Anda di halaman 1dari 13

KELUARGA HARMONIS PEMBENTUK KARAKTER ANAK

Livna Anggi Viranski


Anggiviransky21@gmail.com
G000170143

PENDAHULUAN

Sejatinya, keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama karena tugasnya adalah
meletakkan dasar-dasar pertama dalam perkembangan anak. Di dalam keluarga, anak lahir,
tumbuh, dan berkembang dalam bimbingan orang tua, maka dari itu orangtua memiliki peran
yang penting dalam mendampingi dan mendidik anak. Pendidikan anak pada usia dini sangatlah
penting karena pada masa inilah anak mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Masa ini
adalah masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pendidikan pada anak dan orangtua
membutuhkan usaha yang maksimal agar terciptanya perilaku yang baik bagi sang anak. Tujuan
pendidikan itu sendiri ialah untuk menciptakan ikatan moral dan akhlak yang seimbang dalam
diri anak. Orang tua haruslah sadar akan tanggungjawabnya dalam mendidik anak bahwa dari
pendidikan itu akan lahir sebuah generasi yang baik bagi generasi penerus bangsa dan dengan
pendidikan karakter yang baik akan menentukan masa depan anak.
Keluarga harmonis merupakan wadah yang begitu bagus untuk menempa karakter anak,
karena mereka tidak akan bingung harus menuruti perkataan siapakah yang baik untuk dianut.
Orangtua yang kompak akan menimbulkan rasa nyaman pada anak untuk kedepannya, namun
lain halnya dengan orangtua yang sering beradu argumen dan saling ingin menang sendiri dalam
mendidik anak, sang anak jadi bingung aturan manakah yang harusnya ia turuti. Pendidikan juga
tidak melulu di tumpukan kepada sekolah atau lembaga formal lainnya, karena pada dasarnya
pendidikan paling mendasar bagi pembentukan karakterya ialah keluarga. Belakangan ini banyak
kita jumpai tindak kekerasan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, dan tindak
kriminal begitu merajalela diseluruh sudut dunia, tidak memandang dipedesaan maupun dikota.
Tanpa kita sadari beberapa bentuk penyimpangan tersebut adalah buah dari pendidikan keluarga
yang tidak berhasil sehingga mencetak generasi yang akhlak dan moralnya tidak seimbang.
Seperti contoh kasus Ahmad Budi Cahyono, guru kesenian SMP N 1 Toju, Sampang dimana
beliau dipukul dan dicekek lehernya oleh siswa yang tidak mau mendengarkan teguran budi,
selang beberapa jam budi dikabarkan telah meninggal dunia karena pembuluh bagian darahnya
pecah. Kasus tersebut merupakan kisah nyata yang terpampang dalam kehidupan masyarakat dan
sekaligus teguran bagi orangtua mengapa penting dalam mendidik anak secara kompak.1
Berbagai kasus dalam masyarakat menimbulkan kecemasan bagi penulis, bagaimana
kedepannya negara ini jika tindak kriminalitas tiap tahun mengalami peningkatan, terlebih
sekarang teknologi sudah canggih, kejahatan tidaklah harus bertatap muka atau bertemu namun
dalam dunia mayapun kejahatan banyak terjadi, di era globalisasi ini tindak kriminalitas dapat
terjadi dimanapun, kapanpun, dan bagi kita hendaklah senantiasa berhati-hati dalam bertindak.
Generasi semakin muda harusnya semakin berkarya, menciptakan penemuan baru, dan mampu
bersaing dengan kenyataan diluar sana, bukan malah menjadi pemain gitar yang lontang lantung
kekanan dan kiri lampu merah padahal badannya masih mampu mengais uang lebih dari yang ia
lakukan ketika itu, generasi macam inilah yang menjadikan masa depan negara suram, belum apa
1
Lihat, https://www.youtube.com/watch?v=UX8UikhAkU, akses 07 Juni 2018 pukul 19:34
apa sudah kalah perang dengan negara luar, mengapa bisa begitu ? jelas jawabannya karena
pendidikan yang mereka enyam begitu berbeda dengan orang luar lakukan, ketika orang luar
seperti Jepang, mereka mennyibukkan diri untuk meneliti ini dan itu demi mendapatkan
pengetahuan dan penemuan baru, namun apa yang terjadi pada generasi kita ? banyak dari
mereka menghabiskan waktunya dengan hal hal yang negatif, seperti halnya telah tertangkap
basah 4 bocah beusia belasan tahun yang mencuri mobil anggota koramil Singosari Kelurahan
Panggetan Kecamatan Singosari Kabupaten Malang pada Kamis malam 8 Februari 2018 pukul
22.30. Aksi ini dipergoki oleh Safiah Wardah Kamila istri Serda Bambang, lalu diamankan Serda
Dewa dan Sertu Paiman, Namun sayangnya 3 bocah lainnya bisa kabur dan tengah dalam proses
pencarian.2
Fenomena tersebut mencerminkan akan minimnya tembok pendidikan anak yang
diberikan oleh dua sektor, yakni keluarga ataupun lembaga formal. Sikap dan perilaku anak tidak
melulu diberatkan kepada sekolah, ketika orang tua mengantarkan anak kesekolah dan
memfasilitasi segala apa yang dibutuhkan si anak itu bukan berati pendidikan anak bisa berjalan
mulus dan selalu berhasil, atau dengan sebuah nilai diatas kertas lantas orang tua sudah
berbangga hati dan menganggap jika si anak sudah baik salam segala aspek. Anggapan tersebut
jelas keliru, karena aspek pendidikan paling mendasar untuk keberlangsungan hidup si anak
sebagian besar diambil alih oleh sektor keluarga. Apa yang anak dapat dikeluarga jelas akan
diterapkan pada kehidupan sosialnya, seperti anak yang di didik ketika dirumah melakukan
kesalahan ia harus meminta maaf atas kesalahannya, di luar lingkup rumah ia akan melakukan
hal tersebut atas apa yang ia perbuat. Karena sejatinya, manusia adalah pelaku imitasi seperti
pandangan (Walgito, 2006:21) imitasi adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk meniru
gaya orang lain. Dalam prosesnya imitasi lebih menjorok kedalam karena penirauannya tidak
hanya sekedar aspek simbolis saja, namun juga aspek kepribadian, termasuk juga hal hal yang
bersifat prinsipil ataupun ekonomi yang harusnya dihindari.3 Karena sifat tersebut hanya kan
menimbulkan sifat hedonisme (pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan adalah
tujuan hidup).4
Dalam kehidupan manusia, keluarga memiliki fungsi dan kedudukan yang primer dan
fundamental. Karena hakekatnya keluarga adalah wadah untuk membentuk karakter dan
kepribadian setiap komponen yang ada didalamnya, terlebih bagi anak yang masih dibawah
awasan dan tanggungjawab orang tua. Seperti yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara (dikutip oleh
Shochib, 1998) mengatakan bahwa esensi pendidikan itu berada dalam tanggungjawab keluarga,
sedangkan sekolah hanya berpartisipasi dalam perannya.5
Keluarga sangat penting dalam kehidupan anak dan untuk keberlangsungan hidupnya kedepan,
karena keluarga adalah lingkup kecil, lingkup awal anak sejak ia dilahirkan didunia hingga nanti
akan membentuk keluarga sendiri. Proses awal tersebut akan berlangsung terus menerus selama
pertumbuhan jasmani dan rohani anak. Dalam proses tersebut anak membutuhkan kasih sayang
dari orangtua, rasa aman, nyaman dan merasa diayomi oleh orangtua. Tanpa sentuhan rasa
tersebut, anak akan mengalami kesenjangan dalam hidupnya seperti dibayangi dengan rasa takut
dan terancam. Peran keluarga penting, karena keluarga adalah tempat anak kembali meski sejauh

