Anda di halaman 1dari 8

PREVALENSI INFEKSI DERMATOFITIK DAN MENENTUKAN

SENSITIFITAS PROSEDUR DIAGNOSTIK


Tujuan: Dermatofitosis menyebabkan penyakit infeksi jamur di kulit,
organisme ini berkolonisasi di jaringan keratin, sehingga menghasilkan reaksi
inflamasi, terbatas pada lapisan yang mati di epidermis. Selain itu, dia
menghasilkan asam protease, elastase, keratinase dan proteinase lainnya
dilaporkan berperan sebagai faktor virulensi. Pekerjaan ini bertujuan untuk
mengevaluasi tingkat insidensi infeksi dermatofitik, dan agen etiologi dengan
gejala yang terkait. Selain itu, kami juga menetukan uji sensitivitas sebagai
prosedur diagnostik.
Metode: Dari 150 sampel penelitian yang dikumpulkan dilakukan
pemeriksaan KOH dan kultur.
Hasil: Dari 150 sampel penelitian yang dicurigai secara klinis, 74% (11
orang) adalah laki-laki dan 26% (39 orang) adalah perempuan. Diantara data
pasien, 70,27% (78 dari 111 orang) adalah laki-laki dan 82,05% (32 dari 39
orang) adalah perempuan yang ditemukan terinfeksi yang didapatkan dari
pemeriksaan tes KOH dan kultur. Infeksi terbanyak dilaporkan berasal dari
selangkangan sekitar 32,67% (49 orang) diikuti daerah tangan/kaki 21,33% (32
orang) dan paha 15,33% (23 orang), 84% sampel pada pemeriksaan KOH (+)
menunjukkan pemeriksaan kultur (+), dengan demikian ini merupakan alat
diagnostik yang mempunyai sensitifitas tinggi. Kejadian terbanyak disebabkan
oleh Aspergillus sp (29,33%), Trichophyton sp (21,33%), Fusarium sp (12,67%),
Microsporum sp (11,33%) dan Cladosporium sp (11,33%).
Kesimpulan: Pada penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi lebih
banyak terdapat pada pria daripada wanita. Bagaimana pun juga, pemeriksaan
KOH positif pada 126 kasus dan pemeriksaan kultur positif pada 118 kasus.
Sensitifitas pada pemeriksaan KOH adalah 84% dibandingkan dengan
pemeriksaan standar kultur. Pada penelitian ini menyarankan untuk pemeriksaan
KOH digunakan untuk diagnosis infeksi dermatofita sebagai diagnosis yang cepat
dan murah.

