Anda di halaman 1dari 11

Abortus Berulang Sebagai Akibat Toksoplamosis

Steven Dwi Saputra 102015153


Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 06, Tanjung
Duren, Jakarta Barat 11510, E-mail : steven.2015fk153@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Sumber penyakit dapat ditemukan dari mana saja. Salah satunya melalui makanan yang
kurang matang atau melalui hewan peliharaan. Contohnya adalah penyakit toksoplasmosis.
Toksoplasmosis ini disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii
memiliki daur hidup seksual dan aseksual di dalam sel epitel usus hospes definitifnya.
Penyebaran toksoplasmosis ini terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Toksoplasmosis dapat dibagi menjadi dua macam yakni toksoplasmosis kongenital dan
toksoplasmosis akuisita atau didapat. Toksoplasmosis akuisita dapat berasal dari masuknya
ookista atau kista jaringan ke dalam tubuh manusia. Sedangkan toksoplasmosis kongenital
berasal dari penularan infeksi Toxoplasma gondii dari ibu yang sedang hamil kepada janin
yang berada di kandungannya. Toksoplasmosis ini dapat diuji dengan tes serologi ataupun
dengan PCR. Penyakit toksoplasmosis ini dapat diobati dengan obat pada fase akut,
sedangkan pada fase menahun penyakit toksoplasma ini cukup sulit untuk diobati. Oleh
karena itu, penyakit toksoplasmosis ini perlu dicegah penulurannya.
Kata kunci : toksoplasmosis kongenital, toksoplasmosis akuisita, Toxoplasma gondii.
Abstract
Source of the disease can be found anywhere. One of them through the food undercooked or
through pets. An example is the disease toxoplasmosis. Toxoplasmosis is caused by the
protozoan Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii has a life cycle of sexual and asexual in
the definitive host intestinal epithelial cells. The spread of toxoplasmosis is happening
around the world, including in Indonesia. Toxoplasmosis can be divided into two types
namely congenital toxoplasmosis and toxoplasmosis akuisita or acquired. Akuisita
toxoplasmosis can be derived from the inclusion of oocysts or tissue cysts in the human body.
While congenital toxoplasmosis is derived from the transmission of Toxoplasma gondii
infection from pregnant mother to the fetus is in the womb. Toxoplasmosis can be tested by
serology or PCR. Toxoplasma disease can be treated with medication in the acute phase,
while in the chronic phase of the disease toxoplasmosis is quite difficult to treat. Therefore,
this disease should be prevented penulurannya toxoplasmosis.
Keywords: congenital toxoplasmosis, toxoplasmosis akuisita, Toxoplasma gondii.

1
Pendahuluan
Penyakit merupakan suatu penyimpangan dari atau gangguan struktur atau fungsi
normal pada bagian tubuh, organ atau sistem yang ditandai dengan sekolompok gejala dan
tanda yang khas, dan etiologi ( penyebab), patologi (sifat penyakit), maupun prognosis
(kemungkinan) bisa diketahui atau tidak.1 Dengan kata lain, penyakit merupakan suatau
keadaan yang ditandai oleh penyimpangan nyata dari keadaan normal atau status kesehatan
normal.
Dewasa ini, sumber penyakit terus berkembang menjadi lebih luas. Degan kata lain,
sumber – sumber penyebab penyakit ada di berbagai tempat tanpa disadari. Bahkan melalui
benda – benda yang dianggap bersih, dapat saja menjadi sumber penyebaran suatu penyakit.
Oleh karena itu, manusia berpeluang tinggi untuk terserang berbagai macam jenis penyakit.
Salah satu penyababnya adalah ketidaktahuan akan sumber, penyebaran ataupun penularan
dari penyakit itu.
