Anda di halaman 1dari 9

CLINICAL SCIENCE SESSION

RABIES

Disusun oleh:

Sofhyanka Intan R. 12100118091

Muhamad Fauzan Ali 12100118110

Melinda Putri M. 12100118139

Preseptor :

Asep Saefulloh, dr., Sp.S

SMF ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

RSUD AL-IHSAN

2018
RABIES

A. Definisi

Penyakit peradangan akut SSP oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, family

Rhabdoviridae, bermanifestasi sebagai kelainan neurologi yang umunnya berakhir dengan

kematian.

B. Epidemiologi

- Rabies diperkirakan menyebabkan 59.000 kematian manusia setiap tahun di lebih dari

150 negara, dengan 95% kasus terjadi di Afrika dan Asia.

- Rabies adalah beban utama di Asia, dengan perkiraan 35.172 kematian manusia per

tahun. India menyumbang 59,9% kematian rabies di Asia dan 35% kematian secara

global.

- Penduduk miskin pedesaan dan anak-anak di bawah 15 tahun.

C. Etiologi

Virus rabies terdapat dalamair liur binatang (anjing, kucing, monyet, kelalawar, serigala

atau tikus) yang telah terinfeksi melalui gigitan, goresan, dan garukan yang masuk ke

dalam tubuh manusia.

D. Faktor resiko

 Tergigit/tercakar anjing, kucing, monyet, atau tikus

 Memiliki anjing peliharaan

 Merawat/memberi makan anjing liar

 Laki-laki lebih sering daripada perempuan


 Tinggal di daerah perkotaan(Chutiyami, 2017)

E. Pathogenesis

Binatang Manusia

Tergigit Tercakar Transplantasi kornea

Virus masuk ke dalam luka

Replikasi di dalam otot

Berikatan dengan Nicotinic Acetylcholine Receptor di NMJ

Menyebar secara sentripetal ke SSP dengan cara


retrograde fast axon transport (12-24 mm/d)

Ke Otak
(Predileksi sistem limbic, hipotalamus, brain stem)

Menyebar ke perifer secara sentrifugal melalui serabut


aferen volunter atau otonom (200-400 mm/d)

Ditandai dengan adanya


negri bodies di purkinje,
Nervus trigerminalis pyramidal, hipokampus,
basal ganglia, nuclei cranial
nerve

Kelenjar ludah Ganglion retina


dan epitel kornea

Penyebaran ke ekstraneural;
kelenjar adrenal, ganglia Sel bukan saraf; epitel
kardiak, dan pleksus ludah, otot jantung, otot
saluran cerna, hati, skeletal, folikel rambut
pankreas
F. Patofisiologi

Rabies

Gigitan binatang Penumpukan virus Infeksi neuron di otak


di sel piramydal
Adanya Timbul Menyebar secara Gangguan
impuls respon Terganggu jaras sentrifugal neurotransmitter
yang inflamasi corticospinal
dibawa
Kelenjar Otot ↓
oleh serat Pengeluaran Lumpuh saliva faring dan serotonin
saraf alpha IL-6, TNF laring dan gaba
delta alpha Peningkatan
pembentukan Kontraksi
Nyeri saliva faring dan cemas
Perubahan laring
set point
thermic
Menolak
makanan cair
Demam (hydrophobia)

RAS terganggu

Penurunan
kesadaran
G. Manifestasi klinis

Periode inkubasi biasanya 20-60 hari tapi bisa singkat menjadi 14 hari, terutama jika

gigitannya dalam dan berulang disekitar wajah dan leher.(Ropper and Robert H. Brown,

2005)

Onset ditandai dengan nyeri atau mati rasa pada area yang digigit bahkan ketika luka

telah sembuh, hal ini diduga menunjukan respon inflamasi yang dicetuskan ketika virus

mencapai sensori ganglion. Gejala lainnya termasuk demam, apatis, perasaan mengantuk,

sakit kepala, dan anorexia. Periode letargis ini berganti cepat menjadi periode eksitabilitas

dimana semua stimulus eksternal menyebabkan kedutan lokal atau kejang umum.(Ropper

and Robert H. Brown, 2005; Rowland, n.d.)

Dapat terjadi delirium dengan halusinasi dan perilaku ganjil (memukul, menggigit,

cemas). Terjadi pengeluaran saliva dengan jumlag banyak, kontraksi hebat dari faring dan

laring dipercepat oleh konsumsi makanan cair maupun padat. Sebagai hasilnya pasien

akan menolak cairan apapun dan disebut hydrophobia.

Suhu tubuh biasanya meningkat bisa mencapai 40,6oC hingga 41,7oC pada fase

terminal. Periode eksitabilitas atau hyperirritability secara bertahap berganti menjadi

periode kelumpuhan umum dan koma. Kematian disebabkan paralisis dari respirasi.

