Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi
atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan
merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit1. Akibat
adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan
berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ
mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan
juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah2.

Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung


kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-
negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa
ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan
kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai
pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara
5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan
sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura2.

Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura ini,


yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya
sehingga hasilnya akan memuaskan2. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka
penulis berkeinginan menyajikan informasi mengenai efusi pleura agar dapat
menjadi bahan masukan kepada diri penulis dan kita semua dapat mendiagnosis
serta memberikan terapi yang tepat pada penderita efusi pleura.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pleura


Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis
dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial,
jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat
tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura
viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma,
dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru
dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini
berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini
bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura
viseralis dan parietalis, diantaranya1,2,3.

1. Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit,
dibawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-
serat elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a.
Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat pada jaringan paru
Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.
2. Pleura Parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung
kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan
banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan
alirannya sesuai dengan dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari
dinding dada di atasnya Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura.

2
Gambar 1. Anatomi Pleura

2.2 Fisiologi dan Fungsi Pleura


Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat
bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.

Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa
mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial
dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.

Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih


besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga
dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga
pleura1.

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa

3
jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml1. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih
dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari
rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan
permukaan lateral pleural parietalis3. Oleh karena itu, ruang pleura (ruang
antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena
ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang
jelas1,2,3.

Gambar 2. Fisiologi pertukaran cairan dalam ruang pleura.


2.3 Efusi Pleura
2.3.1 Definisi

Efusi pleura adalah kumpulan cairan abnormal yang ada di ruang pleura,
biasanya akibat produksi cairan berlebih dan / atau penurunan penyerapan limfatik.
Hal ini adalah manifestasi paling umum dari penyakit pleura, dan etiologinya
berkisar pada spektrum dari gangguan kardiopulmoner dan / atau kondisi inflamasi
sistemik hingga keganasan.11

4
2.3.2 Epidemiologi

Prevalensi di Amerika Serikat diperkirakan setidaknya 1,5 juta kasus per


tahun. Sebagian besar kasus ini disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
pneumonia bakteri, keganasan, dan emboli paru. Perkiraan prevalensi efusi pleura
adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara industri, dengan distribusi
etiologi yang terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya. Secara umum,
kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin. Namun, penyebab
tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari efusi pleura ganas
terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan berhubungan dengan
keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus
eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada
pria.12

2.3.3 Etiologi

Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini


memperlihatkan adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan
onkotik dalam pembuluh darah pleura viseral dan parietal dan drainase limfatik
luas. Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik2.

Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non-
pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura
sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme yang ikut serta dalam
memainkan peran pembentukan efusi pleura adalah:

1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, peradangan,


keganasan, emboli paru).
2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya,
hipoalbuminemia, sirosis).

5
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah
(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru,
obat hipersensitivitas, uremia, pankreatitis).
4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik
dan/atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom
vena kava superior).
5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru
penuh (misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma).
6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk
obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma).
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma
melalui limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis
peritoneal).
8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral.
9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten
menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura.
10. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis,
pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang
menembus ke rongga pleura), karena tumor dan trauma.
2.3.4 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan dan kimiawi, yaitu transudat dan eksudat.
Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan
tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan
pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus
mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan
eksudat1,2,3. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:

1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
merupakan cairan transudat. Transudat terjadi apabila terjadi

6
ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid
osmotik, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura
melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada:

a. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik.


b. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner.
c. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura.
d. Menurunnya tekanan intra pleura.
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

a. Gagal jantung kiri (terbanyak).


b. Sindrom nefrotik.
c. Obstruksi vena cava superior.
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek
diafragma atau masuk melalui saluran getah bening).
2. Eksusdat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran
kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein
berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi
proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah
pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat
atau kuboidal dan berakibat pengeluaran cairan ke dalam rongga
pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah
karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran
protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan
menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.

7
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia).


b. Tumor pada pleura.
c. Iinfark paru.
d. Karsinoma bronkogenik.
e. Radiasi.
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus
Eritematosis).
2.3.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada
keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam
keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi
melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan
tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial
kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi
karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid
osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya
sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah
terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial1,2,3,4.

Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh


peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini
mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks1,2,3,4. Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura, sehingga


meningkatkan pembentukan cairan pleura melalui pengaruh

8
terhadap hukum Starling. Keadaan ini dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada
atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura
visceralis.
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik
lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura.
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa
menyebabkan transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga
pleura.
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena
sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan
kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan
bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila
cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup
besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang
nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan
menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau
tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui
pemeriksaan analisa gas darah.

2.3.6 Manifestasi klinis


Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh
penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignansi dapat mengakibatkan
dispnea dan batuk. Derajat efusi akan menentukan keparahan gejala.
Kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala

9
demam, ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang
lain1,2,3,4,5.

1. Dari anamnesa didapatkan :


a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat
permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan
apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau
cairannya penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama
apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk
berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada
empiema
2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat
d. Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau
diraba pada treakhea
3. Nyeri dada pada pleuritis
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam
dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis
tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi
dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya
dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa
menjalar ke daerah lain :

a. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang


dipersarafi oleh nervus intercostal terbawah bisa menyebabkan
nyeri pada dada dan abdomen.

10
b. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus
phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan
bahu.
2.3.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa
efusi pleura antara lain4,5,6.

1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan. Foto dada juga dapat menerangkan
asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang
membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif
pada keganasan, dan adanya densitas parenkim yang lebih keras
pada pneumonia atau abses paru.

Gambar 3. Efusi Pleura dextra Gambar 4. Efusi Pleura sinistra

2. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan
dalam rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan
dada.

11
Gambar 5. Gambaran usg abdomen pada efusi pleura

3. CT Scan dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas
cairan dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan
dalam menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya
saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya
terlalu mahal.

Gambar 6. CT Scan dada yang memperlihatkan efusi pleura


hemithorax sinistra

4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis. Torakosentesis adalah

12
pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh
pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diuagnostik maupun terapeutik.

5. Biopsi pleura
Apabila dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya
maka dilakukan biopsy, contoh pengambilan sampel yaitu lapisan
pleura sebelah luar untuk dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau
beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75%
diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila
ternaya hasil biopsi pertama tidak dirasa cukup, dapat dilakukan
beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun
telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara lain
pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada
dinding dada.

6. Analisa cairan pleura


Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :

a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan
(serous-xantho-ctrorne). Apabila berwarna kemerah-merahan,
ini dapat diakibatkan oleh trauma, infark paru, keganasan.
adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan
agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah
tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena amoeba.

b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

13
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.
- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
- Rivalta negatif positif
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan secara biokimia
dilakukan juga pada cairan pleura yaitu:

- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada


penyakit-penyakit infeksi, artitis reumatoid dan
neoplasma
- kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan
metastasis adenokarsinoma.
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura berperan penting
untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-
sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.

- Sel neutrofil : menunjukkan adanya infeksi akut.


- Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum.
- Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan
adanya infark paru. biasanya juga ditemukan banyak sel
eritrosit.
- Sel mesotel maligna : pada mesothelioma.
- Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis
rheumatoid.
- Sel L.E : pada lupus eritematosus sistemik.

14
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen,
(menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob.
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura
adalah: Pneumokokus, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas,
Entero-bacter. Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan
sensitifitas sampai 20%. Pemeriksaan laboratorium terhadap
cairan pleura dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah,


sel jaringan
Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap seum
> 0,5 menunjukkan suatu eksudat
Laktat dahidrogenase Bila terdapat organisme, menunjukkan
empiema
Pewarnaan Gram dan Biakan kuman aerob dan anerob, biakan
tahan asam jamur dan mikobakteria harus ditanam pada
lempeng
Biakan Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila
gula darah normal menunjukkan infeksi
atau penyakit reumatoid
Glukosa Meningkat pada pankreatitis, robekan
esofagus
Amylase Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2
pH dapat diharapkan untuk sembuh tanpa
drainase kecuali bila berlokusi. Keadaan
dengan pH < 7,0 menunjukkan infeksi yang

15
memerlukan drainase atau adanya robekan
Sitologi esophagus.
Hematokrit Dapat mengidentifikasi neoplasma
Pada cairan efusi yang banyak darahnya,
dapat membantu membedakan hemotoraks
Komplemen dari torasentesis traumatik
Dapat rendah pada lupus eritematosus
Preparat sel LE sistemik
Bila positif, mempunyai korelasi yang
tinggi dengan diagnosis lupus aritematosus
sistemik

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan
pada kasus-kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses
paru dan lain-lain.

