Oleh : Endang Rakhmawati, S.Pd. Negara Indonesia saat ini telah memasuki era baru dalam pengetahuan dan teknologi yaitu era revolusi industri 4.0. Kemajuan teknologi ini memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang. Pasca melewati pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia praktis manusia lebih bergantung dengan internet dan penggunaan gawai dalam kehidupan sehari – harinya. Kebiasaan baru ini memberikan dampak positif antara lain semakin cepatnya penyebaran informasi baik dari dalam maupun luar negeri. Namun di sisi lain muncul hal-hal negatif yang sulit dihindarkan, sebab informasi yang tersebar tidak semuanya baik. Penyaringan (filter) informasi yang didapat hanya bisa dilakukan oleh pengguna (user) gawai itu sendiri. Anak – anak terutama di tingkat pendidikan dasar dan menengah sudah sepatutnya diawasi dan dididik dalam penggunaan gawai ini agar mereka tidak meniru apa saja yang mereka lihat dan tonton. Dampak negatif dari bebasnya penyebaran informasi ini bagi generasi muda bisa kita lihat dan rasakan sekarang. Maraknya kasus perundungan (bullying) di media sosial yang bahkan berdampak terganggunya kesehatan mental remaja sehingga mereka mengakhiri hidupnya sendiri. Untuk itu perlu peran orang tua, guru dan lingkungan sekitar untuk mendidik, membimbing dan memberi contoh yang baik bagi mereka. Pendidikan merupakan ujung tombak dari majunya suatu negara, dengan pendidikan maka sumber daya manusianya akan semakin berkembang. Negara yang ingin masyarakatnya berkembang harus mampu meningkatkan kualitas pendidikan di negaranya. Selain itu, pendidikan juga merupakan cara efektif untuk pengembangan diri siswa. Proses pendidikan yang baik dan benar akan membangun kepribadian yang positif, mengembangkan sikap saling menghormati dan menghargai. Pendidikan juga merupakan jalan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia untuk melakukan perubahan. Penghormatan orang lain, mengharuskan kita untuk memperlakukan orang bahkan orang-orang yang kita benci sebagai manusia yang memiliki nilai tinggi dan memiliki hak yang sama dengan kita sebagai individu. Berdasarkan penghormatan yang kompleksnya jaringan kehidupan ini maka tindakan kasar yang dilakukan terhadap hewan pun menjadi sesuatu yang dilarang sehingga kita diharuskan untuk berlaku baik dengan cara melindungi alam lingkungan ketika kita hidup dari rapuhnya ekosistem dan segala kehidupan ini bergantung di dalamnya. Menurut Hibana Yusuf (2013), ada beberapa strategi yang perlu dilakukan untuk membentuk karakter saling menghargai bagi siswa antara lain : Pertama, memberikan contoh yang baik di sekolah. Guru adalah figur utama bagi anak. Apa yang dilihat oleh anak akan mudah ditirukan. Ahli hikmah mengatakan, “Satu tindakan lebih efektif daripada seribu nasehat”. Oleh karena itu berbagai nasehat tidak cukup diberikan tanpa diiringi contoh langsung. Guru, pegawai dan orang dewasa hendaknya memberikan contoh sikap yang lemah lembut, menghargai, mendengarkan, mau menerima segala keluh kesah dan berbagai persoalan siswa dengan penuh kesabaran, dilandasi keikhlasan dan rasa tanggung jawab. Sikap yang demikian akan dirasakan langsung oleh siswa dan akan tersimpan ke alam bawah sadarnya. Sikap itulah yang akan dikembangkan dalam kesehariannya. Kedua, menjadi pribadi yang bersahabat. Pribadi yang bisa menerima orang lain apa pun adanya, dan dapat berinteraksi dengan tulus. Persahabatan adalah harta yang tak ternilai. Persahabatan yang baik dapat mengalahkan saudara. Sikap yang bersahabat akan melahirkan persahabatan. Persahabatan yang tulus dilandasi rasa saling menghormati dan rasa saling menghargai. Seseorang yang merasa dirinya diterima dengan penuh persahabatan, akan mudah mengembangkan sikap menghargai orang lain. Ketiga, bersikap jujur. Kejujuran mencerminkan kehormatan diri. Orang yang jujur berarti ia telah menghormati diri sendiri dan orang lain. Proses interaksi yang dilandasi kejujuran akan melahirkan ketulusan. Ketulusan akan melahirkan penghargaan. Setiap orang ingin diperlakukan dengan jujur. Maka setiap orang hendaknya mengembangkan sikap jujur. Kejujuran dapat dibangun dari hal-hal kecil dan sepele