Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Sosiologi Pendidikan

Sejak manusia dilahirkan di dunia ini, secara sadar maupun tidak, sesungguhnya ia
telah belajar dan berkenalan dengan hubungan-hubungan social yaitu hubungan
antara manusia dalam masyarakat. Hubungan sosial out dimulai dari hubungan
antara anak dengan orang tua kemudian meluas hingga ketetangga.

Dalam hubungan sosial tersebut terjadilah proses pengenalan dan proses pengenalan
tersebut mencakup berbagai budaya, nilai, norma dan tanggung jawab manusia,
sehingga dapat tercipta corak kehidupan masyarakat yang berbeda-beda dengan
masalah yang berbeda pula.

Sosiologi ini dicetuskan oleh Aguste Comte maka dari itu dia dikenal sebagai bapak
sosiologi, ia lahir di Montpellier tahun 1798. Ia merupakan seorang penulis
kebanyakan konsep, prinsip dan metode yang sekarang dipakai dalam sosiologi
berasal dari Comte. Comte membagikan sosiologi atas statika social dan dinamika
social dan sosiologi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:

1. Bersifat empiris yaitu didsarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya
tidak bersifat spekulatif.

2. Bersifat teoritis yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dan hasil observasi.

3. Bersifat kumulatif yaitu teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori yang ada
kemudian diperbaiki, diperluas dan diperhalus

4. Bersifat nenotis yaitu tidak mempersoalkan baik buruk suatu fakta tertentu tetapi
untuk menjelaskan fakta tersebut.

Comte mengatakan bahwa tiap-tiap cabang ilmu pengetahuan manusia mesti


melalui tiga tahapan perkembangan teori secara berturut-turut yaitu keagamaan
atau khayalan, metafisika atau abstrak dan saintifik atau positif.

Setelah selesai perang dunia II, perkembangan masyarakat berubah secara drastis
dimana masyarakat dunia mengingnkan adanya perubahan dalam menyahuti
perkembangan dan kebutuhan baru terhadap penyesuaian perilaku lembaga
pendidikan. Oleh karena itu disiplin sosiologi pendidikan yang sempat tenggelam
dimunculkan kembali sebagai bagian dari ilmu-ilmu penting dilembaga pendidikan.

Menurut pendapat Drs. Ary H. Gunawan, bahwa sejarah sosiologi pendidikan terdiri
dari 4 fase, yaitu:

a. fase pertama, dimana sosiologi sebagai bagian dari pandangan tentang


kehidupan bersama filsafat umum. Pada fase ini sosiologi merupakan cabang filsafat,
maka namanya adalah filsafat sosial.
b. Dalam fase kedua ini, timbul keinginan-keinginan untuk membangun susunan
ilmu berdasarkan pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa nyata (empiris).
Jadi pada fase ini mulai adanya keinginan memisahkan diri antara filsafat dengan
sosial.

c. sosiologi pada fase ketiga ini, merupakan fase awal dari sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri. Orang mengatakan bahwa Comte adalah “bapak
sosiologi”, karena ialah yang pertama kali mempergunakan istilah sosiologi dalam
pembahasan tentang masyarakat.

Sedangkan Saint Simon dianggap sebagai “perintis jalan” bagi sosiologi. Ia


bermaksud membentuk ilmu yang disebut “Psycho-Politique”.

Dengan ilmu tersebut Saint Simon dan juga Comte mengambil rumusan dari Turgot
(1726-1781) sebagai orang yang berjasa terhadap sosiologi, sehingga sosiologi
menjadi tumbuh sendiri.

d. pada fase yang terakhir ini, ciri utamanya adalah keinginan untuk bersama-sama
memberikan batas yang tegas tentang obyek sosiologi, sekaligus memberikan
pengertian-pengertian dan metode-metode sosiologi yang khusus. Pelopor sosiologi
yang otonom dalam metodenya ini berada pada akhir abad 18 dan awal 19 antara
lain adalah Fiche, Novalis, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain.

D. Tujuan dan Kegunaan Sosiologi


Francis Broun mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan
pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu
memproleh dan mengorganisasi pengalamannya. Sedang S. Nasution mengatakan
bahwa sosiologi pendidikan adalah Ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara
mengendalikan proses pendidikan untuk memproleh perkembangan kepribadian
individu yang lebih baik. Dari kedua pengertian dan beberapa pengertian yang telah
dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan sosiologi
pendidikan, yaitu sebagai berikut:

1. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam


keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal ini harus diperhatiakan
pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan
pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang
religius, setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang religius pula.
Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cendrung
memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.
2. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan
social. Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan
kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki
ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih
tinggi pula (serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah
kesejahteraan social). Disamping itu dengan pengetahuan dan keterampilan yang
banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas social.
3. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam
masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalammasyarakat sering
disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan itu berada.
Misalnya, perguruan tinggi bisa didirikan di tingkat propinsi atau minimal
kabupaten yang cukup animo mahasiswanya serta tersedianya dosen yang
bonafid.
4. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi orang-orang
terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social. Peranan/aktivitas warga yang
berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang maju dan berkembang
kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan- segan
berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam memajukan
kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak dari
peningkatan taraf hidup social.
5. Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan
pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional
harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa tersebut.
Seperti di Indonesia, Pancasila sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa
Indonesia harus menjadi dasar untuk menentukan tujuan pendidikan Nasional
serta tujuan pendidikan lainnya. Dinamika tujuan pendidikan nasional terletak
pada keterkaitanya dengan GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun sekali ditetapkan
dalam Sidang Umum MPR, dan disesuaikan dengan era pembangunan yang
ditempuh, serta kebutuhan masyarakat dan kebutuhan manusia.
6. Menurut E. G Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama memberi kepada
guru- guru (termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang
pendidikan) latihan – latihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat
memberikan sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan.
Menurut pendapatnya, sosiologi pendidikan tidak hanya berkenaan dengan
proses belajar dan sosialisasi yang terkait dengan sosiologi saja, tetapi juga segala
sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat dianalis sosiologi. Seperti sosiologi
yang digunakan untuk meningkatkan teknik mengajar yaitu metode sosiodrama,
bermain peranan (role playing) dan sebagainya.dengan demikian sosiologi
pendidikan bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga untuk
mengalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami hubungan antara
manusia di sekolah serta struktur masyarakat. Sosiologi pendidikan tidak hanya
mempelajari masalah – masalah sosial dalam pendidikan saja, melainkan juga
hal – hal pokok lain, seperti tujuan pendidikan, bahan kurikulum, strategi
belajar, sarana belajar, dan sebagainya. Sosiologi pendidikan ialah analisis ilmiah
atas proses sosial dan pola- pola sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan.
Jika dilihat zaman peradaban yunani pada masa Plato (427-327 BC), pendidikannya
lebih mengutamakan penciptaan manusia sebagai pemikir, kemudian sebagai ksatria
dan penguasa. Pada zaman Romawi, seperti masa kehidupan Cicero (106-43 BC),
pendidikan mengutamakan penciptaan manusia yang hmanistis. Pada abad
pertengahan, pendidikan mengutamakan menjadikan manusia sebagai pengabdi
Khalik (baik versi Islam maupun versi Kristiani). Pada abad pertengahan (1600-an-
1800-an), melahirkan teori Nativisme (Rousseau, 1712-1778), Empirisme oleh Locke
(1632-1704) dan konvergensi oleh Stern (1871-1939). Semuanya cendrung kepada
nilai individu anak sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang unik.

Menurut Nasution ada beberapa konsep tentang tujuan Sosiologi Pendidikan, antara
lain sebagai berikut: (1) analisis proses sosiologi (2) analisis kedudukan pendidikan
dalam masyarakat, (3) analisis intraksi social di sekolah dan antara sekolah dengan
masyarakat, (4) alat kemajuan dan perkembangan social, (5) dasar untuk
menentukan tujuan pendidikan, (6) sosiologi terapan, dan (7) latihan bagi petugas
pendidikan.

Konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan di atas menunjukkan bahwa aktivitas


masyarakat dalam pendidikan merupakan sebuah proses sehingga pendidikan dapat
dijadikan instrument oleh individu untuk dapat berintraksi secara tepat di
komunitas dan masyarakatnya. Pada sisi yang lain, sosiologi pendidikan akan
memberikan penjelasan yang relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga
setiap individu sebagai anggota masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan dan perkembangan berbagai fenomena yang muncul dalam
masyarakatnya.

Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya untuk mempercepat dan meningkatkan


pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, sosiologi pendidikan
tidak akan keluar darim upaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan
tercapai menurut pendidikan itu sendiri. Secara universalm tujuan dan fungsi
pendidikan itu adalah memanusiakan manusia oleh manusia yang telah memanusia.
Itulah sebabnya system pendidikan nasional menurut UUSPN No. 2 Tahun 1989
pasal 3 adalah “ untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan
tujaun nasional”. Menurut fungsi tersebut jelas sekali bahwa pendidikan
diselenggarakan adalan: (1) untuk mengembangkan kemampuan manusia Indonesia,
(2) meningkatkan mutu kehidupan manusia Indonesiam (3) meningkatkan martabat
manusia Indonesia, (4) mewujudkan tujuan nasional melalui manusia-masusia
Indonesia. Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan untuk manusia Indonesia
sehingga manusia Indonesia tersebut memiliki kemampuan mengembangkan
diri,mmeningkatkan mutu kehidupan, meninggikan martabat dalam ragka mencapai
tujuan nasional.

Kegunaan atau faedah sosiologi untuk kehidupan sehari-hari, yaitu:

1. Untuk pekerjaan sosial, sosiologi memberikan gambaran/pengertian tentang


berbagai problem sosial, sehingga dapat dicari solusinya secara tepat dan akurat.

2. Untuk pembangunan pada umumnya, sosiologi memberikan pengertian tentang


masyarkat secara luas, sehingga dengan gambaran tersebut para perencana dan
pelaksana pembangunan dapat mencari pola pembangunan yang paling sesuai agar
berhasil.

Anda mungkin juga menyukai