8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan
emboli paru..

9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)


Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau
tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada
dinding dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks).
Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap dan udara
dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura. Dengan memakai
bronkoskop yang lentur dilakukan beberapa biopsy.

16
2.3.8 Diagnosis
1. Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita
membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau
tidur miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila
berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa
dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah
cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena
cembung selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan.
Fremitus vokal melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan
suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum
terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat
mungkin disebabkan oleh keganasan

3. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam
mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun
dalam menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan
yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila
jumlah cairan di atras 300 ml. Foto toraks dengan posisi Posterioe
Anterior akan memperjelas kemungkinan adanya efusi pleura
masif. Pada sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan
pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi yang sehat.

4. Torakosentensi
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai
diagnostik juga sebagai terapeutik.

17
2.3.9 Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena
cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada.
Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada
efusi pleura masif adalah sebagai berikut:1,2,3,4,5,6.

1. Obati penyakit yang mendasarinya


a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hemotoraks biasanya
dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut
bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan
bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).
Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat
dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan
pembedahan

b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan
atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat
aliran getah bening.

c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran
nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di
dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit
dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat
sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari
pleura (dekortikasi).

18
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin,
INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu
6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada
pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan
cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan
eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis.
Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-
kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik
(Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis
diturunkan)2.

2. Torakosentesis
Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega);
jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan
Pare menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-
30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari
berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu
dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi
pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.

a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada,


perasaan tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum
lainnya, yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah
melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan
sudah berubah menjadi pyotoraks.
e. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati
6 minggu, namun cairan masih tetap banyak.

19
3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik
dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan
dengan lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan
lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama
beberapa jam sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang
terlalu cepat akan menyebabkan distres pada pasien dan di samping
itu dapat timbul edema paru2.

4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga
akan mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini
dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi
karena keganasan. Sebelum dilakukan pleurodesis, cairan
dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam
keadaan mengembang pleurodesis dilakukan dengan memakai
bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam rongga pleura.
Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk
menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan
yang dapat dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini yaitu :
Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, Fluro
urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin 2.

5. Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :


a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini
jarang dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah
mengalami kegagalan setelah mendapat tindakan WSD,
pleurodesis kimiawi, radiasi dan kemoterapi sistemik,
penderita dengan prognosis yang buruk atau pada empiema
atau hemotoraks yang tak diobati

20
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu
menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum
sehingga cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini
dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis maupun
pleurodesis tidak memberikan hasil yang memuaskan;
misalnya tumor atau trauma pada kelenjar getah bening2.

Gambar 7. Algoritma penatalaksanaan efusi pleura.

21
2.3.10 Komplikasi
1. Infeksi
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi
setelah tindakan torasentesis (empiema sekunader). Empiema
primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan
antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal
dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah
hasil biakan diketahui2.

2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi
dengan membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga
dapat menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam.
Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan
untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru.
Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah
diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka waktu ini
lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik)
sehingga pengangkatannya lebih mudah1,3,5.

2.3.11 Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi
yang mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis
dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi
daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini.

Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan


kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup
kurang dari 1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap
kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin
untuk dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup,
dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma.

22
Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya
dapat di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi
parapneumonik yang tidak terobati atau tidak tepat dalam
pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif4,5.

23
BAB III

ILUSTRASI KASUS

3.I IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 60 tahun

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Batu belah 02/02 Kampar

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 13 Januari 2018

Tanggal Pemeriksaan : 16 Januari 2018

Ruang Rawat : Pejuang ( Abbas )

No. RM :15-48-50

3.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)

1. KELUHAN UTAMA : Sesak napas

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:

 Pasien mengalami sesak napas yang dirasakan sejak 2 jam SMRS.