2
News.okezone.com
3
Yudi. 2016. Analisis Perilaku Imitasi Di Komunitas White Family Samarinda Setelah Menonton Tayangan
Boyband/Girlband Korea Di Kbs Channel. eJournal Ilmu Komunikasi. Vol 4, Nomer 3. Hal 166-180.
4
Kkbi.web.id/hedonisme
5
Nisfiannoor, Muhammad dan Yulianti,Eka. 2005. Perbandingan dan Perilaku Agresif Antara Remaja Yang
Berasal Dari Keluarga Bercerai Berai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal Psikologi. Vol 3, Nomer 1.
apapun ia pergi, tempat untuk menemukan tujuan serta makna hidup. Didalam keluarga, anak di
tanamkan perilaku-perilaku yang baik serta nilai religiusitas yang tinggi. Meskipun keluarga
adalah satuan terkceil dari masyarakat, keluarga merupakan gambaran vital yang mempunyai
peranan besar bagi anak, terutama ketika masa remaja.
Masa remaja adalah masa peralihan dari siklus anak menuju kedewasa. Pada masa ini
terjadilah perubahan hormon, fisik, psikologis, maupun sosial secara runtut. Masa ini terjadi pada
perempuan kisaran usia 8 tahun sedangkan bagi laki-laki adalah 9 tahun. Secara psikososial masa
remaja ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu early, middle, dan late adolescent.6

STUDI PUSTAKA

1. Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak.


Jurnal pertama: Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak, dikatakan oleh
penulis dalam jural ini bahwasanya keluarga menduduki posisi paling utama dan mempondasi
karakter anak. Anak bagaikan selambar kertas kosong, putih polos, yang harus diisi. Orangtua
harusnya sadar, jika mereka tidak boleh merasa sombong nan angkuh meskipun mereka sudah
tua dalam tinjauan umur, namun mereka harus terus belajar. Guna mendidik anak juga butuh
teori dan materi tersendiri, agar anak tidak dididik dengan cara seenaknya saja. Sehingga, yang
tercipta adalah generasi tangguh yang berpondasikan kokoh akan hal hal yang baik. Menciptakan
komunikasi dua arah yang efektif agar terbentuknya suatu keluarga yang harmonis, keluarga
yang tidak egois dan mengedepankan kekerasan. Karena jika keluarga telah terkontaminasi
dengan kekerasan, maka yang timbul adalah ganggungan jiwa pada sang anak. Dimana anak
tidak mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam keluarga.7
PERBEDAAN: Jurnal ini memberikan cara agar bagaimana keluarga bisa membangun
komunikasi yang baik dengan anak, lalu bagaimana cara orangtua mendidik anak dengan metode
yang bervariasi, dan kiat kiat membangun kecerdasan emosi dan spiritual anak.

