Anda di halaman 1dari 6

PENTINGNYA PEMAHAMAN SENIORITAS DALAM PENDIDIKAN:

MENUJU SEKOLAH YANG RAMAH DAN INKLUSIF

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Dosen Pengampu:
Nur Fitriatin, S, Ag, M.Ed

Oleh:
Kelompok 4
Ahmad Rosyady A. NIM. 06010323001
Eka Andina Rahmawati NIM.06010323005
Ayunda Pratiwi NIM. 06020323028

SEMESTER SATU
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN 2023
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi dengan intens nya kasus senioritas yang terjadi di Indonesia
khusunya di dunia pendidikan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan pendidikan
mengenai urgensi menghentikan perilaku senioritas dan mengembangkan rasa empati dalam
hubungan sosial. Fokus utama adalah mencegah tindakan perundungan terhadap anak-anak
serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya menghormati satu sama lain. Pendekatan
pengabdian ini dilaksanakan melalui sesi penyuluhan yang bertujuan untuk memberikan
wawasan mengenai arti penting menghentikan perundungan dan membudayakan sikap
menghormati. Faktor penyebab senioritas yaitu: faktor fisik, faktor senioritas, faktor teman
sebaya, faktor lingkungan. Bentuk upaya sekolah dalam mengatasi tindakan bullying yang
telah didapatkan melalui peroses penelitian yaitu: sosialisasi, peraturan dan sanksi,
komunikasi antar guru, orang tua dan peserta didik dalam mengatasi tindak bullying. Adanya
kerjasama untuk mengubah tingkah laku dengan penalaran nilai moral yang baik sesuai
dengan arahan dan bantuan baik pihak sekolah maupun orang tua.
PENDAHULUAN

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Pendidikan dapat membantu


suatu negara mencapai tujuan yang telah ditetapkannya sendiri. Dunia pendidikan terdapat
berbagai macam ilmu yang dapat menjadikan manusia lebih berkualitas. Inilah sebabnya
mengapa berbagai negara berlomba-lomba meningkatkan kualitas pendidikan yang ada.
Dengan pendidikan yang berkualitas maka segala aspek kehidupan manusia dapat dengan
mudah tercapai. Karena pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pembangunan suatu negara, maka permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan menjadi
perhatian yang besar.

Pendidikan akan sangat mempengaruhi perkembangan generasi muda untuk menjadi


individu yang berkualitas dan terdidik. Dengan pendidikan diharapkan generasi muda akan
menjadi manusia yang berkualitas, tidak hanya dari segi kecerdasan akademik namun juga
dari segi perilaku. Namun pendidikan tidak terlepas dari permasalahan-permasalahaan yang
meliputinya. Sebagaimana data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang
menemukan masalah-masalah pendidikan di Indoensia selama tahun 2019 yakni terdapat
radikalisme dalam dunia Pendidikan serta kekerasan yang terjadi di dalam Pendidikan. Hal
tersebut menunjukkan bagaimana sistem pendidikan di Indonesia masih banyak yang harus di
perbaiki untuk dapat meningkatkan urutan pendidikan Indonesia.

Senioritas merupakan salah satu kebiasaan remaja yang diturunkan dari generasi ke
generasi, bahkan sudah menjadi tradisi di suatu lembaga pendidikan. Senioritas dalam
kehidupan sehari-hari tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Itu karena ada banyak
tingkatan berbeda dalam kehidupan manusia yakni tingkatan senior dan junior. Di mana
Indonesia mempunyai budaya menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang
lebih muda. Dimana perbedaan kualifikasi menjadi hal yang dimanfaatkan oleh senior untuk
memperlakukan junior secara semena-mena.