Pasien mengatakan sesak napas sudah dirasakan sejak 2 hari yang
lalu dan semakin berat 2 jam SMRS. Sesak napas dirasakan pasien
saat melakukan aktivitas dan sesak napas juga timbul jika pasien
berada pada keadaan cuaca suhu yang dingin.

24
 Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 2 minggu yang lalu. Batuk
tersebut memperberat sesak napas. Batuk yang dialami pasien
disertai dengan dahak yang berawarna hijau, kental, dan mudah
dikeluarkan. Pada saat batuk sesak yang yang dirasakan pasien
semakin berat. Pasien mengaku tidak pernah mengalami batuk
darah.
 Pasien juga mengalami nyeri dada yang dirasakan sejak 1 minggu
yang lalu. Nyeri dada dirasakan pada dada kiri. Nyeri dada dirasakan
hilang timbul dan semakin nyeri pada saat batuk.
 Pasien mengeluhkan terkadang sakit kepala yang hilang timbul.
 Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati, mual dan tidak muntah sejak 2
hari yang lalu.
 Pasien juga mengalami demam sejak 2 hari yang lalu. Pasien
mengaku badan terasa panas dan menngigil serta pasien mengalami
keringat dingin pada malam hari.
 Pasien mengaku diare sejak 2 hari yang lalu, BAB berdarah
disangkal pasien.
 Tidak terdapat keluhan BAK dan kencing berdarah disangkal
pasien.
 Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan yang sudah
dirasakan sejak 4 hari yang lalu dan pasien hanya makan sedikit.
 Pasien juga mengaku mengalami penurunan berat badan sejak 6
bulan yang lalu. Pasien menimbang berat badan dari 65 kg hingga
di ukur timbangan terakhir menjadi 55 kg.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Pasien memiliki riwayat asma. Pasien tidak pernah memiliki riwayat

keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing

manis disangkal. Pasien juga tidak pernah di rawat di rumah sakit.

25
4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat keluhan dan

penyakit yang sama dengan pasien. Keluarga tidak ada yang memiliki

riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis.

5. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIASAAN

Pekerjaan pasien adalah pensiunan dan sekarang sudah tidak bekerja

lagi. Pasien mengaku sudah merokok lebih dari 40 tahun yang lalu. Pasien

mengaku menghabiskan sekitar 2 bungkus rokok dalam sehari dan riawayat

minum alkohol disangkal pasien.

Indeks Brinkman (IB) = Jumlah rokok (batang) x lama merokok (tahun)

IB = 2(12)x 40 = 960 (>600) (Perokok Berat)

3.3 PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Suhu tubuh : 37,3 0C

Frekuensi denyut nadi: 100 X/menit

Frekuensi nafas : 30 X/menit

3.4 PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :

A. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

GCS : E:4 V:5 M:6

Tinggi badan : 170 cm

26
Berat badan : 55 kg

Status gizi : 19 (normoweight)

B. Pemeriksaan Kepala

Mata :

Conjungtiva : Tidak anemis

Sclera : Tidak ikterik

Pupil : Isokor

Relfeks cahaya : (+/+)

Telinga : Tidak ada keluar sekret dari telinga

Tidak terdapat nyeri tekan telinga

Tidak terdapat massa pada telinga

Hidung : Tidak terdapat deviasi septum nasi

Tidak keluar sekret berbau

Mulut : uvula berada ditengah

Tidak terdapat hiperemis di faring

Lidah tidak kotor

Kairies pada sabagian gigi

27
C. Pemeriksaan Leher

Inspeksi : Tidak tampak pembesaran KGB

Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB

Pemeriksaan trakea : Terdapat deviasi trakea

Pemeriksaan kelenjar tiroid : Dalam batas normal

Pemeriksaan tekanan vena sentral : 5+3 cmH2O

D. Pemeriksaan Thorak

Paru

Inspeksi :

- Statis : Dinging dada kiri lebih cembung dibandingkan

kanan

- Dinamis : Pergerakan pengembangan dinding dada simetris

antara kanan dan kiri

Palpasi : Fremitus taktil menurun pada paru kiri dibanding paru

kanan

Perkusi :

