Anda di halaman 1dari 14

.

Aminoglikosid

Aminoglikosid adalah suatu golongan antibiotic bakterisid yang asalnya didapat dari berbagai
species Streptomyces dan memiliki sifat-sifat kimiawi antimikroba, farmakologis, dan toksik
yang karakteristik.
Golongan ini meliputi Streptomycin, neomycin, kanamycin, amikacin, gentamycin,
tobramycin, sisomycin, netilmycin, dsb

A. Sifat Kimiawi dan Fisik

Aminoglikosid mempunyai cincin Hexose yaitu streptidine (pada streptomycin),atau 2-


deoxystreptamine (pada aminoglikosid lain), dimana berbagai gula amino dikaitkan oleh
ikatan glikosid. Agen-agen ini larut air, stabil dalam larutan dan lebih aktif pada pH alkali
dibandingkan pH asam.

B. Mekanisme Kerja

Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein irreversible, namun mekanisme pasti


bakteriosidnya tidak jelas. Begitu memasuki sel, ia akan mengikat protein subunit-30S yang
spesifik (untuk streptomycin S12).

Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara:


1. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide
2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan
asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan
nonfungsi atau toksik protein
3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom non-
fungsional.

C. Mekanisme Resistensi

Telah ditentukan 3 mekanisme prinsip yaitu


1) Mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim-enzim yang
menyebabkan inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi, atau fosforilasi
2) Menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel
3) Protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai akibat
dari mutasi.

D. Farmakokinetika

Aminoglikosid diabsorbsi sangat buruk pada saluran gastrointestinal yang utuh. Setelah
suntikan intramuscular, aminoglikosid diabsorbsi dengan baik dan mencapai konsentrasi
puncak dalam darah antara 30-90 menit. Aminoglikosid biasanya diberikan secara intravena
30-60 menit. Secara tradisional aminoglikosid diberikan dalam 2 atau 3 dosis terbagi perhari
bagi pasien-pasien dengan fungsi ginjal normal.

Aminoglikosid merupakan senyawa yang sangat polar dan tidak dapat langsung memasuki
sel. Sebagian besar aminoglikosid tidak dapat masuk ke mata dan SSP. Aminoglikosid
dibersihkan di ginjal, dan ekskresinya berbanding langsung dengan klirens kreatinin. Waktu
paruh normal dalam serum adalah 2-3 jam, namun meningkat dalam 24-48 jam pada pasien
dengan kerusakan fungsi ginjal yang signifikan. Aminoglikosid hanya mengalami klirens
secara sebagian dan tidak beraturan melalui hemodialisis (misalnya 40-60% untuk
gentamicyn), dan lebih efektif jika klirens melalui dialysis peritoneal.

Penyesuaian dosis harus dilakukan untuk menghindari akumulasi obat dan toksisitas pada
pasien-pasien dengan insufisiensi fungsi ginjal. Bisa jadi dosis obat dibiarkan konstan dan
interval antar dosis dinaikkan, atau interval dibiarkan konstan sementara dosisnya dikurangi.
Berbagai monogram dan formula telah dikembangkan untuk menghubungkan kadar serum
kreatinin dalam dengan penyesuaian pada regimen pengobatan.

Dosis harian Aminoglikosid dihitung dengan cara mengalikan dosi harian maksimum dengan
rasio perbandingan klirens kreatinin yang diperkirakan terhadap klirens normal yaitu 120
mg/min, yang merupakan nilai tipikal untuk pria dewasa normal dengan bobot 70 kg. Untuk
wanita berusia 60 tahun dengan bobot 60 kg dan serum kreatinin 3 mg/dL, dosis tepat untuk
gentamicyn adalah sekitar 50 mg/hari.

Terdapat variasi individual yang patut dipertimbangkan dalam kadar serum Aminoglikosid
diantara pasien-pasien dengan nilai klirens kreatinin yang diperkirakan sama. Oleh sebab itu,
adalah wajib untuk mengukur kadar serum obat untuk menghindari toksisitas berat khususnya
apabila dosis tinggi diberikan selama lebih dari beberapa hari atau jika fungsi ginjal berubah
dengan cepat. Untuk regimen tradisional dengan pemberian dosis dua atau tiga kali sehari,
konsentrasi serum puncak harus ditentukan dari sampel darah yang diambil sekitar 30-60
menit setelah pemberian satu dosis dan konsentrasi trough dari sampel yang diambil sebelum
pemberian dosi berikutnya.

E. Efek-efek yang Tidak Diinginkan

Semua Aminoglikosid bersafat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas


cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan hingga lebih dari 5 hari, pada dosis yang lebih
tinggi, pada
orang-orang lanjut usia dan dalam kondisi insufisiensi fungsi ginjal. Penggunaan bersama
diuretic loop (misalnya furosemid) atau agen antimikroba nefrotoksik lain (missal vanomicyn
atau amphotericyn) dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin dihindarkan.

