Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Penyakit Paru Kronik Obstruktif (PPOK) eksaserbasi merupakan penanda penting


dalam penatalaksanaan common cold), yang dapat dideteksi hingga satu minggu setelah
onset eksaserbasi. Eksaserbasi yang disebabkan oleh infeksi virus akan menyebabkan
gejala yang lebih berat, lebih lama dan membutuhkan perawatan di rumah sakit, seperti
yang sering terjadi pada musim dingin.

Eksaserbasi dapat dikaitkan dengan peningkatan produksi sputum dan jika terbentuk
sputum purulen, menandakan adanya infeksi bakteri. Ada bukti yang mengatakan
bahawa terjadi peningkatan eosinofil di saluran pernapasan, paru-paru, dan darah pada
sebagian besar pasien dengan PPOK. Selanjutnya, jumlah eosinofil akan meningkat
bersama dengan jumlah neutrofil dan sel-sel inflamasi lainnya selama onset PPOK
eksaserbasi. Sputum dengan eosinofil sering terdapat pada infeksi virus. Pengobatan
eksaserbasi yang disertai dengan peningkatan produksi sputum dan eosinofil darah
mungkin responsif dengan penggunaan steroid sistemik, meskipun perlu dilakukan uji
prospektif lanjutan untuk membuktikan hipotesis tersebut.

Onset gejala PPOK eksaserbasi biasanya berlangsung antara 7 hingga 10 hari, tetapi
beberapa kasus dapat berlangsung lebih lama. Dalam onset 8 minggu, 20% pasien
belum dapat pulih ke keadaan pra-eksaserbasi. Eksaserbasi pada PPOK dapat
berkontribusi pada perkembangan penyakit. Perkembangan penyakit akan menjadi berat
jika pemulihan dari keadaan eksaserbasi berlangsung lambat. Gejala eksaserbasi dapat
terjadi dalam beberapa waktu dan sekali pasien PPOK mengalami eksaserbasi,
menunjukkan kemungkinan kejadian eksaserbasi berulang kedepannya.

Beberapa pasien COPD sangat rentan terhadap berulangnya eksaserbasi (frequent


exacerbation), yang didefinisikan sebagai dua atau lebih eksaserbasi per tahun. Pasien
seperti ini telah terbukti memiliki status kesehatan dan morbiditas yang lebih buruk
daripada pasien eksaserbasi yang jarang terjadi. Pasien dengan risiko tinggi eksaserbasi
termasuk kedalam penyakit yang berat. Penyebab peningkatan kerentanan seseorang
terhadap gejala eksaserbasi masih belum diketahui. Namun, keluhan sulit bernapas akan
lebih berat terjadi pada pasien frequent exacerbation dibandingkan dengan pasien
infrequent. Hal ini menunjukkan bahwa keluhan sulit bernafas dapat menjadi pemicu
gejala pernapasan, dibandingkan dengan faktor fisiologis dan faktor penyebab lainnya.
Kejadian eksaserbasi sebelumnya akan menjadi prediktor terkuat terjadinya eksaserbasi
di masa yang akan. Pada pasien dengan gejala fenotipe moderate stabil, sebagian besar
pasien akan mengalami perubahan frekuensi kejadian eksaserbasi, terutama jika terjadi
perburukan nilai FEV1.

Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan peningkatan risiko eksaserbasi akut dan/
atau keparahan eksaserbasi adalah peningkatan rasio arteri pulmonal dan dimensi aorta
cross sectional (rasio> 1), besarnya persentase emfisema atau ketebalan dinding saluran
napas, yang diukur dengan CT scan thoraks dan adanya bronkitis kronis.

Pengobatan
Pilihan Pengobatan
Tujuan terapi PPOK eksaserbasi adalah untuk meminimalkan efek negatif gejala
eksaserbasi dan mencegah perkembangan penyakit menjadi lebih berat. Berdasarkan
beratnya gejala eksaserbasi dengan/tanpa penyakit penyerta, kasus eksaserbasi dapat
ditatalaksana dengan rawat jalan atau rawat inap. Lebih dari 80% pasien eksaserbasi
dapat dirawat jalan dengan pemberian obat bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik.