- Paru kanan : Sonor

- Paru kiri : Pekak

28
Auskultasi :

- Paru kanan : Suara nafas bronkhovesikuler, WH (-),

RH(+)

- Paru kiri : Suara nafas paru kiri meghilang

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS VI 2 cm medial linea

midclavicula sinistra

Perkusi :

- Batas atas : ICS II Linea parasternalis sinistra

- Batas kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra

- Batas kiri : ICS VI 2 cm lateral linea midclavicula

sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

E. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Supel, permukaan dinding abdomen cembung, warna kulit sama

dengan sekitarnya, distensi (-), skar (-)

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan lepas

29
Pemeriksaan ginjal :

Pemeriksaan nyeri ketok ginjal : Tidak terdapat Nyeri ketok ginjal

Pemeriksaaan hepar : Hepar tidak teraba

Pemeriksaan lien : Tidak terdapat pemnbesaran lien

Pemeriksaan asites : Tidak terdapat asites

F. Pemeriksaan ekstremitas

Atas : Akral hangat,CTR <2detik, tidak sianosis, edema (-)


Bawah : Akral hangat,CTR <2detik, tidak sianosis, edema (-)
3.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
1. Laboratorium
Darah lengkap

Hemoglobin : 12,7 gr%

Lekosit : 13,6 103/mm3

Hematokrit : 37,4 103/mm3

Trombosit : 597 103/mm3

Diabetes

GDS : 146 mg/dl

Fungsi Hati

SGOT : 22 U/L

SGPT : 30U/L

30
Fungsi Ginjal

Creatinin : 1,2 mg/dl


Ureum : 39 mg/dl
Mikrobiologi
Pewarnaan BTA : S1 : Positif (3+)
P : Positif (3+)
S2 : Positif (2+)
Kesan :
- Leukositosis
- BTA positif

Pemeriksaan Cairan Pleura


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Transudat Eksudat
Analisa Cairan Pleura

LDH - U/L < 200  200

Protein 4,7 g/dl <3  3

Jumlah Sel 590 mm3 < 500  500

Glukosa 81 mg/dl 55-140

Ph 7,5 - 7-8

PMN Sel 10 %

MN Sel 90 %

Rivalta Positif -

Warna Kuning agak keruh

Kesan : Cairan yang diperiksa kemungkinan adalah Eksudat

31
2. Radiologi
Rontgen

Gambar 8.
1. Trakea deviasi
2. Pada paru : - tampak infiltrat pada kedua lapang paru
- tampak kavitas
- tampak perselubungan homogen pada lapang paru kiri badan
lobus tengah dan bawah
- sudut kostophrenikus kanan lancip, kiri berselubung
3. Pada jantung terdorong ke kanan
4. Pada diafragma kiri berselubung
Kesan : TB Paru dengan Efusi Pleura Sinistra

32
Gambar 9.
1. Trakhea deviasi
2. Pada paru : - tampak infiltrat dikedua lapang paru
- sinus kanan lancip, kiri tumpul
- tampak perselubungan homogen pada sinus kostoprenikus kiri
3. Pada jantung : CTR 53 ( >50%) (Cardiomegalli)
Kesan : TB Paru + efusi pleura sinistra + Cardiomegalli
USG

Gambar 10. Hasil usg thorax dengan efusi pleura


Kesan : Efusi Pleura kiri

33
3.6 Resume
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tingkat kesadaran Komposmentis,
keadaan umum tampak sakit sedang, suhu 37,3oC, status IMT normoweight, pada
pemeriksaan leher, JVP 5 + 3 cmH2O. Pada pemeriksaan thoraks, tampak dinding
dada kiri lebih cembung dan terdapat keterlambatan gerak pada dada kiri. Freimtus
taktil menurun pada paru kiri, pada perkusi suara pekak pada paru sebelah kiri, pada
auskultasi suara nafas pada paru kiri meghilang. Pada palpasi jantung ictus kordis
teraba di ICS VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistra, batas kanan jantung ICS
IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS VI 2 cm sebelah lateral linea midclavikularis
sinistra ,batas atas jantung ICS IV linea parasternalis sinistra. Pada pemeriksaan
abdomen, perut tampak datar, bising usus (+), nyeri tekan epigastrium (-). Pada
pemeriksaan ektremitas, inferior edema (-/-).

