Anda di halaman 1dari 12

A.

Etiologi
Etiologi dari penyakit ini antara lain :
1. Salmonella typhii
2. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia.
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi.
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan mancanegara
ataumakanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella
Paratyphii C, merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus
dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan menyusup ke
dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan makanan yang
terkontaminasi dari urin dan feses yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari.
Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-4 dalam perjalanan penyakit. Orang yang
pernah menderita demam tifoid akan memperoleh kekebalan darinya, sekaligus sebagai
karier bakteri. Jadi, orang yang pernah menderita demam tifoid atau tifus akan menjadi
orang yang menularkan tifus pada yang belum pernahmenderita tifus.
B. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan dan Perforasi Usus
Didalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi
jaringan (S. Thypi intramakrofag akan menimbulkan reski hipersensitivitas tipe
lambat, hiperplasi organ, serta nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat
terjadi akibat akumulasi sel-sel mononuklear dalam dinding usus. Proses patologi
jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan
dapat mengakibatkan perforasi. Pada peyer patch yang terinfeksi dapat terbentuk
luka atau tukak yang berbentuk lonjong atau memanjang dalam sumbu usus. Bila
luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat
terjadi. Pada perforasi ileum, maka feses cair dan kuman kuman segera

1
mengkontaminir peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8
jam) baru menimbulkan gejala peritonitis.

b. Ileus Paralitik
Reaksi awal keradangan peritoneum adalah keluarnya eksudat fibrinosa
diikuti terbentuknya nanah dan perlekatan-perlekatan fibrinosa untuk melokalisisr
infeksi. Bila infeksi mereda, perlekata akan menghilang, tetapi bila proses akan
berlanjut terus maka pita-pita perlengketan peritoneum akan sampai ke bagian
lengkung usus ataupu organ-organ. Eksudasi cairan dapat berlebihan hingga
menyebabkan dehidrasi yang terjadi penumpiukan cairan di rongga peritoneal.
Cairan dan elektrolit tadi akan masuk kedalam lumen usus dan menyebabkan
terbentuknya sekuestrasi. Dengan disertai perlekatan perlekatan usus, maka
dinding usus menjadi atonia. Atonia dinding usus menyebabkan permeabilitas
dinding usus terganggu mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
oliguri. Sedangkan perlekatan-perlekatan menyebabkan ileus paralitik atau
obstruksi. Ileus menyebabkan kembung, mual, muntah, sedangkan reaksi
inflamasi menyebabkan febris.

2. Komplikasi Ekstraintestinal,

1. Bronchitis dan Bronchopneumonia


Pada sebagian besar kasus, didapatkan batuk. Biasanya bersifat ringan dan
oleh bronchitis. Pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat
timbul pada awal sakit atau masa akut. Komplikasi yang biasa banyak
terjadi adalah abses paru efusi, dan empiema.
2. Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada hari kedua dengan
gejala dan tanda klinis yang tidk khas. Bila terjadi kolestititis maka
penderita cenderung untuk menjadi seorang karier.
3. Tifoid Ensefalopati

2
Ensefalopati merupakan gejala dan tanda klinis tifoid berupa: demam
tinggi, kesadaran menurun, muntah-muntah.
4. Meningitis
Meningitis yang dikarenakan Salmonella typhi sering didapatkan pada
neonatus atau bayi dibandingkan dengan anak. Gejala klinis yang timbul
tidak khas sehingga diagnosis sering terlambat. Penyebab tersering adalah
Salmonella havana dan Salmonella oranemburg.13

5. Miokarditis
Komplikasi ini pada anak masih jarang dilaporkan, serta gambaran klinis
yang tidak khas. Insidennya terutama pada anak usia 7 tahun ke atas serta
sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG dapat
bervariasi, antara lain: sinus takikardi, depresi segmen ST, perubahan
gelombang I, AV blok tingkat I, aritmia, supraventrikular takikardi.
6. Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla yakni: hepatomegali, ikterik,
kelainan laboratorium (antara lain : bilirubin >30,6 umol/l, peningkatan
SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), dan kelainan histopatologi.
7. Karier kronik
Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit
demam tifoid tapi mengandung kuman salmonella tifoid pada sekretnya.
Mengingat karier sangat penting dalam hal penularan yang tersembunyi,
maka penemuan kasus sedini mungkin serta pengobatannya sangat penting
dalam hal menurunkan angka kematian.