Indikasi rawat inap pada PPOK eksaserbasi dapat dilihat pada Tabel 5.1. Kerika pasien
PPOK eksaserbasi datang ke instalasi gawat darurat, pasien harus segera diberikan
terapi oksigen, kemudian dinilai apakah gejala eksaserbasi dapat membahayakan nyawa
pasien dan apakah terdapat peningkatan usaha pernapasan atau kegagalan pertukaran
udara pernapasan perlu dipertimbangkan pemberian bantuan ventilasi non invasif. Jika
ada tanda bahaya, perlu dipikirkan untuk segera dibawa ke ruang intensif. Jika tidak
ada, pasien dapat dirawat di instalasi gawat darurat atau di ruang rawat inap. Selain
dengan terapi farmakologi, sebagai tambahan untuk terapi pasien eksaserbasi dapat
diberikan bantuan pernapasan (terapi oksigen, ventilasi). Terapi eksaserbasi berat yang
tidak membahayakan nyawa, dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Manifestasi klinis PPOK eksaserbasi bervariasi. Pada pasien yang di rawat inap, terapi
eksaserbasi berat harus disesuaikan dengan gejala klinis dan mengikuti klasifikasi yang
telah ada sebelumnya.

Tidak ada gagal napas: Laju pernapasan: 20-30 kali permenit; tidak ada bantuan otot
pernapasan, tidak ada perubahan status mental; hipoksemia dapat membaik dengan
pemberian oksigen via Venturi mask dengan FiO2 28-25%; tanpa disertai peningkatan
PaCO2.

Gagal napas akut – tidak membahayakan nyawa: Laju pernapasan >30 kali
permenit; menggunakan bantuan otot pernapasan; tanpa perubahan status mental;
hipoksemia dapat membaik dengan pemberian oksigen via Venturi mask dengan FiO2
25-30%; dengan peningkatan PaCO2 lebih dari nilai normal atau peningkatan 50-60
mmHg.

Gagal napas akut –membahayakan nyawa: Laju pernapasan >30 kali permenit;
menggunakan bantuan otot pernapasan; perubahan status mental akut; hipoksemia tidak
dapat membaik dengan pemberian oksigen via Venturi mask dengan FiO2 >40%; terjadi
hiperkarbia dengan peningkatan PaCO2 lebih dari nilai normal atau peningkatan >60
mmHg atau disertai asidosis (pH≤ 7,25).

Tabel 5.1 Indikasi rawat inap


Gejala berat dengan perburukan akut dispnea saat istirahat, laju pernapasan tinggi,
penurunan saturasi oksigen, delirium, mengantuk
Gagal napas akut
Gejala klinis baru (sianosis dan edema perifer)
Gagal respon terhadap terapi awal
Disertai dengan penyakit komorbid berat (gagal jantung, aritmia onset baru, dll)
Tidak mungkin dirawat dirumah

Tabel 5.2. Terapi eksaserbasi berat yang tidak membahayakan nyawa


Penilaian beratnya gejala, analisis gas darah, dan foto polos thorax
Pemberian terapi oksigen, pemeriksaan gas darah arteri dan vena secara berkala, serta
saturasi oksigen
Bronkodilator:
- Peningkatan dosis dan/atau jumlah bronkodilator kerja cepat
- Dikombinasikan dengan beta 2 agonis kerja cepat dan antikolinergik
- Penggunaan bronkodilator kerja panjang ketika pasien stabil
- Penggunaan inhaler atau nebulizer ketika dibutuhkan
Pertimbangkan pemberian kortikosteroid oral
Pertimbangkan pemberian antibiotik (oral) ketika terdapat adanya tanda infeksi bakteri
Pertimbangkan pemberian ventilasi mekanik noninvasif (NIV)
Perlu diperhatikan:
- Monitor keseimbangan cairan
- Pertimbangkan pemberian heparin subkutan atau heparin molekul kecil untuk
profilaksis tromboemboli
- Identifikasi dan perbaikan kondisi penyerta lainnya (seperti gagal jantung,
aritmia, emboli pulmonal, dll)

Prognosis jangka panjang pada PPOK eksaserbasi yang harus dirawat inap adalah
buruk, dengan tingkat mortalitas 5 tahun sekitar 50%. Faktor yang berhubungan dengan
hasil buruk adalah usia tua, indeks massa tubuh yang rendah, penyakit komorbid
(seperti peyakit kardiovaskular atau kanker paru), riwayat di rawat sebelumnya dengan
PPOK eksaserbasi, gejala berat PPOK eksaserbasi dan kebutuhan terapi oksigen jangka
panjang saat keluar dari rumah sakit. Pasien dengan gejala pernapasan berat, rendahnya
kualitas hidup, fungsi paru yang jelek, kapasitas paru rendah, densitas paru menurun
dan adanya penebalan dinding bronkus dari hasil pemeriksaan CT scan juga menjadi
penyebab meningkatnta mortalitas pada kasus PPOK eksaserbasi.