F. Penggunaan Klinis

Aminoglikosid paling sering digunakan melawan bakteri enteric gram-negatif, khusunya


ketika isolatnya resisten obat dan ketika dicurigai sepsis. hampir selalu digunakan dalam
kombinasi dengan antibiotic beta-laktam dalam upaya untuk memperluas cakupan meliputi
patogen-patogen gram positif yang potensial dan untuk mendapatkan keuntungan sinergisme
kedua klas obat ini. Pemilihan aminoglikosid dan dosisnya sebaiknya tergantung pada infeksi
yang sedang dihadapi dan kerentanan dari isolate tersebut.

2. Makrolid

Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu
cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi. Obat
prototipnya adalah Eritromycin, yang terdiri dari dua belahan gula yang terkait pada cincin
lakton 14-atom, diambil dari Streptomyces erytheus pada tahun 1952. Clartromycin dan
artitromycin merupakan turunan semisintesis eritromycin.

A.Eritromicyn

Kimia

Struktur umum dari ertromycin ditunjukkan diatas cincin makrolida dan gula-gula desosamin
dan kladinose. Obat ini sulit larut dalam air (0,1%) namun dapat langsung larut pada zat-zat
pelarut organik. Larutan ini cukup satabil pada suhu 4oC, namun dapat kehilangan aktivitas
dengan cepat pada suhu 20oC dan pada suhu asam. Ertromycin biasanya tersedia dalam
bentuk berbagai ester dan garam.

Aktivitas Antimikroba

Eritromycin efektif terhadap organisme-oragnisme gram positif, terutama pneumokokkus,


sterptokokkus, dan corynebacteria, dalam konsentrasi plasma sebesar 0,02 mg/mL. Selain itu
mycoplasma, legionella, Chlamydia trachomatis, C psittaci, C pneumonia, helicobacter,
listeria, dan mycobacteria tertentu, juga rentan terhadap ertromycin. Demikian pula
organism-organisme gram negative, seperti spesies neisseria, Bordetella pertussis, Batonella
henselae, dan B quintana (agen-agen penyebab pada penyakit catscratch dan angiomatosis
basiler), beberapa spesies rickettise, Tropenome pallidum, serta spesies campylobacter.
Sekalipun demikian, Haemophilus influenza agak kurang rentan. Hambatan sintesis protein
terjadi melalui ikatan ke RNA ribosom 50S. Sintesis protein terhambat karena reaksi-reaksi
translokasi aminoasil dan hambatan pembentuk awal.

Resistensi

Resistensi terhadap ertromycin biasanya dikode oleh plasmid. Terdapat 3 mekanisme yang
telah dikenal :
1) Penurunan permeabilitas membrane sel atau pengaliran keluar (efflux) yang aktif
2) Produksi esterase (oleh enterobacteriaceae) yang menghidrolisi makrolida
3) Modifikasi situs ikatan ribosom (disebut juga preoteksi ribosom) oleh mutasi kromosom
atau oleh metilase pengganti atau penginduksi makrolida.

Farmakokinetika

Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan dengan salut enteric.
Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi lebih baik. Garam lauryl dan
ester propionil ertromycin merupakan preprata oral yang paling baik diabsorbsi. Dosis oral
sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa ertromycin serum dan konsentrasi ester
sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif secara mikrobiologis adalah basanya, sementara
konsentrasinya cenderung sama tanpa memperhitungkan formulasi. Waktu paruh serum
adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada pasien dengan anuria. Penyesuaian
untuk gagal ginjal tidak diperlukan. Ertromycin tidak dapat dibersihkan melalui dialysis.
Jumlah besar dari dosis yang diberikan diekskresikan dalam empedu dan hilang dalam fases,
hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat yang telah diabsorbsi didistribusikan secara
luas, kecuali dalam otak dan cairan serebrospinal. Ertromycin diangkut oleh leukosit
polimorfonukleus dan makrofag. Oabt ini melintasi sawar plasenta dan mencapai janin.

Penggunaan Klinis
Eritromycin merupakan obat pilihan dalam:
a. Infeksi-infeksi corynebacterial (diphtheria, corynebacterial sepsis, erythasma)
b. Infeksi kuman Chlamydia pada pernafasan, neonates, okuler, atau genital
c. Mengobati pneumonia dalam komunitas.
d. Sebagai penggenti untuk individu yang alergi terhadap Penisiln, dalam infeksi yang
disebabkan oleh stapilokokkus, streptokokkus, dan pneumokokkus.
e. Sebagai profilaksis terhadap endokarditis dalam prosedur-prosedur dental pada individu
penyakit jantung valvular, sekalipun Clindamycin yang ditoleransi dengan baik telah banyak
menggantikannya.

