PENDAHULUAN
Sejatinya, keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama karena tugasnya adalah
meletakkan dasar-dasar pertama dalam perkembangan anak. Di dalam keluarga, anak lahir,
tumbuh, dan berkembang dalam bimbingan orang tua, maka dari itu orangtua memiliki peran
yang penting dalam mendampingi dan mendidik anak. Pendidikan anak pada usia dini sangatlah
penting karena pada masa inilah anak mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Masa ini
adalah masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pendidikan pada anak dan orangtua
membutuhkan usaha yang maksimal agar terciptanya perilaku yang baik bagi sang anak. Tujuan
pendidikan itu sendiri ialah untuk menciptakan ikatan moral dan akhlak yang seimbang dalam
diri anak. Orang tua haruslah sadar akan tanggungjawabnya dalam mendidik anak bahwa dari
pendidikan itu akan lahir sebuah generasi yang baik bagi generasi penerus bangsa dan dengan
pendidikan karakter yang baik akan menentukan masa depan anak.
Keluarga harmonis merupakan wadah yang begitu bagus untuk menempa karakter anak,
karena mereka tidak akan bingung harus menuruti perkataan siapakah yang baik untuk dianut.
Orangtua yang kompak akan menimbulkan rasa nyaman pada anak untuk kedepannya, namun
lain halnya dengan orangtua yang sering beradu argumen dan saling ingin menang sendiri dalam
mendidik anak, sang anak jadi bingung aturan manakah yang harusnya ia turuti. Pendidikan juga
tidak melulu di tumpukan kepada sekolah atau lembaga formal lainnya, karena pada dasarnya
pendidikan paling mendasar bagi pembentukan karakterya ialah keluarga. Belakangan ini banyak
kita jumpai tindak kekerasan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, dan tindak
kriminal begitu merajalela diseluruh sudut dunia, tidak memandang dipedesaan maupun dikota.
Tanpa kita sadari beberapa bentuk penyimpangan tersebut adalah buah dari pendidikan keluarga
yang tidak berhasil sehingga mencetak generasi yang akhlak dan moralnya tidak seimbang.
Seperti contoh kasus Ahmad Budi Cahyono, guru kesenian SMP N 1 Toju, Sampang dimana
beliau dipukul dan dicekek lehernya oleh siswa yang tidak mau mendengarkan teguran budi,
selang beberapa jam budi dikabarkan telah meninggal dunia karena pembuluh bagian darahnya
pecah. Kasus tersebut merupakan kisah nyata yang terpampang dalam kehidupan masyarakat dan
sekaligus teguran bagi orangtua mengapa penting dalam mendidik anak secara kompak.1
Berbagai kasus dalam masyarakat menimbulkan kecemasan bagi penulis, bagaimana
kedepannya negara ini jika tindak kriminalitas tiap tahun mengalami peningkatan, terlebih
sekarang teknologi sudah canggih, kejahatan tidaklah harus bertatap muka atau bertemu namun
dalam dunia mayapun kejahatan banyak terjadi, di era globalisasi ini tindak kriminalitas dapat
terjadi dimanapun, kapanpun, dan bagi kita hendaklah senantiasa berhati-hati dalam bertindak.