Penelitian Cochrane terbaru memberikan hasil rencana pengobatan PPOK eksaserbasi


yang dilakukan dengan edukasi, disertai dukungan berkelanjutan, dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit. Edukasi mengenai pemberian obat kortikosteroid dan
antibiotik dapat meningkatkan hasil yang baik pada terapi PPOK eksaerbasi.
Manajemen kasus eksaserbasi dapat dilihat pada Tabel 5.3
Tabel 5.2. Manajemen kasus eksaserbasi
Inhalasi beta 2 agonis kerja cepat, dengan atau tanpa antikolinergik kerja cepat,
direkomendaiskan sebagai terapi awal bronkodilator dalam keadaan eksaserbasi akut.
(Bukti C)
Kortikosteroid sistemik dapat memperbaiki fungsi paru (FEV1), oksigenasi,
memperpendek waktu penyembuhan dan perawatan di rumah sakit. Pemberian obat
tidak lebih dari 5-7 hari (Bukti A)
Antibiotik, ketika diindikasikan, dapat memperpendek waktu penyembuhan,
menurunkan risiko kekambuhan, gagal pengobatan dan waktu perawatan di rumah sakit.
Pemberian obat tidak lebih dari 5-7 hari (Bukti B)
Metilxantin tidak direkomendasikan karena efek samping yang ditimbulkan (Bukti B)
Ventilasi mekanik non invasif (NIV) merupakan pilihan pertama ventilasi yang
digunakan pada paien PPOK dengan gagal napas akut (Bukti A)
NIV harus menjadi pilihan pertama terapi ventilasi pada pasien PPOK dengan gagal
napas akut yang tidak memiliki kontraindikasi absolute, karena dapat memperbaiki
pertukaran gas, mengurangi usaha pernapasan, dan kebutuhan intubasi, menurunkan
waktu perawatan di rumah sakit dan meningkatkan kelangsungan hidup (Bukti A)

Terapi Farmakologi
Terdapat 3 jenis obat yang paling sering digunakan pada kasus PPOK eksaserbasi, yaitu
bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik.

Bronkodilator. Walaupun belum ada bukti dari penelitian RCT, beta 2 agonis kerja
cepat, dengan atau tanpa pemberian antikolinergik kerja cepat, merupakan terapi awal
bronkodilator untuk kasus PPOK eksaserbasi. Sebuah systemic review tentang rute
pemberian bronkodilator kerja pendek, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan nilai FEV1 pada pemberian bronkodilator menggunakan metered dose
inhaler (MDI) dan nebulizer, walaupun penggunaan nebulizer lebih mudah dilakukan
pada pasien yang sakit. Penggunaan nebulizer secara terus menerus tidak
direkomendasikan, sedangkan penggunaan inhaler MDI satu puff setiap 1 jam dengan 2-
3 dosis dan dilanjutkan pemberian setiap 2-4 jam disesuaikan dengan respon pasien.
Walaupun belum ada penelitian yang jelas, kami merekomendasi pemberian
bronkodilator kerja lambat (kombinasi beta 2 agonis atau antikolinegik), dengan atau
tanpa kortikosteroid inhalasi, pada kasus eksaserbasi atau dimulai segera sebelum
pasien dipulangkan dari rumah sakit. Obat golongan Metilxantin intravena (teofinin atau
aminofinin) tidak direkomendasikan pada kasus eksaserbasi karena memiliki efek
samping.

Glukokortikoid. Data dari studi glukokortikoid sistemik pada PPOK eksaserbasi akut
akan mempersingkat waktu penyembuhan dan memperbaiki fungsi paru (FEV1). Obat
ini juga dapat memperbaiki oksigenasi, risiko relaps, kegagalan terapi dan
mempersingkat waktu perawatan di rumah sakit. Prednisone dosis 40 mg/hari selama 5
hari direkomendasikan untuk kasus PPOK eksaserbasi. Terapi prednisolon oral sama
efektif dengan pemberian secara intravena. Nebulisasi budesonide, walaupun mahal,
dapat menjadi alternatif kortikosterodi oral pada pasien eksaserbasi. Penelitian
sebelumnya menunjukkan glukokortikoid kurang efektif diberikan pada pasien PPOK
eksaserbasi dengan kadar eosinofil darah yang rendah.