3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PADA ANAK DENGAN TYPOID

1. Pengkajian
a. Identitas : Nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, no RM,
diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan diagnosa prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
c. Riwayat kesehatan dahulu : apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan
penyakit yang sama.
d. Riwayat kesehatan keluarga : apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti
pasien.
e. Riwayat psikososial : intra personal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
Intra personal : hubungan dengan orang lain.
f. Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan, malaise, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah
dan insomnia.
g. Sirkulasi
Tanda : takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membran mukosa
kotor, turgor buruk, kerung dan tidak pecah-pecah akan di temukan pada pasien
febris thypoid.
h. Integritas ego
Gejala : ansietas, emosi, kesal dan faktor stres serta tanda seperti menolak dan
depresi juga akan di temukan dalam pengkajian integritas ego pasien.
i. Elimitasi
Tanda : akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai
bau atau bercair, perdarahan per rektal dari riwayat ratu ginjal dengan tanda
menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada hemoroid.
j. Makanan dan cairan

4
Tanda : pasien akan mengalami aneroksia, mual, muntah, penurunan BB, dan
tidak toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak
subkutan, kelemahan hingga infamasi rongga mulut.
k. Hygiene
Tanda : pasien akan mengalami ketidak mampuan mempertahankan perawatan
diri dan bau badan.
l. Nyeri akut dan ketidaknyamanan
Tanda : nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien, dan titik nyeri
yang dapat berpindah.
m. Keamanan
Tanda : pasien akan mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, atritis dan
meningkatan suhu tubuh dengan kemungkinan lesi kulit.

2. Fokus Pengkajian
Pengkajian fokus pada pasien thypoid merujuk pada Mansjoer (1999), Smeltzer dan
Bare (2002) antara lain:
1. Demografi
a. Usia
Presentase penderita dengan usia di atas 12-29 tahun 70-80%, 30-39 tahun 10-
20% dan penderita dengan usia di atas 40 tahun 5-10%. Tetapi umumnya
penyakit ini lebih sering diderita anak-anak.

b. Pekerjaan
Pekerjaan yang lebih banyak beraktivitas di lapangan dan kurang menjaga
kebersihan maka kemungkinan mengalami sakit thypoid.

c. Jenis kelamin
Pada pria lebih banyak terpapar dengan kuman Salmonela Typhi dibandingkan
wanita karena aktivitas di luar rumah lebih banyak.

5
d. Lingkungan
Penyebaran penyakit thypoid dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan yang
kotor dan pribadi kurang diperhatikan.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah pasien
menderita penyakit lainnya.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada umumnya penyakit pada pasien thypoid, demam, anoreksia, mual, muntah,
diare, perasaan tidak enak diperut, pucat (anemi), nyeri kepala/pusing, nyeri otot,
lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit
yang lainnya.

5. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kebiasaan tidak cuci tangan dengan bersih dapat terkena kuman Salmonella
Typhi. Kebiasaan makan ditempat terbuka, kebiasaan mencuci tangan dengan
alakadarnya.

b. Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor
dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi
berubah. Adanya demam dan keluhan badan panas.

c. Pola aktivitas dan latihan

6
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien
akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d. Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu karena suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
e. Pola eliminasi
Pada pasien thypoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk
kemih pasien biasa mengalami penurunan (kurang dari normal).
f. Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan
peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
g. Persepsi diri dan konsep diri
Terjadi dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya, pasien mungkin merasa cemas dan stres, perubahan kepribadian.
h. Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

