Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MANAJEMEN LOGISTIK

“Pengadaan dan distribusi perbekalan farmasi di Rumah Sakit”

Disusun Oleh :
Leni duwi astuti
A MAOF IV
33.12.0404

KONSENTRASI MANAJEMEN ADMINISTRASI OBAT DAN FARMASI

AKADEMI MANAJEMEN ADMINISTRASI


YOGYAKARTA
2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya
disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya
kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang.
Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan
dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan.
Dalam beberapa sarana kesehatan itu, seperti Rumah Sakit, pabrik buatan,
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan
distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.Sistem
Pengelolaan Obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek seleksi
dan perumusan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan
penggunaan obat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-
masing tahap pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian yang terkait, dengan
demikian dimensi pengelolaan obat akan dimulai dari perencanaan pengadaan yang
merupakan dasar pada dimensi pengadaan obat di Rumah Sakit.

B. Rumusan Masalah
1. Pengadaan dan distribusi perbekalan farmasi di Rumah Sakit
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk di dalam pengadaan, dan distribusi
perbekalan farmasi di Rumah Sakit
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PENGADAAN OBAT


Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di Rumah
Sakit dan untuk unit pelayanan kesehatan lainnya yang diperoleh dari pemasok
eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor, atau pedagang besar
farmasi.
1. Siklus Pengadaan Obat
Pada siklus pengadaan tercakup pada keputusan-keputusan dan tindakan
dalam menentukan jumlah obat yang diperoleh, harga yang harus dibayar, dan
kualitas obat-obat yang diterima.Siklus pengadaan obat mecakup pemilihan
kebutuhan, penyesuaian kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
penetapan atau pemilihan pemasok, penetapan masa kontrak, pemantauan status
pemesanan, penerimaan dan pemeriksaan obat, pembayaran, penyimpanan,
pendistribusian dan pengumpulan informasi penggunaan obat.Proses pengadaan
dikatakan baik apabila tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup
sesuai dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat diperlukan.
2. Jenis Pengadaan Obat di Rumah Sakit
Jenis pengadaan obat di Rumah Sakit dibagi menjadi :
a. Berdasarkan dari pengadaan barang, yaitu :
1. Pengadaan barang dan farmasi
2. Pengadaan bahan dan makanan
3. Pengadaan barang-barang dan logistik
b. Berdasarkan sifat penggunanya, yaitu :
1. Bahan baku, misalnya : bahan antibiotika untuk pembuatan salep.
2. Bahan pembantu, misalnya : Saccharum lactis untuk pembuatan racikan
puyer
3. Komponen jadi, misalnya : kapsul gelatin.
4. Bahan jadi, misalnya : bukan kapsul antibiotika, cairan infus
5. Berdasarkn waktu pengadaan, yaitu :
1. Pembelian tahunan (Annual Purchasing), Merupakan pembelian dengan
selang waktu satu tahun.
2. Pembelian terjadwal (Schedule Purchasing, Merupakan pembelian
dengan selang waktu tertentu, misalnya 1 bulan, 3 bulan ataupun 6 bulan.
3. Pembelian tiap bulan,
4. Merupakan pembelian setiap saat di mana pada saat obat mengalami
kekurangan,
Sistem pengadaan perbekalan farmasi adalah penentu utama ketersediaan
obat dan biaya total kesehatan. Manajemen pembelian yang baik membutuhkan
tenaga medis. Proses pengadaan efektif seharusnya :
a. Membeli obat-obatan yang tepat dengan jumlah yang tepat.
b. Memperoleh harga pembelian serendah mungkin.
c. Yakin bahwa seluruh obat yang dibeli standar kualitas diketahui.
d. Mengatur pengiriman obat dari penyalur secara berkala (dalam waktu
tertentu), menghindari kelebihan persediaan maupun kekurangan
persediaan.
e. Yakin akan kehandalan penyalur dalam hal pemberian serius dan kualitas.
f. Atur jadwal pembelian obat dan tingkat penyimpanan yang aman untuk
mencapai total lebih rendah.
3. Metode Pelaksanaan Pengadaan Obat
Terdapat banyak mekanisme metode pengadaan obat, baik dari pemerintah,
organisasi non pemerintahan dan organisasi pengadaan obat lainnya. Sesuai
dengan keputusan Presiden No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelakasanaan
Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, metode pengadaan perbekalan farmasi di
setiap tingkatan pada sistem kesehatan dibagi menjadi 5 kategori metode
pengadaan barang dan jasa, yaitu :
a. Pembelian
1. Pelelangan (tender)
2. Pemilihan langsung
3. Penunjukan langsung

c.produksi
Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri.

1. Obat tidak terdapat dipasaran atau formula khusus Rumah Sakit.


2. Obat untuk penelitian.
4. Kriteria Umum Pemilihan Pemasok
a. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi
dan penjualan (telah terdaftar).
b. Telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000.
c. Suplier dengan reputasi yang baik.
d. Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemasok produk
obat.
5. Beberapa Prinsip Praktek Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang baik
dan merupakan standar universal mencakup aspek :
a. Pengadaan Obat merujuk kepada obat generik.
b. Pengadaan Obat terbatas kepada DOEN atau daftar formularium Rumah
Sakit.
c. Pengadaan obat secara terpusat dan dengan jenis terbatas akan menurunkan
harga.
d. Pengadaan secara kompetitif.
e. Jumlah obat yang diadakan harus sesuai dengan perkiraan kebutuhan nyata.
f. Lakukan audit tahunan dan publikasikan hasilnya.