Antibiotik. Walaupun PPOK eksaserbasi dapat disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri, penggunaan antibiotik pada kasus eksaserbasi masi controversial. Pada
beberapa penelitian yang tidak membedakan antara bronchitis (akut atau kronis) dan
PPOK eksaserbasi, tanpa kontrol placebo, dan /atau tidak adanya kriteria eksklusi pada
pemeriksaan foto polos thorax, mungkin saja terdapat pasien yang menderita
pneumonia. Penggunaan antibiotik pada kasus PPOK eksaserbasi diberikan pada pasien
yang memiliki gejala klinis infeksi bakteri, seperti produksi sputum purulen.

Sebuah systematic review dari studi placebo terkontrol menunjukkan bahwa antibiotik
dapat menurunkan risiko mortalitas sebesar 77%, kegagalan terapi 53%, dan produksi
sputum purulen 44%. Penelitian ini membuktikan pengobatan dengan antibiotik dapat
diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi moderat dan berat dengan peningkatan gejala
batuk dan produksi sputum purulen. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian RCT
pada pasien PPOK eksaserbasi moderat. Pada pasien rawat jalan, kultur sputum tidak
memberikan hasil yang baik. Beberapa biomarker dari infeksi saluran napas telah
dipelajari untuk dapat membantu penegakan diagnosis PPOK eksaserbasi. Penelitian C-
reactive protein (CRP) memberikan hasil yang kontradiktif dan tidak
direkomendasikan; CRP dilaporkan akan meningkat pada infeksi bakteri dan virus,
sehingga memberikan hasil yang tidak spesifik. Biomarker lainnya, prokalsitonin
adalah sebuah penanda infeksi bakteri spesifik dan dapat menjadi patokan pemberian
terapi antibiotik, namun tes ini mahal dan jarang tersedia. Beberapa studi menyarankan
terapi antibiotik dengan procalcitonin-guided dapat menurunkan pemakaian dan efek
samping antibiotik, dengan hasil yang sama. Sebuah penelitian metaanalisis
menunjukkan penggunaan antibiotik procalcitonin based proctocol secara signifikan
akan menurunkan pemberian dan paparan antibiotik, tanpa mempengaruhi hasil terapi
(seperti kegagalan terapi, waktu perawatan yang lebih lama, dan kematian). Namun,
kualitas bukti penelitian ini bernilai lemah hingga moderat, karena keterbatasan
metodologi penelitian dan populasi studi yang kecil. Terapi dengan procalcitonin based
proctocol efektif secara, namun diperlukan penelitian lanjutan dengan metodologi yang
lebih baik untuk mengkonfirmasi temuan ini. Sebuah studi PPOK eksaserbasi yang
diberikan terapi ventilasi mekanik (invasif dan nonivasif), pada pasien yang tidak
diberikan antibiotik akan meningkatkan mortalitas dan meningkatkan insiden
pneumonia nosokomial sekunder.

Kesimpulanya, antibiotik harus diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi yang memiliki
3 gejala cardinal, yaitu peningkatan dispneu, peningkatan produksi sputum, dan sputum
purulen; atau cukup terdapat 2 gejala cardinal, jika salah satu gejalanya terdapat sputum
purulen; atau membutuhkan ventilasi mekanik (invasif dan nonivasif). Antibiotik
diberikan selama 5-7 hari.

Pemilihan jenis antibiotik harus didasarkan pada tipe resistensi bakteri local. Biasanya
terapi awal antibiotik adalah dengan aminopenisilin dengan asam klavulanat, makrolid,
atau tetrasiklin. Jika pasien sering mengalami eksaserbasi, adanya limitasi aliran udara
yang berat, dan/atau eksaserbasi yang membutuhkan ventilasi mekanik, diperlukan
pemeriksaan kultur sputum atau sampel dari paru-paru, karena bakteri gram negative
(seperti Pseudomonas sp.) atau pathogen yang resisten, tidak akan sensitif dengan jenis
antibiotik yang telah disebutkan sebelumnya. Rute pemberian obat (oral atau intravena)
tergantung pada kemampuan pasien untuk makan dan farmakokinetik dari antibiotik
tersebut. Perbaikan dispneu dan penurunan produksi sputum purulen menjasi penanda
kesuksesan terapi.

