Anda di halaman 1dari 15

Makalah Critical Review

Tata Guna Lahan


HUBUNGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN
LAHAN DENGAN LIMPASAN AIR PERMUKAAN:
STUDI KASUS KOTA BOGOR

Disusun Oleh:
LIDWINA E.H.
08141006

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016
BALIKPAPAN
2

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 3
1.2 Tujuan .................................................................................................................................... 3
1.3 Manfaat .................................................................................................................................. 4
1.4 Sistematika Penulisan ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN....................................................................... 5
2.1 Review Teori-Teori terkait ........................................................................................................ 5
2.1.1 Faktor Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan ........................................................ 5
2.1.2 DAS ...................................................................................................................................... 6
2.1.3 Ruang Terbuka Hijau (RTH) ............................................................................................. 6
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Limpasan Air Permukaan ................................... 7
2.1.5 Banjir .................................................................................................................................... 8
2.2 Review artikel dan permasalan di lokasi studi ...................................................................... 9
2.2.1 Lokasi Wilayah Studi.......................................................................................................... 9
2.2.2 Permasalahan yang Ada di Lokasi Studi ...................................................................... 10
2.2.3 Critical Review .................................................................................................................. 10
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 13
1.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 13
1.2 Lesson Learned .................................................................................................................. 13
1.3 Saran .................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 15

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan suatu daerah di pengaruhi oleh kapasitas dan jumlah penduduk. Hal ini
terjadi karena penduduk menentukan pola serta jenis penggunaan lahan daerah yang
mereka tempati. Pola penggunaan lahan suatu kota atau daerah menunjukkan arah
perkembangan serta dasar perencanaan suatu daerah. Semakin baik pengelolaan
penggunaan lahan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kesesuaian lahan
berdasarkan peruntukan jenisnya, semakin baik pula perkembangan daerah tersebut.
Karena penggunaan lahan yang sesuai dengan peruntukkan jenisnya tidak akan
menimbulkan dampak negatif seperti kerusakan lingkungan, yang dapat menghambat
perkembangan suatu kota.
Namun nyatanya hal tersebut tidak selalu sesuai dengan kondisi existing yang di
lapangan. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi mejadi faktor permintaan akan lahan
terus meningkat dan tidak terkendali. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan antara demand
dan supply lahan. Kondisi ini mendorong perkembangan dan perluasan kota ke daerah
pinggirannya karena persediaan lahan perkotaan yang semakin berkurang dan tidak dapat
menampung besarnya kapasitas penduduk. Seringkali perluasan daerah ini memanfaatkan
lahan perkotaan yang tidak sesuai dengan peruntukkan jenis kegiatannya. Sehingga
menimbulkan kompleksitas permasalahan perkotaan yang sulit ditangani.
Salah satu contohnya adalah Kota Bogor yang merupakan bagian tengah dari daerah
aliran sungai (DAS) Ciliwung. Lahan Kota yang tadinya merupakan ruang terbuka hijau dan
situ-situ yang berfungsi menampung air hujan, mengalami perubahan penggunaan lahan
menjadi kawasan terbangun. Perubahan penggunaan lahan ditambah dengan tingginya
curah hujan di Bogor mengakibatkan semakin besarnya limpasan air permukaan (surface
run-off) pada saat turun hujan. Hal tersebut membawa dampak buruk bagi pada daerah di
sekitarnya, khususunya DKI Jakarta. Besarnya limpasan air, membawa „banjir kiriman‟ ke
Jakarta karena minimnya daerah resapan air.
Oleh karena itu, selanjutnya topik yang dibahas dalam makalah ini adalah hubungan
perubahan penggunaan lahan dengan limpasan air permukaan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah:
 Memberikan pemahaman terhadap implikasi permasalahan-permasalahan tata
guna lahan yang ada di perkotaan.
 Menyampaikan ide atau gagasan terkait permasalahan-permasalahan tata guna
lahan tersebut melalui media massa seperti media cetak atau media elektronik .