Generasi semakin muda harusnya semakin berkarya, menciptakan penemuan baru, dan mampu
bersaing dengan kenyataan diluar sana, bukan malah menjadi pemain gitar yang lontang lantung
kekanan dan kiri lampu merah padahal badannya masih mampu mengais uang lebih dari yang ia
lakukan ketika itu, generasi macam inilah yang menjadikan masa depan negara suram, belum apa
1
Lihat, https://www.youtube.com/watch?v=UX8UikhAkU, akses 07 Juni 2018 pukul 19:34
apa sudah kalah perang dengan negara luar, mengapa bisa begitu ? jelas jawabannya karena
pendidikan yang mereka enyam begitu berbeda dengan orang luar lakukan, ketika orang luar
seperti Jepang, mereka mennyibukkan diri untuk meneliti ini dan itu demi mendapatkan
pengetahuan dan penemuan baru, namun apa yang terjadi pada generasi kita ? banyak dari
mereka menghabiskan waktunya dengan hal hal yang negatif, seperti halnya telah tertangkap
basah 4 bocah beusia belasan tahun yang mencuri mobil anggota koramil Singosari Kelurahan
Panggetan Kecamatan Singosari Kabupaten Malang pada Kamis malam 8 Februari 2018 pukul
22.30. Aksi ini dipergoki oleh Safiah Wardah Kamila istri Serda Bambang, lalu diamankan Serda
Dewa dan Sertu Paiman, Namun sayangnya 3 bocah lainnya bisa kabur dan tengah dalam proses
pencarian.2
Fenomena tersebut mencerminkan akan minimnya tembok pendidikan anak yang
diberikan oleh dua sektor, yakni keluarga ataupun lembaga formal. Sikap dan perilaku anak tidak
melulu diberatkan kepada sekolah, ketika orang tua mengantarkan anak kesekolah dan
memfasilitasi segala apa yang dibutuhkan si anak itu bukan berati pendidikan anak bisa berjalan
mulus dan selalu berhasil, atau dengan sebuah nilai diatas kertas lantas orang tua sudah
berbangga hati dan menganggap jika si anak sudah baik salam segala aspek. Anggapan tersebut
jelas keliru, karena aspek pendidikan paling mendasar untuk keberlangsungan hidup si anak
sebagian besar diambil alih oleh sektor keluarga. Apa yang anak dapat dikeluarga jelas akan
diterapkan pada kehidupan sosialnya, seperti anak yang di didik ketika dirumah melakukan
kesalahan ia harus meminta maaf atas kesalahannya, di luar lingkup rumah ia akan melakukan
hal tersebut atas apa yang ia perbuat. Karena sejatinya, manusia adalah pelaku imitasi seperti
pandangan (Walgito, 2006:21) imitasi adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk meniru
gaya orang lain. Dalam prosesnya imitasi lebih menjorok kedalam karena penirauannya tidak
hanya sekedar aspek simbolis saja, namun juga aspek kepribadian, termasuk juga hal hal yang
bersifat prinsipil ataupun ekonomi yang harusnya dihindari.3 Karena sifat tersebut hanya kan
menimbulkan sifat hedonisme (pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan adalah
tujuan hidup).4
Dalam kehidupan manusia, keluarga memiliki fungsi dan kedudukan yang primer dan
fundamental. Karena hakekatnya keluarga adalah wadah untuk membentuk karakter dan
kepribadian setiap komponen yang ada didalamnya, terlebih bagi anak yang masih dibawah
awasan dan tanggungjawab orang tua. Seperti yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara (dikutip oleh
Shochib, 1998) mengatakan bahwa esensi pendidikan itu berada dalam tanggungjawab keluarga,
sedangkan sekolah hanya berpartisipasi dalam perannya.5
Keluarga sangat penting dalam kehidupan anak dan untuk keberlangsungan hidupnya kedepan,
karena keluarga adalah lingkup kecil, lingkup awal anak sejak ia dilahirkan didunia hingga nanti
akan membentuk keluarga sendiri. Proses awal tersebut akan berlangsung terus menerus selama
pertumbuhan jasmani dan rohani anak. Dalam proses tersebut anak membutuhkan kasih sayang
dari orangtua, rasa aman, nyaman dan merasa diayomi oleh orangtua. Tanpa sentuhan rasa
tersebut, anak akan mengalami kesenjangan dalam hidupnya seperti dibayangi dengan rasa takut
dan terancam. Peran keluarga penting, karena keluarga adalah tempat anak kembali meski sejauh
2
News.okezone.com
3
Yudi. 2016. Analisis Perilaku Imitasi Di Komunitas White Family Samarinda Setelah Menonton Tayangan
Boyband/Girlband Korea Di Kbs Channel. eJournal Ilmu Komunikasi. Vol 4, Nomer 3. Hal 166-180.