Terapi Tambahan. Monitoring keseimbangan cairan, penggunaan diuretic,


antikoagulan, terapi komorbid, dan aspek nutrisi perlu diperhatikan sesuai dengan gejala
klinis yang ada pada pasien. Petugas kesehatan harus memberikan nasihat kepada pasien
untuk berhenti merokok. Pasien yang dirawat dengan PPOK eksaserbasi akan
meningkatkan risiko thrombosis vena dalam dan pulmonary proca, sehingga perlu
dipertimbangkan pemberian profiklaksi anti tromboemboli jika diperlukan.

Bantuan Penapasan
Terapi oksigen merupakan terapi utama manajemen eksaserbasi di rumah sakit.
Pemberian oksigen harus di titrasi untuk memperbaiki keadaan hipoksemia pasien
hingga target saturasi 88-92%. Saat terapi oksigen di mulai, pemeriksaan kadar gas
darah harus diperiksa secara berkala untuk memastikan keberhasilan oksigenasi tanpa
adanya retensi karbon dioksida, dengan/tanpa perburukan keadaan asidosis. Sebuah
penelitian menunjukkan pemeriksaan gas darah vena dapat menilai kadar bikarbonat
dan pH secara pasti ketika dibandingkan dengan pemeriksaan gas darah arteri.
Pemeriksaan gas darah vena juga dilakukan untuk membuat keputusan medis keadaan
gagal napas akut; kebanyakan pasien memiliki pH>7.30, kadar pCO2 yang tidak sama
antara sample arteri dan sample vena, tanpa disertai perburukan limitasi aliran udara.
Pemakaian venturi mask memberikan hasil yang lebih baik daripada nasal kanul.

Terapi oksigen high flow dengan nasal kanul. Pada pasien dengan gagal napas
hipoksemia akut, terapi oksiden high flow dengan nasal kanul (HFNC) dapat menjadi
pilihan alternatif terapi oksigen atau ventilasi tekanan positif nonivasif; beberapa studi
menunjukkan HFNC dapat menurunkan kebutuhan intubasi atau mortalitas pasien gagal
napas hipoksik akut (ARF). Penelitian terbaru dilakukan pada pasien PPOK dengan
penyakit penyerta berat yang membutuhkan suplementasi oksigen menunjukkan bahwa
HFNC dapat memperbaiki oksigenasi, ventilasi dan menurunkan hiperkarbia. Sebuah
systematic review RCT pada pasien dengan gagal napas hipoksik akut memberikan hasil
bahwa HFNC dapat menurunkan angka intubasi, tapi tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dengan terapi oksigen konvensional atau NIV, dan tidak berpengaruh pada
mortalitas pasien. Namun belum ada penelitian meta analisis mengenai gagal napas
akibat PPOK eksaserbasi. Sehingga dibutuhkan desain penelitian yang lebih baik, acak,
dan multicenter untuk menguji efek HFNC pada pasien PPOK yang disertau gagal
napas hipoksemik/hiperkarbik akut.

Terapi Ventilasi. Beberapa pasien membutuhkan perawatan segera di ruang intensif


(ICU) (Tabel 5.4). Pasien eksaserbasi akut berat harus segera dirawat di unit respirasi
khusus yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk menilai serta
menatalaksana keadaan gagal napas akut. Terapi ventilasi pada pasien eksaserbasi dapat
berupa ventilasi nonivasif (nasal kanul atau sungkup) atau ventilasi invasif (orotracheal
tube atau trakeostomi). Pemberian agen stimulasi pernapasan tidak direkomendasikan
pada kondisi gagal napas akut.