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
4

 Memenuhi tugas mata kuliah tata guna lahan.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah memberikan informasi kepada
pembaca mengenai permasalahan-permasalahan tata guna lahan yang ada di perkotaan.
Selain itu makalah ini dapat digunakan sebagai sumber data dan referensi bagi pihak-pihak
yang memerlukan dan akan melakukan penilitian terkait permasalahan-permasalahan tata
guna lahan di perkotaan.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
─ BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang mengenai permasalahan-
permasalahan tata guna lahan perkotaan yang di bahas dalam makalah ini, tujuan,
manfaat, serta sistematika penulisan makalah.
─ BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN, berisi tentang review terori-teori
terkait permasalahan-permasalahan tata guna lahan yang ada di perkotaan, review
artikel atau jurnal mengenai permasalahan tata guna lahan, serta permasalahan
yang ada di lokasi studi.
─ BAB III PENUTUP, berisi tentang lesson learned yang dapat diambil dari review
jurnal maupun pembahasan mengenai permasalahan-permasalahan tata guna lahan
yang ada di perkotaan, dan kesimpulan dari makalah ini.

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

2.1 Review Teori-Teori terkait

2.1.1 Faktor Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan


Menurut Chapin dan Kaiser (1979), suatu pembentuk peruntukan dan
pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh struktur ruang kota dimana struktur ruang kota
berkaitan dengan 3 sistem, yaitu sistem pengembangan lahan, sistem pengembangan
lahan, dan sistem lingkungan.
Charles C.Colby dalam Zulkaidi (1999), mengidentifikasi adanya dua gaya yang
saling bertentangan yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan guna lahan kota
yaitu :
1) Gaya setripetal, yaitu gaya yang bekerja menahan fungsi-fungsi tertentu di pusat
kota dan menarik yang lain untuk berlokasi di sekitarnya. Gaya ini terjadi karena
sejumlah kualitas daya tarik pusat kota, yaitu:
a. Daya tarik tapak / site.
b. Kenyamanan fungsional, seperti aksesibilitas dan aglomerasi.
c. Prestise fungsional, seprti kawasan tertentu untuk perdagangan elektronik,
pakaian dll.
2) Gaya sentrifugal, adalah gaya yang mendorong kegiatan berpindah dari pusat kota
ke wuilayah pinggiran, meliputi:
a. Gaya spasial terjadi karena pusat kota sering mengalami kemacetan sedang
wilayah lain masih kosong.
b. Gaya site, akibat daya tarik guna lahan ekstensif atau daya tarik alam diwilayah
pinggiran dibanding guna lahanintensif di pusat kota.
c. Gaya situasional, akibat daya tarik dan kenyamana yang lebih baik di pinggir
kota.
d. Gaya evolusi sosial, akibat tingginya nilai tanah, pajak dan keterbatasan ruang
di pusat kota.
e. Status dan organiosasi hunian, sebagai akibat polusi di pusat kota.
Menurut E.J. Kaiser dan S.F.Weiss, dalam L.S. Bourne (1971: 188-199) secara
konsepsional proses perubahan guna lahan di pinggir kota dipengaruhi oleh:
 Urban interest, yaitu meningkatnya kebutuhan lahan kota, sehingga kawasan
pinggir kota menjadi potensial dan guna lahan yang ada mulai bergeser.
 Secara aktif kota menjadi bahan pertimbangan bagi pengusaha untuk dibeli dan
dikembangkan.
 Mulai diprogram untuk pembangunan, dibangun dan dihuni oleh penduduk.

