PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit,
dibawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-
serat elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a.
Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat pada jaringan paru
Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.
2. Pleura Parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung
kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan
banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan
alirannya sesuai dengan dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari
dinding dada di atasnya Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura.
2
Gambar 1. Anatomi Pleura
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa
mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial
dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa
3
jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml1. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih
dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari
rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan
permukaan lateral pleural parietalis3. Oleh karena itu, ruang pleura (ruang
antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena
ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang
jelas1,2,3.
Efusi pleura adalah kumpulan cairan abnormal yang ada di ruang pleura,
biasanya akibat produksi cairan berlebih dan / atau penurunan penyerapan limfatik.
Hal ini adalah manifestasi paling umum dari penyakit pleura, dan etiologinya
berkisar pada spektrum dari gangguan kardiopulmoner dan / atau kondisi inflamasi
sistemik hingga keganasan.11
4
2.3.2 Epidemiologi
2.3.3 Etiologi
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non-
pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura
sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme yang ikut serta dalam
memainkan peran pembentukan efusi pleura adalah:
5
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah
(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru,
obat hipersensitivitas, uremia, pankreatitis).
4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik
dan/atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom
vena kava superior).
5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru
penuh (misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma).
6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk
obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma).
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma
melalui limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis
peritoneal).
8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral.
9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten
menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura.
10. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis,
pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang
menembus ke rongga pleura), karena tumor dan trauma.
2.3.4 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan dan kimiawi, yaitu transudat dan eksudat.
Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan
tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan
pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus
mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan
eksudat1,2,3. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
merupakan cairan transudat. Transudat terjadi apabila terjadi
6
ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid
osmotik, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura
melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada:
7
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
8
terhadap hukum Starling. Keadaan ini dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada
atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura
visceralis.
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik
lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura.
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa
menyebabkan transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga
pleura.
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena
sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan
kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan
bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila
cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup
besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang
nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan
menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau
tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui
pemeriksaan analisa gas darah.
9
demam, ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang
lain1,2,3,4,5.
10
b. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus
phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan
bahu.
2.3.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa
efusi pleura antara lain4,5,6.
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan. Foto dada juga dapat menerangkan
asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang
membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif
pada keganasan, dan adanya densitas parenkim yang lebih keras
pada pneumonia atau abses paru.
2. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan
dalam rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan
dada.
11
Gambar 5. Gambaran usg abdomen pada efusi pleura
3. CT Scan dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas
cairan dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan
dalam menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya
saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya
terlalu mahal.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis. Torakosentesis adalah
12
pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh
pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diuagnostik maupun terapeutik.
5. Biopsi pleura
Apabila dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya
maka dilakukan biopsy, contoh pengambilan sampel yaitu lapisan
pleura sebelah luar untuk dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau
beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75%
diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila
ternaya hasil biopsi pertama tidak dirasa cukup, dapat dilakukan
beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun
telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara lain
pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada
dinding dada.
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan
(serous-xantho-ctrorne). Apabila berwarna kemerah-merahan,
ini dapat diakibatkan oleh trauma, infark paru, keganasan.
adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan
agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah
tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena amoeba.
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
13
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.
- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
- Rivalta negatif positif
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan secara biokimia
dilakukan juga pada cairan pleura yaitu:
14
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen,
(menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob.
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura
adalah: Pneumokokus, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas,
Entero-bacter. Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan
sensitifitas sampai 20%. Pemeriksaan laboratorium terhadap
cairan pleura dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
15
memerlukan drainase atau adanya robekan
Sitologi esophagus.
Hematokrit Dapat mengidentifikasi neoplasma
Pada cairan efusi yang banyak darahnya,
dapat membantu membedakan hemotoraks
Komplemen dari torasentesis traumatik
Dapat rendah pada lupus eritematosus
Preparat sel LE sistemik
Bila positif, mempunyai korelasi yang
tinggi dengan diagnosis lupus aritematosus
sistemik
7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan
pada kasus-kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses
paru dan lain-lain.
8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan
emboli paru..
