Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

“LUKA BAKAR”

Disusun Oleh:

Visca Vivi Wulandari (17360280)

B Rommi Vito K (17360386)

Pembimbing:

dr. Gloria Gandasari Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANASTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TAHUN 2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar berat adalah luka yang kompleks. Sejumlah fungsi organ
tubuhmungkin ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan
adanya penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar
mengenai kulit,maka Luka tersebut dapat merusak
keseimbangan cairan atau elektrolitnormal tubuh, temperatur
t u b u h , p e n g a t u r a n s u h u t u b u h , f u n g s i s e n d i , d a n penampilan fisik.
Sebagai tambahan terhadap kerusakan fisik yang disebabkan o l e h luka
bakar, pasien juga bisa menderita permasalahan
p s i k o l o g i s d a n emosional yang dimulai sejak peristiwa terjadi
dan bisa bertahan / berlangsunguntuk jangka waktu yang lama.
Mencegah timbulnya bekas luka adalah merupakan tuju
a n u t a m a d a r i penatalaksanaan luka bakar. Edukasi pasien secara konsisten
dan berulang adalahsuatu bagian yang penting dalam terapi pasien.
Penatalaksanaan terhadap edema, penatalaksanaan gangguan nafas,
memposisikan, dan melibatkan pasien dalam a k t i v i t a s f u n g s i o n a l d a n
pergerakan harus dimulai sejak dini. Pasien perlu dimotivasi
untuk bekerja sesuai dengan kemampuan mereka dan
menerima tanggung jawab untuk merawat diri mereka
sendiri. Kemampuan fungsional pasien setelah terapi tidak akan
maksimal jika pasien tidak secara teratur terlibatdalam pergerakan.

2
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi dan Etiologi


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis
trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu
tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan
luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat
dibagi menjadi:
1. Paparan api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan
dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke
jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih
dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak
langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan
terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan
alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.

3
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental
cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar
kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau
akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan
pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat.
Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya
melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial
dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat
kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas
akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh
uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas
bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian
dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar
pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

4
2.2 Klasifikasi Luka Bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya
pajanan suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka.
Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga
memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang
terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron,
selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi
lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar,
yaitu luka bakar derajat I, II, atau III:
 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan
banyak jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I
biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka
biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan
atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun
masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan
epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea,

5
kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yang
masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran
luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari
pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa
nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan
baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga
cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

 Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin
organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa
jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga
untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok
kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada
dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak
intak.

6
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman

7
BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR
Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya
trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46 oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak.
Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan
suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan
cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan
mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka
bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat
untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.
Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas
luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
 Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa Pada dewasa digunakan
‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan
bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing
9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir
luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

8
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

 Metode Lund dan Browder

9
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh
di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas
permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas
permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan
disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.
Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap
tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of
body surface area affected by burns in children.

10
PEMBAGIAN LUKA BAKAR
1. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun
atau di atas usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan
pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun
atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang
dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun
dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

11
2.3 Patofisiologi Luka Bakar

Akibat pertama luka bakar adalah syok hipovolemi dan


neurogenik. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak
sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit
akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang
berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar
derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Mekanisme utama akibat luka listrik adalah sebagai berikut:
1. Energi listrik menyebabkan kerusakan jaringan
langsung, mengubah potensial sel membran istirahat,
dan tetany memunculkan otot.
2. Konversi energi listrik menjadi energi panas,
menyebabkan kerusakan jaringan besar dan nekrosis
coagulative.
3. Cedera mekanis dengan trauma langsung akibat jatuh
atau kontraksi otot kekerasan.

12
Faktor-faktor yang menentukan derajat cedera termasuk besarnya
energi yang disampaikan, resistensi dari jaringan yang kontak dengan arus
listrik, jenis arus, jalur arus, dan lamanya kontak. Efek sistemik dan
kerusakan jaringan secara langsung proporsional dengan besarnya arus
yang. Jumlah arus (ampere) secara langsung berhubungan dengan
tegangan dan berbanding terbalik dengan perlawanan, sebagaimana
ditentukan oleh hukum Ohm (I = V / R, dimana I = arus, V = tegangan, R
= resistansi). Dari parameter yang dijelaskan oleh hukum Ohm, tegangan
biasanya dapat ditentukan dan digunakan untuk mengukur besarnya
potensi pemaparan saat ini dan besarnya cedera yang disebabkan.
Sengatan listrik diklasifikasikan sebagai tegangan tinggi (> 1000
volt) atau tegangan rendah (<1000 volt). Sebagai aturan umum, tegangan
tinggi dikaitkan dengan morbiditas dan kematian yang lebih besar,
meskipun cedera fatal dapat terjadi pada tegangan rendah. Tubuh memiliki
tahanan yang berbeda-beda. Secara umum, jaringan dengan cairan yang
tinggi dan mengandung banyak elektrolit mampu mengkonduksi listrik
lebih baik. Tulang memiliki tahanan paling tinggi. Sedangkan jaringan
saraf memiliki tahanan paling rendah, dan bersama-sama dengan
pembuluh darah, otot, dan selaput lender juga memiliki tahanan yang
rendah terhadap listrik. Kulit memberikan tahanan “intermediate” dan
merupakan faktor yang paling penting menghambat aliran arus. Kulit
adalah resistor utama terhadap arus listrik, dan derajat resistensi ditentukan
oleh ketebalan dan kelembaban. Ini bervariasi dari 1000 ohm untuk kulit
tipis lembab untuk beberapa ribu ohm untuk kulit kapalan kering.
Jalur arus menentukan jaringan yang berisiko dan apa jenis cedera
yang dihasilkan. Arus listrik yang melewati kepala atau dada lebih
mungkin menghasilkan luka fatal. Arus transthoracic dapat menyebabkan
aritmia fatal, kerusakan jantung langsung, atau pernapasan. Transcranial
arus dapat menyebabkan cedera otak langsung, kejang, pernapasan, dan
kelumpuhan.