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
6

2.1.2 DAS
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan
yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan. (PP No. 7 tahun 2012). DAS juga disebut kawasan tangkapan (catchment)
karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu “menangkap” seluruh air dan selanjutnya
air tersebut mengalir ke bawah dan ke kawasan hilir.
Kondisi hidrologi DAS dapat terpengaruh akibat terjadinya perubahan
penggunaan lahan (de la Cretaz and Barten, 2007). Selain itu kualitas air DAS yang
melewati daerah perkotaan juga dipengaruhi oleh perkembangan kota/perubahan
penggunaan lahan seperti perkembangan industri dan perkembangan pemukiman di
wilayah DAS (Coskun, et al., 2008). Komponen-komponen dalam pengelolaan DAS:
 Pengelolaan dan konservasi lahan pertanian
 Pembuatan dan pemeliharaan saluran air, bangunan terjunan air dan sebagainya.
 Peningkatan penutupan lahan melalui penerapan teknik agroforestri, hutan rakyat,
hortikultura buah-buahan, penanaman hijauan pakan ternak dan perikanan darat.
 Pemeliharaan tebing sungai
 Pengembangan infrastruktur yang sesuai, misalnya pembangunan sarana irigasi.

2.1.3 Ruang Terbuka Hijau (RTH)


Ruang Terbuka Hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau
pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan
hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur hijau, kawasan hijau
pekarangan. (Perda No.7 Tahun 2002). Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang
selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi,
sosial, budaya, ekonomi dan estetika (Permendagri No.1 Tahun 2007).
RTH terbagi menjadi 2, yaitu RTH publik dan RTH privat. Luas ideal RTH menurut
UU No.26 Tahun 2007 adalah 30 % dari luas wilayah kota dengan proporsi RTH publik
20 % dari luas wilayah kota. Tujuan penyelenggaraan RTH menurut Peraturan Menteri
PU No. 5 tahun 2008:
 Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;
 Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan
alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat;

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
7

 Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman


lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

Manfaat RTH berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 5 tahun 2008:


a. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk
keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan
untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
b. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih
udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah,
pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi
hayati atau keanekaragaman hayati).

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Limpasan Air Permukaan


Limpasan air permukaan dipengaruhi oleh faktor meteorologi meliputi intensitas,
durasi dan distribusi curah hujan. Faktor lain ialah karakteristik daerah limpasan,
diantaranya adalah luas dan bentuk daerah pengaliran, topografi dan tata guna lahan.
(Mori, et.al. 1999, Suripin, 2002, Supirin 2004, Asdak, 2004).
Perubahan tata guna lahan juga dapat meningkatkan debit puncak 5 sampai 35
kali karena air yang meresap kedalam tanah sedikit mengakibatkan aliran air
permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit menjadi besar dan terjadi
erosi yang berakibat sedimentasi. Gambar berikut ini menunjukkan adanya peningkatan
genangan dan berkurangnya kapasitas saluran akibat perkembangan kota
a. Muka air drainase/sungai sebelum suatu wilayah berkembang

Gambar 1. Muka Air Drainase/Sungai Sebelum Suatu Wilayah Berkembang


Sumber: Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 24/No. 3 Desember 2013

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
8

b. Muka air drainase/sungai setelah suatu wilayah berkembang

Gambar 2. Muka Air Drainase/Sungai Setelah Suatu Wilayah Berkembang


Sumber: Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 24/No. 3 Desember 2013

2.1.5 Banjir
Terjadinya banjir disebabkan oleh kondisi dan fenomena alam (topografi, curah
hujan), kondisi geografis daerah dan kegiatan manusia yang berdampak pada
perubahan tata ruang atau guna lahan di suatu daerah. Banjir di sebagian wilayah
Indonesia, yang biasanya terjadi pada Januari dan Februari, diakibatkan oleh intensitas
curah hujan yang sangat tinggi, misalnya intensitas curah hujan DKI Jakarta lebih dari
500 mm (BMKG, 2013). Terjadinya banjir juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia atau
pembangunan yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi lingkungan.
Banyak pemanfaatan ruang yang kurang memperhatikan kemampuannya dan melebihi
kapasitas daya dukungnya