Pendahuluan
Infeksi kulit merupakan penyakit umum di negara berkembang, dimana
dermatofitosis menjadi perhatian khusus di daerah tropis. Infeksi kulit oleh jamur
biasanya diakibatkan adanya beberapa jenis jamur pada kulit. Jamur ini tumbuh
dengan baik di daerah kulit yang hangat,gelap dan lembab. Dermatofitosis
merupakan jamur parasit yang menginfeksi kulit dan menyebabkan infeksi pada
kulit, rambut dan kuku karena kemampuan mereka mendapatkan nutrisi dari
keratin. Organisme ini berkolonisasi di jaringan keratin dan sebagai respon
terhadap metabolisme yang dihasilkan mereka, host mengalami reaksi inflamasi.
Mereka biasanya terbatas di lapisan kulit yang mati di epidermis karena
ketidakmampuan mereka untuk menembus jaringan yang aktif terhadap host yang
immunokompeten. Asam protease, elastase, keratinase dan proteinase lainnya
dilaporkan berperan sebagai faktor virulensi. Dermatofit menyebabkan infeksi
jamur di jaringan keratin, misalnya kulit, rambut dan kuku. Organisme ini terbagi
dalam 3 genus, yaitu Trichophyton, Epidermophyton, dan Micosporum.
Dermatofit ini dikelompokkan kedalam 3 kategori berdasarkan hospes dan habitat
alami. Spesies Antropofilik yang secara dominan menginfeksi manusia, spesies
geofilik berada di tanah dan menginfeksi sebagian manusia dan hewan, dan
spesies zoofilik secara umum menginfeksi mamalia. Diagnosis dari mikosis ini
berdasarkan penelitian mikologi, pemeriksaan langsung, pewarnaan, isolasi dan
identifikasi jamur. Pengobatan mencakup antijamur sistemik, antijamur tropikal
dan keratolitik. Mikosis superfisial adalah infeksi jamur yang terbatas pada
stratum korneum dan struktur adneksanya. Diagnosis dari mikosis ini berdasarkan
penelitian mikologi, pemeriksaan langsung, pewarnaan, isolasi dan identifikasi
jamur. Infeksi Tinea merupakan salah satu kondisi dermatologis yang paling
umum terjadi di seluruh dunia. Untuk mencegah kesalahan diagnosis, identifikasi
infeksi dermatofit memerlukan kultur jamur pada media Sabouraud’s agar dan
pemriksaan mikroskopik jamur dari kerokan kulit. Tindakan pencegahan dari
infeksi Tinea mencakup latihan kebersihan diri yang baik, menjaga kulit tetap
kering dan dingin setiap waktu, dan mencegah bertukar handuk, pakaian, dan
aksesoris rambut dengan individu yang terinfeksi. Trichophyton rubrum
merupakan jamur patogen dengan prevalensi terbanyak dari semua kasus infeksi
jamur superfisial pada kulit, kecuali untuk Tinea pedis, dimana Trychophyton
interdigitale merupakan organisme yang tersering. Dermatofit tetap yang paling
sering menjadi jamur yang patogen pada onikomikosis kuku jari kaki, sementara
spesies Candida paling banyak pada onikomikosis kuku. Walaupun kondisi iklim
tidak membantu untuk pertumbuhan jamur selama sebagian besar waktu di
Rajasthan, tetapi karena beberapa luka dan pendekatan penanganan yang tidak
semestinya pada trauma di populasi pedesaan, insidensi infeksi Dermatofit
meningkat.
Oleh karena itu, penelitian kami bertujuan untuk mengevaluasi tingkat
insidensi dari infeksi Dermatofit, menemukan etiologi, dan gejala yang terkait di
daerah penelitian. Bersamaan dengan itu, juga menentukan sensitivitas dari
pemeriksaan uji KOH dan uji Kultur.

Metode
Pengumpulan data: Rincian data tentang pasien yang rentan terhadap infeksi
dermatofita mengunjungi laboratorium kesehatan Dr. B. Lal, Malaviya Nagas,
Jaipur untuk menegakkan diagnosis klinik. Pemeriksaan pada pasien dilakukan
selama pengumpulan sampel untuk mendapatkan informasi lama lesi, gambaran
klinik, terapi sebelumnya serta data demografi seperti usia, jenis kelamin dan
lamanya penyakit. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 150 orang, terdiri
dari 111 (74%) laki-laki dan 39 (26%) perempuan.
Pengumpulan data: pada penelitian ini dilakukan dua metode dalam
pengumpulan spesimen: metode pertama, spesimen yang diambil dari kulit bagian
epidermal berskuama dan kulit kepala yang terinfeksi, lesi dikerok menggunakan
pisau bedah steril setelah tempat yang terdapat lesi dibersihkan dengan alkohol
isopropil 70%, skuama dikumpulkan diatas selembar kertas coklat steril. Metode
kedua menggunakan kapas lidi untuk mengumpulkan nanah dari lesi inflamasi.

Sampel dibagi menjadi dua bagian, satu untuk pemeriksaan mikroskopik dan satu
untuk kultur. Sampel yang dikumpulakan dibawa ke laboratorium dalam waktu 2
jam untuk pemeriksaan mikroskopik dan kultur.

Pengolahan data:
Pemeriksaan mikroskopik langsung: meletakkan skuama diatas gelas obyek,
tetesi 1 atau 2 tetes KOH 20% kemudian ditutup dengan kaca penutup. Sediaan
dipanaskan selama 5 menit diatas api. Kemudian sediaan diperiksa dibawak
mikroskop dengan pembesaran 10x dan 40x untuk mengetahui adanya hifa dan/
atau arthrocinidia.