2. Peran Keluarga dalam Pengasuhan Anak.


Jurnal kedua: Peran Keluarga dalam Pengasuhan Anak, disamping petingnya makna serta
peranan keluarg a, keluarga merupakan cerminan perilaku bagi sang anak. Karena setiap apa
yang dilakukan komponen penyusun keluarga sejatinya akan ditiru oleh anak, yang kemudian
akan diterapkan begitu saja oleh anak, tapa si anak tahu apakah itu baik atau buruk. Oleh karena
itu, pengasuhan anak merupakan suatu rangakain yang wajib dilakukan dengan baik oleh
orangtua. Jika dalam praktek pengasuhannya tidak brjalan dengan baik maka yang terjadi adalah
muculnya konflik konflik yang melibatkan anak dalam interaksinya dengan keluarga, teman
sebaya, ataupun lingkungannya. Tiap pola pengasuhan anak hendaknya memberikan rasa
nyaman, namun tidak berarti orangtua membiarkan anak bebas begitu saja, justru orangtua
memperketat pengawasannya dengan menerapkan norma norma agar anak terhindar dari perilaku
yang menyimpang.
Orangtua memberikan kebebasan bagi anak untuk menjadi dirinya sendiri tanpa harus
menjadi tuntutan orangtua, dengan cara orangtua mencurahkan segenap perhatiannya ketika anak

6
Batubara, Jose RL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri. Vol, 12. Nomer 1.
7
Darosy Endah Hyoscyamina. “Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak”, Jurnal Psikologi Undip,
Vol.10, No.2, Oktober 2011
tengah menghadapi berbagai tantangan yang ada. Jangan sampai orangtua menerapkan pola asuh
yang salah, karena anak akan merasa terkekang dan trauma jika tumbuh dalam paksaan.
Pengasuhan merupakan tugas membimbing, mengatur, dan mengelola. Bila pola
pengasuhan salah, maka yang terjadi adalah pola perilaku anak yang tidak sesuai harapan.
Terlebih jika anak meniru perilaku orang orang diluar rumah yang cenderung negatif.
Pengasuhan ini merupakan proses yang terus menerus akan terjadi antara anak dengan orangtua
untuk mendorong perkembangan anak secara optimal dalam segala aspek. Dalam semua tahapan
orangtua selalu bereran penting, ketika perilaku anak dan tingkah lakunya mencerminkan sebuah
kebaikan dan telah terimplementasikan dalam kehidupan anak, kemudia anak tidak mudah
terpengaruh terhadap hal hal yang buruk, maka dari situlah keluarga dapat dikatakan telah
berhasil mengasuh anak.8
PERBEDAAN: Jurnal ini lebih memfokuskan pembahasannya kepada pengasuhan yang
baik tehadapa anak itu seperti apa. Lalu memberikan pengertian fungsi keluarga lebih rinci.
Memberikan arahan bagaimana agar pengasuhan kepada anak bisa berjalan mulus dan berhasil
dengan memberikan tahapan tahapan pola pengasuhan.

3. Peran Keluarga, Sekolah, Masyarakat dalam Pembentukan Karakter Berkualitas.


Pendidikan adalah usaha dala meningkatkan diri dalam segala aspeknya. Dengan kata lain
pendidikan merupaka proses integralisasi dari kehidupan. Dewasa ini pemerintah sedang
menggalahkan pendidikan karakter dalam lembaga formal. Fenomena melorotnya akhlak anak
bangsa, serta para elite didalamnya, seringkali menjadi bahan olokan serta kritikan yang pedas
bagi institusi pendidikan. Hal tersebut wajar, karena tujuan dalam pendidikan yang mendasar
yaitu membentuk manusia yang utuh dengan akhlak yang mulia, sebagai indikator utama.
Dengan tujuan tersebut, maka Indonesia mengharapkan akhlak yang mulia menjadi karakter
nasional. Hal tersebut diharapkan dapat terwujud dengan adanya pendidikan karakter yang mulai
diterapkan dalam dunia pendidikan formal. Apalagi bangsa indonesia adalah mayoritas islam,
jadi dapat mendukung kesehariannya yang diwarnai denagan nilai nilai islami. Pendidikan adalah
tanggungjawab bersama antara tiap komponen penyusun bangsa. Seperti keluarga, sekolah,
masyarakat, dan pemerintah.
Pendidikan formal adalah lanjutan bagi anak setelah ia mendapat pendidikan didalam
keluarga, orangtua dalam mendidik anak harusnya menjaga situasi yang kondusif serta aman
dalam keluarga. Jangan sampai menimbulkan pertengkaran didepan anak, karena akan
membahayakan kondisi jiwa anak. Tiap sosiolog selalu meyakini jikak keluarga memiliki peran
penting dalam memajukan suatu bangsa., sehingga para ahli sosiolog berteori bahwa keluarga
merupakan unit terpenting dalam masyarakat. Jadi kebobrokan dalam negara diakibatkan
lemahnya institusi keluarga.9
PERBEDAAN: Jurnal ini, pembahasannya lebih luas, tidak melulu hanya pada
prespektif keluarga namu juga segi masyarakat juga pendidikan formal. Jika dalam lingkup
keluarga lebih menekankan bahwa ditangan keluargalah kelak akan terlahir generasi penerus
bangsa. Apabila keluarga banyak gagal dalam mencetak anak anaknya untuk menggantikan kursi
kepemimpinan, maka bangsa ini akan merosot dan akan mengalami kemunduran terus menerus.