dalam kehidupan sehari-hari. Seperti kejujuran saat melaksanakan tugas, saat ujian, saat berbelanja, dan dalam melakukan berbagai aktivitas yang lain. Keempat, bersikap lemah lembut. Hendaknya kita semua mengembangkan sikap lemah lembut kepada orang lain. Rasulullah dalam sepanjang hidupnya memberikan contoh sikap yang santun dan lemah lembut, baik kepada keluarga, anak, istri, para sahabat, kaum Yahudi, bahkan kepada seorang pengemis sekalipun. Beliau tidak pernah marah, mencela, berkata keji, ataupun bersikap kasar kepada orang lain. Beliau menunjukkan sikap marah hanya ketika ada sahabat yang melakukan tindakan yang melanggar syar’i. Kemarahan Nabi tidak ditunjukkan dengan berkata kasar atau mengumpat, melainkan beliau diam dengan menunjukkan raut muka yang tidak senang. Anak yang disikapi dengan lemah lembut niscaya juga akan mengembangkan sikap lemah lembut kepada orang lain. Kelima, mengajak anak berdialog. Dialog dilakukan untuk meluruskan pola pikir yang keliru, dan untuk membangun paradigma yang benar. Sikap menghargai orang lain, secara konsep harus diterima dan diyakini oleh anak. Dengan menghargai orang lain sesungguhnya kita telah menghargai diri kita sendiri. Menghargai orang lain bukan sekedar kewajiban, melainkan kebutuhan, karena dihargai orang lain juga merupakan kebutuhan. Orang bijak mengatakan, “Lakukanlah kepada orang lain, sesuatu yang engkau ingin hal itu diperlakukan kepadamu”. Dialog merupakan cara efektif untuk menanamkan konsep dan memahamkan sesuatu. Selanjutnya Hibana Yusuf (2013) menambahkan dalam upaya membangun sikap menghargai maka perlu dihindari beberapa tindakan dan perilaku berikut : Pertama, memperlakukan anak dengan keras atau kasar. Memperlakukan anak dengan keras berarti mendidik rasa permusuhan. Sikap keras atau kasar akan melukai jiwa anak. Luka fisik mudah disembuhkan, namun luka hati akan sulit terobati dan akan tersimpan seterusnya. Kedua, tidak menghargai anak. Setiap anak ingin dihargai walau seperti apa pun kondisinya. Sikap positif dan penghargaan yang diberikan kepada anak akan menentukan cara pandang anak terhadap diri sendiri dan orang lain. Anak yang disikapi positif akan memandang dirinya positif, hingga terbangun rasa percaya diri. Sebaliknya anak yang disikapi negatif akan terbangun rasa rendah diri. Karena itu hindari sikap negatif, sekecil apa pun, dan kembangkan selalu sikap positif. Ketiga, tidak mendengarkan aspirasi anak, atau mengabaikan suara hati anak. Setiap anak ingin didengar. Orang dewasa yang bijak akan lebih banyak mendengarkan apa pun yang disampaikan oleh anak, daripada memberikan banyak ceramah atau nasehat. Saat anak merasa didengarkan dan dia bisa bercerita, maka beri dukungan pada anak untuk bercerita atau ‘curhat’ sampai tuntas. Bila anak sudah mau membuka diri, itulah saat yang sangat tepat untuk menyampaikan ide dan meluruskan pemikiran anak yang kurang tepat. Keempat, memberikan lingkungan yang tidak aman bagi anak. Setiap orang butuh keamanan dan kenyamanan. Bukan rumah yang megah atau gedung yang kokoh, melainkan suasana lingkungan yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak untuk berekspresi dan berkreasi. Anak yang berada pada situasi yang tertekan, akan mudah menimbulkan jiwa berontak, dan sulit menghargai orang lain. Kelima, membiarkan anak melihat tayangan kekerasan. Apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh anak akan terekam dalam benaknya. Bila ia banyak menyaksikan adegan kekerasan, maka ia akan mudah melakukan hal yang sama. Sensitivitas kekerasan akan semakin lemah. Anak akan mudah melakukan pelanggaran. Terbukanya era komunikasi dan informasi menjadi tantangan bagi anak dan orang dewasa untuk lebih hati-hati dalam menyikapi setiap hal yang dihadapi. Semoga saja dengan pendidikan yang baik dan peran semua pihak hal – hal positif ini bisa tertanam kepada siswa dan menjadikan generasi yang akan datang menjadi generasi yang berkualitas. (Dari berbagai sumber) (Artikel ini dipublikasikan secara dari melalui web Medium.com (https://medium.com/@abdan.cr071/membentuk-karakter-menghormati-orang-lain-pada- siswa-di-era-revolusi-industri-4-0-98a72b20bbef)) pada 17 Oktober 2023)