2.16. Konsep Ecological Footprint

Ecological footprint adalah alat bantu untuk dapat kita pergunakan dalam
mengukur penggunaan sumberdaya dan kemampuan menampung limbah dari populasi
manusia dihubungkan dengan kemampuan lahan, biasanya dinyatakan dalam hektar.
Ecological footprint dapat digunakan sebagai ukuran prestasi kita dalam mendukung
keberlanjutan bumi ini, dan menjadi indikator terbaik dan efisien dalam mendukung
keberlanjutan kehidupan. Alat ukur ini menjadi penting dalam konteks untuk mengetahui
apakah kegiatan konsumsi yang kita lakukan masih dalam batas daya dukung
lingkungan ataukah sudah melewatinya, dengan kata lain masih dalam surplus ataukah
sudah dalam defisit (penurunan kualitas) ekologi.
Metode penghitungan telapak ekologis (ecological footprint) cukup simpel, dan
digunakan untuk membandingkan keberlanjutan sumber daya antar berbagai populasi
(Rees, 1992). Konsumsi populasi tersebut disebutkan dalam sebuah indeks, yaitu luas

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
9

area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan populasi. Luas area ini kemudian
dibandingkan dengan luas lahan produksi aktual dimana populasi tersebut berada
(habitat). Dan kemudian, tingkat keberlanjutan (sustainability) ditentukan berdasarkan
perbedaan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan (Costanza, 2000).
Metode dan proses penghitungan telapak ekologis bisa menjadi masukan bagi
perencanaan wilayah dan kota serta pembangunan kawasan, baik kewilayahan
(regional) maupun sektoral. Sangat disadari bahwa dalam penghitungan telapak
ekologis banyak asumsi yang digunakan, antara lain dalam mengkonversi berbagai
jenis produksi hayati, dan dalam memaknai berbagai jenis konsumsi. Selain itu,
penghitungan telapak ekologis juga sangat tergantung pada ketersediaan dan akurasi
data.

2.2 Review artikel dan permasalan di lokasi studi

2.2.1 Lokasi Wilayah Studi


Secara astronomis Kota Bogor terletak di antara 106‟ 48‟ BT dan 6‟ 26‟ LS. dan
secara geografis Kota dekat dengan DKI Jakarta. Hal ini merupakan potensi yang
strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan
nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata.
Berdasarkan pada peta tata guna lahan, dapat diketahui bahwa dominasi penggunaan
lahan terbesar adalah kawasan pemukiman.

Gambar 3. Peta Tata Guna Lahan Kota Bogor


Sumber: Bappeda Kota Bogor

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
10

2.2.2 Permasalahan yang Ada di Lokasi Studi


Sungai Ciliwung, beberapa tahun terakhir ini menjadi sumber ketidaknyamanan
bagi kawasan DKI Jakarta karena sering mengakibatkan banjir di beberapa lokasi di
Jakarta. Tingginya curah hujan di Kota Bogor yang mencapai 3500-4000 mm/tahun dan
terjadinya perubahan guna lahan di kawasan Bogor, menambah laju limpasan
permukaan yang terjadi. Sampai saat ini, banjir dan genangan air merupakan situs
tahunan bagi Jakarta dan mengancam warga yang tinggal di beberapa kawasan
sepanjang Sungai Ciliwung. Dalam Keppres No. 114 Tahun 1999 tentang Penataan
Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopuncur), kota Bogor tidak termasuk dalam
kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah, namun melihat
posisinya yang dialiri dua sungai besar (Sungai Ciliwung dan Cisadane), maka
pertimbangan pengendalian limpasan air permukaan juga perlu dilakukan di kota Bogor,
apalagi pertumbuhan kota ini sangat cepat terutama di sektor perumahan karena
menerima limpahan penduduk dari Jakarta.