Penyebaran atau penularan penyakit sendiri dapat dipengaruhi oleh perilaku
seseorang. Perilaku hidup buruk seseorang tentunya dapat menyebabkan munculnya penyakit
pada diri seseorang tersebut bahkan dapat menjadi sumber penyakit bagi orang – orang
disekitarnya. Selain pengaruh perilaku kehidupan seseorang, lingkungan tempat tinggal
seseorang juga dapat menjadi faktor penularan penyakit atau bahkan sumber dari penyakit itu
sendiri.
Ada banyak kuman sumber penyakit yang tidak tampak di sekitar tempat tinggal atau
lingkungan hidup.1 Kuman – kuman atau parasit sumber penyakit itu sendiri dapat berasal
dari berbagai hal. Salah satunya adalah melalui kuman, bakteri, ataupun parasit yang berasal
atau tumbuh dari hewan peliharaan. Misalnya saja adalah penyakit toxoplasmosis yang
disebabkan oleh protozoa yang terkadang terdapat pada kotoran hewan peliharaan
terkhususnya kucing. Penyakit toxoplasmosis itu sendiri juga dapat disebabkan oleh faktor
perilaku kehidupan seseorang. Misalnya kebiasaan seseorang memakan daging yang kurang
matang, juga dapat ikut menjadi sumber penyakit dari toxoplasmosis itu sendiri.
Epidemologi Toxoplasmosis
Keadaan toksoplasmosis di suatu diaerah dipengaruhi oleh banyak faktor.2,3 Misalnya
saja adalah kebiasaan makan daging kurang matang. Atau mungkin faktor lain adalah adanya
kucing atau family Felidae lainnya sebagai hospes definitif dan hewan peliharaan lainnya
yang berperan sebagai hospes perantara. Selain melalui hewan peliharaan itu, bisa juga
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya vektor seperti lipas atau lalat yang dapat memindahkan

2
ookista dari tinja kucing atau hewan peliharaan lain ke dalam makanan. Cacing tanah juga
ikut berperan dalam memindahkan ookista dari lapisan ke dalam permukaan tanah.
Toxoplasma gondii ditemukan di seluruh dunia.2,3 Di Indonesia sendiri prevalensi zat
anti Toxoplasma gondii yang positif pada manusia berkisar antara 2% hingga 63%.
Sedangkan pada orang Eskimo, prevelensinya 1 % dan di El Salvador, Amerika Tengah
prevalensi mencapai 90%. Prevalensi zat anti Toxoplasma gondii pada binatang di Indonesia
bermacam – macam. Untuk kucing, prevalensinya berkisar 35%-73%, pada babi 11%-36%,
kambing 11%-61%, anjing 75%, dan pada hewan ternak lainnya berada di bawah 10%.
Pada umumnya, prevalensi zat anti yang positif Toxoplasma gondii meningkat sesuai
peningkatan umur.3 Sedangkan berdasarkan gender atau jenis kelamin senidiri tidak ada
perbedaan.2 Namun prevalensi zat anti Toxoplasma gondii ini berbeda di berbagai daerah
geografik.2,3 Artinya perbedaan geografik ikut mempengaruhi tingkat prevalensi zat anti
Toxoplasma gondii. Di mana pada dataran tinggi prevalensinya sendiri lebih rendah,
sedangkan di daerah tropik atau dataran rendah prevalensinya lebih tinggi.