4
Kkbi.web.id/hedonisme
5
Nisfiannoor, Muhammad dan Yulianti,Eka. 2005. Perbandingan dan Perilaku Agresif Antara Remaja Yang
Berasal Dari Keluarga Bercerai Berai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal Psikologi. Vol 3, Nomer 1.
apapun ia pergi, tempat untuk menemukan tujuan serta makna hidup. Didalam keluarga, anak di
tanamkan perilaku-perilaku yang baik serta nilai religiusitas yang tinggi. Meskipun keluarga
adalah satuan terkceil dari masyarakat, keluarga merupakan gambaran vital yang mempunyai
peranan besar bagi anak, terutama ketika masa remaja.
Masa remaja adalah masa peralihan dari siklus anak menuju kedewasa. Pada masa ini
terjadilah perubahan hormon, fisik, psikologis, maupun sosial secara runtut. Masa ini terjadi pada
perempuan kisaran usia 8 tahun sedangkan bagi laki-laki adalah 9 tahun. Secara psikososial masa
remaja ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu early, middle, dan late adolescent.6
STUDI PUSTAKA
6
Batubara, Jose RL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri. Vol, 12. Nomer 1.
7
Darosy Endah Hyoscyamina. “Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak”, Jurnal Psikologi Undip,
Vol.10, No.2, Oktober 2011
tengah menghadapi berbagai tantangan yang ada. Jangan sampai orangtua menerapkan pola asuh
yang salah, karena anak akan merasa terkekang dan trauma jika tumbuh dalam paksaan.
Pengasuhan merupakan tugas membimbing, mengatur, dan mengelola. Bila pola
pengasuhan salah, maka yang terjadi adalah pola perilaku anak yang tidak sesuai harapan.
Terlebih jika anak meniru perilaku orang orang diluar rumah yang cenderung negatif.
Pengasuhan ini merupakan proses yang terus menerus akan terjadi antara anak dengan orangtua
untuk mendorong perkembangan anak secara optimal dalam segala aspek. Dalam semua tahapan
orangtua selalu bereran penting, ketika perilaku anak dan tingkah lakunya mencerminkan sebuah
kebaikan dan telah terimplementasikan dalam kehidupan anak, kemudia anak tidak mudah
terpengaruh terhadap hal hal yang buruk, maka dari situlah keluarga dapat dikatakan telah
berhasil mengasuh anak.8
PERBEDAAN: Jurnal ini lebih memfokuskan pembahasannya kepada pengasuhan yang
baik tehadapa anak itu seperti apa. Lalu memberikan pengertian fungsi keluarga lebih rinci.
Memberikan arahan bagaimana agar pengasuhan kepada anak bisa berjalan mulus dan berhasil
dengan memberikan tahapan tahapan pola pengasuhan.
8
Rakhmawati, Isti. “Peran Keluarga dalam Pengasuhan Anak”, Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 6, No.1,
Juni 2015
9
Subianto, Jito. “Peran Keluarga, Sekolah, Masyarakat, dalam PembentukanKarakter Berkualitas”, Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, Vol.8, No.2, Agustus 2013
4. Peran Orangt Tua dan Pendidik dalam Menerapkan Perilaku Disiplin Terhadap Anak
Usia Dini.
Keluarga merupakan gugusan individu individu yang kemudin membentuk satu rumah
tangga, mereka dipersatukan karena ikatan darah, perkawina, atu adopsi. Keluarga dalam
prakteknya bisa mengembang dan melestarikan kebudayaan yang sudah ada atau bisa
menciptakan kebudayaan baru sendiri. Mereka berinteraksi sesuai dengan peran mereka dalam
keluarga. Hubungan ini dijiwai dengan afeksi dan tanggungjawab yang kental. Keluarga
merupakan unit sosial terkecil namun memiliki fungsi primer. Karena itu, baik buruknya
keluarga mampu mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Bentuk dan isi pendidikan yang
diberikan keluarga akan terus teraplikasikan dalam keseharian anak hingga dewasa kelak. Maka
dari itu, pendidikan dari manapun ia berasal akan tetap jauh lebih banyak yang diberikan
keluarga.