8
Rakhmawati, Isti. “Peran Keluarga dalam Pengasuhan Anak”, Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 6, No.1,
Juni 2015
9
Subianto, Jito. “Peran Keluarga, Sekolah, Masyarakat, dalam PembentukanKarakter Berkualitas”, Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, Vol.8, No.2, Agustus 2013
4. Peran Orangt Tua dan Pendidik dalam Menerapkan Perilaku Disiplin Terhadap Anak
Usia Dini.
Keluarga merupakan gugusan individu individu yang kemudin membentuk satu rumah
tangga, mereka dipersatukan karena ikatan darah, perkawina, atu adopsi. Keluarga dalam
prakteknya bisa mengembang dan melestarikan kebudayaan yang sudah ada atau bisa
menciptakan kebudayaan baru sendiri. Mereka berinteraksi sesuai dengan peran mereka dalam
keluarga. Hubungan ini dijiwai dengan afeksi dan tanggungjawab yang kental. Keluarga
merupakan unit sosial terkecil namun memiliki fungsi primer. Karena itu, baik buruknya
keluarga mampu mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Bentuk dan isi pendidikan yang
diberikan keluarga akan terus teraplikasikan dalam keseharian anak hingga dewasa kelak. Maka
dari itu, pendidikan dari manapun ia berasal akan tetap jauh lebih banyak yang diberikan
keluarga.
Keluarga merupakan sistem sosial yang mempunyai tugas agar bagaimana sistem tersebut
dapat berjalan sesuai dengan fungsinya secara optimal. Disamping keluarga lembaga pendidikan
merupakan tahap lanjutan pendidikan anak, lembaga ini memberikan pendampingan atas
pendidikan yang telah ditanamkan dalam keluarga. Seperti Peran Pendidik dalam UU nomer 20
pasal 39 ayat 2 menjabarkan bahwa pendidik adalah tenaga kerja profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.10
PERBEDAAN: Pembahasan pokoknya ialah, lembaga pendidikan merupakan rumah
kedua bagi pendidikan anak setelah ia diajarkan berbagai ilmu pengetahuan dirumah. Lalu dalam
perannya, lembaga pendidikan sifatnya mengembangkan dan memberikan pengetahuan serta
keterampilan bagi si anak. Jurnal ini juga mengadakan penelitian peran orang tua dalam
pendidikan anak yang kesimpulannya adalah lemahnya hubungan dua variabel (orangtua dan
pendidik) yang tidak searah, peran pendidik dan orangtua meningkat maka akan terjadi
menurunnya perilaku disiplin pada anak. Dan jika hubungan dua variabel tersebut searah, maka
si anak akan mengalami peningkatan dalam perilaku disiplinnya.

5. Keluarga Harmoni, Konsep Diri dan Kenakalan Remaja.


Pemuda sejatinya memiliki semangat dan tekat yang tinggi untuk membangun perubahan.
Mereka akan cenderung mudah terpancing akan kerusakan kerusakan yang ada dibumi pertiwi.
Semangat yang berkobar biasanyan menimbulkan aksi yang bisa berupa positif maupun negatif.
Namun, seiring berjalannya era globalisasi pemuda dalam geraknya bisa terhambat bahkan
terpeleset sekalipun. Seperti halnya tayangan televisi, film yang beredar, dan semua aspek
pergaulan yang didominasi gaya barat. Pemuda jika tidak dibentengi oleh pendidikan yang kuat
oleh keluarganya akan kalah dengan hawa nafsu yang akhirnya menjerumuskannya kedalam
lembah kebodohan, karena mereka tidak bisa mengendalikan keinginan egonya. Berbagai
perilaku yang menyimpang tersebut bisa diartikan sebagai sumber masalah dan bisa merusak
suatu sistem yang telah tegak hukumnya.
Keluarga tidak harmonis merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya perilaku
menyimpang karen bisa membahayakan kondisi psikologi pada setiap usia, terutama pada usia

10
Martsiswati, Ernie dan Suryono, Yoyon. “Peran Orang Tua dan Pendidik dalam Menerapkan Perilaku Disiplin
Terhadap Anak Usia Dini”, Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Vol.1, No.2, November 2014
remaja. Keharmonisan keluarga adalah dimana tiap anggota penyusun keluarga bisa berdapatasi
dan berinteraksi dengan baik, serasi dan seimbang.
Selain faktor keluarga, perilaku menyimpang bisa dipicu oleh konsep diri. Konsep diri
adalah seluruh pandangan diri terhadap kekurangan ataupun kelebihan diri sendiri. Konsep diri
merupakan gambaran tentang apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan individu mengenai
dirinya sendiri.
Kebutuhan psikologis tentu dibutuhkan tiap tiap individu, terlebih dalam pemenuhannya
masa remaja memang sangat sensitif. Anak bisa mendapatkan kebutuhan psikologis ini melalui
keluarga yang harmonis dan sehat. Dimana dalam keluarga harmonis anak mendapatkan rasa
cinta dan mencintai, sayang dan menyayangi, saling menghargai dan mengembangkan interaksi
dengan segala potensi yang dimiliki tiap individu dalam keluarga tersebut.11
PERBEDAAN: Pembahasaan jurnal ini, lebih mengedepankan bagaimana keluarga yang
tidak harmonis mengkontribusikan generasi cacat, dimana generasi tersebut banyak melakukan
penyimpangan. Seperti data dan analisis yang tercantum bahwasanya anak yang melakukan
perilaku menyimpang cenderung berasal dari keluarga yang berantakan, sehingga anak
mengalami konflik internal dalam dirinya. Disisi lain, konsep diri juga berperan dalam diri anak.
Dimana anak melakukan pengamatan subjektif terhadap dirinya sendiri, segala apa yang ia rasa
dan pikirkan ditelan mentah mentah tanpa meminta pandnagan dan masukan oranglain. Sehingga
yang terjadi adalah pengambilan keputusan yang tidak dipertimbangkan secara baik. Jadi
mayoritas anak yang melakukan perilaku menyimpang mempunyai keluraga yang tingkat
keharmonisannya rendah serta konsep diri pula.