Kultur jamur: setiap kerokan yang dilakukan ke dalam saboroud dextrose agar
chloramphenicol actidione. Inokulasi duplikasi dari spesimen juga dikultur pada
0
sabouraud cycloheximide agar, plat diinkubasi pada suhu 28 C selama 8 minggu
dan diperiksa setiap 2-3 hari untuk menilai pertumbuhan jamur, jamur subkultur
di isolasi ke dalam plat saboroud agar isolasinya diperiksa secara visual dan
mikroskopik untuk menilai morfologi jamur dengan menggunakan lacto phenol
cotton blue dengan teknik hapusan kultur. Spesies dermatofita diidentifikasi
dengan morfologi makroskopik dan mikroskopik dan dengan uji invitro.
Mevaluasi dari persentasi relatif kejadian (RPO) dari jamur dan sensitivitas uji
KOH (hasil dari uji KOH sesuai dengan uji kultur yang ditunjukkan melalui
sensitivitas uji KOH) yang telah dilakukan. Isolasi klinis selanjutnya disimpan
dalam agar.

Hasil Dan Diskusi

Infeksi jamur istilahnya adalah “Tinea”. Infeksi jamur dermatofit


dikarenakan infeksi jamur pada kulit, kuku dan rambut. Infeksi ini secara umum
dominan pada daerah iklim yang lembab dan panas yang dapat membuat jamur
berkembang
Selama penelitian didapatkan 150 sampel yang terinfeksi.dermatofit
dikumpulkan dari Dr. B. Lal laboratorium klinik, Jaipur. Diantara 150 sampel
yang terkumpul dan dianalisis, ditemukan sekitar 74% (111 dari 150) pasien
berjenis kelamin laki-laki dan 26% (39 dari 150) pasien berjenis kelamin
perempuan. Diantara data pasien yang dikumpulkan, 82,88% (92 dari 111 orang)
berjenis kelamin laki-laki dan 87,17% (34 dari 39 orang) berjenis kelamin
perempuan didapatkan dari pemeriksaan KOH. Penelitian yang sama didapatkan
dipusat kulit nasional yang merupakan pusat rujukan tersier untuk penyakit
dermatologi di Singapura >2500 kasus infeksi jamur per tahun. Mayoritas terjadi
pada pasien berjenis kelamin laki-laki 72,3%. Penelitian yang sama didapatkan
pada antrofilik dan dermatofitosis pada umumnya terkena pada orang dewasa dan
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
​Data pasien sesuai kategori kelompok umur 0-15 tahun sampai 60 tahun
dan diatas kelompok umur 15 tahun dan didapatkan kejadian yang terbanyak pada
umur 16-30 tahun sekitar 47%. Prevalensi Tinea pedis pada umur 15 tahun pada
anak sekolahan dan 20 tahun pada laki-laki ditemukan sekitar 4% dan 6% secara
berurutan.
​Diantara semua kasus menunjukkan bermacam-macam infeksi pada tubuh
termasuk kulit kepala, selangkangan, paha, wajah, tangan, kuku, seluruh tubuh,
pinggul, leher dan yang lainnya. Infeksi terbanyak 32,67% (49 orang) didapatkan
pada bagian selangkangan, 21.33% (32 orang) didapatkan pada bagian
tangan/kaki dan 15,33% (23 orang) pada bagian paha. Jamur merupakan agen
penyebab berbagai jenis dermatofitosis yang menyerang berbagai bagian tubuh
dan cenderung mengikuti kondisi berikut; Tinea kapitis, Tinea kruris, Tinea
korporis dan Tinea pedis. Sekitar 250 sampel didapatkan dari kulit, rambut, dan
kuku yang terinfeksi pada individu didalam Sokoto metropolis. Tetapi infeksi
pada bagian kaki sekitar 50%, kuku jari kaki, inguinal sekitar 42%, telapak tangan
sekitar 6% dan kulit kepala sekitar 2%. Infeksi yang paling sering adalah Tinea
pedis sekitar 27,3%, ptiriasis versikolor sekitar 25,2% dan Tinea kruris sekitar
13,5%. Hasil yang sama terdeteksi pada penelitian yang sudah dilakukan dimana
dari 60 kasus, 13% kasus pasien sehat dan 87% ditemukan pasien terinfeksi satu
atau lebih jamur. Pada 95% kasus, penyakit jamur pulih dan pada daerah yang
terinfeksi lesinya berwarna kemerahan, lesinya kering dan terasa gatal dan 6,7%
kasus terasa nyeri. Penyebaran infeksi paling sering pada pada bagian internal
54%, tangan 15%,, leher 12%, dan kaki 6%. Pada infeksi yang terbanyak
menunjukkan gejala seperti gatal dan kemerahan, lesi yang kering dengan durasi
infeksi yang bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa tahun, dan ada
pendapat lain bahwa infeksi hanya pada musim dingin. Untuk tes dan
mengkonfirmasi bahwa terdapat infeksi jamur dari hasil pemeriksaan KOH dan
kultur yang memperlihatkan bahwa pemeriksaan KOH sensitif sekitar 73,33%
(dari 150 kasus, 110 antara tes KOH dan kultur hasilnya positif. Data
memperlihatkan bahwa pemeriksaan KOH positif palsu ( KOH positif dan kultur
negatif) pada 16 kasus dan negatif palsu (KOH negatif dan kultur positif) pada 8
kasus penelitian tetapi 16 kasus hasil dari keduanya negatif dan memperkirakan
bebas dari infeksi jamur. Pada pemeriksaan KOH dan kultur didapatkan hasil 78