Keluarga merupakan sistem sosial yang mempunyai tugas agar bagaimana sistem tersebut
dapat berjalan sesuai dengan fungsinya secara optimal. Disamping keluarga lembaga pendidikan
merupakan tahap lanjutan pendidikan anak, lembaga ini memberikan pendampingan atas
pendidikan yang telah ditanamkan dalam keluarga. Seperti Peran Pendidik dalam UU nomer 20
pasal 39 ayat 2 menjabarkan bahwa pendidik adalah tenaga kerja profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.10
PERBEDAAN: Pembahasan pokoknya ialah, lembaga pendidikan merupakan rumah
kedua bagi pendidikan anak setelah ia diajarkan berbagai ilmu pengetahuan dirumah. Lalu dalam
perannya, lembaga pendidikan sifatnya mengembangkan dan memberikan pengetahuan serta
keterampilan bagi si anak. Jurnal ini juga mengadakan penelitian peran orang tua dalam
pendidikan anak yang kesimpulannya adalah lemahnya hubungan dua variabel (orangtua dan
pendidik) yang tidak searah, peran pendidik dan orangtua meningkat maka akan terjadi
menurunnya perilaku disiplin pada anak. Dan jika hubungan dua variabel tersebut searah, maka
si anak akan mengalami peningkatan dalam perilaku disiplinnya.
10
Martsiswati, Ernie dan Suryono, Yoyon. “Peran Orang Tua dan Pendidik dalam Menerapkan Perilaku Disiplin
Terhadap Anak Usia Dini”, Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Vol.1, No.2, November 2014
remaja. Keharmonisan keluarga adalah dimana tiap anggota penyusun keluarga bisa berdapatasi
dan berinteraksi dengan baik, serasi dan seimbang.
Selain faktor keluarga, perilaku menyimpang bisa dipicu oleh konsep diri. Konsep diri
adalah seluruh pandangan diri terhadap kekurangan ataupun kelebihan diri sendiri. Konsep diri
merupakan gambaran tentang apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan individu mengenai
dirinya sendiri.
Kebutuhan psikologis tentu dibutuhkan tiap tiap individu, terlebih dalam pemenuhannya
masa remaja memang sangat sensitif. Anak bisa mendapatkan kebutuhan psikologis ini melalui
keluarga yang harmonis dan sehat. Dimana dalam keluarga harmonis anak mendapatkan rasa
cinta dan mencintai, sayang dan menyayangi, saling menghargai dan mengembangkan interaksi
dengan segala potensi yang dimiliki tiap individu dalam keluarga tersebut.11
PERBEDAAN: Pembahasaan jurnal ini, lebih mengedepankan bagaimana keluarga yang
tidak harmonis mengkontribusikan generasi cacat, dimana generasi tersebut banyak melakukan
penyimpangan. Seperti data dan analisis yang tercantum bahwasanya anak yang melakukan
perilaku menyimpang cenderung berasal dari keluarga yang berantakan, sehingga anak
mengalami konflik internal dalam dirinya. Disisi lain, konsep diri juga berperan dalam diri anak.
Dimana anak melakukan pengamatan subjektif terhadap dirinya sendiri, segala apa yang ia rasa
dan pikirkan ditelan mentah mentah tanpa meminta pandnagan dan masukan oranglain. Sehingga
yang terjadi adalah pengambilan keputusan yang tidak dipertimbangkan secara baik. Jadi
mayoritas anak yang melakukan perilaku menyimpang mempunyai keluraga yang tingkat
keharmonisannya rendah serta konsep diri pula.