3.7 Diagnosis Kerja


- Pleuritis TB Eksudativa Sinistra + CAP + Hipertensi
3.8 Diagnosis Banding

- Efusi Pleura ec TB Paru

- CAP

- Hipertensi

3.9 Rencana Pemeriksaan

• Analisa cairan efusi


• Pemeriksaan rontgen
• Pemeriksaan USG

34
3.8 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
- Pungsi Cairan pleura : pada tanggal 16 Januari 2018 dilakukan
pungsi pleura dan didapatkan 1000 ml cairan pleura dan pada
tanggal 17 Januari 2018 dilakukan pungsi pleura kedua
didapatkan 10 ml cairan pleura.
- Patuh minum obat
- Berhenti merokok
- Menggunakan masker dan membuang dahak di tempat air
mengalir dengan desinfektan
2. Farmakologi
- Drip Aminophilin 10ml dalam 500 RL 20 gtt/i
Injeksi

- Inj. Cebactam 1gr/12 jam


- Inj. Metylprednisolone 125mg/12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Inj. Farmavon 2mg/8jam
PO

- Pro TB 4 1x2 tab


- B6 10 mg 1x1 tab
- Pro hepar 2x1
- Tracetat Syr 3x1Cth
- Sucralfat Syr 3x1Cth
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

35
Follow Up

Hari/Tanggal

Minggu Subjective : Sesak napas (+)


14/01/2018 Batuk (+) Dahak(+)
Nyeri ulu hati(+)
Objective : TD : 140/70 mmHg
RR : 27x/m
HR : 85x/m
T : 36,4oC
Assesment : CAP + Efusi Pleura + PPOK

Plan : Drip Aminophilin 10ml dalam 500 RL 20 gtt/i


- Nebu Combivent
Injeksi
- Inj. Cebactam /12 jam
- Inj. Metylprednisolone /12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Inj. Farmavon /8jam
PO
- Pro TB 4 1x2 tab
- B6 1x1
- Pro hepar 2x1
- Tracetat Syr 3x1 Cth
- Sucralfat Syr 3x1 Cth
Senin Subjective : Sesak napas (+)
15/01/2018 Batuk (+) Dahak(+)
Nyeri uli hati (+) berkurang

Objective : TD : 130/70 mmHg


RR : 22x/m
HR : 92x/m
T : 37oC
Assesment : CAP + PPOK + Efusi Pleura ec TB Paru

Plan : Drip Aminophilin 10ml dalam 500 RL 20 gtt/i

36
- Nebu Combivent
Injeksi
- Inj. Cebactam /12 jam
- Inj. Metylprednisolone /12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Inj. Farmavon /8jam
PO
- Pro TB 4 1x2 tab
- B6 1x1
- Pro hepar 2x1
- Tracetat Syr 3x1Cth
Selasa Subjective : Sesak napas (+) ↓
16/01/2018 Batuk (+) Dahak(+)
Nyeri ulu hati berkurang

Objective : TD : 130/70 mmHg


RR : 22x/m
HR : 88x/m
T : 36,8oC
Assesment : CAP + PPOK + Efusi Pleura ec TB Paru + TB
Paru

Plan : Drip Aminophilin 10ml dalam 500 RL 20 gtt/i


- Nebu Combivent
Injeksi
- Inj. Cebactam /12 jam
- Inj. Metylprednisolone /12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Inj. Farmavon /8jam
PO
- Pro TB 4 1x2 tab
- B6 1x1
- Pro hepar 2x1
- Tracetat Syr 3x1 Cth

37
Rabu Subjective : Sesak napas sudah berkurang
17/01/2018 Batuk mereda
Terdapat dahak
Nyeri ulu hati berkurang
Objective : TD : 130/60 mmHg
RR : 26x/m
HR : 72x/m
T : 36,2 oC
Assesment : CAP + PPOK + Efusi Pleura ec TB Paru