11
Muniriyanto dan Suharnan. “Keluarga Harmonis, Konsep Diri dan Kenakalan Remaja”, Jurnal Psikologi
Indonesia, Vol.3, No.2, Mei 2014
TEORI SOSIOLOGI EMILE DURKHEIM

Dalam pemaparan diatas, penulis menggunakan teori struktural fungsional dimana


konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, dan kesimbangan. Menurut teori ini
masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan
menyatu dalam keseimbangan. Seperti keluarga ialah masyarakat kecil yang terdiri dari Ayah,
Ibu , dan Anak. Seperti teori Emile Durkheim, ia banyak mengkaji tentang tatanan sosial dan
bagaimana masyarakat dapat hidup harmonis. Fungsionalisme melihat individu itu bagaikan
bagian dari masyarakat yang berada dalam sistem sosial yang besar. Sistem sosial ini bekerja
untuk menciptakan stabilitas tatanan sosial agar tidak terjadi kepincangan dalam pergerakan
komponen penyusunnya.
Teori ini memandang individu adalah bagian kecil dari suatu masyarakat dimana
masyarakat adalah susunan yang besar. Dengan demikian, Masyarakat adalah gabungan dari
individu individu yang berfungsi untuk menjaga kestabilan sistem yang ada didalamnya.
Durkheim melihat masyarakat itu seperti organisme dimana organisme terbentuk dari komponen
yang menjalankan perannya masing-masing. Lalu, apabila suatu komponen tidak mampu
menjalankan tugasnya atau bahkan suatu komponen berjalan dengan kemauannya sendiri, maka
akan terjadi yang namanya disfungsi atau gagal berfungsi.
Teori struktural fungsional memandang institusi dan lembaga sosial adalah bagian dari
sistem sosial. Institusi sosial akan lebih mengeluarkan eksistensinya jika mampu menjalankan
sistemnya dengan baik. Namun, kebalikannya institusi sosial akan lenyap dengan sendirinya
apabila sistem yang dijalankan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sosiologi memandang
institusi tersebut adalah : keluarga, pemerintah, ekonomi, media, agama, dan sebagainya.
Apabila insitusi sosial tidak berjalan menurut alurnya yang akan terjadi adalah runtuhnya sistem
sosial dan mengakibatkan masa pemulihan yang cukup lama. Dalam praktek kehidupan sehari
hari kita bisa melihat teori sturktural fungsional ini bekerja dalam sebuah sistem12. Sebagai
contoh dalam keluarga, ketika berada dalam meja makan, tentu telah adanya pengaturan kursi
kursi yang diperuntukkan sesuai kedudukannya dalam keluarga sebagai pembeda dari status
keluarga yang ada. Ayah sebagai kepala keluarga tentulah berada pada kepala meja, lalu disusul
oleh ibu yang berada disamping ayah, seterusnya dilanjutkan oleh sang anak. Begitu pula ketika
hendak makan, ayahlah yang pertama kali mengambil menu makan, ayahlah yang mengawali
dan memimpin doa hendak makan. Keteraturan dari situasi sosial saat makan inilah yang bisa
diamati bagaimana urutan-urutan yang terjadi ketika hendak mengambil menu makan. Situasi
sosial ini akan berhasil menjalankan sistem apabila setiap komponen keluarga mampu
menjalankan perannya sesuai posisinya dalam keluarga. Namun jika tidak, maka sistem akan
mengalami kepicangan bahkan rusak sekalipun.
Keluarga dalam menjalankan fungsi latennya menjadi wadah untuk beristirahat setelah
seharian bekerja diluar rumah, atau sebagai tempat bernaung ketika ada masalah. Agar tidak
terjadi disfungsi maka anggota keluarga harus berada sesuai posisinya dan memahami setiap
tugasnya masing-masing. Fakta sosial adalah aspek aspek kehidupan yang tidak mampu diurai
dan dijelaskan secara biologis maupun psikologis dari suatu indiviu. Karena fakta sosial bersifat
eksternal (berada diluar individu). Fakta ini sudah ada diluar pertimbangan pertimbangan
individu dan sudah ada begitu saja jauh sebelum individu tersebut lahir didunia. Karena sifat
eksternalnya, fakta sosial membentuk realitas yang mandiri dengan membentuk lingkungan
objeknya senidri. Sifat eksternalnya berimbas kepada sifat selanjutnya, yaitu koersif (memaksa)
12
Lihat, https://sosiologis.com/teori-struktural-fungsional, akses 03 Juni 2018 pukul 10:10 WIB
fakta ini memiliki kekuatan untuk memaksa, menekan, mendorong individu untuk mau
menjalankan aturan suatu sistem dan melepaskan kemauannya, sehingga eksistensi kemauannya
sendiri tersebut tertutupi oleh semua fakta sosial. Fakta sosial ini bersifat umum (general) artinya
menyebar adil keseluruh individu, atau istilah lain fakta sosial adalah milik bersama dan
dijalankan bersama tidak hanya terpatri pada diri sorang individu saja. Contoh yang paling jelas
adalah peraturan, norma, kebiasaan, dan lain sebagainya.
Durkheim sangat menekankann betapa pentingnya keberadaan suatu masyarakat
dibanding dengan individu. Karena baginya individu bukanlah apa apa, hanya sebatas manusia
yang tidak memiiki kebebasan jika tidak tumbuh dalam lingkup masyarakat dimana mereka
berada.13
Pendidikan merupakan produk nyata dari masyarakat. Seperti halnya ketika kita masuk
ke Universitas Muhammadiyah Surakarta, kita disuguhkan aturan aturan yang sudah tertata dari
awal mula pendaftaran, seperti memenuhi berkas berkas, datang ke gedung Siti Walidah untuk
melakukan ujian, menunggu score keluar, membayar uang masuk ke bagian Administrasi,
mengikuti Ujian Akhir Seester jika ingin mendapat nilai, dan lain sebagainya. Masih banyak lagi
fakta sosial yang mengikat manusia dalam kesehariannya.14
Keluargapun sama halnya, jika ditarik kedalam teori durkheim keluarga mempunyai
rentetan rentetan yang paten telah ada sejak dulu, yang kemudian disebut fakta sosial dan
mengikat per individu yang menyusun keluarga tersebut.