11
Muniriyanto dan Suharnan. “Keluarga Harmonis, Konsep Diri dan Kenakalan Remaja”, Jurnal Psikologi
Indonesia, Vol.3, No.2, Mei 2014
TEORI SOSIOLOGI EMILE DURKHEIM
13
Prasetyo, Bambang. Latar Belakang Perkembangan Sosiologi Pendidikan. Kegiatan Belajar 1. Hal 1.4.
14
Ibid Hal 1.5
KELUARGA HARMONIS PEMBENTUK KARAKTER ANAK
Keluarga bagi Durkheim adalah masyarakat kecil dimana jika komponennya bagus maka
akan tercipta suatu keseimbangan yang sempurna. Keluarga memmiliki fungsi primer untuk
menanamkan nila-nilai pada diri anak. Pendidikan awalpun dimulai dari keluarga. Terlebih ibu,
adalah sekolah pertama bagi sang anak. Keluarga akan selalu beriringan menemani setiap
langkah pertumbuhan sang anak mulai dari kecil hingga dewasa kelak. Masa masa renta anak
bermula dari masa remaja, dimana masa ini terjadi peralihan antara masa anak menuju masa
dewasa, sehingga dalam masa ini emosi anak tidak terkontrol dan tidak stabil. Dalam masa ini
remaja yang tengah berada dalam siklus labil, ia membutuhkan kasih sayang dan arahan dari
orang yang ia sayangi dan dekat dengan dirinya, termasuk orangtua. Orangtua tidak boleh
membiarkan atu melepas sang anak untuk mengikuti kemauannya sendiri, karena bisa jadi anak
berada dalam keputusan yang salah. Seperti yang kita ketahui, bahwa fungsi keluarga yaitu
memberi rasa aman kepada anak, maka pada masa inilah saatnya orangtua memberikan
perlindungan pada anak ditengah masa peralihannya. Pada masa ini anak tergolong beraada pada
masa krisis dan membutuhkan pegangan untuk ia genggam ketika ia berada dalam situasi yang
sulit. Terjadinya perang batin, konflik internal, pemikiran kritis, perasaan yang mudah
tersinggung, serta memiliki cita cita yang tinggi namun enggan untuk diraih, perseteruan dengan
teman sebaya, sulit beradaptasi dengan lingkungan yang tidak sesuai dengan karakter dirinya, hal
hal tersebut yang mewarnai masa krisis pada remaja sehingga jika tidak dikendalikan dengan
nasehat atau masukan dari orang terdekat maka ia akan mengalami frustasi. Dengan warna warni
konflik tersebut maka perasaan anak remaja akan lebih mudah marah dan melakukan hal negatif.
Dalam pertikaian semacam ini, remaja cenderung akan mengalami frustasi, atau rasa
bingung jika tidak ditemani dengan orang terdekatnya dan masalah akan bertambah jika
lingkungan terdekatnya tidak membantu justru malah memberi masalah masalah baru. Kita tahu
bahwa masalah broken home tidaklah asing lagi ditelinga kita, masalah ini bukanlah masalah
baru namun merupakan masalah utama dari akar kehidupan anak remaja. Kasus seperti ini
menjadikan remaja bingung, harus kepada siapakah ia memihak. Harus kepada ayah kah atau
sanng ibu. Untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri saja remaja masih membutuhkan
arahan oranglain, termasuk orangtua. Lantas bagaimana jika tumpuan sang anak malah roboh ?
