Bullying merupakan suatu aksi atau serangkaian aksi negatif yang seringkali
agresif dan manipulatif, dilakukan oleh satu atau lebih orang terhadap orang lain atau
beberapa orang selama kurun waktu tertentu, bermuatan kekerasan baik verbal maupun
fisik, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan. Pelaku biasanya mencuri-curi
kesempatan dalam melakukan aksinya, dan bermaksud membuat orang lain merasa
tidak nyaman atau terganggu, sedangkan korban biasanya juga menyadari bahwa aksi
itu akan berulang menimpanya (Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, 2015).
Yayasan SEJIWA mengidentifikasi jenis dan wujud bullying secara umum dapat
dikelompokan ke dalam tiga kategori (Yayasan Semai Sejiwa, 2008: 2), yaitu:
Dalam aksi bullying terdapat beberapa murid yang memegang peran masing-
masing, yakni peran sebagai pelaku, korban, penonton (bystander), dan sebagai murid
yang tidak terlibat. Selain korban yang merasakan dan mengalami kerugian akibat dari
perilaku bullying, dalam beberapa kasus, pelaku pun dapat menjadi pelaku sekaligus
korban dari bullying yang dilakukan oleh pelaku lain. Pihak yang tidak terlibat dalam
aksi bullying di sekolah dasar misalnya, bisa saja pihak tersebut malah menjadi korban
bullying yang serius di sekolah menengah pertama (SMP) atau di SMA, begitu pula
dengan bystander (Paige Lembeck, dkk., 2016: 1). Setiap anak dan remaja yang terlibat
secara langsung (pelaku dan korban), tidak langsung, dan yang tidak terlibat sekali pun,
berpotensi mengalami bullying.
Salah satu alasan dari banyaknya tindakan bullying yang terjadi di kalangan
anak dan remaja dapat diurai berdasarkan hasil survei, bahwa sebagian besar korban
enggan menceritakan pengalaman mereka kepada pihak-pihak yang mempunyai
kekuatan untuk mengubah cara berpikir mereka dan menghentikan siklus ini, yaitu
pihak sekolah dan orang tua. Korban biasanya merahasiakan bullying yang mereka
derita karena takut pelaku akan semakin mengintensifkan bullying mereka (Anies
Widiyawati, 2014: 2).
1 pelaku bully sedang merasa sedih (feeling aggrieved) dan merasa dibolehkan
melampiaskan perasaan sedih atau depresinya tersebut kepada orang lain;
2 pelaku bully melihat korban yang berada di bawah tekanan sebagai sesuatu
yang menyenangkan (seeking fun at another's discomfiture);
3 pelaku bullying berpikir bahwa kelompoknya akan semakin menerima dan
mengakui keberadaannya jika ia berani mem-bully orang lain (gaining or
retaining group support);
4 pelaku bullying bisa saja memang seseorang yang senang menyakiti dan
melihat orang lain dalam keadaan sulit, atau dengan kata lain alasan
seseorang mem-bully bisa saja ialah karena alasan yang sifatnya sadistic
(extortion and sadism).
Perilaku bullying tentu memiliki efek yang sangat berbahaya, perilaku ini dapat
menimbulkan dampak traumatik luar biasa. Bullying menyebabkan anak dan remaja enggan
untuk masuk sekolah (membolos), menurunkan nilai rapor dan peringkat anak di sekolah,
dan mengganggu kesehatan mental anak antara lain membuat anak dan remaja mengalami
stress, depresi, gelisah dan khawatir, bahkan bullying dapat mendorong anak dan remaja
untuk melakukan bunuh diri (Paige Lembeck, dkk., 2016: 1-2).
Salah satu dampak dari bullying yang paling jelas terlihat adalah kesehatan fisik.
Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit
tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada (Anis Widiyawati, 2014: 3).
Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden yang terjadi di SMA 3 Jakarta
(Kompas, 2014), dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian.
2 Komitmen
Perlakuan terhadap anak yang menjadi korban dan pelaku bullying dapat
dibuat secara efektif dan efisien. Pelaku bullying tidak semestinya hanya
diberikan sanksi, tetapi juga guru mesti memberikan bimbingan yang tepat untuk
siswa pelaku bullying, seperti dengan mengajak siswa tersebut berbincang atau
membuat siswa merefleksikan perbuatannya dan membuatnya memahami bahwa
bullying yang ia lakukan adalah perbuatan yang tidak baik. Mempermalukan
siswa pelaku bullying dengan memarahinya di depan umum atau dengan
langsung menghukum siswa tersebut adalah cara yang dinilai kurang efektif
untuk mencegah bullying. Siswa pelaku bullying bisa saja akan melakukan
aksinya kembali sesudah ia menyelesaikan hukumannya.