2.2.3 Critical Review

A. Pola Perubahan Penggunaan lahan di Kota Bogor


Penjelasan mengenai data pola perubahan penggunaan lahan di Kota Bogor
disajikan dengan baik. Penulis menggunakan komparasi data dari tahun 1995 dan
2002. Sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami perbedaan signifikan
yang terjadi pada pola penggunaan lahan di Kota Bogor. Penggunaan metode
analisis terhadap perubahan penggunaan lahan yang digunakan juga dapat
menggambarkan perubahan penggunaan lahan yaitu pergeseran luas jenis-jenis
penggunaan lahan yang cukup besar.
Pada data yang diberikan diketahui bahwa perubahanan penggunaan lahan
terbesar di bogor adalah terjadinya konversi lahan peruntukan pertanian dan RTH
menjadi lahan permukiman, perumahan serta perkantoran. Selain itu, pola
perubahan penggunaan lahan di jurnal ini dikaitkan dengan teori sewa lahan dan
teori yang dikemukakan oleh Barlowe (1978). Kedua teori tersebut menyatakan
bahwa nilai suatu lahan di pengaruhi oleh aspek ekonomi sehingga mendorong
terjadinya pembangunan yang menjadi penyebab utama perubahan penggunanan
lahan di Kota Bogor.
Namun, kekurangannya adalah penulis tidak menyajikan peta penggunaan
lahan pada tahun 1995 dan 2002 sehingga sulit untuk memvisualisasikan
perbedaan pola penggunaan penggunaan lahan dalam kurun waktu tersebut.
Kemudian, tidak terdapat penjelasan lebih detail mengenai dampak pola
perubahan penggunaan lahan di Kota Bogor dalam kurun waktu 7 tahun tersebut.

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
11

Sehingga pembaca tidak bisa mengambil kesimpulan apakah pola perubahan


lahan tersebut lebih banyak berdampak positif atau negatif terhadap
perkembangan Kota Bogor.

B. Prediksi Luas Jenis-Jenis Penggunaan Lahan Tahun 2009


Dengan menggunakan metode shift share, penulis meproyeksikan bahwa
penggunaan lahan perumahan diprediksikan terjadi di Kecamatan Bogor Selatan
(41,39%) dan terendah di Kecamatan Bogor Tengah (0,19%). Data tersebut
kurang menyakinkan karena penulis tidak memberikan data presentase
pertumbuhan penduduk maupun pola penggunaan lahan dari tahun ke tahun
dalam bentuk tabel, grafik maupun gambar sehingga cenderung memberikan
prakiraan sepihak dari sudut penulis daripada berdasarkan fakta atau kondisi
eksisting yang terdapat di lokasi studi.
Begitu pula dengan hasil proyeksi proporsi RTH yang menyusut dari kondisi
sebelumnya hanya didasarkan pada data RTRW Kota Bogor tahun 2009. Tidak
memberikan data mengenai kondisi dan proporsi eksisting RTH dari tahun-tahun
sebelumnya. Sehingga hasil proyeksi ini lebih cocok disebut penyamaan
anggapan atau persepsi bahwa hasi proyeksi akan terjadi sesuai studi literatur
yang dilakukan. Kedua proyeksi diatas tidak dilengkapi dengan penyebab
terjadinya pola perubahan penggunaan lahan yang telah diproyeksikan.
Kemudian penulis juga tidak menyebutkan penggunaan lahan jenis apa yang
dominan pada proyeksi tersebut serta dampak apa yang akan terjadi pada
penggunaan lahan dominan tersebut

C. Limpasan Air Permukaan Tahun 2002


Pada pembahasan limpasan air permukaan, pada jurnal diberikan sedikit
review teori yang dapat membuat pembaca dapat lebih memahami topik yang
akan dibahas. Pengunaan analogi tentang dampak limpasan air dari Kota Bogor
ke Jakarta juga cukup baik sehingga pembaca dapat mengetahui alur berjalannya
air dan sehingga memahami keterkaitan antara kedua kota tersebut.
Namun sayang, seperti sebelumnya penulis tidak menyebutkan data yang
lengkap dan sumber valid dari analisis limpasan permukaan air yang dilakukan.
Sehingga tidak diketahui apakah hasil analisis menggunakan data hasil survei
sekunder melalui badan resmi terkait atau melalui data survei primer. Selain itu
penggunaan bahasa ilmiah seperti kecepatan limpasan air sekian m/detik tidak
dapat dipahami oleh pembaca awam yang tidak memiliki dasar ilmu terkait.
Sehingga akan lebih baik jika diberikan penjelasan tambahan melalui analogi

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
12

umum seperti yang dilakukan sebelumnya agar semua kalangan yang membaca
dapat memahami dampak dari kecepatan limpasan air tersebut.
Penggunaan asumsi bahwa jenis penggunaan lahan perumahan di sebagian
kecamatan Kota Bogor masih memiliki intensitas rendah sehingga koefisien
limpasan yang digunakan pun lebih rendah, menjelaskan hasil dari analisis yang
dilakukan sehingga analisis tersebut dapat diterima secara logis. Selain itu
penggunaan grafik jhasil prediksi lebih memudahkan pembaca untuk memahami
komparasi laju limpasan air permukaan dalam kurun waktu tahun 1995 dan 2002.