Tabel 5.4. Indikasi perawatan di ruang intensif


Dispneu berat yang tidak respon terhadap terapi emergensi
Perubahan mental status (delirium, letargi, koma)
Hipoksemia persisten (PaO2< 5.3 Kpa atau 40 mmHg) dan/atau asidosis berat
(pH<7.27), walaupun telah diterapi dengan oksigen dan ventilasi noninvasif.
Membutuhkan ventilasi mekanik invasif
Ketidakstabilan hemodinamik à pemberian vasopresor

Ventilasi mekanik noninvasif. Penggunaan ventilasi mekanik noninvasif (NIV)


merupakan terapi awal yang dipilih pada pasien PPOK eksaserbasi akut yang di rawat di
rumah sakit, dibandingkan dengan terapi ventilasi mekanik invasif (intubasi dan
ventilasi tekanan positif. NIV telah diteliti dalam penelitian RCT dan menunjukkan
keberhasilan sekitar 80-85%. NIV dapat memperbaiki oksigenasi dan asidosis
resipiratori akut, dengan cara meningkatkan pH dan menurunkan PaCO2. NIV juga
menurunkan laju pernapasan, usaha pernapasan, dan memperbaiki keadaan kesulitan
benapas, serta menurunkan komplikasi pneumonia yang berhubungan dengan ventilator
(ventilator associated pneumonia) dan mempersingkat waktu perawatan di rumah sakit.
Indikasi terapi NIV dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Indikasi ventilasi mekanik noninvasif (NIV)


Harus terdapat 1 gejala dari 3 gejala di bawah ini:
- Asidosis respiratori (PaCO2≥ 6.0 kPa atau 45 mmHg dan pH≤ 7.35)
- Dispneu berat dengan gejala klinis berupa kelelahan otot pernapasan,
peningkatan usaha pernapasan, atau keduanya, seperti penggunaan otot bantu
napas, gerakan paradoksikal abdomen, atau retraksi interkostal.
- Hipoksemia persisten yang telah diterapi dengan oksigen

Tabel 5.6 Indikasi ventilasi mekanik invasif


Tidak respon dengan terapi NIV atau terapi NIV gagal
Henti napas
Penurunan kesadaran, agitasi psikomotor
Aspirasi massif atau muntah persisten
Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret dari saluran napas
Ketidakstabilan hemodinamik berat yang tidak respon terhadai cairan dan agen
vasoaktif
Aritmia ventricular atau supraventrikular berat
Hipoksemia yang menganam nyawa pada pasien yang tidak toleransi terapi NIV

Ventilasi mekanik Invasif. Indikasi terapi ventilasi mekanik invasif pada pasien
eksaserbasi dapat dilihat pada Tabel 5.6., termasuk kegagalan terapi awal dengan NIV.
Secara umum, penggunaan NIV pada pasien PPOK memberikan keberhasilan yang
baik, sehingga penggunaan ventilasi mekanik invasif bukan menjadi terapi lini pertama
pada pasien PPOK eksaserbasi yag dirawat inap. Pada pasien yang gagal dengan terapi
awal NIV, pemberian terapi invasif dapat memberikan hasil terapi yang lebih baik,
menurunkan morbiditas dan mortalitas, serta mempersingkat waktu perawatan. Terapi
ventilasi invasif dilakukan pada pasien PPOK berat atas persetujuan pasien dan
ketersediaan alat di ruang intensif. Berbagai komplikasi seperti ventilator associated
pneumonia (khususnya pada kasus multiresistensi), barotraumas dan volutrauma, dan
risiko trakeostomi akan menyebabkan waktu terapi ventilasi yang memanjang.

Angka mortalitas akut pada pasien PPOK dengan gagal napas lebih rendah daripada
mortalitas pasien non-PPOK yang diberikan ventilasi. Meskipun demikian, terdapat
bukti bahwa pasien yang mungkin bertahan hidup sering ditolak masuk ke perawatan
intensif untuk dilakukan intubasi karena sudah dianggap memiliki prognosis yang
buruk. Sebuah studi besar pada pasien PPOK dengan gagal napas akut menunjukkan
angka mortalitas pasien di rumah sakit sebesar 17-49%. Kematian lebih lanjut
dilaporkan lebih dari 12 bulan kemudian, terutama pada pasien dengan fungsi paru yang
buruk sebelum ventilasi invasif (FEV1 < 30%), memiliki penyakit komorbid non-
respiratori, atau pasien rawat jalan. Terapi dengan ventilasi akan memberikan hasil yang
baik pada pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit komorbid, penyebab gagal napas
yang reversible (seperti infeksi), atau pada pasien yang tidak memerlukan terapi oksigen
jangka panjang.