13
Cedera electrothermal mengakibatkan edema jaringan. Meningkatnya
permeabilitas kapiler akibat terpajan suhu tinggi menyebabkan terjadinya
perpindahan cairan yang berasal dari jaringan interstisial yang mengawali
terjadinya edema yang akan menghasilkan sindrom kompartemen.
Ekstremitas adalah struktur yang paling sering terlibat untuk
pengembangan sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan
suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial pada
kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis
jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan,
penurunan aliran darah kapiler dan nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia.
Ketika tekanan dalam kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler
dan menyebabkan kapiler kolaps. Pertama-tama sel akan mengalami
oedem, kemudian sel akan berhenti melepaskan zat-zat kimia sehingga
menyebabkan terjadi oedem lebih lanjut dan menyebabkan tekanan
meningkat.Aliran darah yang melewati kapiler akan berhenti. Dalam
keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti. Terjadinya hipoksia
menyebabkan sel-sel akan melepaskan substansi vasoaktif yang
meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam kapiler-kapiler terjadi
kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan
memperberat kerusakan disekitar jaringan dan jaringan otot mengalami
nekrosis.
Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen
meliputi :
1. Pain : Nyeri pada pada saat peregangan pasif pada otot-otot
yang terkena.
2. Pallor : Kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya
pucat.
3. Parestesia : Biasanya terasa panas dan gatal pada daerah lesi.

14
4. Paralisis : Diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan
sendi.
5. Pulselesness: Berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat adanya
gangguan perfusi arterial.

Selain itu panas yang dihasilkan oleh arus listrik akan merusak
sarkolemma pada otot rangka dan melibatkan kebocoran cairan intraseluler
(myoglobin, creatinin kinase, kalium, fosfat dan asam urat) dalam jumlah
besar ke dalam plasma. Hal ini yang disebut rhabdomyolysis. Pada orang
dewasa, rhabdomyolysis mempunyai 3 ciri khas yaitu kelemahan
otot,myalgia dan urin yang berwarna kecoklatan gelap. Namun ketiga
karakter ini terkadang jarang muncul bersamaan. Myoglobin hasil dari
kerusakan sel otot akan masuk ke aliran darah dan masuk ke ginjal.
Myoglobin ini mudah melewati glomerulus dan mudah di eksreksikan ke
urin (myoglobinuria). Dengan demikian, terjadi pengendapan mioglobin
dalam tubulus ginjal yang akan mengakibatkan gagal ginjal akut.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%,
akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah,
pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun
dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau
bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas
karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat
jelaga. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.

15
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan
mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak
tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal,
pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman
penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat
berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai
antibiotik.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya
ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan
sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila
penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram
negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia)
yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian
dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat
sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini
dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar
sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka
bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang
nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang
dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di
persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase
akut, peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada
fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan
gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai

16
tukak Curling. Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel
dan epite akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator
proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system
Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan
perfusi jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro
menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (sirkulasi mikro)
sebagai end-point dari prosedur resusitasi.

2.4 Penatalaksanaan
Primary Survey
 Airway, yakni membebaskan jalan nafas agar pasien dapat tetap
bernafas secara normal
 Breathing, mengecek kecepatan pernafasan yakni sekitar 20x/
menit
 Circulation, melakukan palpasi pada nadi untuk mengecek pulsasi
yang pada orang normal berkisar antar 60 – 100x/ menit
 Disability
o Periksa kesadaran.
o Periksa ukuran pupil.
o Environment
o Jaga pasien dalam keadaan hangat.
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering and comforting. Untuk pertolongan pertama
dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan
pada fasilitas kesehatan
 Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar.
Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka
dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
 Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar
dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari

17
hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama
pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3
jam setelah kejadian luka bakar – Kompres dengan air
dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa
dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk
luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan es karena es
menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko
hipotermia – Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka
bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang
banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka
bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari
kulit baru disiram air yang mengalir.
 Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi
untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan
yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan
risiko infeksi berkurang.
 Chemoprophylaxis : Pemberian krim silver sulvadiazin
untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada
luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah,
riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu
menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
 Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan
sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial
tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.
Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi
akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan
berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya.

