Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Mikrobiologi yang berjudul “TORCH”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.Sekian terimakasih.

Yogyakarta, 17 Oktober 2018

Kelompok_3

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

ii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1. Latar Belakang...........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................1

1.3. Tujuan........................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1. Definisi virus TORCH..............................................................................3

2.2. Toxoplasma................................................................................................3

2.3. Rubella.......................................................................................................9

2.4. CMV (Cytomegalovirus).........................................................................13

2.5. Herpes Simplex Virus (HSV).................................................................17

BAB 3 PENUTUP...............................................................................................22

3.1. Kesimpulan..............................................................................................22

3.2. Saran........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................23

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus
yaitu parasit Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus),
virus Herpes Simplex (HSV1-HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang
dampak klinisnya lebih terbatas, misalnya Measles, Varicella, Echovirus,
Mumps, Vassinia, Polio, dan Coxsackie-B. Penyakit TORCH ini dikenal
karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa menyerang
siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita.
Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka
ragam.
Infeksi TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh
termasuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer yang mengendalikan
fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem kardiovaskuler, serta
metabolisme tubuh.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dari virus TORCH?
2. Bagaimana ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis, gejala
klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan penyakit yang
disebabkan Toxoplasma?
3. Bagaimana ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis, gejala
klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan penyakit yang
disebabkan Rubella?
4. Bagaimana ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis, gejala
klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan penyakit yang
disebabkan CMV?
5. Bagaimana ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis, gejala
klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan penyakit yang
disebabkan HSV?

1
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari virus TORCH.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan penyakit
yang disebabkan Toxoplasma.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan penyakit
yang disebabkan Rubella.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan penyakit
yang disebabkan CMV.
5. Untuk mengetahui ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan penyakit
yang disebabkan HSV.

BAB 2 PEMBAHASAN

2
2.1. Definisi virus TORCH
TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang
disebabkan oleh Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan
Herpes Simplex Virus (HSV1 dan HSV2). Infeksi TORCH ini sering
menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita
maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan ataupun
terjadinya keguguran dini. Infeksi TORCH bersama dengan paparan radiasi
dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan kerusakan pada embrio.
TORCH tidak hanya berkaitan dengan masalah kehamilan saja.
TORCH juga bisa menyerang orang tua, anak muda, dari berbagai kalangan,
usia, dan jenis kelamin. TORCH bisa menyerang otak (timbul gejala sering
sakit kepala), menyebabkan sering timbul radang tenggorokan, flu
berkepanjangan, sakit pada otot, persendian, pinggang, sakit pada kaki,
lambung, mata, dan sebagainya.

2.2. Toxoplasma
Toxoplasma merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit obligat intraseluler Toxoplasma gondii. Nama penyakitnya
Toksoplasmosis.
2.2.1. Ciri-ciri
Toxoplasma gondii terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit
(bentuk poriferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit).
1. Bentuk Takizoit (Bentuk Poriferatif)
a) Menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain
agak membulat.
b) Ukuran panjang 4 - 8 mikron, lebar 2 - 4 mikron dan mempunyai
selaput sel satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa
organel lain seperti mitokondria dan badan golgi.
c) Tidak mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak berpigmen.
Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung
dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif.
d) Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh.
e) Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.

2. Bentuk Kista (Berisi Bradizoid)

3
a) Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding.
b) Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi
beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-
kira 3000 bradizoit.
c) Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di
otak, otot jantung, dan otot bergaris.
d) Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk
kista mengikuti bentuk sel otot.

3. Bentuk Ookista (Berisi Sporozoid)


a) Ookista berbentuk lonjong, berukuran 12,5 mikron.
b) Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah
menjadi dua sporoblas.
c) Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk
dinding dan menjadi sporokista.
d) Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran
8 x 2 mikron dan sebuah benda residu.