Efek Samping
a. Efek-efek gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali menyertai
pemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas langsung pada motilitas usus.
b. Toksisitas hati : dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam, ikterus, kerusakan
fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi hepersensitivitas.
c. Interaksi-interaksi obat : menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan meningkatkan
konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin, antikoagulan oral, siklosporin, dan
metilprednisolon. Meningkatkan konsentrasi serum digoxin oral dengan jalan meningkatkan
bioavailabilitas.

B. Claritromycin

• Kimia
Claritromycin diturunkan dari eritromycin dengan penambahnsatu kelompok methyl, serta
memiliki satbilitas asam dan absorbi oral yang lebih baik dibandingkan dengan eritromycin.

• Aktivitas Antimikroba
Mekanisme kerja claritromycin sama dengan eritromycin, kecuali bahwa claritromycin lebih
aktif terhadap kompleks mycobacterium avium. Claritromycin juga mempunyai aktivitas
terhadap M leprae dan Toxoplasma gondii. Streptokokkus dan stapilokokkus yang resisten
terhadap eritromycin juga resisten terhadap claritromycin.

• Farmakokinetika
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu paruh
claritromycin (6 jam) yang lebih panjang dibandingkan dengan eritromycin memungkinkan
pemberian dosis 2 kali sehari. Claritromycin dimetabolisme dalam hati. Metabolit utamanya
adalah 14-hidroksiclaritromycin, yang juga mempunyai aktivitas antibakteri. Sebagian dari
obat aktif dan metabolit utama ini dieliminsai dalam urine, dan pengurangan dosis dianjurkan
bagi pasien-pasien dengan klirens kreatinin dibawah 30 mL/menit.
• Penggunaan Klinis
Keuntungan claritromycin dibandingkan eritromycin adalah lebih rendahnya frekuensi
intoleransi gastrointestinal dan lebih jarangnya frekuensi pemberian dosis.

C. Azitromycin

• Kimia
Azitromycin merupakan senyawa dengan cincin makrolida lakton 15-atom yang diturunkan
dari eritromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang dimetilasi ke dalam cincin laktone
eritromycin.
• Aktivitas Antimikroba dan Penggunaan Klinis
Spektrum aktivitas dan penggunaan klinis identik dengan claritromycin. Azitromycin aktif
terhadap kompleks M avium dan T gondii. Azitromycin sedikit kurang aktif dibandingkan
eritromycin dan claritromycin terhadap satpilikokkus dan sterptokokkus, namun sedikit lebih
aktif terhadap H influenzae. Azitromycin sangat aktif terhadap klamidia.

Farmakokinetika

Azitromycin berbeda dengan eritromycin dan claritromycin terutama dalam sifat


farmakokinetika. Satu dosi Azitromycin 500 mg dapat menghasilkan konsentrasi serum yang
lebih rendah, yaitu sekitar 0,4 µg/mL. Akan tetapi Azitromycin dapat melakukan penetrasi
kesebagian besar jaringan dapat melebihi konsentrasi serum sepuluh hingga seratus kali lipat.
Obat dirilis perlahan dalam jaringan-jaringan (waktu paruh jaringan adalah 2-4 hari) untuk
menghasilkan waktu paruh eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat yang unik ini
memungkinkan pemberian dosis sekali sehari dan pemendekan durasi pengobatan dalam
banyak kasus.

Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara oral. Obat ini harus
diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Antasida aluminium dan
magnesium tidak mengubah bioavaibilitas, namun memperlama absorbsi dan dengan 15 atom
(bukan 14 atom), maka Azitromycin tidak menghentikan aktivitas enzim-enzim sitokrom
P450, dan oleh karena itu tidak mempunyai interaksi obat seperti yang ditimbulkan oleh
eritromycin dan claritmycin.

3. Tetrasiklin

Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin kemudian


ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin,
tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain. Demeklosiklin, doksisiklin dan
minosiklin juga termasuk antibiotic golongan tetrasiklin.

a. Mekanisme kerja
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protin bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit
terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertam
yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif. Setelah
masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNA-
asam amino pada lokasi asam amino.

b. Efek Antimikroba

Pada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama (sebab mekanismenya sama), namun
terdapt perbedaan kuantitatif dan aktivitas masing-masing drivat terhadap kuman tertentu.
Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja
dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
Spektrum antimikroba

Tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri luas yang meliputi kuman gram-positif dan
negatif, aerobik dan anaerobik. Selain itu juga aktif terhadap spiroket, mikoplasma, riketsia,
klamidia, legionela dan protozoa tertentu.
Pada umunya tetrasiklin tidak digunakan untuk pengobatan infeksi oleh streptokokus karena
lebih efektif dengan penisilin G, eritromisin, sefalosporin; kecuali doksisiklin yang digunakan
untuk pengobatn sinusitis pada orang dewasa yang disebabkan oleh Str. pneumoniae dan
Str.pyogenes. banyak strai S.aureus yang resisten terhadap tetrasiklin.

Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi batang
gram-positif seperti B.anthracis, Erysipel, Iothrix rhusiopathiae, Clostridium tetani dan
Listeria monocytogenes.

Kebanyakan strain N.gonorrhoeae sensitif terhadap tetrasiklin, tetapi N.gonorrhoeae


penghasil penisilinase (PPNG) biasanya resisten terhadap tetrasiklin.
Efektivitasnya tinggi terhadap infeksi batang gram-negatif seperti Brucella, Francisella
tularensis, Pseudomonas mallei, Pseudomonas pseudomallei, Vibrio cholorae, Campylobacter
fetus, Haemophyllus ducreyi, dan Calymmatobacterium granulomatis, Yersinia pestis,
Pasteurella multocida, Spirillum minor, Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis,
Acinetobacter dan Fusobacterium. Strain tertentu H.influenza mungkin sensitif tetapi E.coli,
Klebsella, Enterobacter, Proteus indol positif dan Pseudomonas umumnya resisten.

Tetrasiklin merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma pneumoniae,
Ureaplasma urealyticum, Chlamydia trachomatis, Chlamydia psittaci dan berbagai riketsia.
Selain itu juga aktif terhadap Borrelia recurrentis, Treponema pertenue, Actinomyces israelii.
dalam kadar tinggi aktif menghambat Entamoeba histolytica.
Resistensi

Beberapa spesies kuman terutama streptokokus beta hemolotikus, E.coli, Pseudomonas


aeruginosa, Str.pneumoniae, N.gonorrhoeae, Bacteroides, Shigella, dan S.aureus makin
meningkatkan resistensinya terhadap tetrasiklin. Reistensi terhadap satu jenis tetrasiklin
biasanya disertai resistensi terhadap semua tetrasiklin lainnya, kecuali minosiklin pada
resistensi S.aureus dan doksiiklin pada resistensi B.fragilis.

c. Farmakokinetik

Absorpsi
Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam salura cerna. Doksisiklin dan minosiklin iserap lebih
dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya makanan
dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi
dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks
tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam
kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin
diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.

Distribusi

Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang
bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar
dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke
cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa
dan sumssum tulang serta di sentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin
menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan
dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih
baik.

Ekskresi

Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan melalui empedu.
Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan
tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam
serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi
enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi
dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan
mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja.

d. Efek samping
Gangguan lambung. Penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari mukosa lambung
dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh yang diobati dengan obat ini.

Efek terhadap kalsifikasi jaringan. Deposit dalam tulang dan pada gigi timbul selama
kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini menyebabkan pewarnaan dan hipoplasi pada
gigibdan menganggu pertumbuhan sementara.
Hepatotoksisitas fatal. Efek samping ini telah diketahui timbul bila obat ini diberikan pada
perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila penderita tersebut juga pernah mengalami
pielonefritis.

Fototoksisitas . Fototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari yang berat terjadi bila pasien
menelan tetrasiklin terpajan oleh sinar matahari atau UV. Toksisitas ini sering dijumpai
dengan pemberian tetrasiklin, doksisiklin dan deklosiklin.
Gangguan keseimbangan. Efek samping ini misalnya pusing, mual, muntah terjadi bila
mendapat minosiklin yang menumpuk dalam endolimfe telinga dan mempengaruhi
fungsinya.
Pseudomotor serebri. Hipertensi intrakranial benigna ditandai dengan sakit kepala dan
pandangn kabur yang dapat terjadi pad orang dewasa. Meskipun penghentian meminum obat
membalikkan kondisi, namun tidak jelas apakah dapat terjadi sekuela permanen.
Superinfeksi. Pertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam vagina) atau
stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.

e. Penggunaan klinik

Penyakit yang obat pilihannya golongan tetrasiklin adalah:


Riketsiosis. Perbaikan yangdramatik tampk setelah penggunaan obat golongan ini. Demam
mereda dalam 1-3 hari dan ruam kulit hilang dalam 5 hari. Perbaikan klinis tampak 24 jam
setelah terapi.

Infeksi klamidia. Limfogranuloma venereum: Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan


utama penyakit ini. Terapi 3-4 minggu dan 1-2 bulan untuk keadaan kronik.
Psitakosis: pemberiaan golongan tetrasiklin selama beberapa hari mengatasi gejala klinis.