Dimana perbedaan level inilah yang dimanfaatkan oleh para lansia untuk berperilaku
semena-mena terhadap generasi muda. Oleh karena itu, tidak jarang usia lanjut memicu
terjadinya tindakan kekerasan. Bahkan kehidupan kerja pun berdampak buruk. Meski tradisi
masa tua sudah mulai lepas dari dunia pendidikan, namun masih banyak kasus yang
menunjukkan masih banyaknya kekerasan budaya lama di sekolah atau universitas. Remaja
dalam tahap pertumbuhan dan hadirnya teknologi serta informasi eksternal dapat dengan
mudah diterima oleh remaja karena remaja cepat beradaptasi dan mempunyai rasa ingin tahu
yang besar (Ainiyah, 2018).

PEMBAHASAN
Pengaruh
Senioritas adalah status atau tingkatan yang dicapai melalui status tinggi dalam
pangkat, pengalaman, atau usia, Bisa juga dikatakan lebih dewasa dalam hal kemampuan,
tugas pengalaman, dan lain-lain. Jelas senioritas adalah posisi yang ada di atas, Selain itu,
dalam bidang pendidikan juga terdapat tingkatan kelas untuk membedakan tahun masuknya.1

Salah satu bentuk penerapan budaya senioritas di lingkungan sekolah adalah dengan
adanya perbedaan tingkatan kelas, sehingga meningkatkan kekuasaan untuk kelas yang lebih
tinggi terhadap kelas yang lebih rendah.2 Budaya senioritas dapat terjadi karena adanya
tekanan dari banyak pihak yang menuntut untuk meneruskan budaya tersebut.3

Remaja identik dengan sifat yang labil dan selalu ingin menonjolkan diri. Siswa yang
sedang menjalani masa remajanya akan memamerkan kekuatannya dengan menggunakan
status seniornya, seperti dia sering mengancam juniornya.Oleh karena itu, menurut mereka,
semakin mengancam maka dianggap semakin kuat.Ini kemudian akan difoto dan direkam
oleh junior dan mereka akan melakukannya ketika sudah menjadi senior.

Siswa senior juga selalu merasa dirinya yang paling benar dan tidak pernah salah. Jika
ada salah satu dari junior yang menganggap seniornya salah, maka sang senior akan marah
dan bisa jadi melakukan kekerasan terhadap junior. Padahal belum tentu yang senior selalu
benar dan yang junior selalu salah. Mindset seperti inilah yang menjadi akar dari kekerasan
senioritas pada lingkup pendidikan.4

Di pendidikan Indonesia ada yang namanya ospek untuk siswa / mahasiswa baru.
Tujuan utamanya adalah mempersiapkan mental dan membentuk kebiasaan baru. Namun
banyak pihak yang salah dengan menjadikan Ospek sebagai ajang mempermalukan atau
mengintimidasi juniornya. Misalnya, jika Anda memberi perintah di luar kemampuan nalar
manusia normal, atau jika Anda terlambat atau tidak tepat waktu, Anda akan dipukul atau
ditampar.

Hal ini kembali lagi pada pengaruh dan kontrol lingkungan sekitar. Segala sesuatu
yang dapat dilihat oleh seorang remaja akan segera diterapkannya dalam praktik. Misalnya, ia
menjumpai sesuatu yang baru dan negatif di lingkungan rumahnya. Dia kemudian

1
Yudha Arifan Putra Wardani, “AKAR BUDAYA KEKERASAN SENIORITAS PADA RANAH PENDIDIKAN DI TANAH
AIR,” n.d.
2
Nabila Safitri and Heru Mugiarso, “Pengaruh Budaya Senioritas terhadap Kepercayaan Diri Siswa,” Bulletin of
Counseling and Psychotherapy 4, no. 1 (January 25, 2022): 1–11, https://doi.org/10.51214/bocp.v4i1.124.
3
Muhammad Rizki Fadli and Yani Osmawati, “Budaya Senioritas sebagai Penyebab Kekerasan Pelajar (Studi
Kasus SMA X Jakarta Selatan),” n.d.
4
Wardani, “AKAR BUDAYA KEKERASAN SENIORITAS PADA RANAH PENDIDIKAN DI TANAH AIR.”
membawanya ke dalam lingkungan pendidikan atau sekolah. Logikanya, hal ini tidak tepat
dalam bidang pendidikan, khususnya di sekolah. Namun, jika anak-anak dapat melakukan hal
ini di sekolah, berarti pengawasan keamanan dan keamanan sekolah akan menjadi kurang
ketat.5