D. Prediksi Air Limpasan Permukaan Tahun 2009


Sama halnya denga prediksi pola perubahan lahan, prediksi air limpasan
permukaan juga kurang memberikan data terkait data-data eksisting pada tahun-
tahun sebelumnya dalam bentuk tabel yang akan lebih mudah dimengerti.
Penggunaan lebih dari satu metode yang digunakan untuk melakukan prediksi
membuat alternatif pilihan yang menunjukkan bahwa dengan menggunakan
metode yang berbeda, hasil yang didapatkan tidak akan jauh berbeda yaitu
mengalami peningkatan. Sehingga hasil prediksi tersebut memiliki dasar yang
kuat untuk diterima pembaca.
Penggunaan grafik yang menjelaskan prediksi air limpasan dengan metode
yang digunakan dengan prediksi RTRW 2009 juga menjadi alat komparasi yang
baik karena prediksi tersebut mengacu pada perencanaan yang sesuai dan dapat
diterima secara logis. Dalam prediksi ini juga disebutkan dampak dari hasil
prediksi peningkatan limpasan air permukaan yaitu terjadinya banjir, sehingga
data tersebut dapat menjadi referensi terhadap tindakan penanggulangan yang
dapat dilakukan untuk mengatasi dampak yang akan terjadi.

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
13

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan
1) Terjadi pola perubahan penggunaan lahan di Kota Bogor yaitu secara umum alih
fungsi lahan pertanian dan ruang terbuka hijau menjadi lahan permukiman,
perumahan serta perkantoran.
2) Pola perubahan penggunaan lahan di Kota Bogor terjadi karena adanya faktor nilai
lahan dimana nilai suatu lahan dipengaruhi oleh aspek ekonomi.
3) Terjadi peningkatan limpasan air permukaan yang diakibatkan dari pola perubahan
penggunaan lahan Kota Bogor sehingga dapat menimbulkan banjir pada daerah
sekitarnya seperti Jakarta.
4) Perkiraan kebutuhan ruang didalam RTRW kota Bogor untuk tahun 2009 yang
secara total hanya mengalokasikan kawasan resapan air/ ruang terbuka hijau
sebesar 11%, dapat berpengaruh terhadap peningkatan air limpasan sebesar 37%
jika dibandingkan dengan kondisi limpasan air tahun 2002. Pemanfaatan lahan di
Bogor Selatan dan Utara perlu dipertahankan untuk penggunaan dengan intensitas
rendah.
5) Kepadatan tang tinggi di Bogor tengah akan mengarah ke timur dan barat.
Perkembangan tersebut perlu tetap menjaga proporsi ruang terbuka yang memadai.
Oleh sebab itu pengendalian dengan memusatkan perkembangan dengan
kepadatan tinggi perlu dikonsetrasikan di pusat2 kegiatan perlu dijabarkan dalam
rencana yang lebih rinci.

1.2 Lesson Learned


Pembelajaran yang dapat diambil dari review jurnal „Hubungan Perubahan Penggunaan
Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor‟, yaitu:
 Bahwa pergeseran perubahan guna lahan dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan
terbangun di daerah perkotaan akan besar pengaruhnya terhadap lingkungan,
terutama terhadap tata air di kota yang bersangkutan maupun daerah sekitarnya.
 Pola perubahan penggunaan lahan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor penduduk,
tetap juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti land value.
 pertimbangan pengaruh perubahan guna lahan terhadap limpasan dan resapan air
menjadi sangat penting dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayahnya.
 Hasil penelitian pada jurnal dapat dijadikan bahan pertimbangan unutuk merevisi
arahan pemanfaatan ruang selanjutnya sehingga perlu dilakukan analisis khusus
terkait air limpasan permukaan.