2.2.2. Klasifikasi
Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Protozoa
Filum : Apicomplexa Kelas : Sprozoasida
Sub Kelas : Coccidiasina Ordo : Eucoccidiorida
Sub Ordo : Eimeriorina Famili : Sarcocystidae
Genus : Toxoplasma Spesies : Toxoplasma
Habitat Toxoplasma gondii hidup di dalam sel endotil, leukosit
mononukler, cairan tubuh, dan sel jaringan hospes atau tuan rumah.
Toxoplasma gondii virus yang menyebabkan penyakit toksoplasmosis.
Biasanya membatasi diri tetapi dapat memiliki atau bahkan efek serius
pada janin yang ibunya kontrak pertama penyakit selama kehamilan atau
pada kekebalan manusia

2.2.3. Struktur Anatomi

4
2.2.4. Patogenesis
Jika seseorang makan atau minum dari sumber terkontaminasi
Toxoplasma gondii, selanjutnya Toxoplasma akan menembus
permukaan usus halus dan ditangkap oleh sel-sel darah putih.
Sebagian Toxoplasma masih dapat bereplikasi. Reaksi ini akan
mencetuskan keluarnya mediator atau zat-zat kimia dalam darah
yang dapat menginduksi timbulnya tanda-tanda infeksi. Bagaimana
perjalanan toxoplasmosis ini tergantung pada jumlah partikel protozo
yang masuk ke saluran cerna, faktor genetik, kekebalan tubuh, dan
virulensi protozoa.
Sekali seseorang terserang toxoplasmosis, T.gondii akan menyebar
ke seluruh jaringan tubuh; termasuk ke sirkulasi plasenta pada wanita
hamil. Hal ini tentu saja membahayakan bagi janin. Patogensis
mikrobakteri ini terbagi menjadi 3 tahap :
 Tahap pertama adalah parasitemis (ditemukan toxoplasma dalam
darah) yang merupakan fase akut, yaitu sekitar satu minggu pasca
infeksi.
 Tahap kedua, terjadi respon imun humoral seperti IgA, IgM, IgG,
dan komplemen dan juga terjadi respon imun seluler berupa
makrofag dan sitokin.
 Tahap ketiga adalah pembentukan kista (bentuk inaktif) dalam sel
yang sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi (aktif kembali).

2.2.5. Gejala Klinis


1. Infeksi Toxoplasma gondii ditandai dengan gejala seperti demam,
malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
(toxoplasmosis limfonodosa acuta). Gejala mirip dengan
mononukleosis infeksiosa.
2. Hidrosefalus, yaitu: kondisi abnormal dimana cairan serebrospinal
terkumpul di ventrikel otak, pada janin dapat menyebabkan cepatnya

5
pertumbuhan kepala dan penonjolan fontanela (sehingga kepala
tampak membesar karena berisi cairan) dan wajah yang kecil.
3. Korioretinitis, yaitu: radang/inflamasi lapisan koroid di belakang
retina mata
4. Pengapuran (calcification) otak dan intraseluler.
5. Kondisi ini paling berat saat infeksi maternal (yang berasal dari ibu)
terjadi sejak dini saat masa kehamilan.
6. Sekitar 15-55% anak yang menderita infeksi bawaan atau sejak lahir
(congenitally infected children) tidak memiliki antibodi IgM spesifik
T.gondii yang dapat dideteksi saat lahir atau masa tumbuh-kembang
awal (early infancy).
7. Disertai ketidaknormalan jumlah sel darah putih (leukosit) di cairan
otak dan sumsum tulang (cerebrospinal fluid), yang dalam istilah
medis disebut dengan pleocytosis.
8. Janin baru lahir yang terinfeksi T.gondii dapat mengalami anemia,
penurunan trombosit, dan penyakit kuning (jaundice) saat lahir.
9. Janin yang terinfeksi dapat tanpa gejala sama sekali, atau hanya
didapatkan pertumbuhan janin terhambat, atau gambaran
hyperechoic bowel.
10. Bayi yang bertahan hidup (affected survivors) dapat menderita
retardasi mental, kejang (seizures), kerusakan penglihatan (visual
defects), spasticity, atau gejala sisa neurologis (berhubungan dengan
saraf) yang berat lainnya.
11. Pembengkakan kelenjar pertahanan (limfoglandula) yang terdapat
disekitar leher, ketiak, dan sebagainya namun jarang sekali terjadi.