orang berjenis laki-laki (dari 110 orang) dan 32 orang (dari 39 orang) adalah
perempuan yang ditemukan terinfeksi jamur dermatofit. Pada penelitian
sebelumnya, dari 155 pasien secara klinis diduga terkena dermatofitosis, 105
spesimen adalah dari kerokan kulit dan 50 adalah rambut. Hasil dari mikroskopis
pemeriksaan KOH dan kultur jamur membandingkan bahwa secara mikroskopis
pemeriksaan KOH hasilnya positif sekitar 70% pada kasus dan hasil dari kultur
jamur menunjukkan hasil yang positif sekitar 25,8% kasus. Diagnosis biasanya
dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan mikroskopis dengan
potassium hydroxide. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan lampu wood,
kultur jamur atau pemeriksaan jaringan secara histologi. Sedangkan penelitian
yang dilakukan menunjukkan dermatofitosis adalah penyakit kulit yang paling
umum terjadi pada populasi pedesaan dan sekitar Sitapura dan daerah Sanganer,
Jaipur.antara 200 pasien yang diduga dengan gejala dermatofitosis, 170 sampel
sekitar 85% ditemukan hasil pemeriksaan KOH positif dan 120 sampel sekitar
60% dikonfirmasi dengan kultur. Tinea korporis adalah penyakit dermatofitosis
yang paling sering dilaporkan kemudian Tinea kruris, Tinea kapitis, Tinea pedis
dan Tinea manuum, Tinea barbae dan Tinea faciei kasus dermatofitosis yang
paling sedikit dilaporkan.
​Insidensi infeksi disebabkan oleh bervariasi jamur termasuk Trichophyton,
Aspergillus, Penicillium, Alternaria, Cladosporum, Curvularia, Microsporum dan
Fusarium sp. Diantara ini semua insidensi terbanyak disebabkan oleh Aspergillus
sp (29,33%) kemudian Trichophyton sp (21,33%), Fusarium sp (12,67%),
Microsporum sp (11,33%) dan Cladosporium sp (11,33%). Tes yang dilakukan
pada dermatofitosis termasuk klinis dermatofitosis pada Trichophyton,
Microsporum, dan Epidemophyton. Empat dermatofit yang teridentifikasi dari
level spesies dan level genus; mereka termasuk Trichophyton rubrum,
Trichophyton mentagrophyte, Microsporum audouinii, Microsporum gypseum dan
spesies Microsporum. Dua dermatofit yang patogen adalah Trichophyton rubrum,
Microsporum gypseum yang didapatkan dari pasien yang mengalami
dermatofitosis. Di Denmark, spesies zoofilik seperti Microsporum canis (berasal
dari kucing), Trichophyton (T) verrucosum (berasal dari lembu) dan Trichophyton
mentagrophytes granulare (berasal dari tikus) yang paling sering menyebabkan
dermatofitosis dan kurang lebih 15% dari semua kasus Trichophyton rubrum
sekitar 48%, Trichophyton mentagrophytes interdigitale sekitar 14% dan
Epidermophyton floccosum sekitar 10% yang biasanya menyebabkan infeksi.
Trichophyton rubrum merupakan prevalensi jamur bersifat patogen yang
terbanyak dari semua kasus infeksi jamur kulit. 336 orang sekitar 11,98% positif
terjadi pada anak-anak. Infeksi secara umum disebabkan oleh Microsporum
audoinii, Chrysosporium keratinophilum dan Trychophyton mentagrophytes.
Hewan peliharaan merupakan sumber infeksi yang paling banyak yang mengenai
murid-murid. Taman bermain anak-anak dan hewan disekitarnya juga menjadi
sumber infeksi bagi anak-anak. Insidensi pada Aspergillus niger 19%,
Cladosporium sp 14%, Aspergillus flavus 13%, Trichophyton sp 13% dan
Microsporum sp 5% kejadiannya tinggi dan Fusarium sp., Curvularia sp.,
Penicillium sp., Trichothecium roseum., Epidermetaphyton sp., Drechslera sp dan
Alternaria sp kejadiannya rendah.
Kesimpulan
Berdasarkan dari 150 kasus yang diteliti, infeksi yang terjadi lebih banyak
pada pria dibandingkan wanita. Infeksi hampir sepenuhnya sembuh mulai dari
selangkangan, diikuti daerah tangan, kaki, dan paha. Jamur yang paling sering
menyebabkan infeksi adalah Aspergillus sp. Kemudian Trichophyton sp.,
Fusarium sp., Microsporium sp., dan Cladosporium sp. Untuk skrining infeksi
tersebut, dapat menggunakan tes KOH dengan sensitifitas 73,3% dan kultur tes
dengan sensitifitas 100%. Berdasarkan data, dengan menggunakan tes KOH
terdapat positif palsu pada 16 kasus dan negatif palsu pada 8 kasus. Karena
sensitifitas tes KOH dan kultur tes memiliki hasil signifikan yang tinggi. Itu dapat
digunakan sebagai prosedur defenitif untuk skrining dan diagnosis infeksi
dermatofita.Tes KOH memerlukan biaya yang murah dan hanya menggunakan
fasilitas mikroskop dengan pemeriksa yang terlatih. Hal ini menjadi saran untuk
mengadakan pelatihan kepada para staf teknis, sehingga diagnosis yang tepat
dapat di tegakkan dengan fasilitas laboratorium yang terbatas bahkan di daerah
yang terpencil.