Inclusion conjunctivitis: pengobatannya dengan salep mata atau tetes mata yang mengandung
golongan tetrasiklin selama 2-3 minggu.
Trakoma: pengobatan dengan salep mata golongan tetrasiklin dikombinasikan dengan
doksisiklin oral selama 40 hari.
Uretritis nonspesifik. Pengobatan dengan tetrasiklin oral 4 kali sehari 500 mg selama 7 hari.

Infeksi Mycoplasma pneumoniae. Dapat diatasi dengan obat golongan tetrasiklin. Walaupun
penyembuhan cepat dicapau, bakteri ini mungkin tetap ada dalam sputum setelah obat
dihentikan.

Infeksi basil

Bruselosis: Pengobatan yang memuaskan didapat setelah 3 minggu dengan golongan


tetrasiklin. Untuk kasus berat dikombinasi dengan streptomisin.

Tularemia: Terapi dengan tetrasiklin cukup baik meskipun streptomisin adalah obat pilah
utama penakit ini.

Kolera: tetrasiklin adalah antibiotik paling efektif untuk kasus i ni. Dapat mengurangi
kebutuhan cairan infus sebanyak 50 %dari yang dibutuhkan.
Sampar: stretomisin adalah pilihan utama untuk penyakit ini . namun bila streptomisin tidak
dapat digunakan maka dapat dipakai golongan tetrasiklin
Infeksi kokus. Golongan tetrasiklin tida lagi diindikasikan untuk infeksi staphylacoccus
maupun streptococcus karena seing dijumpai resistensi. Adanya resistensi strain
Str.pneumoniaemembatasi penggunaannya untk penumonieae akibat kuman ini.

Infeksi venerik.

Gonore: penisilin merupakan obat pilihan utama namun bagi paseien yang alergi penisilin
dapat diberikan tetrasiklin oral 4 kali sehari 500 mg atau doksisiklin 2 kali sehari 100 mg
selama 7 hari. Tetrasiklin mempunyai masking effect terhadap infeksi sifilis sehingga
menyulitkn diagnosis.
Sifilis: tetrasiklin merupakan obat pilihan ke dua setelah penisilin untuk sifilis dengan dosis 4
kali sehari 500 mg per oral selama 15 hari. Juga efektif untuk chancroid dan granuloma
inguinal.
Akne vulgaris.
tetrasiklin dapat menghambat prouksi asam lemak dari sebum, dengan dosis 2 kali sehari 250
mg selama 2-3 minggu hingga beberapa bulan
Infeksi lain.
Actinomycosis: Golongan tetrsiklin dapat digunakan jik penisilin G tidak dpat diberikan pada
pasien.

Frambusia: respon penderita terhadapa golongan tetrasiklin berbeda-beda. Ada yang hasilnya
baik, dapula yang tidak memuaskan. Penisilin merupakan pilihan utama untuk penyakit ini.

Leptospirosis: walaupun tetrasiklin dan penisilin G sering digunakan untuk penyakit ini,
efektivitasnya tidak terbukti secara mantap.
Infeksi saluran cerna: tetrasiklin merupakan ajuvan yang bermanfaat pada amubiasis
intestinal akut, dan infeksi Plasmodium falciparum. Selain itu efektif untuk disentri oleh
strain shigella yang peka.

Penggunaan topikal

Hanya dibatasi untuk infeksi mata saja. Salep mata golongan tetrasiklin efektif untuk
mengobati trakoma dan infeksi lain pada mata oleh gram-positif dan gram negatif yang
sensitif. Selain itu juga untuk profilaksis oftalmianeonatorum pada neonatus.

Profilaksis pada penykit paru menahun


Banyak penelitian yang hasilnya kontroversial mengenai keamanan tetrasiklin 500 mg sehari
per oral pad pasien ini. Bahaya potensial pemberiaan jangka lama ini ialah timbulnya
superinfeksi bakteri atau jamur yang sulit dikendalikan.

f. interaksi obat
Bila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan nefrotoksisk. Bila
dikombinasikan dengan penisilin maka aktivitas antimikrobanya dihambat. Bila tetrasiklin
digunakan bersamaan dengan produk susu maka akan menurunkan absorpsinya karena
membentuk khelat tetrasiklin dengan ion kalsium yang tidak dapat diabsorpsi.