Prevalensi toksoplasmosis kongenital di beberapa negara juga bermacam – macam. Di
belanda, prevalensi toksoplasmosis kongenital diperkirakan 6,5 dari 1000 angka kelahiran
hidup Sedangkan di New York sekitar 1,3%, di Paris 3%, dan di Vienna mencapai 6%-7%.3
Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah suatu penyakit parasitik yang disebabkan oleh protozoa
Toxoplasma gondii.2-5 Parasit Toxoplasma gondii ini menginfeksi banyak binatang berdarah
panas dan mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes perantara.3 Sedangkan hospes
definitif yang berperan dalam penyebaran penyakit toxoplasmosis ini adalah kucing dan
berbagai jenis family Felidae lainnya.3,4
Toksoplasmosis dapat dibagi menjadi 2 macam berdasarkan cara didapatkannya.3-5
Adapun macam – macam toksoplasmosis tersebut meliputi toksoplasmosis acquired atau
akuista dan toksoplasmosis kongenital.3,4 Toksoplasmosis acquired atau akuista merupakan
toksoplasmosis yang terjadi dengan cara di dapat melalui ookista yang masuk melalui
makanan.3 Hal tersebut bisa melalui makan makanan yang kurang matang, atau masuknya
ookista dari kotoran hewan ke dalam makanan yang akan dimakan. Sedangkan
toksoplasmosis kongenital merupakan toksoplasmosis yang didapat oleh seorang bayi yang
baru lahir yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita toksoplasmosis.4,6
Protozoa Toxoplasma gondii di dalam tubuh manusia ditemukan dalam segala macam
sel jaringan tubuh manusia. Hanya saja, pada eritrosit atau sel darah merah manusia, parasit

3
Toxoplasma gondii ini tidak akan ditemukan.3 Pada umumnya, parasit ini ditemukan dalam
sel retikulo endotelial dan sistem saraf pusat.4,5
Pada toksoplasmosis akuisita yang menyerang orang dewasa pada umumnya tidak
memberikan gejala apa – apa atau asimtomatik sehingga sangat sulit untuk diketahui.5,7
Sedangkan pada ibu hamil yang mendapat infeksi primer, maka akan melahirkan bayi atau
anak dengan toksoplasmosis kongenital.3,6 Toxoplasmosis dapat juga memberikan
manifestasi klinis dimana yang paling sering dijumpai adalah terjadinya limfadenopati
meliputi bagian servikal, supraklavikular, axial, inguinal, dan oksipital.5 Selain itu, juga
muncul rasa lelah, demam, nyeri otot dan rasa sakit kepala.4 Gejala dari toksoplasmosis
akuisita ini mirip dengan gelajala pada mononukleosis infeksiosa. Terkadang pada penderita
toksoplasmosis dijumpai eksantem ataupun retinokoroiditis. Retinokoroiditis yang terjadi
pada pubertas dan dewasa merupakan kelanjutan infeksi kongenital yang merupakan
reaktivasi infeksi laten.4,7 Namun, retinokoroiditis karena toksoplasmosis pada remaja dan
dewasa biasanya akibat infeksi kongenital dan jarang sekali sebagai akibat infeksi akuisita.4
Toxoplasma sendiri juga dapat menyebabkan infeksi oportunistik yang disebabkan
imunosupresi berhubungan dengan transplantasi organ dan keganasan.3 Pada penderita AIDS
yang disertai dengan toksoplasmosis dapat menyebabkan kelainan susunan saraf pusat
sebagai manifestasi klinis pertama. Toksoplasmosis paru pada pasien imunodefisiensi sendiri
dapat timbul sebagai pneumonitis interstitial, necrotising pneumonis, konsolidasi, dan efusi
pleura.
Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam – macam.3,5,6 Dapat
berupa prematuritas, retardasi pertumbuhan intrauterin, postmaturitas, retinokoroidis,
strabismus, kebutaan, retardasi psikomotor, mikrosefalus atau hidrosefalus, kejang,
hipotonus, ikterus, anemia, dan hepatosplenomegali.6 Berat infeksi toksoplasmosis kongenital
ini bergantung pada umur janin saat terjadi infeksi.5,6 Semakin muda usia janin saat terserang
infeksi, semakin berat juga kerusakan organ tubuh pada janin tersebut. Infeksi pada
kehamilan muda bahkan dapat menyebabkan abortus spontan dan kematian janin. Namun
semakin muda usia kehamilan saat terjadi infeksi primer pada ibunya, semakin kecil
presentase janin yang terinfeksi.3,5 Pada hal tersebut, anak yang baru lahir dapat saja tampak
normal dan gejala klinis baru akan timbul setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun.