B. SISTEM DISTRIBUSI OBAT


Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya
satelit/depo farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi
menjadi dua sistem, yaitu:
1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
Pada sistem ini seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai
baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai
langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat
dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah ”cara
dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita
tertentu.”
Keutungan sistem ini adalah :
a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi
informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien,
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-
pasien,
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan,
d. Mempermudah penagihan biaya pasien.
Kerugian pada sistem ini :
a. Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan
distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi,
b. Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat,
c. Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan
cepat,
d. Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu
penyiapan komunikasi.
2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)
Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit farmasi. Pada
desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan
tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini
bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang
ada di depo farmasi.
Ruang lingkup kegiatan pelayanan depo farmasi adalah sebagai berikut :
a. Pengelolaan perbekalan farmasi
1. Pengelolaan barang farmasi dasar (BFD)
Barang farmasi dasar meliputi obat dan alat kesehatan yang diperoleh
dari sub instalasi perbekalan farmasi.
2. Pengelolaan barang farmasi non dasar (BFND)
Depo farmasi melakukan pengelolaan BFND mulai dari penerimaan
sampai dengan pendistribusian. Perencanaan BFND tidak dilakukan
melalui depo farmasi.
Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi :
a.) Perencanaan
b.) Pengadaan
c.) Penerimaan
d.) Penyimpanan
e.) Pendistribusian
f.) Pelayanan farmasi klinik
g.) Administrasi
Berdasarkan distribusi obat bagi pasien rawat inap, digunakan empat
sistem, yaitu:
1. Sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap.
2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang.
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di
ruang.
4. Sistem distribusi obat dosis unit.

C. SISTEM DISTRIBUSI OBAT BAGI PASIEN RAWAT INAP


1. Sistem Distribusi Obat Resep Individual
Resep individual adalah order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap
penderita, sedangkan sentralisasi adalah semua order/ resep tersebut yang
disiapkan dan didistribusikan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sentral.
Sistem distribusi obat resep individual adalah tatanan kegiatan pengantaran
sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas
nama penderita rawat tinggal tertentu melalui perawat ke ruang penderita
tersebut. Dalam sistem ini obat diberikan kepada pasien berdasarkan resep yang
ditulis oleh dokter.
Sistem ini mirip dengan dispensing untuk pasien rawat jalan /outpatient.
Interval dispensing pada sistem ini dapat dibatasi misalnya, pengobatan pasien
untuk seorang pasien untuk 3 hari telah dikirim jika terapi berlanjut sampai lebih
dari 3 hari, tempat obat yang kosong kembali ke IFRS untuk di-refill. Biasanya
obat yang disediakan oleh IFRS dalam bentuk persediaan misalnya untuk 2-5
hari.
Keuntungan sistem distribusi obat resep individual adalah :
a. Semua resep / order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-
pasien.
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan.
d. Mempermudah penagihan biaya obat penderita.

Kerugian sistem distribusi obat resep individual adalah :

a. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita.


b. Jumlah kebutuhan personal IFRS meningkat.
c. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan
obat di ruang pada waktu konsumsi obat.
d. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu
konsumsi obat.

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit-rumah sakit yang besar, seperti
kelas A dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak
antara IFRS dengan perawatan pasien sangat jauh. Sistem ini biasanya
digunakan di rumah sakit-rumah sakit kecil atau swasta karena memberikan
metode yang sesuai dalam penerapan keseluruhan biaya pengobatan dan
memberikan layanan kepada pasien secara individual.

2. Sistem Distribusi Obat Persediaan Lenglap di Ruang (Total Floor Stock)


Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia dalam
ruang penyimpanan obat di ruang tersebut. Persediaan obat diruang dipasok oleh
IFRS. Obat yang didispensing dalam sistem ini terdiri atas obat penggunaan
umum yang biayanya dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan
resep obat yang harus dibayar sebagai biaya obat. Obat penggunaan umum ini
terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan PFT dan IFRS
yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih luka, larutan antiseptic
dan obat tidur.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan
penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada resep obat,
yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil
dosis/ unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada penderita
di ruang itu.
Keuntugan dalam sistem ini adalah :
a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien.
b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS.
c. Pengurangan penyalinan kembali resep obat.
d. Pengurangan jumlah personel IFRS.