2.2.6. Diagnosis
1. Pemeriksaan sediaan mikroskopis, untuk menemukan ookista yang
di dalam tinja kucing , atau takizoit didalam eksudat peritoneal atau
biakan jaringan, Toxoplasma dapat ditemukan didalam usapan dari
irisan jaringan atau eksudat yang diwarnai . Uji warna masih paling
memuaskan sampai saat ini.
2. Pemeriksaan darah atau jaringan tubuh penderita (histopatologi)
Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan parasit di dalam
jaringan atau cairan tubuh penderita. Hal ini dilakukan dengan cara
menemukan secara langsung parasit yang diambil dari cairan
serebrospinal, atau hasil biopsi jaringan tubuh yang lainya. Namun

6
diagnosis berdasarkan penemuan parasit secara langsung jarang
dilakukan karena kesulitan dalam hal pengambilan spesimen yang
akan diteliti.
3. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologis dilakukan dengan dasar bahwa antigen
toksoplasma akan membentuk antibodi yang spesifik pada serum
darah penderita. Beberapa pemeriksaan serologi yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis antara lain:
- Complement Fixation Test
- Dye Test Sabin Fieldman
- Immunoflourescense Assay (IFA)
- Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA)
4. PCR(Polymerase Chain Reaction)
Metode lain yang relatif singkat dengan sensitivitas yang tinggi
adalah metode PCR. Teknik PCR ini dapat mendeteksi toksoplasma
yang berasal dari darah, cairan serebrospinal, dan cairan amnion.

2.2.7. Penularan
- Memakan daging mentah atau daging setengah matang atau daging
yang tidak dimasak sempurna dimana daging tersebut mengandung
toksoplasma.
- Melalui transplantasi organ tubuh manusia. Namun penularan ini
sangat jaran karena umumnya organ tubuh tersebut telah diperiksa
oleh dokter dengan seksama. Walaupun peluangnya kecil hal ini tidak
boleh diabaikan.
- Manusia tanpa sengaja menelan atau memakan telur atau kista
toxoplasma. Hal ini dapat terjadi jika manusia memakan buah-buahan
atau sayuran tanpa dicuci dengan bersih.

2.2.8. Pengobatan
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi
pyrimethamine dengan trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini
secara sinergis akan menghambat siklus p-amino asam benzoat dan siklus
asam folat. Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25 –50 mg
per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000 –6.000
mg sehari selama sebulan.

2.2.9. Pencegahan

7
1. Tidak boleh menyentuh/memegang mulut dan mata ketika memegang
daging mentah.
2. Mencuci tangan dengan sabun sehabis memegang daging mentah dan
setelah berkebun.
3. Dapur dan perabotan-perabotannya cuci bersih-bersih yang dipakai
untuk daging mentah.
4. Cuci sayur-sayuran dan buah-buahan sebelum dimakan.
5. Hindari lalat, kecoak, dan binatang-binatang yang hinggap di buah-
buahan dan sayur-sayuran.
6. Selalu memakai sarung tangan jika memegang benda-benda
(mengerjakan taman) yang selalu dikontamasi kotoran kucing.
7. Memberi makan kucing dengan daging yang matang.
8. Wanita hamil trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala
akan kemungkinan infeksi dengan Toxoplasma gondii.
Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun cacat
bawaan.

2.3. Rubella
Rubella atau campak jerman adalah penyakit menular yang
disebabkan suatu virus RNA dari golongan Togavirus. Infeksi
Virus Rubella dapat menyebabkan penyakit campak Jerman atau
Congenital Rubella Syndrome Rubella.