Pada penderita toksoplasmosis kongenital ini dapat muncul gambaran eritroblastosis, hidrops
fetalis dan triad kalsik yang terdiri atas hidrosefalus, retinokoroiditis dan perkapuran atau
kalsifikasi pada intrakranial atau tetrade Sabin jika disertai kelainan psikomotorik.6 Pada bayi
dengan toksoplasmosis kongenital juga dapat terjadi sikatriks pada retina.3 Pada anak dengan

4
lahir prematur, gejala klinis dari toksoplamosis akan lebih berat daripada yang lahir dengan
cukup bulan.3,6 Selain itu juga dapat disertai dengan hepatosplenomegali, ikterus,
limfadenopati, kelainan susunan saraf pusat dan lesi mata.
Siklus Hidup Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondii memiliki daur seksual dan daur aseksual.3,5,7 Daur hidup aseksual
atau skizogoni pada Toxoplasma gondii terjadi di sel epitel usus halus kucing. Begitu halnya
dengan daur hidup seksual Toxoplasma gondii yakni gametogoni dan sporogoni juga terjadi
di dalam sel epitel usus halus kucing. Seekor kucing yang telah terinfeksi oleh Toxoplasma
gondii dapat mengeluarkan 10 juta butir ooksita dalam sehari selama 2 minggu.3,7 Ookista
yang keluar dari kotoran dapat menjadi matang dalam waktu 1- 5 hari dan dapat hidup lebih
dari setahun meskipun di tanah yang panas dan lembab. Ookista baru akan mati pada suhu 45
sampai 55 derajat celcius, dikeringkan, atau ketika dicampur dengan formalin atau amonia
ataupun larutan iodium. Ookista yang dihasilkan berbentuk lonjong dengan ukuran 12,5
mikron. Setiap ookista dapat menghasilkan 2 sporokista. Dimana setiap sporokista dapat
menghasilkan 4 sporozoit. Dengan kata lain, setiap ooksita dapat menghasilkan 8 sporozoit.
Apabila hospes definitif yakni dapat berupa kucing atau family Felidae lainnya
memakan hospes perantara yang terinfeksi, di dalam tubuh hospes definitif akan terjadi daur
hidup atau stadium seksual.7 Stadium seksual ini terjadi di dalam sel epitel usus halus dari
hospes definitif. Ketika hospes definitif memakan hospes perantara yang mengandung kista
jaringan Toxoplasma, maka dalam waktu 3 sampai 5 hari, ookista akan keluar. Sedangkan
ketika hospes definit memakan hospes perantara yang mengandung takizoit, masa prapaten
umumnya berkisar antara 5 sampai 10 hari. Sedangkan apabila hospes definitif menelan atau
memakan ookista, masa prapaten nya berkisar antara 20 sampai 24 hari. Masa prapaten
merupakan masa atau waktu atau lamanya ookista dikeluarkan setelah hospes memakan kista
jaringan, takizoit, ataupun ookista.5,7
Apabila terdapat ookista yang termakan atau tertelan oleh mamalia lain yang
merupakan hospes perantaranya, maka di dalam berbagai jaringan dari hospes perantaranya
akan terbentuk kelompok trofozoit.3,4 Trofozoid dan kista jaringan di dalam hospes definitif
akan ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh. Sedangkan pada hospes perantara termasuk
manusia, takizoit akan ditemukan pada kondisi infeksi akut dan dapat masuk ke tiap sel yang
berinti. Kelompok trofozoit ini nantinya akan membelah secara aktif dan disebut takizoit.