Disamping keluarga yang bercerai berai, adapula keluarga yang utuh. Suatu keluarga
dapat dikatakan utuh apabila peran orangtua terasa nyata pada kehidupan anak, dimana anak
mendapatkan rasa aman dan terindungi. Keharmonisan dalam keluarga sangat penting, apalagi
bagi remaja yang sedang mengalami masa transisi. Dimana perkembangan jiwa anak belum
stabil dan membutuhkan simpati dari orang orang yang ia sayangi, agar ia tidak terombang
ambing dalam kebingungan dan konflik batin dalam waktu yang lama tanpa adanya perhatian
orangtua.15
Keharmonisan keluarga sangat mempengaruhi perkembangan jiwa anak, keluarga yang
harmonis mampu memberikan arahan bagi anak walupun terkadang orangtua tidak hadir
dihadapannya. Karena sudah terbiasa, dan anak mampu memahami dan menerapkan kedalam
kehidupan sehari-hari maka terciptalah pedomahan hidup yang kuat dalam diri anak atas
bimbingan dan arahan dari orangtua yang searah. Dengan pedoman hidup yang telah tesusun
seagai pondasi yang kokoh, anak akan tidak mudah goyah dan mudah terpengaruhi oleh
pergaulan yang tidak baik. Dengan demikian anak mampu membentengi dirinya akan hal hal
15
Nisfiannoor, Muhammad dan Yulianti,Eka. 2005. Perbandingan dan Perilaku Agresif Antara Remaja Yang
Berasal Dari Keluarga Bercerai Berai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal Psikologi. Vol 3, Nomer 1.
yang sifatnya buruk untuk dirinya. Keluarga merupakan tempat bernaung yang teduh, setelah
seharian bekutit dengan kompleksnya masalah yang ada diluar rumah, keluarga menjadi tempat
yang aman menyandarkan semua beban yang ada. Melalui kasih sayang dan perhatian dari
masing masing anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama belajar anak, dari awal ia
belajar berjalan, membaca, menulis, menghitung, dan lain sebagainya. Keluarga yang mengajari
anak dalam segala aspek. Dari orangtua, anak belajar beribadah menurut keyakinannya, anak
mulai ditanamkan rasa mengasihi Allah, mengasihi orangtua, mengasihi tiap kompone keluarga,
bahkan mengasihi temannya. Dalam bidang pendidikan, orangtua adalah peran utama yang
memberi tiap pengetahuan kepada anak, karena segala ilmu pengetahuan diperoleh pertama kali
melalui orangtua dan keluarga sendiri. Komunikasi juga merupakan hal penting untuk
membangun keluarga yang harmonis. Karena tanpa adanya komunikasi maka akan terjadi miss
communication antar personil keluarga. Miss communication ini yang mneyebabkan kesenjangan
antara orangtua dan anak, atau bahkan dengan saudara kandung sendiri. Khususnya pada anak
yang akan menginjak masa transisi atau remaja, ia mulai membeda bedakan dirinya dengan
saudara-saudara yang lain. Situasi seperti ini, peran orangtua sangat dibutuhkan anak untuk
memberikan rasa aman agar tidak terjadi pemberontakan dalam diri anak secara terus menerus.
Orangtua hendaknya memberi arahan dengan lembut, dan memberi tahu bagaimana sikap yang
wajar untuk menghadapi keadaan seperti ini. Keluarga sebagai tempat belajar beribadah, ketika
anak sudah memasuki masa akil baligh, maka anak sepatutnya telah dikenalkan, diberi
pengetahuan, dan penghayatan atas Allah. Pengajaran moral dan kehidupan beribadah hendaknya
ditanamkan sedini mungkin dalam kebiasaan anak. Karena hal tersebut merupakan modal yang
tak ternilai harganya untuk anak menghadapi masa yang akan datang kelak.
Orangtua memiliki fungsi dan peranan yang sangat besar bagi perkembangan anak.
Terutama apabila sang anak sedang menginjak masa remaja.tidak dapat digugat lagi, dari
keluargalah anak mendapat arahan, bimbingan, pendidikan untuk mengembangkan dirinya sesuai
dengan kemampuan namun masih dalam ranah yang positif karena berada dalam arahan
orangtua.16
Keluarga yang utuh juga menjadi pemicu terbentuknya karakter anak yang baik, karena
apabila salah satu komponen keluarga hilang keluarga mengalami kepincangan dalam sistemnya.