2.3.1. Ciri-ciri
 Tidak aktif oleh panas, cahaya, pH asam, eter, dan tripsin (enzim).
 Memiliki kelangsungan hidup yang singkat di udara atau pada benda dan
permukaan.
 Dapat menyerang bagian saraf atau otak yang kemudian menyerang kulit
yang ditandai dengan bercak merah seperti campak biasa.
 Hidup di daerah tropis, subtropis, dan pada daerah yang memiliki musim
semi.
 Intinya dikelilingi selubung lipoprotein.
 Berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 60–70 mm
 Memiliki inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid
yang mengandung glycoprotein E1 dan E2.
 Virus Rubella memiliki 3 protein struktural utama yaitu 2 glycoprotein
envelope, E1 dan E2 dan 1 protein nukleokapsid.

8
2.3.2. Klasifikasi
Famili : Togaviridae
Genus : Rubivirus
Spesies : Rubella virus

Virus RNA beruntai tunggal yang hanya menginfeksi manusia,


dimana virus ini tidak aktif oleh panas, cahaya, pH asam dan enzim serta
memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di udara, atau pada benda dan
permukaan. Virus Rubella adalah virus yang menyebabkan terjadinya
campak jerman yang menyerang anak-anak, orang dewasa, termasuk ibu
hamil. Virus rubela dapat menyerang bagian saraf atau otak yang
kemudian menyerang kulit dengan ditandai bercak merah. Habitat
Rubellapada umumnya, hidup di daerah tropis, subtropis dan pada daerah
yang memiliki musim semi.

2.3.3. Struktur Anatomi

2.3.4. Patogenesis
Virus Rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami
replikasi di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi
antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus Rubella. Dalam
ruangan tertutup, virus Rubella dapat menular ke setiap orang yang berada
di ruangan yang sama dengan penderita. Masa inkubasi virus Rubella
berkisar antara 14–21 hari. Masa penularan 1 minggu sebelum dan empat
(4) hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada episode ini, Virus
Rubella sangat menular.

2.3.5. Gejala Klinis


- Pada wanita hamil primary infection -> Severe damage pada fetus.
Masa inkubasi 2 – 3 minggu rata-rata ± 18 hari. Kelainan congenital
tergantung pada saat mana terjadi infeksi pada waktu hamil.

9
- Infeksi pada bulan pertama kehamilan dapat menyebabkan fetal
malformation ± 50% – 80%, 25% pada bulan kedua dan 17% Pada
bulan ketiga.
- Congenital Rubella Syndrome dapat terjadi pada infeksi di TR I
kehamilan.Kelainan-kelainan lain adalah CHD (PDA, VSD dan PT),
cataracts, chorioretinitis, microcephaly, mental retardation dan
deafness.

2.3.6. Diagnosis
1. Diagnosis Congenital Rubella
2. Menentukan status imun pada wanita umur reproduktif
Metode pemeriksaan :
- Hemaglutination inhibition
- Passive Hemaglutination (PHA)
- Indirect fluorescent immunoassay (IFA)
- Enzyme immunoassay (EIA-IgM, IgG)
- Radioimmunoassay

2.3.7. Penularan
Penularan utamanya dapat melalui titik-titik air di udara yang berasal
dari batuk atau bersin penderita. Berbagai makanan dan minuman dengan
pendeita juga dapat menularkan Rubella. Sama halnya jika menyentuh
mata, hidung, atau mulut setelah memegang benda yang terkontaminasi
virus Rubella.

2.3.8. Pengobatan
1. Secara farmakologikal dengan Acetaminophen atau ibuprofen ini
dapat mengurangkan demam.
2. Pengobatan rawat jalan ( di rumah )
Dikarenakan penyakit rubela merupakan penyakit yang ringan (jika
menyerang anak – anak dan orang dewasa), seseorang yang menghidapi
rubela boleh dijaga di rumah. Namun dengan menjaga suhu tubuh
penderita. Jika suhu tubuh mulai tinggi maka sebaiknya konsultasi ke
dokter. Selain itu obat yang paling efektif untuk infeksi ini adalah
dengan beristirahat.
3. Pengobatan untuk wanita yang hamil
Pada wanita hamil jika terserang virus ini maka yang sebaiknya
dilakukan adalah periksa ke dokter. Maka kemungkinannya dokter
tersebut mungkin akan memberikan suntikan immuneglobulin (IG). IG