6. Persepsi sensori dan kognitif


a. Nyeri
Pada pasien yang sakit thypoid akan terjadi nyeri pada uluhati.
b. Kesadaran
Kesadaran penderita tipoid berfariasi antara composmentis (sadar penuh) atau
apatis, somnolen, dan koma pada penderita typoid.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan Tanda-tanda vital
Biasanya pada pasien thypoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat
akan tetapi bila didapatkan tachikardi saat pasien mengalami peningkatan suhu
tubuh.
b. Kepala

7
Konjungtiva anemis, mata cekung, pucat atau bibir kering, lidah kotor, ditepi
dan ditengah merah.
c. Abdomen
Abdomen ditemukan nyeri tekan di di uluhati.
d. Kulit
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
e. Sistem ekstermitas
Apakah ada gangguan pada ekstremitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien thypoid secara teori adalah
1. Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan Infeksi Salmonella
Thypi.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
4. Resiko keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan (diare atau muntah), hipertermi.
5. Gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan
serat dalam tubuh, imobilisasi.
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
7. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang
informasi
8. Cemas berhubungan dengan mekanisme koping yang tidak efektif, krisis situasi
akibat perubahan satus kesehatan dan hospitalisasi.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dapat dirumuskan untuk mengetahui masalah keperawatan pada pasien
thypoid merujuk pada NIC NOC, (2008), Carpenito, (2001) :

8
2. Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan Infeksi
Salmonella Thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal atau terkontrol.
a. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
b. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap kringat.
c. Batasi pengunjung
d. Observasi TTV tiap 4 jam sekali.
e. Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum kurang lebih 2,5 liter / 24 jam.
f. Berikan kompres hangat.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic dan antipiretik.

3. Resiko kurang nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat karena mual dan
tidak narsu makan.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
a. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan atau nutrisi.
b. Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
c. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang, mampu menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih
hangat.
d. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parentral.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan fisik.


Tujuan : Pasien bias melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.
a. Tingkatkan tirah baring /duduk.
b. Beri motivasi pada klien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas
kemampuan (missal : miring kanan, miring kiri).
c. Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas (makan, minum).
d. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.

4. Resiko kurang cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan


intake menurun.

9
Tujuan : Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan.
a. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada klien dan keluarga.
b. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
c. Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 liter/24 jam.
d. Observasi kelancaran tetesan infuse.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral/parentral).

5. Gangguan pola eliminasi: BAB (konstipasi) berhubungan dengan


Tujuan : Tidak terjadi gangguan pada pola eliminasi BAB.
a. Monitor tanda-tanda vital.
b. Anjurkan klien untuk sering minum air putih yang banyak.
c. Anjurkan klien untuk makan makanan yang berserat.
d. Berikan huknah gliserin untuk membantu mempermudah BAB.

A. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.


Tujuan : Nyeri tidak timbul
a. Ajarkan tindakan penurun nyeri noninvasif (relaksasi, stimulasi kutan).
b. Berikan individu kesempatan untuk istirahat selama siang hari dan dengan waktu
yang tidak terganggu pada malam hari.
c. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi nyeri.
d. Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik.

B. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.


Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
a. Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
b. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
c. Beri kesempatan pasien dan keluarga pasien untuk bertanya bila ada yang belum
dimengerti.
d. Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat

10
C. Cemas berhubungan dengan mekanisme koping yang tidak efektif, krisis situasi
akibat perubahan status kesehatan dan hospitalisasi.
Tujuan : Cemas berkurang
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
b. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas dimasa
lalu.
c. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan.
d. Motivasi pasien untuk menfokuskan diri pada rialita yang ada saat ini, harapan-
harapan yang positif terhadap terapi yang dialami.
e. Anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi.

11
4. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya
fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien.Dalam tahap
pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. Tahap
implementasi dalam kasus ini dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan hasil akhir yang diamati dengan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Ada 2 macam evaluasi yaitu, evaluasi proses dan evaluasi
hasil. Evaluasi proses yaitu mengevaluasi respon pasien pada setiap tindakan yang
dilakukan sedangkan evaluasi hasil meliputi SOAP. Dalam Asuhan Keperawatan pada
pasien Thypoid dilakukan kedua tindakan evaluasi diatas.

12

Anda mungkin juga menyukai