Anda di halaman 1dari 5

Anemia

1. Definisi
- Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen caring capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan
kadar hemoglobin, kemudian hematokrit (Sudoyo, et al., 2010). Anemia pada
ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11
gr/dL pada trimester I dan III atau kadar lebih kecil 10,5 gr/dL pada
trimester II (Cunningham, 2005). Anemia defisiensi besi adalah yang paling
sering menyebabkan anemia pada kehamilan di seluruh dunia, bisa ringan,
sedang, ataupun berat (Reveiz, et al., 2011).
- Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb (hemoglobin) darah atau hitung
eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14
g/dl dan Ht < 41% pada pria, Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita (Mansjoer,
2001). Anemia adalah kekurangan sel darah merah yang dapat disebabkan oleh
kehilangan darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel
darah merah (Guyton, 1997).
- Anemia adalah penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi,
abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah, atau keduanya
(Corwin, 2009).
- Anemia adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal (Soebroto, 2010).
- Anemia adalah keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah
sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman,
2007).
2. Etiologi
Penyebab anemia bergantung pada banyaknya sel darah merah (eritrosit) yang
diproduksi dalam tubuh dan tingkat kesehatan seseorang. Penurunan kadar
hemoglobin selama kehamilan disebabkan oleh ekspansi yang lebih besar dari
volume plasma dibandingkan dengan peningkatan volume sel darah merah
(eritrosit). Disproporsi antara tingkat kenaikan untuk plasma dan eritrosit memiliki
perbedaan yang paling signifikan selama trimesrer kedua (American Pregnancy
Association, 2015). Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia (Dhaar &
Robbani, 2008). Berdasarkan Pribadi, et al (2015) meskipun anemia defisiensi besi
merupakan penyebab terbanyak, tetapi anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal
lainnya, antara lain:
- Hemolisis akibat malaria atau penyakit bawaan seperti talasemia
- Defisiensi G6PD
- Defisiensi nutrient seperti vitamin B12, asam folat, dan vitamin C
- Kehilangan darah kronis akibat cacing dan malabsorbsi besi
Menurut Sudoyo, et al (2010) anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang
disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan
oleh karena:
- Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
- Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
- Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
3. Tanda dan Gejala
- Gejala yang seringkali muncul pada penderita anemia diantaranya (Soebroto,
2010):
a. Lemah, letih, lesu, mudah lelah, dan lunglai.
b. Wajah tampak pucat.
c. Mata berkunang-kunang.
d. Nafsu makan berkurang.
e. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa.
f. Sering sakit.
- Anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada
(Soebroto, 2010):
a. Kecepatan timbulnya anemia
b. Usia individu
c. Mekanisme kompensasi
d. Tingkat aktivitasnya
e. Keadaan penyakit yang mendasarinya
f. Beratnya anemia
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah
pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah,
berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2
ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya
untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan keadaan serta distribusi
bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan dan membrane mukosa mulut serta
konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat. Pada anemia
berat, gagal jantung kongestif dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak
dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Pada anemia berat
dapat juga timbul gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau
diare, dan stomatitis (nyeri pada lidah dan membrane mukosa mulut), gejala-gejala
umumnya disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti defisiensi zat besi (Price, 2005).
4. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisistem dan
untuk menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fisik perlu memperhatikan:
- adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.
- pucat: sensitivitas dan spesifisitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau
konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
- ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus
sering sulit dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifi sial. Pada
penelitian 62 tenaga medis, ikterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin
>2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL.
- penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
- lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.
- limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri
tulang dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif
(seperti pada leukemia mielositik kronik), lesi litik ( pada mieloma multipel atau
metastasis kanker).
- petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.
- kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defi siensi Fe.
- Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia
sideroblastik familial).
- Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.
Sumber: Oehadian, Amaylia. 2012. Continuing Medical Education Pendekatan Klinis dan Diagnosis
Anemia. Bandung. Subbagian Hematologi Onkologi Medik, Bagian Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin
Bandung.CDK-194/ vol. 39 no.6, th. 2012.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes (2000) pemeriksaan penunjang/ diagnostik untuk diagnosa anemia
antara lain :
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : Hemoglobin dan hematokrit menurun
2. Jumlah eritrosit : Menurun (A /aplastik), menurun berat MCV (mean corpuskuler
volum) dan MCH (mean corpuskuler hemoglobin) menurun dan mikrositik dengan
eritrosit hipokromik (DB/ defisiensi besi), peningkatan (AP) pansitopenia (aplastik).
3. Jumlah retikulosit : Bervariasi misal menurun (AP) meningkat (respon sumsum tulang
terkadang kehilangan darah (hemolisis).
4. Pewarnaan SDM : Mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengidentifikasi
tipe khusus anemia).
5. LED : Peningkatan kerusakan SDM atau penyakit malignasi.
6. Masa hidup SDM : Berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe
anemia tertentu, SDM mempunyai waktu hidup lebih pendek.
7. Tes perapuhan eritrosit : Menurun (DB).
8. SDP : Jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik).
9. Jumlah trombosit : Menurun (aplastik), meningkat (DB) normal atau tinggi
(hemolitik)
10. Hemoglobin elektroforesis : Mengidentifikasi tipe struktur Hb.
11. Bilirubin serum (tak terkonjugasi) : Meningkat (AP Hemolitik)
12. Folat serum dan vitamin B12: Membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
diferensi masukan/absorbsi.
13. Besi serum : Tak ada (DB), tinggi (hemolitik).
14. TIBC serum : Meningkat (DB).
15. Feritin serum : Menurun (DB).
16. Masa perdarahan : Memanjang (aplastik).
17. LDH serum : Mungkin meningkat (AP).
18. Tes schilling : Penurunan ekskresi vitamin B12 urine (AP).
19. Gualak : Mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukan
perdarahan akut/kronis (DB).
20. Analisa gaster : Penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorik bebas (AP)
21. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan biopsi : Sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah ukuran dan bentuk membentuk membedakan tipe anemia, misalnya :
peningkatan megaloblas (AP) lemak sumsum dengan penurunan sel darah (Aplastik).
22. Pemeriksaan endoskopik dan radiografik : Memeriksa sisi perdarahan (perdarahan
GI).

Anda mungkin juga menyukai