10
tidak dapat menghilangkan virus Rubella tetapi IG dapat membantu
dalam meringankan gejala-gejala yang diberikan oleh virus ini dan
dapat mengurangi risiko – risiko pada janin. Dengan kata lain, IG dapat
mengurangi gejala rubela tetapi tidak dapat menghilangkan risiko
infeksi yang diberikan virus Rubella terhadap bayi tersebut.

2.3.9. Pencegahan
Walaupun tidak ada obat yang spesifik untuk virus ini, namun dapat
diberikan pencegahan yaitu dengan vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi
yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan,
dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella) yang disuntikkan
sebanyak 2 kali.
Suntikan vaksin pertama diberi semasa umur 12-15 bulan dan suntikan
kedua biasanya diberi semasa umur 4-6 tahun. Pemberian imunisasi MMR
pada wanita usia reproduktif yang belum mempunyai antibodi terhadap virus
rubela amatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi Rubella kongenital
pada janin. Setelah pemberian imunisasi MMR, penundaan kehamilan harus
dilakukan selama 3 bulan.
Vaksin MMR tidak sembarang boleh diberikan kepada semua orang,
diantaranya:
- Mereka yang alergi terhadap antibiotik neomicyn.
- Wanita yang sedang hamil atau bertujuan hamil dalam waktu satu bulan
setelah imunisasi.
- Mereka yang menderita penyakit apa saja atau menerima pengobatan
yang menekan sistem kekebalan, seperti cortisone atau prednisolone.
- Siapa saja yang menderita infeksi yang akut.

2.4. CMV (Cytomegalovirus)


Cytomegalovirus atau disingkat CMV
merupakan anggota “keluarga” virus herpes yang
biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut
sebagai “virus paradoks” karena bila menginfeksi
seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat juga
hanya diam di dalam tubuh penderita seumur
hidupnya.

11
2.4.1 Ciri-ciri
 Kemampuannya untuk melangsungkan infeksi bersifat laten seumu
hidup.
 Diameter virion 100-200 nanomikron
 Mempunyai selubung lipoprotein (envelop)
 Bentuk incosahedral nekleokapsid
 Asam nukleat : DNA

2.4.2 Klasifikasi
Famili : Herpesviridae
Subfamili : Betaherpesvirinae
Genus : Cytomegalovirus (HHV5)
Spesies : Cytomegalovirus
Cytomegalovirus atau disingkat CMV merupakan anggota keluarga virus
herpes yang biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut sebagai virus
paradoks karena bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat
juga hanya diam di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Pada awal infeksi
CMV akan menggandakan diri. Sebagai respon, sistem kekebalan tubuh akan
berusaha mengatasi kondisi tersebutm sehingga setelah beberapa waktu virus
akan menetap dalam cairan tubuh penderita seperti darah, air liur, urine,
sperma, lendir vagina, ASI, dsb

2.4.3 Struktur Anatomi

2.4.4 Patogenesis

12
Infeksi bawaan cytomegalovirus dapat terjadi karena infeksi primer atau
reaktivasi dari ibu. Namun, penyakit yang diderit janin atau bayi yang baru
lair dikaitkan dengan infeksi primer ibu. Infeksi primer pada usia anak atau
dewasa lebih sering dikaitkan dengan respon limfosit T yang hebat. Respon
limfosit T dapat mengakibatkan timbulnya sindroma mononukleosis yang
serupa seperti dialami setelah infeksi virus Epstein-Barr. Tanda khas infeksi
ini adalah adanya limfosit atipik pada darah tepi.
Sekali terkena, selama masa simtomatis infeksi primer, cytomegalovirus
menetap pada jaringan induk semangnya. Tempat infeksi yang menetap dan
laten melibatkan bermacam sel dan organ tubuh. Penularan transfusi darah
atau transplantasi organ berkaitan dengan infeksi terselubung dalam jaringan
ini. Penelitian bedah mayat menunjukkan kelenjar liur dan usus merupakan
tempat terdapat infeksi yang laten.
Stimulasi antigen kronis (seperti yang timbul setelah transplantasi
organ) disertai melemahnya sistem imun merupakan keadaan yang paling
sesuai untuk pengaktifan cytomegalovirus dan penyakit yang disebabkan oleh
cytomegalovirus. Cytomegalovirus dapat menyebabkan respons limfosit T
yang lemah, yang sering kali mengakibatkan superinfeksi oleh kuman
oportunistik. Cytomegalovirus juga dapat menjadi faktor pembantu dalam
mengaktifkan infeksi laten HIV.