Periode kelumpuhan (paralytic form atau dumb rabies) terjadi tanpa fenomena muntah

atau spasme laryngeal. Paralisis merupakan tipe flaccid dan dapat dimulai dari 1 anggota

gerak dan menyebar dengan cepat ke anggota gerak lainnya. Paralisis biasanya simetris

dan bisa ada gejala dari transverse myelitis.(Ropper and Robert H. Brown, 2005)

H. Diagnosis

Riwayat gigitan (+) dan hewan yang menggigit mati dalam 1 minggu

Fase Awal: flu, malaise, anoreksia, parestesi daerah gigitan


Fase Lanjutan: agitasi, kesadaran fluktuatif, demam tinggi persistent, nyeri faring,

hipersalivasi, kejang, hidrofobia, aerofobia

Pemeriksaan Penunjang: Hasil pemeriksaan lab kurang bermakna

I. Diagnosis Banding

 Tetanus

 Ensefalitis

 Intoksikasi obat

 Herpes simpleks

J. Management

a. Isolasi pasien penting segera setelah diagnosa untuk menghindari rangsangan yang

dapat menimbulkan spasme otot atau mencegah penularan

b. Fase awal :

Luka gigitan harus dicuci dengan air sabun selama 5-10 menit lalu dibilar dengan air

bersih, lakukan debridement dan desinfeksi dengan alcohol 40-70 %.

Fase lanjut ;

Tidak ada terapi pada penderita yang sudah menunjukkan gejala. Hanya tindakan

suportif dalam menangani gagal jantung dan gagal nafas.

c. Pemberian SAR (Serum Anti Rabies) serum heterolog dosis 40 IU/kgBB disuntikkan

infiltrasi pada luka sebanyak-banyaknya lalu sisanya dimasukkan IM. Bila serum

homolog diberi 20 IU/kgBB dengan cara yang sama, wajib dilakukan skin test.

d. Pemberian VAR (Vaksin Anti Rabies) dalam waktu 10 hari infeksi (post exposure

prophylaxis/PEP) diberi IM pada otot deltoid atau anterolateral paha dengan dosis 0,5

ml pada hari 0,7,21 (rekomendasi Depkes)


e. Pada pasien yang sudah mendapat vaksin rabies dalam 5 tahun terakhir, bila digigit

anjing tersangka rabies, vaksin cukup diberikan 2 dosis pada haro 0 dan 3. Namun

bila gigitan berat berikan vaksin lengkap.

f. Pada luka gigitan yang parah, gigitan di leher ke atas, pada jari tangan, genitalia

berikan sar 20 IU/kgBB dosis tunggal. Cara pemberian setengah dosis disuntikkan

pada sekitar luka dan setengah dosis di suntukkan IM pada tempat yang berlainan

dengan suntikkan SAR.

Penatalaksanaan penderita tergigit hewan tersangka dan positif rabies;

1. Penyuntikkan dilakukan seacra lengkap bila;

a. Hewan atau anjing yang menggigit positif rabies

b. Hewan atau anjing liar atau gila yang tidak dapat diobservasi atau hewan tersebut

dibunuh.

2. Penyuntikkan vaksin anti rabies tidak dilanjutkan bila hewan yang menggigit tetap

sehat selama observasi samapi 10 hari.

3. Petugas (tenaga medis) harus memakai sarung tangan, pakaian, dan masker

4. Minta persetujuan tindakan sebelum pemberian SAR/VAR.

K. Komplikasi

 Gagal jantung

 Gagal nafas

 Kematian’
L. Prognosis

Prognosis pada umumnya dapat buruk, karena kematian dapat mencapai 100% apabila

virus rabies mencapai SSP. Prognosis selalu fatal karena sekali gejala rabies terlihat, hampir

selalu kematian terjadi dalam 2-3 hari setelahnya sebagai akibat dari gagal nafas/henti

jantung.

Pada orang yang tidak divaksinasi, rabies hampir selalu berakibat fatal setelah gejala

neurologis berkembang. Vaksinasi setelah terpapar, PEP (post-exposure prophylaxis) berhasil

mencegah penyakit jika diberikan segera, dengan sedikit atau tanpa penundaan, PEP 100%

efektif terhadap rabies.

M. Pencegahan

1. Vaksinasi

2. Edukasi

 Keluarga ikut membantu dalam hal jika penderita rabies yang sudah

menunjukkan gejala rabies untuk segera dibawa untuk penanganan segera ke

fasilitas kesehatan. Pada pasien yang digigit hewan tersangka rabies, keluarga

harus menyarankan pasien untuk vaksinasi

3. Laporkan kasus rabies ke dinas kesehatan setempat


Daftar Pustaka

Chutiyami, M., 2017. J. Heal. Med. Nurs.

Ropper, A.H., Robert H. Brown, 2005. Adams and Victor’s Principles of Neurology.

Rowland, L.P., n.d. Merritt´s Neurology.

https://www.who.int/rabies/

Manson's, P., 2009. Tropical Disease

Anda mungkin juga menyukai