokan, pembunuhan, dan lain-lain.
Sebagai benih kekerasan, perundungan bisa ditekan, maka kekerasan yang lebih
parah akan bisa dicegah.

Bentuk-bentuk perundungan:

Verbal : membentak berteriak memaki bergosip menghina meledek mencela


mempermalukan

Fisik : menampar mendorong mencubit menjambak menendang meninju .

Sosial : mengucilakan membeda-bedakan mendiamkan.

Dunia maya (cyber bullying) : memperolok di media sosial (mengirimkan


berbagai pesan yang menyakiti, menghina, mengancam), pesan teror :
menyebarkan kabar bohong, mengubah foto tidak semestinya, perang kata-kata
dari dunia maya (flaming), membuat akun palsu untuk merusak reputasi
seseorang, memperdaya seseorang untuk melakukan sesuatu yang memalukan,
mengucilkan seseorang dari grup daring.

b. Perundungan di sekolah
Menurut Olweus (1993) dalam wiyani menjelaskan bahwa ciri-ciri bullying
berdasar pada adanya ketidak seimbangan kekuatan antara pelaku dan korban
bullying,seperti hasil penelitian yang telah kami lakukan bahwa terjadi kasus
pembullyan yang terjadi di SMA Negeri 3 Maluku Tenggara, terhadap siswa
beinisial HL yang di bullying oleh teman-temannya,menurut hasil wawancara
yang telah kami lakukan terhadap HL,ia mengaku sering di bullying dengan cara
di pukul dan di ejek-ejek, hal itu mengakibatkan HL sering izin tidak sekolah
dikarenakan badannya yang sakit, HL juga mengaku ia pernah dilempari dengan
tripleks di bagian tulang belakangnya hingga menyebabkan luka, hal ini tentu saja

5
mempengaruhi kehadiran HL di sekolah, ia merasa tidak nyaman ketika berada di
sekolah.

Gambar 1. Wawancara korban bullying

Gambar diatas adalah proses wawancara korban bullying.


Kami juga telah mewawancarai salah satu dari pelaku pembullyan berinisial
HK,dimana HK mengaku alasan ia membully adalah karena ia merasa dirinya
lebih kuat dari korban atau orang yang ia bully,HK juga mengatakan bahwa ketika
ia membully orang lain ia tidak merasa kasihan justru sebaliknya ia merasa senang
ketika membully orang lain,pelaku atau HK juga sempat mengatakan bahwa ia
tidak pernah menyesali apa yang ia lakukan(membully orang lain)

6
Gambar 2. Wawancara pelaku bullying.

c. Peran sekolah dalam mengatasi bullying

7
Menurut hasil wawancara yang telah kami lakukan kepada guru BK, beliau
mengatakan ada beberapa faktor pendorong bullying itu terjadi,faktor pertama
dari lingkungan keluarga dimana kurang adanya perhatian dan mendapat
perlakuan kasar dari orang tua,faktor kedua adalah dari lingkungan pertemanan
dan sekolah,dimulai dari menonton vidio-vidio perlakuan bullying yang di
lakukan orang lain, sehingga muncul rasa penasaran dan ingin mencoba hal
tersebut.
Dalam wawancara tersebut guru BK juga menjelaskan Cara sekolah dalam
memberikan sanksi atau efek jeratan kepada pelaku, dengan cara pemanggilan
orang tua pelaku untuk memberitahukan kejadian yang tarjadi dan guru BK akan
melakukan bimbingan kepada pelaku, setelah itu pelaku akan diskors, diskors
dalam artian pelaku harus melapor setiap hari ke sekolah.
Guru BK juga menjelaskan Cara sekolah dalam mengatasi kondisi psikologi
korban yang memiliki trauma,cara pertama adalah memberikan bimbingan
konseling kepada seluruh siswa dan menempelkan poster-poster di setiap kelas,
hal itu dilakukan agar siswa siswi memiliki kesadaran bahwa bullying tidak boleh
dilakukan,untuk korban maka guru BK akan melakukan pendampingan khusus
atau bimbingan konseling pribadi untuk memperbaiki traumanya dam
memberikan pemahaman kepada korban supaya korban menjadi lebih tenang.

PENUTUP
Bullying di sekolah merupakan masalah serius yang perlu ditangani
dengan tegas. Dalam menghadapi tantangan ini, peran sekolah sangatlah penting
dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa-siswi. Sekolah harus
menjadi tempat yang bebas dari kekerasan dan intimidasi, tempat di mana setiap
individu dihormati dan dihargai.Untuk mengatasi bullying di sekolah, langkah
pertama yang harus diambil adalah meningkatkan kesadaran dan pemahaman
tentang masalah ini. Sekolah harus memberikan edukasi kepada siswa-siswi
tentang pentingnya menghormati perbedaan, menghargai orang lain, dan menolak
segala bentuk kekerasan. Kampanye anti-bullying juga dapat dilakukan secara

8
rutin untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan informasi mengenai
tindakan yang dapat diambil jika menjadi korban atau saksi bullying.
Selain itu, sekolah juga harus memiliki kebijakan yang jelas dan tegas
terkait dengan bullying. Kebijakan ini harus mencakup tindakan preventif dan
penanganan kasus bullying. Guru dan staf sekolah harus dilatih untuk mengenali
tanda-tanda bullying serta memiliki keterampilan dalam menangani kasus-kasus
ini dengan sensitivitas dan keadilan. Tidak hanya itu, partisipasi aktif dari seluruh
anggota sekolah juga sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman.
Siswa-siswi harus diajak untuk berperan aktif dalam mencegah dan melaporkan
kasus-kasus bullying yang terjadi. Selain itu, orang tua juga perlu dilibatkan
dalam upaya ini. Sekolah dapat melibatkan orang tua dalam kegiatan sosialisasi
dan memberikan informasi tentang tindakan yang dapat dilakukan jika anak
mereka mengalami bullying.
Dalam upaya menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa-siswi,
sekolah juga perlu bekerja sama dengan pihak terkait, seperti polisi, lembaga
perlindungan anak, dan organisasi masyarakat. Kolaborasi ini dapat memberikan
solusi yang lebih holistik dan efektif dalam mengatasi bullying di sekolah.
Sebagai kesimpulan, mengatasi bullying di sekolah adalah tanggung jawab
bersama antara sekolah, siswa-siswi, orang tua, dan pihak terkait. Dengan
meningkatkan kesadaran, mengimplementasikan kebijakan yang tegas, dan
bekerja sama secara aktif, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman,
di mana setiap siswa-siswi dapat belajar dan tumbuh tanpa rasa takut dan
intimidasi.

9
10

Anda mungkin juga menyukai