Dampak

A. Dampak negatif senioritas yaitu sebagai berikut:


1) Senior biasanya memberi prilaku yang semena mena kepada junior,
2) Senior biasanya merasa dirinya lebih berkuasa,
3) Memberikan informasi negatif, yang bertujuan untuk menakut nakutkan junior,
4)Memberikan hukuman semaunya tanpa memikirkan dampaknya.

Perlakuan yang kasar dan sewenang-wenang merupakan hal yang sangat dibenci oleh
siapapun. Mengehendaki hal yang tidak ingin dilakukan tetapi dipaksa oleh orang lain adalah
bentuk ketidakmanusiaan. Hal semacam ini tentunnya akan memiliki hasil yaitu dampak bagi
korban. Dalam kasus senioritas, praktik senioritas ini memberikan dampak bagi si junior atau
korban. Ada beberapa macam dampak yang dirasakan oleh sang korban dari pengalamannya,
yaitu munculnya balas dendam, sedih, dan depresi. Dampak yang didapat oleh korban ini
memang lebih mengarah pada dampak psikis atau mental.
Terkait dampak pada fisik hampir tidak ada yang serius. Balas dendam adalah sebuah
tindakan untuk membalas perbuatan orang lain terhadap kita dengan berharap bahwa
perasaan menjadi lebih baik, lebih berharga, dan mengembalikan rasa keadilan kepada diri
kita tapi perasaan yang diharapkan itu hanya sekejap dan kadang menyebabkan bahaya
yang baru bagi si pembalas dendam. Perasaan untuk menuntut keadilan ini lah yang kuat
akan terjadinya rasa balas dendam. Korban memiliki perasaan seperti itu akibat dari
perundungan dari senioritas.
Perasaan yang ingin dilampiaskan untuk meberikan rasa yang sama kepada si pelaku.
Semakin sering orang itu bertemu dan menerima hukuman dari si pelaku atau senior, maka
akan semakin kuat juga perasaan untuk balas dendam, Lainnya keadaan ini juga akan
ditiru bagi generasi selanjutnya yang mana merupakan luapan lain dari balas dendam.
Balas dendam yang tak tersampaikan dilampiaskan menjadi kesedihan. Korban sedih
karena hal yang buruk selalu menimpanya ketika mereka hanya ingin bermain.
Di masa kanak-kanak bermain menjadi hal yang penting bagi mereka. Dengan
harapan mencari kesenangan dan kebahagian. Tetapi hal itu dihantui dengan sosok perundung
yang berada pada posisi senior atau lebih tua. Kesedihan yang terjadi akhirnya menjadi
sebuah depresi. Bagi anak-anak mengalami depresi merupakan hal yang sangat mengerikan.
Karena hal ini akan sangat memengaruhi pertumbuhan si anak.
Dampak lainnya ialah terbentuk diskriminasi dan penglasteran. Diskriminasi
yang dilakukan oleh sang senior kepada mereka yang tidak ingin patuh. Dijauhi dan
dicemooh oleh mereka menjadi mimpi buruk dalam kawasan perumahan ini. Niat hati
mencari teman harus kandas karena ocehan dari sang senior. Perlakuan seperti ini tentu
menuai kontra bagi mereka yang sadar dan tau tentang adanyapraktik dan keadaaan
seperti ini. Mereka yang sadar membenci hal tersebut dan menjauhakan diri dari si
perundung ini. Dengan membuat klaster atau kelompok sendiri menjadi sebuah usaha untuk
menjauhi hal tersebut.6