Hospiral discharge and follow up


Penyebab, beratnya gejala, dampak, dan terapi keadaan eksaserbasi berbeda-beda pada
setiap pasien di masing-masing pusat pelayanan kesehatan di setiap negara. Saat ini
belum ada standart yang mengatur indikasi pemulangan pasien. Eksaserbasi yang
berulang dapat meningkatkan kemungkinan kekambuhan dan perawatan di rumah sakit,
serta meningkatkan mortalitas pada fase akut. Oleh karena itu, praktik klinis dan
manajemen rawat inap fase akut telah dipelajari secara luas dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan keberhasilan terapi semakin gencar diteliti dalam beberapa tahun
terkahir ini. Ketika penyebab re-hospitalization dan mortalitas diteliti, kekurangan yang
masih ada pada managemen eksaserbasi diidentifikasi, termasuk pada pemeriksaan
spirometri dan analisis gas darah arterial. Kejadian mortalitas berhubungan dengan usia
pasien, adanya keadaan gagal napas dengan asidosis, membutuhkan terapi ventilasi dan
penyakit komorbiditas, termasuk penuaan dan depresi.
Saat pemulangan, pasien harus diberi informasi mengenai edukasi, pemberian obat-
obatan, pengawasan pemberian inhaler, penilaian dan manajemen penyakit komorbid,
rehabilitasi, telemonitoring, dan kontrol kembali (Tabel 5.7). Namun, tidak ada data
yang cukup membuktikan bahwa langkah-langkah tersebut akan mempengaruhi
berkurangnya kekambuhan dan kematian. Jika langkah-langkah tersebut dilakukan pada
praktek klinis dengan baik, diharapkan akan terjadi peningkatan status kesehatan pasien
dan terjadi penurunkan kejadian kekambuhan. Dari hasil penelitian, rehabilitasi setelah
pemulangan dari rumah sakit (<4 minggu) dapat meningkatkan keberlangsungan hidup.

Early follow up (dalam 1 bulan) setelah pemulangan pasien, harus dilakukan karena
dapat menurunkan kejadian kekambuhan eksaserbasi. Banyak pasien yang tidak
melakukan early follow up, dapat meningkatkan kemungkinan mortalitas dalam 90 hari.
Hal ini mungkin disebabkan kurangnya kesadaran pasien, kesulitan akses pelayanan
kesehatan, dukungan sosial yang minim, dan/atau adanya penyakit penyerta yang lebih
berat.

Early follow up dapat memantau hasil terapi yang diberikan saat pemulangan pasien
(khususnya kemungkinan kebutuhan terapi oksigen jangka panjang dengan cara
pemerikaan saturasi oksigen dan analisis gas darah) dan apakah dibutuhkan penggantian
terapi lainnya (antibiotik dan steroid).

Additional follow up setelah 3 bulan pemulangan pasien direkomendasikan untuk


memastikan pasien telah stabil. Pemeriksaan gejala klinis, fungsi paru (dengan
spirometri) dan penentuan prognosis pasien dapat dilakukan menggunakan sistem
scoring seperti BODE., Saturasi oksigen dan analisis gas darah diperlukan untuk
menentukan apakah pasien masih memerlukan terapi oksegien jangka panjang, yang
dibandingkan antara keadaan sekarang dengan keadaan saat pemulangan pasien.
Pemeriksaan CT dapat dilakukan untuk menilai adanya bronkiektasis dan emfisema
pada pasien eksaserbasi berulang atau yang dirawat di rumah sakit. Penilaian dan
manajemen penyakit komorbid juga harus dilakukan (Tabel 5.7)

Pencegahan eksaserbasi
Setelah terjadi keadaan eksaserbasi akut, diperlukan pencegahan agar tidak terjadi
keadaan eksaserbasi lanjutan dan lebih berat (Tabel 5.3 dan Tabel 5.8)

Tabel 5.7. Kriteria pemulangan pasien dan follow up


- Klinis dan hasil laboratorium telah dikaji dengan lengkap
- Berikan terapi maintenance dan jelaskan dengan baik ke pasien
- Reassess teknik inhaler
- Memberikan penjelasan mengenai withdrawal obat fase akut (steroid dan/atau
antibiotik)
- Penilaian terapi oksigen lanjutan
- Rencana managemen penyakit komorbid dan follow up
- Jelaskan tentang waktu follow up: early follow up <4 minggu setelah
pemulangan, late follow up <12 minggu
- Semua keadaan abnormalitas klinis telah diidentifikasi