18
2.5 Komplikasi
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS), dan Sepsis
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik
terhadap berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi
seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.
Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator
inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses
penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor
predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan
(mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ
sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ
terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction
Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system
Organ Failure/MOF).
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu
infection, injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-
reperfusion injury. Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil
konsensus American College of Chest phycisians dan the Society of
Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih
menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:
- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)
- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah
(PaCO2 < 32 mmHg)
- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000
sel/mm3) atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).

19
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 21 tahun
Alamat : Desa Rawa sukngkit. Deliserdang
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : -
Masuk RS : Selasa, 19 November 2018
ANAMNESIS
Keluhan utama : Luka Bakar Listrik
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat tersengat listrik
pada saat bekerja di mesjid. Awalnya pasien tanpa sengaja memegang kabel
telanjang, lalu kesetrum dan terjatuh ke lantai. Terdapat kesan luka bakar pada
lengan kanan dan punggung kiri sampai ke leher. Nyeri (+) jika luka bakar
disentuh. Riwayat pingsan (+) <15 menit, riwayat muntah (-), riwayat sesak (-),
batuk(-)
Riwayat penyakit dahulu
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Primary survey
B1:RR:20x/menit, Rh-/-, Wh-/-, SpO2: 99%
B2:TD 110/70 mmHg, N 88 x/menit regular, kuat angkat.
B3: GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor ∅2,5mm/2,5mm, RC +/+, suhu axilla 36,8 C
B4: terpasang kateter, produksi urin ±60cc/jam, warna merah kecoklatan.
B5: Datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani.

20
B6: Edema (-), fraktur (-), luka bakar grade iia-iib
Secondary survey
Kepala & wajah : deformitas (-), bibir edema (-),
Mata : edema (-), konjungtiva anemis (-), ikterus (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : sekret (-)
Dada : simetris kanan = kiri
- Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal,
H/L ttb
Ekstremitas : lihat status lokalis
Status lokalis

21
Kepala dan leher :3%
Trunkus anterior :0%
Trunkus posterior :7%
Esktremitas atas kanan :5%
Ekstremitas atas kiri :2%
Ekstremitas bawah kanan : 0 %
Ekstremitas bawah kiri :0%
Genitalia :0%+
Total : 17 %
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RUTIN Bakteri :-
Hemoglobin : 15,8 g/dL Berat jenis : 1.015
Hematokrit : 48,4 % pH :5
Leukosit : 43.800/L Protein :-
Trombosit : 455.000/L Glukosa :-
MCV : 91 fl Keton :+
MCH : 29.8 pg Darah/Hb :+
MCHC : 32.7 g/dL Bilirubin :-
PT : 11.3 detik Urobilinogen : 0,2
PT kontrol : 10.3 detik Nitrit :-
APTT : 32.1 detik KIMIA DARAH
APTT kontrol : 23.3 detik Ureum : 32 mg/dL
CT : 7’00 Creatinin : 0,7 mg/dL
BT : 3’00 SGOT : 533 U/L
URINALISIS SGPT : 112 U/L
Sedimen GDS : 150 mg/dL
Sel epitel : 0-1 Na : 133 meq/L
Leukosit : 1-2 K : 4.11 meq/L
Eritrosit : 10-11 Cl : 107 meq/L
Silinder :-
Kristal :-

22
DIAGNOSIS KERJA
Luka bakar grade IIA-IIB 17 % + Compartment sindrom
TERAPI
Airway : O2 2-4 tpm via Nasal Kanul
Breathing : spontan
Circulation : IVFD RL 124 tts/menit pada 6 jam pertama. Dilanjutkan
dengan 46 tts/mnt pada 16 jam berikutnya. Pasang
kateter.
Drug : Ceftriaxon 1gr/12 j/IV, Ketorolac 30 mg/8jam/iv,
Ranitidin 50 mg/8 jam/iv, kompres NaCl + Silver
Sulphadiazine 10 mg Cr.
Monitoring resusitasi
Urin (0,5-1 cc/kgBB/jam) = 30-60 cc/ jam.

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia
Quo ad Sanactionam : Bonam

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Advances Trauma Life Support untuk Dokter. 2004.


2. Mehmet H, Ebru SA, Hamdi K. Fluid Management in Major Burn
Injuries. Indian J Plast Surg. 2010: S29-S36.
3. David G. Burn Resuscitation. Journal of Burn Care & Research. 2007:
4. WHO. Management of Burns. WHO Surgical Care at the District
Hospital. 2003: 1-7.
5. Shehan H, Peter D. Pathophysiology and Types of Burns. BMJ.
2004;328:1427–9.
6. New Zealand Guidelines Group. Management of Burns and Scalds in
Primary Care. Accident Compensation Corporation. 2007: 4-6.
7. James M, Mahambrey T, Andrews F, Jeanrenaud P, Yao S, Wilkinson D.
Adult Acute Burn Fluid Resuscitation Guidelines. NHS: 1-4.
8. The Dudley Group. Clinical Guideline Burn Injury. 2012
9. Steffen Rex.Burn Injuries. 2012

24

Anda mungkin juga menyukai