KRITISI JURNAL
A. Pendahuluan
Infeksi kulit merupakan penyakit umum di negara berkembang, dimana
dermatofitosis menjadi perhatian khusus di daerah tropis. Jamur ini tumbuh
dengan baik di daerah kulit yang hangat,gelap dan lembab. Dermatofitosis
merupakan jamur parasit yang menginfeksi kulit dan menyebabkan infeksi pada
kulit, rambut dan kuku karena kemampuan mereka mendapatkan nutrisi dari
keratin. Organisme ini terbagi dalam 3 genus, yaitu Trichophyton,
Epidermophyton, dan Micosporum. Dermatofit ini dikelompokkan kedalam 3
kategori berdasarkan hospes dan habitat alami. Spesies Antropofilik yang secara
dominan menginfeksi manusia, spesies geofilik berada di tanah dan menginfeksi
sebagian manusia dan hewan, dan spesies zoofilik secara umum menginfeksi
mamalia. Diagnosis dari mikosis ini berdasarkan penelitian mikologi,
pemeriksaan langsung, pewarnaan, isolasi dan identifikasi jamur. Pengobatan
mencakup antijamur sistemik, antijamur tropikal dan keratolitik.
Infeksi Tinea merupakan salah satu kondisi dermatologis yang paling
umum terjadi di seluruh dunia. Untuk mencegah kesalahan diagnosis, identifikasi
infeksi dermatofit memerlukan kultur jamur pada media Sabouraud’s agar dan
pemriksaan mikroskopik jamur dari kerokan kulit. Tindakan pencegahan dari
infeksi Tinea mencakup latihan kebersihan diri yang baik, menjaga kulit tetap
kering dan dingin setiap waktu, dan mencegah bertukar handuk, pakaian, dan
aksesoris rambut dengan individu yang terinfeksi.
Oleh karena itu, penelitian kami bertujuan untuk mengevaluasi tingkat
insidensi dari infeksi Dermatofit, menemukan etiologi, dan gejala yang terkait di
daerah penelitian. Bersamaan dengan itu, juga menentukan sensitivitas dari
pemeriksaan uji KOH dan uji Kultur.