Hilangnya satu peran saja, bisa berakibat pada proses perkembangan anak. Kecuali jika terdapat
satu komponen yang mampu memback up dua peran dalam dirinya, meskipun rasa
pencitraannya berbeda. Hilangnya satu komponen bisa berupa kematian, atau terjadi suatu
pertikaian yang menyebabkan perceraian. Kejadian semacam ini yang biasanya mengancam
kesehatan jiwa anak, karena ia mengalami berbagai rasa yang sulit untuk ditoleransi, seperti
marah, bingung, kecewa, kesal yang menjadi satu. Maka untuk menciptakan keharmonisan
dalam keluarga hendaknya orangtua menjaga keutuhan setiap komponen yang menyusun
keluarganya. Karena dengan keluarga harmonis ini, akan mencetak generasi unggul bagi masa
depan bangsa. Dimana anak yang berkembanng dalam keluarga yang harmonis akan memmiliki
benteng yang kuat atas dirinya untuk memerangi pergaulan yang pengaruhnya buruk. Keluarga
harmonis harus tetap memelihara sikap bijaksana dalam mendidik anak dan menanamkan
kedisiplinan. Dengan menjadi orangtua yang bijaksana, orangtua baru dapat memahami duduk
persoalan-persoalan yang tengah dialami sang anak. Sedangkan dengan disiplin, anak menjadi
generasi yang sistematis, dimana kehidupannya tertata rapi sesuai urutan. Pola tersebut
hendaknya ditanamkan sejak dini oleh orangtua, karena meninjau kedepan seorang anak kelak
16
Ibid
akan membangun rumah tangganya sendiri dan akan mencontoh apa yang orangtuanya dulu
ajarkan.17
Dengan keharmonisan sebuah keluarga lebih menjamin anak yang sedang berada dimasa
transisi berhasi melewati masa krisisnya dengan baik. Dengan segala aspek yang telah
ditanamkan oleh orangtuanya dengan baik, maka anak akan tidak muda terjerumus kepada
pergaulan yang sifatnya tidak baik.
Usia remaja biasanya anak sedang mengenyam pendidikan dibangku sekolah, maka peran
lembaga pendidikan meduduki urutan kedua setelah keluarga. Lembaga pendidikan dalam
sistemnya bisa memberlakukan pola reward (hadiah) apabila anak melakukan hal yang baik dan
punishment (hukuman) apabila anak melakukan suatu pelanggaran. Para pendidik juga
hendaknya tidak menjadi tenaga ajar saja, namun ia bisa memberi bimbingan yang mengerti akan
kepribadian dan kebutuhan tiap anak didiknya. Mampu mengarahkan anak didik kepada hal yang
sifatnya positif sehingga ia mampu menyalurkan potensi yang ia miliki dengan cara yang
benar.18
Berbagai pedoman tentang pendidikan anak menekankan agar orangtua mampu menjadi
pendengar dan pembangun komunikasi yang baik, mampu menjadi suri tauladan, menciptakan
suasana belajar yang kondusif, dan tidak mengembangkan pemikiran yang sempit didalam
keluarga, serta mampu menanamkan kejujuran yang mendasar dalam jiwa anak. Oleh karena itu
interkasi antar keluarga amatlah penting.19
Keberhasilan seorang anak, sangatlah ditentukan oleh campur tangan keluarga dalam
kehidupan si anak. Karena pertama kali anak mendapat pendidikan adalah diruang keluarga.
Orangtua yang bijaksana, senantiasa mendidik dan merawat anaknya dengan bijaksana. Dengan
kasih sayang dan perhatian penuh, karena orangtua sadar bahwasanya anak adalah investasi
dunia akhirat. Maka orangtua senantiasa menggosok sang anak dengan aturan dan norma norma
yang baik agar kelak bersinar layaknya “permata”, mampu berguna bagi keluarga, nusa, bangsa,
dan agama.