Takizoit.4,5 Bentuk dari takizoit ini menyerupai bulan sabit dengan salah satu ujung yang
meruncing sedangkan ujung lainnya agak membulan. Takizoit memiliki panjang kurang lebih
4-8 mikron dan mempunyai satu ini yang letaknya di tengah. Pada tubuh manusia, takizooit

5
merupakan parasit obligat intraseluler. Toxoplasma gondii akan mengalami pembelahan
secara terus menurus namun kecepatan pembelahan takizoit semakin lama semakin
berkurang. Takizoit yang terus membelah ini akhirnya membentuk kista yang mengandung
bradizoit. Masa pembelahan takizoit hingga terbentuk kista yang mengandung bradizoit ini
disebut sebagai masa infeksi klinis menahun.7 Dan pada masa infeksi klinis menahun ini
biasanya merupakan infeksi laten. Takizoid berkembang di dalam sel secara endodiogeni.
Ketika sel telah penuh dengan takizoit, maka sel akan pecah dan takizoit tersebut akan
memasuki sel – sel di sekitarnya atau bahkan dapat difagositosis oleh sel makrofag. Di dalam
tubuh hoses perantara, Toxoplasma gondii tidak akan mengalami daur hidup seksual, tetapi
akan membentuk stadium istirahat yakni berupa kista jaringan.3,5 Kista jaringan terbentuk di
dalam sel hospes ketika takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran krista
jaringan sendiri berbeda – beda. Tiap kista jaringan akan mengandung beberapa organisme.
Kista jaringan ini dapat ditemukan di dalam hospes seumur hidup terutama di otak, otot
jantung, dan otot bergaris atau lurik.3,5,7 Bentuk dari kista berbeda – beda, di dalam otak, kista
berbentuk lonjong atau bulat, sedangkan di otot kista mengikuti bentuk dari sel otot.
Cara Infeksi Toxoplasma gondii
Cara infeksi Toxoplasma gondii dapat bermacam – macam. Toxoplasma gondii dapat
ditularkan melalui transmisi transplasenta, artinya Toxoplasma gondii dapat ditularkan dari
ibu yang mendapat infeksi primer ketika hamil kepada janin yang terjadi in utero. 3-6 Hal
tersebutlah yang menyebabkan bayi menderita toksoplasmosis kongenital.6 Sedangkan
toksoplasmosis akuisita dapat terjadi apabila seseorang memakan daging yang mentah
ataupun kurang matang, dimana daging yang kurang matang atau mentah itu mengandung
kista jaringan ataupun takizoit Toxoplasma.3,5 Selain itu, toksoplasmosis akuisita juga dapat
terjadi apabila seseorang memakan atau menelan ookista yang dikeluarkan bersama – sama
dengan tinja kucing.4,5 Infeksi Toxoplasma gondii juga dapat terjadi pada orang – orang yang
bekerja pada laboratorium yang menggunakan hewan percobaan yang diinfeksi Toxoplasma
gondii. Selain itu, infeksi juga dapat terjadi melalui transplantasi organ atau trasnfusi darah
lengkap dari donor yang menderita toksoplasmosis.3
Pemeriksaan Penunjang Toxoplasmosis
Diagnosis seseorang menderita toksoplasmosis dapat ditegakkan apabila takizoit
ditemukan melalui biopsi otak atau sumsum tulang, cairan serbrospinal, dan ventrikel.3,4,7
Takizoit juga dapat dicari dengan cara pulasan biasa, namun dengan pulasan biasa, takizoit
cukup sukar untuk ditemukan.3-5 Selain itu, dengan isolasi parasit dari cairan badan dapat

6
menujukkan adanya infeksi akut, tetapi isolasi dari jaringan hanya menunjukan ada tidaknya
kista dan tidak memastikan adanya infeksi akut.3
Dalam menegakkan diagnosis seseorang menderita toksoplasmosis juga dapat dibantu
dengan tes serologi.4,5,7 Tes serologi yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
toksoplasmosis menggunakan uji ada tidaknya IgG terhadap Toxoplasma dan ada tidaknya