16
2.3.8 Diagnosis
1. Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita
membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau
tidur miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila
berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa
dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah
cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena
cembung selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan.
Fremitus vokal melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan
suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum
terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat
mungkin disebabkan oleh keganasan
3. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam
mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun
dalam menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan
yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila
jumlah cairan di atras 300 ml. Foto toraks dengan posisi Posterioe
Anterior akan memperjelas kemungkinan adanya efusi pleura
masif. Pada sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan
pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi yang sehat.
4. Torakosentensi
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai
diagnostik juga sebagai terapeutik.
17
2.3.9 Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena
cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada.
Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada
efusi pleura masif adalah sebagai berikut:1,2,3,4,5,6.
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan
atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat
aliran getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran
nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di
dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit
dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat
sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari
pleura (dekortikasi).
18
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin,
INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu
6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada
pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan
cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan
eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis.
Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-
kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik
(Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis
diturunkan)2.
2. Torakosentesis
Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega);
jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan
Pare menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-
30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari
berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu
dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi
pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.
19
3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik
dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan
dengan lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan
lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama
beberapa jam sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang
terlalu cepat akan menyebabkan distres pada pasien dan di samping
itu dapat timbul edema paru2.
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga
akan mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini
dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi
karena keganasan. Sebelum dilakukan pleurodesis, cairan
dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam
keadaan mengembang pleurodesis dilakukan dengan memakai
bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam rongga pleura.
Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk
menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan
yang dapat dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini yaitu :
Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, Fluro
urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin 2.
20
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu
menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum
sehingga cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini
dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis maupun
pleurodesis tidak memberikan hasil yang memuaskan;
misalnya tumor atau trauma pada kelenjar getah bening2.
21
2.3.10 Komplikasi
1. Infeksi
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi
setelah tindakan torasentesis (empiema sekunader). Empiema
primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan
antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal
dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah
hasil biakan diketahui2.
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi
dengan membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga
dapat menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam.
Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan
untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru.
Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah
diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka waktu ini
lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik)
sehingga pengangkatannya lebih mudah1,3,5.
2.3.11 Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi
yang mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis
dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi
daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini.
22
Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya
dapat di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi
parapneumonik yang tidak terobati atau tidak tepat dalam
pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif4,5.
23
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Nama : Tn. A
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM :15-48-50
24
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 2 minggu yang lalu. Batuk
tersebut memperberat sesak napas. Batuk yang dialami pasien
disertai dengan dahak yang berawarna hijau, kental, dan mudah
dikeluarkan. Pada saat batuk sesak yang yang dirasakan pasien
semakin berat. Pasien mengaku tidak pernah mengalami batuk
darah.
Pasien juga mengalami nyeri dada yang dirasakan sejak 1 minggu
yang lalu. Nyeri dada dirasakan pada dada kiri. Nyeri dada dirasakan
hilang timbul dan semakin nyeri pada saat batuk.
Pasien mengeluhkan terkadang sakit kepala yang hilang timbul.
Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati, mual dan tidak muntah sejak 2
hari yang lalu.
Pasien juga mengalami demam sejak 2 hari yang lalu. Pasien
mengaku badan terasa panas dan menngigil serta pasien mengalami
keringat dingin pada malam hari.
Pasien mengaku diare sejak 2 hari yang lalu, BAB berdarah
disangkal pasien.
Tidak terdapat keluhan BAK dan kencing berdarah disangkal
pasien.
Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan yang sudah
dirasakan sejak 4 hari yang lalu dan pasien hanya makan sedikit.
Pasien juga mengaku mengalami penurunan berat badan sejak 6
bulan yang lalu. Pasien menimbang berat badan dari 65 kg hingga
di ukur timbangan terakhir menjadi 55 kg.
keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing
25
4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
penyakit yang sama dengan pasien. Keluarga tidak ada yang memiliki
lagi. Pasien mengaku sudah merokok lebih dari 40 tahun yang lalu. Pasien
Kesadaran : Composmentis
26
Berat badan : 55 kg
B. Pemeriksaan Kepala
Mata :
Pupil : Isokor
27
C. Pemeriksaan Leher
D. Pemeriksaan Thorak
Paru
Inspeksi :
kanan
kanan
Perkusi :
28
Auskultasi :
RH(+)
Jantung
midclavicula sinistra
Perkusi :
sinistra
E. Pemeriksaan Abdomen
Perkusi : Timpani
29
Pemeriksaan ginjal :
F. Pemeriksaan ekstremitas
Diabetes
Fungsi Hati
SGOT : 22 U/L
SGPT : 30U/L
30
Fungsi Ginjal
Ph 7,5 - 7-8
PMN Sel 10 %
MN Sel 90 %
Rivalta Positif -
31
2. Radiologi
Rontgen
Gambar 8.