2.4.5 Gejala Klinis


Biasanya CMV menyebabkan demam, penurunan jumlh sel darah putih
(leukopenia) dan letih-lesu. Infeksi pada paru-paru mengakibatkan sesak dan
batuk. Pada sistem cerna seperti lambung dan usus, infeksi CMV
menyebabkan mual, muntah, dan diare. Ensefalitis (otak) CMV dapat
menyebabkan kejang, nyeri kepala, dan koma. Apabila penderita sedang
hamil, CMV bisa menginfeksi janin dan mengakibatkan gangguan pada organ
tertentu janin.

2.4.6 Diagnosis
Dengan Karakteristik :
1. Lekositosis
2. Lymphocytosis
3. Abnormal liver function test

13
Definitive diagnosis dapat dilakukan dengan isolasi virus CMV dari urine
dan blood dengan terdeteksi IgM atau peningkatan titer IgG. Deteksi IgG
antibodi bukan proteksi terhadap CMV infeksi kronik.

2.4.7 Penularan
1. Pada bayi bisa terjadi melalui proses kelahiran kontak langsung pada
serviks atau melalui air susu ibu.
2. Melalui transfusi pada ibu atau anak
3. Melalui kontak langsung/individual
Penularan terjadi melalui kontak langsung selaput lendir dengan
jaringan. CMV ( sitomegalovirus ) di ekskresikan melalui urin, ludah, ASI,
sekret serviks dan semen pada infeksi primer maupun pada infeksi reaktivasi.
Janin bisa tertular in utero dari ibu baik berupa infeksi primer maupun berupa
infeksi reaktivasi; infeksi janin dengan manifestasi klinis yang berat pada
waktu lahir sering terjadi sebagai akibat infeksi primer dari ibu,. Virus dapat
ditularkan kepada bayi melalui ASI, melalui transfusi darah penularan
mungkin terjadi melalui lekosit. Ditemukan bahwa CMV di ekskresikan oleh
sebagian besar anak-anak di tempat penitipan, hal ini bisa menjadi sumber
infeksi bagi masyarakat. Penularan melalui hubungan seks ini dilihat dari
penderita dikalangan homoseksual yang berhubungan seks dengan banyak
pasangan.Virus di ekskresikan melalui urin dan air ludah selama beberapa
bulan dan tetap bertahan atau akan muncul secara periodik selama beberapa
tahun sesudah infeksi primer. Sesudah infeksi neonatal, virus mungkin di
ekskresikan selama 5 – 6 tahun. Orang dewasa mengekskresikan virus dalam
jangka waktu yang lebih pendek, namun virus akan tetap ada sebagai infeksi
laten.

2.4.8 Pengobatan
Obat-obat spesifik yang memberikan harapan untuk terapi pada
penyakit CMV adalah:
1. Ganciclovir (D H P G – dihydroxy – 2 propoxy methyl – guarine)
Dosis intravena: 5 - 7,5 mg per kg berat badan
Dosis oral untuk dewasa: 3 x 1 gr atau 6 x 500 mg
2. Foscarnet (Fosfonoformate)
Dosis intravena: 60 – 90 mg/kg BB/hari
3. Imunoglobulin yang mengandung titer antibodi anti CMV yang tinggi
4. Valaciclovir dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksi untuk
penyakit akibat infeksi CMV pada individu dengan imunokompromais

14
2.4.9 Pencegahan
1) Menjaga kebersihan atau sanitasi.
2) Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang
seronegatif dengan darah donor dengan seropositif CMV.
3) Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositif CMV
kepada resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat dihindari,
maka pemberian IG hiperimun atau pemberian antivirus profilaktik
mungkin menolong.