B. Selain memiliki sisi negatif senioritas juga memiliki sisi positif, yaitu sebagai berikut:
5
Wardani.
6
Petrus Alesandro Sinaga, Jurnal Dinamika Sosial Budaya, https://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb/article/view/4207/3219
1)Mendidik junior agar tidak melanggar peraturan,
2) Memberikan masukan-masukan dan saran sebagai pengalaman yang pernah
dilaluinya,
3) Menghormati orang yang lebih tua,
4) Menjadi contoh bagi para junior khususnya senior yang memiliki prestasi.

Hal yang menjadi permasalahannya yaitu dari sisi negatif di mana ini sering kali
memakan korban khususnya bagi para pelajar, yang biasanya para senior melecehkan
juniornya dan memberikan hukuman yang tidak pantas diberikan kepada juniornya.7

Upaya
Ada beberapa cara untuk bisa mengursngi tindak senioritas, yaitu;
1. Konsultasi dan Penyuluhan
Konsultasi di sini melibatkan pemberian informasi yang berguna untuk
membantu seseorang lebih memahami suatu masalah. Dalam bahasa Indonesia, istilah
nasehat berasal dari kata dasar “suluh” yang secara harafiah berarti “membawa terang
dalam kegelapan”. Dalam hal ini, konseling akan membantu Anda lebih memahami
apa itu pelecehan, tanda dan dampaknya. Kesadaran ini penting untuk membantu
siswa mengenali situasi yang mungkin mereka hadapi dan menghasilkan strategi
untuk menghadapinya. Konsultasi pada hakikatnya adalah suatu bentuk kegiatan
informal yang bertujuan untuk mengubah kondisi masyarakat menjadi lebih baik
(Notoatmodjo, 2012).
2. Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses pemindahan kebiasaan, nilai, dan norma dari satu
generasi ke generasi berikutnya dalam suatu kelompok atau masyarakat. Dengan
mengenalkan nilai-nilai saling menghormati, empati dan toleransi diharapkan siswa
mampu menjalin hubungan baik di sekolah maupun di masyarakat. Dalam hal ini
kesadaran juga berarti kesadaran diri atau pemahaman dan kesadaran diri. Upaya
dilakukan untuk memberikan informasi dan pemahaman yang lebih mendalam kepada
individu atau masyarakat. Tujuannya adalah untuk merangsang perubahan sikap,
pengetahuan dan perilaku ke arah yang lebih positif. Konsultasi seringkali dilakukan
dengan pendekatan komunikatif yang melibatkan mengajak individu atau kelompok
untuk memahami dan menanggapi informasi yang diberikan.8
3. memperkuat komunikasi guru, orang tua dan peserta didik dalam hal mengatasi tindak
senioritas antar peserta didik selain dilakukannya sosialisasi dan membuat peraturan
tegas yang berlaku, selaku kepala sekolah ataupun orang yang berwewenang dalam
hal ini untuk mengatasi tindakan tersebut dan agar mendapatkan efek jera. Sekolah
tidak hanya bekerja sama oleh guru, namun orang tua juga turut serta terlibat dalam
hal memantau perkembangan pelajar-santri.9
KESIMPULAN
7
Ezra weni, senioritas, SMAN 10 Pontianak (sman10-ptk.sch.id)
8
Tabroni Tabroni et al., “MEMUPUK SIKAP SALING MENGHARGAI MELALUI PENYULUHAN ANTI BULLYING DI
SDN GUNUNG SUMBUL KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN SERANG,” Indonesian Collaboration Journal of
Community Services 3, no. 3 (August 10, 2023): 263–71, https://doi.org/10.53067/icjcs.v3i3.132.
9
Tasya Hariska Nasution and Panggih Nur Adi, “Peran Sekolah Dalam Mengatasi Terjadinya Tindak Bullying Di
Kalangan Pelajar-Santri,” Jurnal Moral Kemasyarakatan 8, no. 1 (April 23, 2023): 1–8,
https://doi.org/10.21067/jmk.v8i1.7913.
Perilaku senioritas disebabkan karena kurangnya kontrol sosial terhadap lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Tiga bentuk lingkungan Pendidikan ini mempunyai
dampak yang sangat besar terhadap perilaku generasi muda. Karena Lingkungan ini
merupakan lingkungan remaja. Jika lingkungan Ini memberikan pendidikan moral yang baik
dan pemahaman tentang tanggung jawab mereka kemudian ia mampu memberikan kontrol
sosial terhadap perilaku generasi muda sedemikian rupa sehingga tidak dilakukan kekerasan
karena perbedaan usia di lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, kontrol sosial sangatlah
penting pengaruh peran orang tua dalam mengendalikan perilaku remaja yang melakukan
kekerasan lingkungan pendidikan.