1. Trakea deviasi
2. Pada paru : - tampak infiltrat pada kedua lapang paru
- tampak kavitas
- tampak perselubungan homogen pada lapang paru kiri badan
lobus tengah dan bawah
- sudut kostophrenikus kanan lancip, kiri berselubung
3. Pada jantung terdorong ke kanan
4. Pada diafragma kiri berselubung
Kesan : TB Paru dengan Efusi Pleura Sinistra
32
Gambar 9.
1. Trakhea deviasi
2. Pada paru : - tampak infiltrat dikedua lapang paru
- sinus kanan lancip, kiri tumpul
- tampak perselubungan homogen pada sinus kostoprenikus kiri
3. Pada jantung : CTR 53 ( >50%) (Cardiomegalli)
Kesan : TB Paru + efusi pleura sinistra + Cardiomegalli
USG
33
3.6 Resume
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tingkat kesadaran Komposmentis,
keadaan umum tampak sakit sedang, suhu 37,3oC, status IMT normoweight, pada
pemeriksaan leher, JVP 5 + 3 cmH2O. Pada pemeriksaan thoraks, tampak dinding
dada kiri lebih cembung dan terdapat keterlambatan gerak pada dada kiri. Freimtus
taktil menurun pada paru kiri, pada perkusi suara pekak pada paru sebelah kiri, pada
auskultasi suara nafas pada paru kiri meghilang. Pada palpasi jantung ictus kordis
teraba di ICS VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistra, batas kanan jantung ICS
IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS VI 2 cm sebelah lateral linea midclavikularis
sinistra ,batas atas jantung ICS IV linea parasternalis sinistra. Pada pemeriksaan
abdomen, perut tampak datar, bising usus (+), nyeri tekan epigastrium (-). Pada
pemeriksaan ektremitas, inferior edema (-/-).
- CAP
- Hipertensi
34
3.8 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
- Pungsi Cairan pleura : pada tanggal 16 Januari 2018 dilakukan
pungsi pleura dan didapatkan 1000 ml cairan pleura dan pada
tanggal 17 Januari 2018 dilakukan pungsi pleura kedua
didapatkan 10 ml cairan pleura.
- Patuh minum obat
- Berhenti merokok
- Menggunakan masker dan membuang dahak di tempat air
mengalir dengan desinfektan
2. Farmakologi
- Drip Aminophilin 10ml dalam 500 RL 20 gtt/i
Injeksi
35
Follow Up
Hari/Tanggal
36
- Nebu Combivent
Injeksi
- Inj. Cebactam /12 jam
- Inj. Metylprednisolone /12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Inj. Farmavon /8jam
PO
- Pro TB 4 1x2 tab
- B6 1x1
- Pro hepar 2x1
- Tracetat Syr 3x1Cth
Selasa Subjective : Sesak napas (+) ↓
16/01/2018 Batuk (+) Dahak(+)
Nyeri ulu hati berkurang
37
Rabu Subjective : Sesak napas sudah berkurang
17/01/2018 Batuk mereda
Terdapat dahak
Nyeri ulu hati berkurang
Objective : TD : 130/60 mmHg
RR : 26x/m
HR : 72x/m
T : 36,2 oC
Assesment : CAP + PPOK + Efusi Pleura ec TB Paru
38
- Inj. Metylprednisolone /12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Inj. Farmavon /8jam
PO
- Pro TB 4 1x2 tab
- B6 1x1
- Pro hepar 2x1
- Tracetat Syr 3x1 Ct
39
BAB IV
PEMBAHASAN
40
BAB V
KESIMPULAN
41
DAFTAR PUSTAKA
42