17
Ibid
18
Ibid
19
Hyoscyamina, Darosy Endah. 2011. “Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak”,
Jurnal Psikologi Undip, Vol.10, No.2
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan ini adalah seyogyanya keluarga merupakan petani yang
sedang menanam bibit diladang, sedang anak adalah ladang yang hendak ditanami bibit.
Keberhasilan panen kelak yang menentukan adalah petani, jika petani memilih bibit yang baik
untuk ditanam maka kelak ia akan menuai hasil yang baik pula. Untuk mencapai hasil yang baik
dan memuaskan tidaklah mudah, banyak langkah dan proses yang harus dilalui. Petani haruslah
belajar menjadi petani yang handal guna menciptakan hasil panen yang berkualitas. Ketika
petani lengah atas apa yang ia tanam dengan membiarkan benih tumbuh begitu saja, maka kelak
ia akan menuai hasil yang tidak maksimal.
Perumpamaan tersebut merupakan cerminan dari keluarga. Orangtua disini diumpakan
sebagai petani sedang anak sebagai bibitnya dan ladang itu lingkungan. Disini betapa keluarga
sangat berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Karena keluarga adalah pendidikan
mendasar bagi anak. Suatu generasi yang baik terlihat dari bagaimana keluarga memberikan
pendidikan dan pengayoman pada anak. Sehingga tiap norma yang ditanamkan oleh keluarga
anak bisa mengaplikasikannya tanpa keterpaksaan dilingkungannya. Jika norma yang diberikan
oleh orangtua tertanam dalam diri anak maka ia akan tumbuh menjadi baik tanpa terpengaruh
oleh lingkungannya karena ia dapat memilah mana yang baik dan tidak untuknya. Sebaliknya
jika anak tidak memiliki norma atau pedoman dalam dirinya ia akan mudah terpengaruh oleh
lingkungan dan terjerumus pada pergaulan yang tidak baik.
Keluarga harmonis merupakan suatu wadah yang baik untuk mencetak generasi penerus
bangsa, karena didalam keluarga tersebut terdapat keseimbangan. Didalam keharmonisan ini,
anak mendapatkan haknya untuk disayangi, dicintai, dan diberi rasa aman oleh keluarganya.
Sehingga tidak menimbulkan pergolakan didalam batinnya, ia merasakan kedamaian dan
ketentraman dalam proses kehidupannya. Untuk itu hendaknya tiap tiap keluarga harus
menyadari, bahwasanya kemajuan bangsa ada ditangan keluarga yang harmonis untuk generasi
yang optimis. Jangan menyibukkan diri untuk memperbaiki dunia saat ini dan berpikir bahwa
dunia akan menjadi lebih baik. Apalagi sampai mengabaikan dunia dimasa depan. Untuk
memperbaiki dunia dibutuhkan lebih dari satu orang, untuk itu ciptakan dunia untuk generasi
baru kenalkan dunia pada mereka dengan begitu dunia mereka akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yudi. 2016. Analisis Perilaku Imitasi Di Komunitas White Family Samarinda Setelah
Menonton Tayangan Boyband/Girlband Korea Di Kbs Channel. eJournal Ilmu Komunikasi.
Vol 4, Nomer 3. Hal 166-180.
2. Nisfiannoor, Muhammad dan Yulianti,Eka. 2005. Perbandingan dan Perilaku Agresif Antara
Remaja Yang Berasal Dari Keluarga Bercerai Berai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal
Psikologi. Vol 3, Nomer 1.
3. Batubara, Jose RL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri.
Vol, 12. Nomer 1.
4. Prasetyo, Bambang. Latar Belakang Perkembangan Sosiologi Pendidikan. Kegiatan Belajar
1. Hal 1.4.
5. Hyoscyamina, Darosy Endah. 2011. Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak,
Jurnal Psikologi Undip, Vol.10, No.2.