4. Kloramfenikol
Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari Streptomyces venezuelae. Karena daya anti
mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950, dan diketahui obat
ini dapt menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Karena toksisitasnya, penggunaan obat ini
dibatasi hanya untuk mengobati infeksi yang mengancam kehidupan dan tidak ada alternatif
lain.

a. Mekanisme kerja
kloramfenikol bekerja dengan mengikat sub unit 50S ribosom bakteri dan menghambat
sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil trasferase yang merupakan
katalisator untuk pembentukan ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman.
Karena kemiripan ribosom mitokondria mamalia dengan bakteri, sintesis protein pada
organela ini dihambat dengan kadar klorafenikol tinggi yang dapat menimbulkan toksisitas
sumsum tulang. Efek toksiknya pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik
dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja obat ini.

b. Spektrum antibakteri
Spektrum antibakterinya meliputi D.pneumoniae, Streptomyces pyogenes,
Streptomycesviridans, Neiserria, Haemophilus, Bacillus sp, Listeria, Bartonella, Brucella,
P.multocida, C.diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan
kebanyakan kuman anaerob.
Bebrapa strain D.pneumoniae, H.influenzae dan N.meningitidis brsifat resisten; S.aureus
umunya sensitif, sedang Enterobactericeae banyak yang telah resisten.
Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.coli, K.pneumoniae dan Pr.mirabilis .
Kebanyakan strain Serratia, Providencia, dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan
strain Pseudomonas aeruginosa danstrain tertentu Salmonella typhi.

c. Farmakokinetik
Setelah pemberiaan oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar punck dalam darah
tercapai dalam 2 jam. Untuk anak diberikan ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang
tidak pahit. Bentuk ester ini akan terhidrolisis di usus dan membebaskan kloramfenikol. Masa
paruh eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi umur kurang 2 minggu
sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini
diditribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk otak, cairan cerebrospinal
dan mata. Dalam hati kloramfenikol mengalami konyugasi dengan asam glukoronat oleh
enzim glukuronil transferase. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang diberikan
per oral telah diekskresi melalui urin, hany 5-10% dalam bentuk aktif. Sisanya terdapat dalam
bentuk glukuronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi
terutam melalui filtrat glomerulus sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus.

d. Efek samping
Reaksi hematologik. Terdapat dalam 2 bentuk. Pertama yaitu reaksi toksik dengan
manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan darah yng terlihat yaitu anemia,
retikulositopenia, peningkatan serum ion dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri
eritrosit bentuk muda. Bentuk kedua prognosinya sangat buruk karena anemia yang timbul
bersifat irreversibel. Bentuk yang hebat bermanifestasi sebagai anemia aplastik dengan
pansitopenia.
Reaksi alergi

Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis.


Kelainan menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam tifoid
walaupun jarang dijumpai.
Reaksi saluran cerna. Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan
enterokolitis.

Gray baby sindrom. Efek ini terjadi pada neonatus bila regimen dosis kloramfenikol tidak
disesuaikan secara akurat. Neonatus memiliki kapasitas rendah dalam mengglukuronidasi
antibiotika dan fungsi ginjalnya belum sempurna sehingga kemampuannya untuk
mengekskresi obat menurun, yang menumpuk sampai tingkat yang mengganggu fungsi
ribosom mitokondria. Hal ini menyebabkan masuknya makanan terganggu, menekan
pernafasan, kardiovaskular kolaps, sianosis (karena itu disebut ”grey baby”) dan kematian.
Reaksi neurologik. Terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium, dan sakit kepala.
Neuritis perifer atau neuropati optik dapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama.

e. Penggunaan klinik
Demam tifoid. Walaupun akhir-akhir ini sering dilaporkan adanya resistensi S.typhi terhadap
kloramfenikol, tapi masih tetap sebagai pilhan utama untuk penyakit ini. Untuk
pengobatannya, kloramfenikol diberikan 4 kali sehari 500 mg selama 2-3 minggu. Untuk
anak 50-100 mg/kgBB sehari selama 10 hari. Dapat pula digunakan tiamfenikol dengan dosis
50 mg/kgBB sehari pada minggu pertama dan diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis
separuhya.
Meningitis purulenta. Kloramfenikol efektif untuk penyakit yang disebabkan H.influenzae
ini. Untuk terapi awal pada anak, kloramfenikol diberikan bersama dengan suntikan penisilin
G.

Riketsiosis. Tetrasiklin merupakan obat pilihan pertama untuk penyakit ini. Namun apabil
tetrasiklin tidak dapat diberikan, maka digunakan kloramfenikol dengan dosis awal 50
mg/kgBB dilanjutkan dengan pemberian 1 g tiap 8 jam. Untuk anak kloramfenikol palmitat
100 mg/kgBB sehari. Dilanjutkan sampai 8 jam bebas demam.
Infeksi lain. Klorafenikol memliki efktivitas yang sama dengan tetrasiklin dalam pengobatan
lymphogranuloma venerum, psittcosis, infeksi mycoplasma pneumoniae dan
P.pestis. namun untuk kasus ini sebaiknya digunakan tetrasiklin yang toksisitasnya relatif
rendah. Kloramfenikol dapat digunakan untuk bruselosis dengan dosis 0,75-1 gram tiap 6 jam
bila tetrasiklin tidak dapat diberikan. Kloramfenikol dapat pula digunakan untuk mengatasi
infeksi kuman anaerobik yang berasal dari lumen usus.
f. Interaksi obat
Kloramfenikol mampu menghambat fungsi penggabungan oksidase hepatik sehingga dapat
menghambat metabolisme obat seperti warfarin, fenitoin, tolbutamid dan klopropamid,
sehingga meningkatkan konsentrasi dan efeknya.