13
Prasetyo, Bambang. Latar Belakang Perkembangan Sosiologi Pendidikan. Kegiatan Belajar 1. Hal 1.4.
14
Ibid Hal 1.5
KELUARGA HARMONIS PEMBENTUK KARAKTER ANAK

Keluarga bagi Durkheim adalah masyarakat kecil dimana jika komponennya bagus maka
akan tercipta suatu keseimbangan yang sempurna. Keluarga memmiliki fungsi primer untuk
menanamkan nila-nilai pada diri anak. Pendidikan awalpun dimulai dari keluarga. Terlebih ibu,
adalah sekolah pertama bagi sang anak. Keluarga akan selalu beriringan menemani setiap
langkah pertumbuhan sang anak mulai dari kecil hingga dewasa kelak. Masa masa renta anak
bermula dari masa remaja, dimana masa ini terjadi peralihan antara masa anak menuju masa
dewasa, sehingga dalam masa ini emosi anak tidak terkontrol dan tidak stabil. Dalam masa ini
remaja yang tengah berada dalam siklus labil, ia membutuhkan kasih sayang dan arahan dari
orang yang ia sayangi dan dekat dengan dirinya, termasuk orangtua. Orangtua tidak boleh
membiarkan atu melepas sang anak untuk mengikuti kemauannya sendiri, karena bisa jadi anak
berada dalam keputusan yang salah. Seperti yang kita ketahui, bahwa fungsi keluarga yaitu
memberi rasa aman kepada anak, maka pada masa inilah saatnya orangtua memberikan
perlindungan pada anak ditengah masa peralihannya. Pada masa ini anak tergolong beraada pada
masa krisis dan membutuhkan pegangan untuk ia genggam ketika ia berada dalam situasi yang
sulit. Terjadinya perang batin, konflik internal, pemikiran kritis, perasaan yang mudah
tersinggung, serta memiliki cita cita yang tinggi namun enggan untuk diraih, perseteruan dengan
teman sebaya, sulit beradaptasi dengan lingkungan yang tidak sesuai dengan karakter dirinya, hal
hal tersebut yang mewarnai masa krisis pada remaja sehingga jika tidak dikendalikan dengan
nasehat atau masukan dari orang terdekat maka ia akan mengalami frustasi. Dengan warna warni
konflik tersebut maka perasaan anak remaja akan lebih mudah marah dan melakukan hal negatif.
Dalam pertikaian semacam ini, remaja cenderung akan mengalami frustasi, atau rasa
bingung jika tidak ditemani dengan orang terdekatnya dan masalah akan bertambah jika
lingkungan terdekatnya tidak membantu justru malah memberi masalah masalah baru. Kita tahu
bahwa masalah broken home tidaklah asing lagi ditelinga kita, masalah ini bukanlah masalah
baru namun merupakan masalah utama dari akar kehidupan anak remaja. Kasus seperti ini
menjadikan remaja bingung, harus kepada siapakah ia memihak. Harus kepada ayah kah atau
sanng ibu. Untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri saja remaja masih membutuhkan
arahan oranglain, termasuk orangtua. Lantas bagaimana jika tumpuan sang anak malah roboh ?
Disamping keluarga yang bercerai berai, adapula keluarga yang utuh. Suatu keluarga
dapat dikatakan utuh apabila peran orangtua terasa nyata pada kehidupan anak, dimana anak
mendapatkan rasa aman dan terindungi. Keharmonisan dalam keluarga sangat penting, apalagi
bagi remaja yang sedang mengalami masa transisi. Dimana perkembangan jiwa anak belum
stabil dan membutuhkan simpati dari orang orang yang ia sayangi, agar ia tidak terombang
ambing dalam kebingungan dan konflik batin dalam waktu yang lama tanpa adanya perhatian
orangtua.15
Keharmonisan keluarga sangat mempengaruhi perkembangan jiwa anak, keluarga yang
harmonis mampu memberikan arahan bagi anak walupun terkadang orangtua tidak hadir
dihadapannya. Karena sudah terbiasa, dan anak mampu memahami dan menerapkan kedalam
kehidupan sehari-hari maka terciptalah pedomahan hidup yang kuat dalam diri anak atas
bimbingan dan arahan dari orangtua yang searah. Dengan pedoman hidup yang telah tesusun
seagai pondasi yang kokoh, anak akan tidak mudah goyah dan mudah terpengaruhi oleh
pergaulan yang tidak baik. Dengan demikian anak mampu membentengi dirinya akan hal hal