Plan : Drip Aminophilin 10ml dalam 500 RL 20 gtt/i


- Nebu Combivent
Injeksi
- Inj. Cebactam /12 jam
- Inj. Metylprednisolone /12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Inj. Farmavon /8jam
PO
- Pro TB 4 1x2 tab
- B6 1x1
- Pro hepar 2x1
- Tracetat Syr 3x1 Cth
Kamis Subjective : Sesak napas sudah berkurang
18/01/2018 Batuk mereda
Terdapat dahak
Nyeri ulu hati berkurang

Objective : TD : 140/70 mmHg


RR : 24x/m
HR : 85x/m
T : 36,3 oC
Assesment : CAP + PPOK + Efusi Pleura ec TB Paru

Plan : Drip Aminophilin 10ml dalam 500 RL 20 gtt/i


- Nebu Combivent
Injeksi
- Inj. Cebactam /12 jam

38
- Inj. Metylprednisolone /12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Inj. Farmavon /8jam
PO
- Pro TB 4 1x2 tab
- B6 1x1
- Pro hepar 2x1
- Tracetat Syr 3x1 Ct

39
BAB IV

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki dengan diagnosis Pleuritis TB


Eksudativa Sinistra+ CAP + Hipertensi yang ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang.
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengalami sesak napas sejak 2 jam
SMRS. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 2 minggu yang lalu berdahak
berwarna hijau dan kental. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri sejak
1 minggu yang lalu dan nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu. Demam sejak 2 hari
yang lalu dan keringat pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan penurunan nafsu
makan dan mengalami penuruan berat badan. Hal ini sesuai dengan teori dimana
manifestasi klinis dari efusi pleura ialah sesak napas pada daerah efusi, batuk
berdahak oleh karena infeksi TB Paru serta demam keringat malam hari, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi statis dinding dada kiri lebih
cembung pada keadaan dinamis pergerakan dinding dada kiri tertinggal. Palpasi
fremitus taktil menurun pada paru kiri dibanding paru kanan.Perkusi Paru kanan
Sonor dan Paru kiri Pekak. Auskultasi Paru kanan Suara nafas bronkhovesikuler,
WH (-), RH(+) dan Paru kiri Suara nafas menghilang.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan padpemeriksaan laboratorium
terdapat lukositosis, pemeriksaan sputum BTA SPS diperoleh hasil positif (+).
Pada pemeriksaan analisis cairan pleura di dapatkan kesan cairan berwarna kuning
keruh (eksudat). Pada foto rontgen dada, Trakea deviasi, Pada paru tampak infiltrat
pada kedua lapang paru, tampak kavitas tampak perselubungan homogen pada
lapang paru kiri badan lobus tengah dan bawah, sudut kostophrenikus kanan lancip,
kiri berselubung. Pada jantung sulit dinilai. Pada diafragma kiri berselubung. Kesan
TB Paru dengan Efusi Pleura Sinistra

40
BAB V

KESIMPULAN

Efusi pleura adalah penumpukkan cairan didalam rongga pleura akibat


transudasi atau eksudasi yang berlebihan. Akibat adanya carian yang cukup banyak
dalam rongga pleura, akan menyebabkan kapasitas paru akan berkurang dan juga
menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini
mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan
pada jantung dan sirkulasi darah.

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.


Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat badan yang
menurun seperti pada efusi yang lain. Efusi pleura harus segera mendapatkan
tindakan pengobatan karena cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam
rongga.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar


Lampung.
2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
3. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam,
Jilid II, edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38
4. Hanley, M. E. & Welsh, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in pulmonary
medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.
5. Rofiq ahmad. 2001. Thorax. http://emedicine.medscape.com/article/299959-
overview diakses tanggal 8 Mei 2013
6. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
7. Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
8. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
9. Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi
pleura/080308/thorax/weblog.htm.
10. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.

11. Diaz-Guzman E, Dweik RA. 2007 Diagnosis and management of pleural


effusions: a practical approach. Compr Ther. Winter. 33(4):237-46
12. Kamran Boka, MD. 2017. Plerual Efussion. Avaliable from ww.medscape.com

42

Anda mungkin juga menyukai