5. Klindamisin

a. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin yaitu mengikat secara ireversibel pada
tempat sub unit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah translokasi sintesis
protein.

b. Spektrum antibakteri
Spektrum antibakterinya menyeruapai linkomisisn hanya in vitro klindamisin lebih aktif.
Obat ini aktif terhadap S.aureus, D.pneumoniae, Str.pyogenes, Str.anaerobic, Str.viridans dan
Actinomyces israelli. Obat ini juga aktif terhadap Bacteroides fragilis dan kuman anaerob
lainnya.

c. Farmakokinetik

Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberiaan oral. Adanya makanan dalam lambung
tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Klindamisin palmitat yang digunakan sebagai
preparat oral pediiatrik, tidak aktif secara in vitro. Tetapi setelah mengalami hidrolisis akan
dibebakan klindamisin yang aktif. Klindamisin didistribusi dengan baik, ke berbagai cairan
tubuh, jaringan dan tulang, kecuali CSS walaupun sedang terjadi meningitis. Dapat
menembus sawar uri dengan baik. Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan
albumin. Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresi dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah
kecil klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-
demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan
empedu.

d. Efek samping
selain kulit kemerahan, efek samping yang paling serius yang dapat berakibat fatal yaitu
kolitis pseudomembranosa yang disebabkan pertumbuhan berlebihan Clostridium difficile
yang mengeloborasi toksin nekrotik. Reaksi lain yang jarang terjadi ialah sindrom stevens-
johnson, peningkatan SGPT dan SGOT sementara, granulisitopenia, trombositopenia dan
reaksi anfilaksis. Tromboflebitis dapat terjadi karena pemberian iv.

e. Penggunaan klinik
Walaupun beberapa infeksi kokus gram positif dapat diobati dengan klindamisin, pengobatan
ini harus dipertimbangkan baik-baik karena mungkin menimbulkan kolitis. Klindamisin
terutam bermanfaat untuk infeksi kuman anaerobik, terutama B.fragilis. untuk pengobatan
abses paru, pemberiaan klindamisin 3 kali 600 mg secara iv lebih efektif daripada penisilin 1
juta unit tiap 4 jam. Peranan obat ini untuk pneumonia aspirasi, pneumonia pasca obstruksi
atau abses paru belum dipastikan, tetapi didapat kesan bahwa klindamisin merupakan
alternatif yang baik untuk penisilin.

Antagonis Folat

1. Sulfonamida
Semua sulfonamida yang digunakan dalam klinik adalah analog struktural p-aminobenzoat
(PABA) sintetik.
Sulfadiazin perak, suksinilsulfatiazol, sulfasetamid, sulfadiazin, sulfametoksazol,
sulfasalazin, sulfisoksazol.

a. Mekanisme kerja
• Menjadi impermeabel terhadap asam folat, banyak bakteri harus tergantung pada
kemampuannya untuk mensintesis asam folat dari PABA, pteridin dan glutamat.
• Sebaliknya, manusia tidak dapat mensintesis asam folat dan folat didapat dari vitamin dan
makanannya.
• Karena strukturnya mirip PABA, sulfonamida berkompetisi dengan substrat ini untuk
sintetase enzim dihidropteroat.
• Hal ini menghilangkan kofaktor esensial sel terhadap purin, pirimidin dan sintesis asam
amino.

b. Spektrum Bakteri
• Golongan sulfa termasuk kotrimoksasol (sulfametoksasol plus trimetoprim) bersifat
bakteriostatik.
• Obat-obat ini aktif terhadap enterobakteria, klamidia, pneumocytis dan nokardia.

c. Resistensi
Resistensi secara umum bersifat irreversibel dan mungkin disebabkan oleh tiga kemungkinan.
1. Perubahan enzim : Dihidropteroat sintetasi bakteri dapat mengalami mutasi atau ditransfer
melalui plasmid yang menimbulkan penurunan afinitas sulfa.
2. Penueunan masukan : Permeabilitas terhadap sulfa mungkin menurun pada beberapa starin
yang resisten.
3. Meningkatnya sintesis PABA

d. Farmakokinetik
1. Pemberian: Kebanaykan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral. Karena
resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan secara topikal.
2. Distribusi: Gol. Sulfa didistribusikan ke seluruh cairan tubuh dan penetrasinya baik ke
dalam cairan serebrospinal. Obat ini juga dapat melewati sawar plasenta dan masuk ke dalam
ASI. Sulfa berikatan dengan albumin serum dalam sirkulasi.
3. Metabolisme: Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati. Produknya tanpa aktivitas
antimikroba, tetapi masih bersifat potensial toksik pada PH netral atau asam yang
menyebabkan kristaluria dan karena itu, dapat menimbulkan kerusakan ginjal.
4. Ekskresi: Eliminasi sulfa yaitu melalui filtrasi glomerulus.