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
14

 Pengaturan pemanfaatan ruang untuk setiap daerah perlu diarahkan secara lebih
rinci dengan memasukkan pertimbangan resapan air dan perlidungan air tanah untuk
menetapkannya agar dapat menganggulangi dampak banjir yang akan timbul.
 Upaya preventif melalui perencaan tata ruang perlu diimbangi dengan penanganan
secara kuratif terhadap perkembangan yang saat ini sudah terjadi.

1.3 Saran
 Penggunaan konsep ecological footprint sebagai dasar teori, indikator, dasar
analisis, maupun dalam masukan dalam proses perencanaan tata ruang. Karena
penghitungan ecological footprint atau telapak ekologis menggunakan banyak
asumsi yang sehingga menghasilkan berbagai data yang dapat digunakan sebagai
dasar penentuan proses perencanaan selanjutnya, khususnya dalam analisis pola
perubahan penggunaan lahan terhadap limpasan air permukaan. Ecological footprint
time series atau sejarah yang dapat dijadikan referensi dan digunakan untuk
mengelola sumber daya alam demi memenuhi kebutuhan manusia. Dari penggunaan
konsep ecological footprint dapat dihasilkan data seperti penggunaan tutupan lahan
yang cocok untuk menanggulangi dampak peningkatan limpasan air permukaan.

Gambar 4. Konsep Ecological Footprint


Sumber: google.co.id
 Dalam penulisan jurnal perlu mencantumkan data-data seperti time series untuk
dapat melakukan suatu analisis agar data yang dihasilkan lebih valid dan terpercaya
dan pernyataan pendapat atau prediksi yang dihasilkan memiliki dasar yang kuat
dasar yang kuat.
 Dalam melakukan proyeksi atau prediksi perlu dilakukan komparasi dengan kondisi
sebelumnya agar mengetahui perbedaan atau dampak yang dihasilkan sebelum
maupun sesudahnya.
 Penyajian data akan lebih baik jika mencantumkan tabel, grafik maupun gambar agar
memudahkan pembaca untuk memahami tulisan yang kita buat.

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor
15

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. DAS dan Pengelolaannya (1). Diakses tanggal 2 Oktober 2015, dari
https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/mimpi-tentang-
das-ciliwung/

Anonim. Definisi "Ecological Footprint". Diakses tanggal 3 Oktober 2015 dari


http://werdhapura.penataanruang.net/component/content/article/40-saya-ingin-
tahu/181-ecologycal-footprint

Anonim. Melindungi Daerah Aliran Sungai (DAS). Diakses tanggal 1 Oktober 2015 dari
http://hesperian.org/wp-content/uploads/pdf/id_cgeh_2010/id_cgeh_2010_09.pdf.

Hasibuan, Heru Christanto, dkk. 2015. Dampak Alih Fungsi Lahan di Kota Bogor. Semarang:
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang

Pontoh, Nia Kurniasih dan Dede J. Sudrajat. Desember 2005. Hubungan Perubahan
Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Volume 16 No. 3, halaman 44-56

Putri, Ade Pradipta dan Ir. Terunajaya, M.Sc. Pengaruh Perubahan Pola Tata Guna Lahan
Terhadap Sedimentasi Di Hulu Sungai Ular. Sumatra Utara: Departemen Teknik
Sipil Universitas Sumatera Utara

Rosyidie, Arief. Desember 2013. Banjir: Fakta dan Dampaknya, Serta Pengaruh dari
Perubahan Guna Lahan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Volume 24 No. 3

S. Rimadewi. 2015. Materi Mata Kuliah Infrastruktur Kota: Ruang Terbuka Hijau. Surabaya:
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

REVIEW JURNAL TATA GUNA LAHAN


Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor

Anda mungkin juga menyukai