B. Metode
Pasien yang rentan terhadap infeksi dermatofita mengunjungi laboratorium
untuk menegakkan diagnosis klinik, Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak
150 orang, terdiri dari 111 (74%) laki-laki dan 39 (26%) perempuan. pada
penelitian ini dilakukan dua metode dalam pengumpulan spesimen, metode
pertama, spesimen yang diambil dari kulit bagian epidermal berskuama dan kulit
kepala yang terinfeksi, lesi dikerok menggunakan pisau bedah steril, Metode
kedua menggunakan kapas lidi untuk mengumpulkan nanah dari lesi inflamasi.
Pengolahan data menggunakan 2 proses pemeriksaan, pemeriksan mikroskopik
langsung menggunakan KOH 20% dan pemeriksaan kultur jamur menggunakan
saboroud dextrose agar.

C. Hasil Dan Diskusi


Infeksi jamur istilahnya adalah “Tinea”. Infeksi jamur dermatofit dikarenakan
infeksi jamur pada kulit, kuku dan rambut. Infeksi ini secara umum dominan pada
daerah iklim yang lembab dan panas yang dapat membuat jamur berkembang.
Selama penelitian didapatkan 150 sampel yang terinfeksi.dermatofit
dikumpulkan dari Dr. B. Lal laboratorium klinik, Jaipur. Diantara 150 sampel
yang terkumpul dan dianalisis, ditemukan sekitar 74% (111 dari 150) pasien
berjenis kelamin laki-laki dan 26% (39 dari 150) pasien berjenis kelamin
perempuan. Data pasien sesuai kategori kelompok umur 0-15 tahun sampai 60
tahun dan diatas kelompok umur 15 tahun dan didapatkan kejadian yang
terbanyak pada umur 16-30 tahun sekitar 47%.
Penyebaran infeksi paling sering pada pada bagian internal 54%, tangan 15%,,
leher 12%, dan kaki 6%. Pada infeksi yang terbanyak menunjukkan gejala seperti
gatal dan kemerahan, lesi yang kering dengan durasi infeksi yang bervariasi dari
beberapa hari sampai beberapa tahun. Untuk tes dan mengkonfirmasi bahwa
terdapat infeksi jamur dari hasil pemeriksaan KOH dan kultur yang
memperlihatkan bahwa pemeriksaan KOH sensitif sekitar 73,33% (dari 150
kasus, 110 antara tes KOH dan kultur hasilnya positif.
Tinea korporis adalah penyakit dermatofitosis yang paling sering dilaporkan
kemudian Tinea kruris, Tinea kapitis, Tinea pedis dan Tinea manuum, Tinea
barbae dan Tinea faciei kasus dermatofitosis yang paling sedikit dilaporkan.
Insidensi infeksi disebabkan oleh bervariasi jamur termasuk Trichophyton,
Aspergillus, Penicillium, Alternaria, Cladosporum, Curvularia, Microsporum dan
Fusarium sp. Diantara ini semua insidensi terbanyak disebabkan oleh Aspergillus
sp (29,33%) kemudian Trichophyton sp (21,33%), Fusarium sp (12,67%),
Microsporum sp (11,33%) dan Cladosporium sp (11,33%).