2.5. Herpes Simplex Virus (HSV)


Herpes Simplex Virus adalah virus DNA
yang dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit
yang ditandai dengan adanya vesikel yag
berkelompok di atas kulit yang sembab.

2.5.1 Ciri-ciri
 Melakukan replikasi di dalam inti sel
 Membentuk intranuclear inclusion body
 Pada lesi terdapat central intranuclear inclusion body eosinofilik yang
ireguler yang dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada tipe
membran inti
 Pembungkus berasal dari selaput inti sel yang terinfeksi yang mengandung
lipid, karbohidrat, dan protein.
 Genom ADN beruntai-untai ganda (BM 85-106x106) berbentuk lurus.
 Tipe 1 dan 2 memperlihatkan 50% urutan homologi.

2.5.2. Klasifikasi
Filum : Herpesviridae
Subfamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Simpleksvirus
Spesies : Herpes simplex virus II
Herpes simplex virus tergolong anggota virus herpes yang primer
menimbulkan penyakit pada manusia yang menimbulkan kerusakan sel yang
sangat cepat dan kemampuan menimbulkan infeksi laten khususnya pada
ganglion sensorik.

15
2.5.3. Struktur Anatomi

2.5.4. Patogenesis
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang
dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus
menembus permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak
terluka bersifat resisten). HSV 1 ditransmisikan melalui sekresi oral, virus
menyebar melalui droplet pernapasan atau melalui kontak langsung dengan
air liur yang terinfeksi. Ini sering terjadi selama berciuman, atau dengan
memakan atau meminum dari perkakas yang terkontaminasi. HSV 1 dapat
menyebabkan herpes genitalis melalui transmisi selama seks oral-genital.
Karena virus ditransmisikan melalui sekresi dari oral atau mukosa (kulit)
genital, biasanya tempat infeksi pada laki-laki termasuk batang dan kepala
penis, skrotum, paha bagian dalam, anus.
Pada wanita yaitu labia, vagina, serviks, anus, paha bagian dalam.
Mulut juga dapat menjadi tempat infeksi bagi keduanya. Penyebaran herpes
genitalis atau Herpes Simpleks 2 dapat melalui kontak langsung antara
seseorang yang tidak memiliki antigen terhadap HSV 2 dengan seseorang
yang terinfeksi HSV 2. Kontak dapat melalui membran mukosa atau kontak
langsung kulit dengan lesi. Transmisi juga dapat terjadi dari seorang pasangan

16
yang tidak memiliki luka yang tampak. Kontak tidak langsung dapat melalui
alat-alat yang dipakai penderita karena HSV 2 memiliki envelope sehingga
dapat bertahan hidup sekitar 30 menit di luar sel.

2.5.5. Gejala Klinis


1. HSV-1 (kulit, mukosa mata, mulut, hidung, telinga)
Vesicles-vesicles di sekitar mulut, acute ginggivostomatitis.
Primary HSV-1 infection dapat menyebabkan follicular
congjungtivitis dengan chemosis, edema dan corneal ulcer. Herves
labialis dan dendritic corneal ulcers paling sering merupakan
manifestasi recurren, HSV-1 infection. Pada keadaan parah dapat
menyebabkan HSV encephalitis.
2. HSV-2 (kulit, mukosa alat kelamin dan sekitar anus )
Infeksi pada genital dapat menyebabkan infeksi pada bayi pada
waktu proses kelahiran. Sebagian besar bayi mendapat infeksi HSV-2
pada ibu hamil asymptomatic. Ulcerative lesion, pain fever, dysuria,
Lymphadenopathy selalu dijumpai.