REFERENSI
Fadli, Muhammad Rizki, and Yani Osmawati. “Budaya Senioritas sebagai Penyebab
Kekerasan Pelajar (Studi Kasus SMA X Jakarta Selatan),” n.d.
Nasution, Tasya Hariska, and Panggih Nur Adi. “Peran Sekolah Dalam Mengatasi Terjadinya
Tindak Bullying Di Kalangan Pelajar-Santri.” Jurnal Moral Kemasyarakatan 8, no. 1
(April 23, 2023): 1–8. https://doi.org/10.21067/jmk.v8i1.7913.
Safitri, Nabila, and Heru Mugiarso. “Pengaruh Budaya Senioritas terhadap Kepercayaan Diri
Siswa.” Bulletin of Counseling and Psychotherapy 4, no. 1 (January 25, 2022): 1–11.
https://doi.org/10.51214/bocp.v4i1.124.
Tabroni, Tabroni, Rahmatullah Jundi, Ahmad Rieza Nurfaathir, Raihan Agustian, Mulyati
Mulyati, and Reviana Qori Rahayu. “MEMUPUK SIKAP SALING MENGHARGAI
MELALUI PENYULUHAN ANTI BULLYING DI SDN GUNUNG SUMBUL
KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN SERANG.” Indonesian Collaboration
Journal of Community Services 3, no. 3 (August 10, 2023): 263–71.
https://doi.org/10.53067/icjcs.v3i3.132.
Wardani, Yudha Arifan Putra. “AKAR BUDAYA KEKERASAN SENIORITAS PADA
RANAH PENDIDIKAN DI TANAH AIR,” n.d.
Tasya Hariska Nasution and Panggih Nur Adi, “Peran Sekolah Dalam Mengatasi Terjadinya
Tindak Bullying Di Kalangan Pelajar-Santri,” Jurnal Moral Kemasyarakatan 8, no. 1 (April
23, 2023): 1–8, https://doi.org/10.21067/jmk.v8i1.7913

Petrus Alesandro Sinaga, Jurnal Dinamika Sosial Budaya,


https://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb/article/view/4207/3219

Yudha Arifan Putra Wardani, “AKAR BUDAYA KEKERASAN SENIORITAS PADA


RANAH PENDIDIKAN DI TANAH AIR,” n.d.

Nabila Safitri and Heru Mugiarso, “Pengaruh Budaya Senioritas terhadap Kepercayaan Diri
Siswa,” Bulletin of Counseling and Psychotherapy 4, no. 1 (January 25, 2022): 1–11,
https://doi.org/10.51214/bocp.v4i1.124.

Muhammad Rizki Fadli and Yani Osmawati, “Budaya Senioritas sebagai Penyebab
Kekerasan Pelajar (Studi Kasus SMA X Jakarta Selatan),” n.d.

Wardani, “AKAR BUDAYA KEKERASAN SENIORITAS PADA RANAH PENDIDIKAN


DI TANAH AIR.”

Anda mungkin juga menyukai