D. Validitas
1. Validitas seleksi:
a. Kriteria inklusi:
150 pasien yang terinfeksi dermatofit yang datang ke klinik laboratorium
Dr. B. Lal, Jaipur.
b. Kriteria eksklusi:
Pasien yang tidak terinfeksi dermatofit yang datang ke klinik
laboratorium Dr. B. Lal, Jaipur.
2. Validitas pengontrol perancu:
a. pasien yang telah ditegakkan secara diagnosis klinis sebagai infeksi jamur
b. menguji dan mengkonfirmasi hasil pemeriksaan uji KOH dengan
pemeriksaan kultur

3. Validitas analisa data:


a. Analisis data : Dalam penelitian ini menggunakan 2 cara dalam
mengumpulkan sampel. Cara pertama : sampel diambil di bagian
epidermis kulit yang terinfeksi pada bagian tengah/tepi lesi yang sudah
dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dan melakukan kerokan
menggunakan scalpel yang steril. Kerokan tersebut dikumpulkan diatas
selembar kertas coklat yang steril. Cara lain : dengan menggunakan kapas
basah untuk mengumpulkan pus dari lesi yang mengalami inflamasi.
Sampel di bagi dalam 2 bagian, yang satu untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopi dan yang lainnya untuk dilakukan kultur. Sampel yang
dikumpulkan di kirim ke laboratorium dalam 2 jam untuk dilakukan
analisis mikroskopi dan kultur.
b. Uji : 1. Pemeriksaan langsung mikroskopi dengan menggunakan KOH
20% 1-2 tetes dengan pembesaran 10x dan40x. 2. Kultur jamur dalam
media sabaroud dextrose chloramphenicol agar yang diinkubasi dalam
suhu 28°C selama 4 minggu dan diperiksa selang 2-3 hari setelah jamur
tumbuh.
c. Hasil Uji : Dari 150 data pasien, 74% (111) pasien adalah pria dan 26%
(39) pasien adalah wanita. Dari data tersebut, 70,2% (78 dari 111) pasien
pria dan 82,5% (32 dari 39) pasien wanita ditemukan infeksi jamur dengan
menggunakan tes KOH dan tes kultur. Infeksi terbanyak di laporkan di
daerah selangkangan 32,6% (49) orang kemudian daerah tangan/kaki
21,3% (32) orang dan paha 15,3% (23) orang. Dan jamur penyebab infeksi
terbanyak adalah Aspergillus sp (29,3%). Kemudian Trichophyton sp
(21,3%), Fusarium sp (12,6%), Microsporium sp (11,3%), dan
Cladosporium sp (11,3%).
4. Validitas Eksterna
a) Importancy ​: Memberikan informasi mengenai insidensi infeksi
dermatofitosis dan perbandingan daya sensitifitas antara pemeriksaan
KOH dan kultur jamur.
b) The PICO system
Patient (P) ​: 150 orang pasien yang terdiagnosis dengan infeksi
dermatofitosis yang terdiri dari 111 orang laki-laki
dan 39 orang perempuan.
Intervention (I) ​: pemeriksaan KOH dan kultur jamur dengan
bahan berupa kerokan skuama, rambut yang
terinfeksi, dan pus dari lesi yang meradang.
Comparisson (C) ​:perbandingan daya sensitifitas antara
pemeriksaan KOH dan kultur jamur.
Outcome (O) ​: insidensi infeksi dermatofitosis berdasarkan jenis
kelamin, usia, distribusi lesi, dan agen kausatif dan
perbandingan daya sensitifitas antara pemeriksaan
KOH dan kultur jamur untuk menskrining dan
mendiagnosis infeksi dermatofitosis.
E. Reliabilitas
(-)

F. Aplikabilitas
Menjadi informasi dan rujukan bahwa infeksi dermatofitosis lebih sering
terjadi pada laki-laki dengan rentang usia antara 16-30 tahun, lokasi infeksi
tersering pada daerah selangkangan dan agen kausatif tersering yaitu
Aspergillus sp. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemeriksaan KOH
memiliki sensitifitas yang tinggi untuk digunakan sebagai prosedur definitif
untuk menskrining dan mendiagnosis infeksi dermatofitosis.

Anda mungkin juga menyukai