2.5.6. Diagnosis
1. Pemeriksaan Serologis: pemeriksaan yang paling baik dilakukan untuk
menentukan adanya infeksi HSV, juga untuk diagnosa primary infection
jika titer antibodi terjadi peningkatan 4 kali atau lebih.
2. Pemeriksaan : IgG anti HSV _ deteksi status imun
3. Pengambilan sampel untuk IgG setelah 2-7 minggu
Cara pemeriksaan : (1). Citology dan Histology, (2). Immunoflourescence,
(3). Enzim Immuno Assay dan Immunoblotting.

2.5.7 Penularan
- Siapa pun yang aktif secara seksual dapat tertular herpes kelamin
- Herpes menular melalui hubungan kulit dengan kulit. Hal ini terjadi saat
daerah kulit yang menular berhubungan dengan luka kecil pada kulit atau
selaput mukosa,terutama pada mulut dan kelamin
- Herpes kelamin dapat tertular melalui hubungan seks pada waktu ada
gejala dan kadang kala bila tidak ada gejala.

2.5.8. Pengobatan
Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus
adalah Asiklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang semuanya
berguna untuk mengatasi infeksi primer.

17
Nama Generik : Acyclovir
Nama Dagang : Clinovir (Pharos)
Indikasi : Untuk mengobati genital Herpes Simplex
Virus, herpes labialis, herpes zoster, HSV
encephalitis, neonatal HSV, mukokutan
HSV pada pasien yang memiliki respon
imun yang diperlemah
(immunocompromised), varicella-zoster.
Bentuk Sediaan : Tablet 200 mg, 400 mg.
Dosis dan Aturan Pakai : Pengobatan herpes simplex: 200 mg (400
mg pada pasien yang memiliki respon imun
yang diperlemah/immunocompromised atau
bila ada gangguan absorbsi) 5 kali sehari,
selama 5 hari. Untuk anak dibawah 2 tahun
diberikan setengah dosis dewasa. Diatas 2
tahun diberikan dosis dewasa. Pencegahan
herpes simplex kambuhan, 200 mg 4 kali
sehari atau 400 mg 2 kali sehari, dapat
diturunkan menjadi 200 mg 2atau 3 kali
sehari dan interupsi setiap 6-12 bulan.
Penggunaan obat lain
- Vidarabin
- Idoksuridin topical (untuk Herpes Simpleks pada selaput bening mata)
- Trifluridin

2.5.9. Pencegahan
1. Skrining dengan pemeriksaan TORCH ibu sebelum dan selama kehamilan.
2. Menghindari persalinan melalui jalan lahir bagi ibu yang menderita herpes
genital
3. Menghindari kontak dengan penderita dan alat-alat yang dipakainya.

18
BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan
TORCH adalah infeksi penyakit yang disebabkan oleh virus Toxoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri
dari HSV 1 dan HSV 2 serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya
lebih terbatas, misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia,
virus Polio, dan virus Coxsackie-B. Penyakit ini sangat berbahaya dan menyerang
siapa saja. Bagi ibu hamil dapat mengakibatkan keguguran, cacat pada bayi, juga
pada wanita belum hamil bisa akan sulit mendapatkan kehamilan.

3.2. Saran
Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui
media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari kemungkinan
tertular. Hidup bersih dan makan makanan yang dimasak dengan matang.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/21205459/rubella (25 April 2016)

https://www.academia.edu/8330996/makalah_mikrobiologi_virus_penyebab_peny
akit_cytomegalovirus_cmv_rubella_dan_human_papillomavirus (25 April 2016)

Tri Yuliantini, Ign Made Suwarba, Komang Kari, Dewi Sutriani Mahalini,
medicina• volume 44 nomor 3 • september 2013

Jakarta, S. P. (2008). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit FKUI.

Soedarto. (1990). Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Jakarta: Widya Medika.

Wheeler, V. W. (1998). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Airlangga.

20

Anda mungkin juga menyukai