15
Nisfiannoor, Muhammad dan Yulianti,Eka. 2005. Perbandingan dan Perilaku Agresif Antara Remaja Yang
Berasal Dari Keluarga Bercerai Berai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal Psikologi. Vol 3, Nomer 1.
yang sifatnya buruk untuk dirinya. Keluarga merupakan tempat bernaung yang teduh, setelah
seharian bekutit dengan kompleksnya masalah yang ada diluar rumah, keluarga menjadi tempat
yang aman menyandarkan semua beban yang ada. Melalui kasih sayang dan perhatian dari
masing masing anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama belajar anak, dari awal ia
belajar berjalan, membaca, menulis, menghitung, dan lain sebagainya. Keluarga yang mengajari
anak dalam segala aspek. Dari orangtua, anak belajar beribadah menurut keyakinannya, anak
mulai ditanamkan rasa mengasihi Allah, mengasihi orangtua, mengasihi tiap kompone keluarga,
bahkan mengasihi temannya. Dalam bidang pendidikan, orangtua adalah peran utama yang
memberi tiap pengetahuan kepada anak, karena segala ilmu pengetahuan diperoleh pertama kali
melalui orangtua dan keluarga sendiri. Komunikasi juga merupakan hal penting untuk
membangun keluarga yang harmonis. Karena tanpa adanya komunikasi maka akan terjadi miss
communication antar personil keluarga. Miss communication ini yang mneyebabkan kesenjangan
antara orangtua dan anak, atau bahkan dengan saudara kandung sendiri. Khususnya pada anak
yang akan menginjak masa transisi atau remaja, ia mulai membeda bedakan dirinya dengan
saudara-saudara yang lain. Situasi seperti ini, peran orangtua sangat dibutuhkan anak untuk
memberikan rasa aman agar tidak terjadi pemberontakan dalam diri anak secara terus menerus.
Orangtua hendaknya memberi arahan dengan lembut, dan memberi tahu bagaimana sikap yang
wajar untuk menghadapi keadaan seperti ini. Keluarga sebagai tempat belajar beribadah, ketika
anak sudah memasuki masa akil baligh, maka anak sepatutnya telah dikenalkan, diberi
pengetahuan, dan penghayatan atas Allah. Pengajaran moral dan kehidupan beribadah hendaknya
ditanamkan sedini mungkin dalam kebiasaan anak. Karena hal tersebut merupakan modal yang
tak ternilai harganya untuk anak menghadapi masa yang akan datang kelak.
Orangtua memiliki fungsi dan peranan yang sangat besar bagi perkembangan anak.
Terutama apabila sang anak sedang menginjak masa remaja.tidak dapat digugat lagi, dari
keluargalah anak mendapat arahan, bimbingan, pendidikan untuk mengembangkan dirinya sesuai
dengan kemampuan namun masih dalam ranah yang positif karena berada dalam arahan
orangtua.16
Keluarga yang utuh juga menjadi pemicu terbentuknya karakter anak yang baik, karena
apabila salah satu komponen keluarga hilang keluarga mengalami kepincangan dalam sistemnya.
Hilangnya satu peran saja, bisa berakibat pada proses perkembangan anak. Kecuali jika terdapat
satu komponen yang mampu memback up dua peran dalam dirinya, meskipun rasa
pencitraannya berbeda. Hilangnya satu komponen bisa berupa kematian, atau terjadi suatu
pertikaian yang menyebabkan perceraian. Kejadian semacam ini yang biasanya mengancam
kesehatan jiwa anak, karena ia mengalami berbagai rasa yang sulit untuk ditoleransi, seperti
marah, bingung, kecewa, kesal yang menjadi satu. Maka untuk menciptakan keharmonisan
dalam keluarga hendaknya orangtua menjaga keutuhan setiap komponen yang menyusun
keluarganya. Karena dengan keluarga harmonis ini, akan mencetak generasi unggul bagi masa
depan bangsa. Dimana anak yang berkembanng dalam keluarga yang harmonis akan memmiliki
benteng yang kuat atas dirinya untuk memerangi pergaulan yang pengaruhnya buruk. Keluarga
harmonis harus tetap memelihara sikap bijaksana dalam mendidik anak dan menanamkan
kedisiplinan. Dengan menjadi orangtua yang bijaksana, orangtua baru dapat memahami duduk
persoalan-persoalan yang tengah dialami sang anak. Sedangkan dengan disiplin, anak menjadi
generasi yang sistematis, dimana kehidupannya tertata rapi sesuai urutan. Pola tersebut
hendaknya ditanamkan sejak dini oleh orangtua, karena meninjau kedepan seorang anak kelak