Kerugian dalam sistem ini adalah :

a. Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung
oleh apoteker.
b. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang
sangat terbatas.
c. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyiapan obat
yang sesuai di setiap daerah unit perawatan pasien.
d. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
3. Sistem Distribusi Obat Kombinasi Resep Individual dan Persediaan di Ruang
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem
distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi
persediaan di ruangan yang terbatas. Sistem ini merupakan perpaduan sistem
distribusi obat resep individual berdasarkan permintaan dokter yang disiapkan
dan distribusikan oleh instalasi farmasi sentral dan sebagian lagi siapkan dari
persediaan obat yang terdapat di ruangan perawatan pasien. Obat yang
disediakan di ruangan perawatan pasien merupakan obat yang sering diperlukan
oleh banyak pasien, setiap hari diperlukan dan harga obat relatif murah,
mencakup obat resep atau obat bebas. Jenis dan jumlah obat yang masuk dalam
persediaan obat di ruangan, ditetapkan oleh PFT dengan pertimbangan dan
masukan dari IFRS dan Bagian Pelayanan Keperawatan. Sistem kombinasi ini
bertujuan untuk mengurangi beban kerja IFRS.
Keuntungan dalam sistem ini adalah :
a. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker.
b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-
perawat-penderita.
c. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan
di ruang) .

Kerugian dalam sistem ini adalah :

a. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita (obat


resep individual).
b. Kesalahan obat pemberian obat yang disiapkan dari persediaan ruang dapat
terjadi.
c. Membutuhkan tempat yang cukup untuk tempat penyimpanan obat.

D. SISTEM DISTRIBUSI OBAT DOSIS UNIT


Sistem ini mulai diperkenalkan sejak 20 tahun yang lalu, namun
penerapannya masih lambat karena memerlukan biaya awal yang besar dan juga
memerlukan peningkatan jumlah apoteker yang besar. Padahal ada dua kegunaan
utama dari sistem ini, yaitu mengurangi kesalahan obat dan mengurangi
keterlibatan perawat dalam penyiapan obat.Istilah “dosis unit“ berkaitan dengan
jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan kemasan itu. Obat dosis unit
adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri dari satu atau
beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam
jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Penderita hanya
membayar obat yang dikonsumsi saja.
Distribusi obat dosis unit adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS) dengan kerjasama dengan staf medic, perawat, pimpinan rumah sakit
dan staf administrative. Maka diperlukan suatu panitia perencana untuk
mengembangkan sistem ini yang sebaliknya dipimpin oleh apoteker yang
menjelaskan tentang konsep sistem ini.Sistem distribusi dosis unit merupakan
metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah
sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk, tergantung pada kebutuhan
khusus rumah sakit.
Metode pengoperasian sistem distribusi dosis unit ada tiga macam, yaitu :
1. Sentralisai
Dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah perawatan penderita rawat
tinggal di rumah sakit secara keseluruhan. Kemungkinan di rumah sakit
tersebut hanya ada satu IFRS tanpa adanya cabang IFRS di beberapa daerah
perawatan penderita.
2. Desentralisasi
Dilakukan oleh beberapa cabang IFRS di rumah sakit. Pada dasarnya sistem
ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap diruangan, hanya
saja sistem distribusi obat desentralisai ini dikelola seluruhnya oleh apoteker
yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.
3. Kombinasi sentralisasi dan desentralisasi.
Biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani oleh cabang
IFRS. Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan
tersentralisasi lain, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena
juga dimulai dari IFRS sentral.
Keuntungan dalam sistem ini adalah :
1. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar
hanya obat yang dikonsumsi saja.
2. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan
menulis di unit perawatan dan IFRS.
3. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita.
4. Penyiapan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh IFRS.
5. Meningkatkan penggunaan personal professional dan nonprofessional yang
lebih efisien.
6. Mengurangi kehilangan pendapatan.
7. Menghemat ruangan di unit perawatan dengan meniadakan persediaan ruah
obat-obatan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen logistik merupakan serangkaian kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, dan pengawasan terhadap kegiatan pengadaan, pencatatan,
pendistribusian, penyimpanan, pemeliharaan dan penghapusan logistik guna
mendukung efektivitas dan efisiensi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.
Penyelenggaraan logistik senantiasa berkaitan dengan proses yang di
dalamnya akan melibatkan orang-orang/badan yang harus melakukan
kegiatan/usaha secara efektif dan efisien selama jangka waktu tertentu untuk
tercapainya suatu sasaran yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anief Moh.Apa yang perlu diketahui tentang obat,Gadjah Mada University


Press,Yogyakarta,2003.Keputusan Menteri Kesehtan RI Nomor:1375
a/Menkes/SK/IX/2002
Ayu, Ratu. Bahan Kuliah Manajemen Logistik Farmasi. Departemen AKK
Fakultas Kesehatan Masyarakat UI 2007
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
“Pedoman Pengelolaan Obat Daerah Tingkat II”, Jakarta 1996
Imron TA, Moch, Drs, MM, MBA.2010. Manajemen Logistik Rumah Sakit.
Jakarta: Sagung Seto
Siregar Charles, J.P., Lia Amalia, “Teori & Penerapan Farmasi Rumah Sakit”,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

http://ekoputerasampoerna.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-obat-di-rumah-
sakit.html

http://adambadwi.blogspot.com/2011/04/definisi-manajemen-logistik-
puskesmas.html

http://keuanganui.blogspot.com/2011/02/manajemen-logistik-rs.html

http://alluakima.wordpress.com/manajemen-rs/semester-iii/manajemen-logistik-
farmasi-rs/

Anda mungkin juga menyukai