Follow up: 1-4 minggu

- Evaluasi penyesuaian lingkungan


- Review obat-obatan yang telah diberikan sebelumnya
- Penilaian ulang teknik penggunaan inhaler
- Penilaian kebutuhan terapi oksigen jangka panjang
- Pengisian dokumen untuk menilai aktifitas fisik dan sehari-hari
- Pengisian dokumen mengenai gejala pada pasien: CAT atau Mmrc
- Menentukan status kormorbid

Follow up: 12-16 minggu

- Evaluasi penyesuaian lingkungan


- Review obat-obatan yang telah diberikan sebelumnya
- Penilaian ulang teknik penggunaan inhaler
- Penilaian kebutuhan terapi oksigen jangka panjang
- Pengisian dokumen untuk menilai aktifitas fisik dan sehari-hari
- Pemeriksaan spirometri: FEV1
- Pengisian dokumen mengenai gejala pada pasien: CAT atau Mmrc
- Menentukan status kormorbid

Tabel 5.8. Intervensi yang dapat mengurangi kejadian PPOK eksaserbasi


Jenis Intervensi yang diberikan
Bronkodilator LABAs
LAMAs
LABA + LAMA
Regimen yang mengandung Kortikosteroid LABA + ICS
LABA + LAMA + ICS
Anti inflamasi (nonsteroid) Roflumilast
Anti infeksi Vaksin
Makrolid kerja lama
Mucoregulator N-asetilsistein
carbosistein
Lainnya Hentikan merokok
Rehabilitasi
Reduksi volume paru

Anda mungkin juga menyukai

  • Citation Preview
    Citation Preview
    Dokumen1 halaman
    Citation Preview
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Portofolio 5
    Portofolio 5
    Dokumen5 halaman
    Portofolio 5
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Bu Ly Po
    Bu Ly Po
    Dokumen22 halaman
    Bu Ly Po
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Berita Negara Republik Indonesia: WWW - Peraturan.go - Id
    Berita Negara Republik Indonesia: WWW - Peraturan.go - Id
    Dokumen98 halaman
    Berita Negara Republik Indonesia: WWW - Peraturan.go - Id
    yosua
    Belum ada peringkat
  • Portofolio 5
    Portofolio 5
    Dokumen5 halaman
    Portofolio 5
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Portofolio 5
    Portofolio 5
    Dokumen5 halaman
    Portofolio 5
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Porto Folio 5
    Porto Folio 5
    Dokumen5 halaman
    Porto Folio 5
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • For Scribd
    For Scribd
    Dokumen5 halaman
    For Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • For Scribd
    For Scribd
    Dokumen14 halaman
    For Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • For Scribd
    For Scribd
    Dokumen14 halaman
    For Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • For Scribd
    For Scribd
    Dokumen14 halaman
    For Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • For Scribd
    For Scribd
    Dokumen14 halaman
    For Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • For Scribd
    For Scribd
    Dokumen14 halaman
    For Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • For Scribd
    For Scribd
    Dokumen14 halaman
    For Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Untuk Scribd
    Untuk Scribd
    Dokumen1 halaman
    Untuk Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Hsis
    Hsis
    Dokumen14 halaman
    Hsis
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Untuk Scribd
    Untuk Scribd
    Dokumen1 halaman
    Untuk Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • For Scribd
    For Scribd
    Dokumen14 halaman
    For Scribd
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • CWK 3
    CWK 3
    Dokumen14 halaman
    CWK 3
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Hsis
    Hsis
    Dokumen14 halaman
    Hsis
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Translate PPOK
    Translate PPOK
    Dokumen15 halaman
    Translate PPOK
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Translate PPOK
    Translate PPOK
    Dokumen15 halaman
    Translate PPOK
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Translate PPOK
    Translate PPOK
    Dokumen15 halaman
    Translate PPOK
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Documents - Tips Referat Itp 5627bfe8f3f52
    Documents - Tips Referat Itp 5627bfe8f3f52
    Dokumen13 halaman
    Documents - Tips Referat Itp 5627bfe8f3f52
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Definisi
    Definisi
    Dokumen5 halaman
    Definisi
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Translate PPOK
    Translate PPOK
    Dokumen15 halaman
    Translate PPOK
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Definisi
    Definisi
    Dokumen5 halaman
    Definisi
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Sponsor 2
    Sponsor 2
    Dokumen1 halaman
    Sponsor 2
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat
  • Blok 6
    Blok 6
    Dokumen18 halaman
    Blok 6
    Kevin Putrawan
    Belum ada peringkat