e. Efek Samping
• Kristaluria: Nefrotoksisitas berkembang karena adanya kristaluria. Hidrasi dan alkalinasi
urin yang adekuat mencegah masalah tersebut dengan menurunkan konsentrasi obat dan
menimbulkan ionisasinya.
sulfisoksazol dan sulfametoksazol >> larut pada pH urin dibandingkan sulfa yang lama
(mis:sulfadiazin) shg <<>85 3,1 400 Non-ginjal
Norfloxacin 3,5-5 80 1,5 400 Gijal
Ofloxacin 5-7 95 2,9 400 Ginjal
Sparfloxacin 18 92 50% ginjal, 50% feses
Trovafloxacin 11 88 2,2 200 Non-ginjal
2. Rifampicin

Rifampisin adalah derivate semisintetik rifampisin B yaitu satu anggota kelompok antibiotic
makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini dihasilkan oleh Streptomyces
mediterranei. Obat ini merupakan zwitter, larut dalam pelarut organic dan air yang pH nya
asam.

a. Aktivitas antibakteri
Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagal kuman gram-positif dan gram-negatif.
Terhadap kuman gram-positif kerjanya tidak sekuat penisilin G tetapi sediklt lebih kuat
daripada eritromisin, linkomisin, sefalotin. Terhadap kuman gram-negatif kerjanya lebih
lemah daripada tetrasiklin, kloramfenikol, kanamisin dan kolistin. Antibiotik Ini sangat aktif
terhadap N meningitis ; kadar hambat minimalnya berkisar 0,1-0,8 µg/ml. Obat ini dapat
menghambat pertumbuhan beberapa jenis virus.
In vivo, rifampisin meningkatkan aktivitas streptomisin dan isoniazid terhadap
M.tubercolosis, tetapi tidak bersifat aditif terhadap etambutol.

b. Farmakokinetik
• Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma 2-4 jam; dosis
tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7 µg/ml.
• T ½ : 1,5 – 5 jam
• Ekskresi : empedu
• Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin sehingga
kadarnya dalam darah tidak cukup.
• Rifampisin merupakan pemacu metabolisme obat yang cukup kuat, sehingga berbagai obat
hipoglikemik oral, kortikosteroid, dan kontrasepsi oral akan berkurang efektivitasnya bila
diberikan bersama rifampisin.
• Mungkin dapat terjadi kehamilan pada pemberian bersama kontrasepsi oral.
• Rifampisin mungkin menganggu metabolisme vitamin D sehingga dapat menimbulkan
kelainan tulang berupa osteomalasia.
• Disulfiram dan probenesid dapat menghambat ekskresi rifampisin melalui ginjal.
Rifampisin tampaknya meningkatkan hepatotokslsltas INH terutama pada asetilator lambat

c. Efek-efek yang tidak diinginkan


• penyakit kuning (ikterus)
• gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu
pula gejala gangguan SSP dan reaksi hipersensitasi.

d. Sediaan
Kapsul 150 mg dan 300 mg
Tablet 450 mg dan 600 mg
Suspensi yang mengandung 100 mg/5 ml rifampisin.

e. Dosis
Dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/ hari dan untuk berat badan lebih
dari 50 kg ialah 1000 mg/hari.
anak-anak 10-20 mg/kg BB per hari dan dengan dosis maksimum 600 mg/ hari.

Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut pengetahuan praktis tentang obat-obatan apotek dan
tips hidup sehat bahagia bisa klik disini
Bila ingin belajar bisnis online bisa kunjungi link bisnis online ini, banyak info menarik dan
rahasia seputar bisnis online.
Posted by Didik sugiarto at 12:37
Labels: pengetahuan tentang obat

Related Posts / Artikel Terkait :

pengetahuan tentang obat

 Obat Flu yang bagus apa ya?


 Tips Mengobati Batuk membandel gimana ya?
 Tips mengobati sakit radang tenggorokan
 Inilah Tips mengobati sakit gigi
 Waah...ternyata viagra memicu gangguan pendengaran ya...
 Awas bahaya obat golongan steroid
 TETRASIKLIN
 Artikel Tentang Disentri 2
 Tips bila anak anda terkena DISENTRI
 Macam Antibiotika Dan Fungsinya (Bagian 1)
 Pengetahuan Tentang Obat-obatan

Anda mungkin juga menyukai