16
Ibid
akan membangun rumah tangganya sendiri dan akan mencontoh apa yang orangtuanya dulu
ajarkan.17
Dengan keharmonisan sebuah keluarga lebih menjamin anak yang sedang berada dimasa
transisi berhasi melewati masa krisisnya dengan baik. Dengan segala aspek yang telah
ditanamkan oleh orangtuanya dengan baik, maka anak akan tidak muda terjerumus kepada
pergaulan yang sifatnya tidak baik.
Usia remaja biasanya anak sedang mengenyam pendidikan dibangku sekolah, maka peran
lembaga pendidikan meduduki urutan kedua setelah keluarga. Lembaga pendidikan dalam
sistemnya bisa memberlakukan pola reward (hadiah) apabila anak melakukan hal yang baik dan
punishment (hukuman) apabila anak melakukan suatu pelanggaran. Para pendidik juga
hendaknya tidak menjadi tenaga ajar saja, namun ia bisa memberi bimbingan yang mengerti akan
kepribadian dan kebutuhan tiap anak didiknya. Mampu mengarahkan anak didik kepada hal yang
sifatnya positif sehingga ia mampu menyalurkan potensi yang ia miliki dengan cara yang
benar.18
Berbagai pedoman tentang pendidikan anak menekankan agar orangtua mampu menjadi
pendengar dan pembangun komunikasi yang baik, mampu menjadi suri tauladan, menciptakan
suasana belajar yang kondusif, dan tidak mengembangkan pemikiran yang sempit didalam
keluarga, serta mampu menanamkan kejujuran yang mendasar dalam jiwa anak. Oleh karena itu
interkasi antar keluarga amatlah penting.19
Keberhasilan seorang anak, sangatlah ditentukan oleh campur tangan keluarga dalam
kehidupan si anak. Karena pertama kali anak mendapat pendidikan adalah diruang keluarga.
Orangtua yang bijaksana, senantiasa mendidik dan merawat anaknya dengan bijaksana. Dengan
kasih sayang dan perhatian penuh, karena orangtua sadar bahwasanya anak adalah investasi
dunia akhirat. Maka orangtua senantiasa menggosok sang anak dengan aturan dan norma norma
yang baik agar kelak bersinar layaknya “permata”, mampu berguna bagi keluarga, nusa, bangsa,
dan agama.

17
Ibid
18
Ibid
19
Hyoscyamina, Darosy Endah. 2011. “Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak”,
Jurnal Psikologi Undip, Vol.10, No.2
KESIMPULAN

Kesimpulan dari penulisan ini adalah seyogyanya keluarga merupakan petani yang
sedang menanam bibit diladang, sedang anak adalah ladang yang hendak ditanami bibit.
Keberhasilan panen kelak yang menentukan adalah petani, jika petani memilih bibit yang baik
untuk ditanam maka kelak ia akan menuai hasil yang baik pula. Untuk mencapai hasil yang baik
dan memuaskan tidaklah mudah, banyak langkah dan proses yang harus dilalui. Petani haruslah
belajar menjadi petani yang handal guna menciptakan hasil panen yang berkualitas. Ketika
petani lengah atas apa yang ia tanam dengan membiarkan benih tumbuh begitu saja, maka kelak
ia akan menuai hasil yang tidak maksimal.
Perumpamaan tersebut merupakan cerminan dari keluarga. Orangtua disini diumpakan
sebagai petani sedang anak sebagai bibitnya dan ladang itu lingkungan. Disini betapa keluarga
sangat berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Karena keluarga adalah pendidikan
mendasar bagi anak. Suatu generasi yang baik terlihat dari bagaimana keluarga memberikan
pendidikan dan pengayoman pada anak. Sehingga tiap norma yang ditanamkan oleh keluarga
anak bisa mengaplikasikannya tanpa keterpaksaan dilingkungannya. Jika norma yang diberikan
oleh orangtua tertanam dalam diri anak maka ia akan tumbuh menjadi baik tanpa terpengaruh
oleh lingkungannya karena ia dapat memilah mana yang baik dan tidak untuknya. Sebaliknya
jika anak tidak memiliki norma atau pedoman dalam dirinya ia akan mudah terpengaruh oleh
lingkungan dan terjerumus pada pergaulan yang tidak baik.
Keluarga harmonis merupakan suatu wadah yang baik untuk mencetak generasi penerus
bangsa, karena didalam keluarga tersebut terdapat keseimbangan. Didalam keharmonisan ini,
anak mendapatkan haknya untuk disayangi, dicintai, dan diberi rasa aman oleh keluarganya.
Sehingga tidak menimbulkan pergolakan didalam batinnya, ia merasakan kedamaian dan
ketentraman dalam proses kehidupannya. Untuk itu hendaknya tiap tiap keluarga harus
menyadari, bahwasanya kemajuan bangsa ada ditangan keluarga yang harmonis untuk generasi
yang optimis. Jangan menyibukkan diri untuk memperbaiki dunia saat ini dan berpikir bahwa
dunia akan menjadi lebih baik. Apalagi sampai mengabaikan dunia dimasa depan. Untuk
memperbaiki dunia dibutuhkan lebih dari satu orang, untuk itu ciptakan dunia untuk generasi
baru kenalkan dunia pada mereka dengan begitu dunia mereka akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Yudi. 2016. Analisis Perilaku Imitasi Di Komunitas White Family Samarinda Setelah
Menonton Tayangan Boyband/Girlband Korea Di Kbs Channel. eJournal Ilmu Komunikasi.
Vol 4, Nomer 3. Hal 166-180.
2. Nisfiannoor, Muhammad dan Yulianti,Eka. 2005. Perbandingan dan Perilaku Agresif Antara
Remaja Yang Berasal Dari Keluarga Bercerai Berai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal
Psikologi. Vol 3, Nomer 1.
3. Batubara, Jose RL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri.
Vol, 12. Nomer 1.
4. Prasetyo, Bambang. Latar Belakang Perkembangan Sosiologi Pendidikan. Kegiatan Belajar
1. Hal 1.4.
5. Hyoscyamina, Darosy Endah. 2011. Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak,
Jurnal Psikologi Undip, Vol.10, No.2.

Anda mungkin juga menyukai