IgM terhadap Toxoplasma.4,7 Biasanya IgG terhadap Toxoplasma baru akan muncul setelah 1
sampai 2 minggu setelah infeksi. Dan pada umumnya, IgG terhadap Toxoplasma ini akan
tetap ada seumur hidup.5 Pada penderita imunokompromais yang menderita toksoplasmosis,
akan sangat sukar ditemukannya antibodi IgM terhadap Toxoplasma dan titer antibodi IgG
terhadap Toxoplasma gondii terkadang tidak tampak peningkatan meskipun pada keadaan
menderita toksoplasmosis.4,5 Pencarian atau pengujian ada tidaknya IgG dan IgM terhadap
Toxoplasma ini biasanya menggunakan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorebnt Assay). Uji
serologi tidak dapat selalu digunakan untuk mendapatkan diagnosis toksoplasma akut dengan
cepat dan tepat.5,7
Diagnosis pada penderita toksoplasmosis akuisita tidak dapat ditegakkan hanya
dengan sekali menemukan titer zat anti IgG Toxoplasma gondii yang tinggi.3,5 Hal tersebut
disebabkan karena titer zat antibodi IgG terhadap Toxoplasma gondii dapat ditemukan
bertahun – tahun di dalam tubuh seseorang.3 Diagnosis toksoplasmosis akut baru dapat
ditegakkan apabila IgG meninggi atau meningkat secara bermakna pada pemeriksaan
selanjutnya dengan jangka waktu lebih dari 3 minggu.3,5 Selain itu diagnosis toksoplasmosis
akut juga dapat ditegakkan apabila ada perubahan hasil dari yang semula negatif berubah
menjadi positif selama rentang waktu pemeriksaan lebih dari 3 minggu.5
Sedangkan diagnosis pada penderita toksoplasmosis kongenital pada neonatus dapat
ditegakkan apabila dalam keadaan neonatus sudah ditemukan antibodi IgM terhadap
Toxoplasma gondii.5-7 Adanya antibodi IgM terhadap Toxoplasma gondii pada neonatus
menunjukkan bahwa zat anti telah dibuat oleh janin yang terinfeksi dalam uterus, hal tersebut
disebabkan karena zat antibodi IgM dari ibu yang memiliki ukuran lebih besar tidak dapat
menembus plasenta, sedangkan antibodi IgG dari ibu dapat menembus plasenta.6 Namun IgM
terhadap Toxoplasma gondii tidak selalu ditemukan pada penderita toksoplasmosis
kongenital.5 Hal tersebut disebabkan karena antibodi IgM cepat menghilang dari darah
walaupan terkadang ada yang ditemukan selama berbulan – bulan bahkan beberapa tahun.
Apabila bayi yang diduga menderita toksoplasmosis kongenital tidak ditemukan IgM
terhadap Toxoplasma gondii, dapat di follow up dengan menguji IgG. IgG neonatus yang
berasal dari ibu akan berangsur – angsur berkurang dan menghilang pada bayi yang tidak

7
terinfeksi Toxoplasma gondii.5,6 Dan pada penderita bayi yang terinfeksi Toxoplasma gondii,
tubuh bayi akan mulai membentuk IgG sehingga titer antibodi IgG akan tetap ada atau
bahkan naik.7
Selain menggunakan tes serologi untuk diagnosis toksoplasmosis, dapat juga
digunakan cara PCR.3,5,7,8 Uji dengan PCR bekerja dengan cara mendeteksi DNA parasit
pada cairan tubuh dan jaringan.3,55 Berbeda dengan tes serologi, uji dengan PCR ini dapat
memberikan diagnosis toksoplasma dengan cepat dan tepat pada toksoplasmosis kongenital
prenatal dan postnala serta infeksi toksoplasmosis akut pada ibu hamil dan penderita
imunokompromais.6,7 Teknologi PCR ini juga dapat digunakan untuk mendiagnosis
ensefalitis toksoplasmik.8
Penatalaksanaan Toxoplasmosis
Obat yang terdapat sampai saat ini hanya dapat membunuh stadium takizoit dari
Toxoplasma gondii, namun tidak dapat membunuh atau membasmi stadium kista dari
Toxoplasma gondii.3-5 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat yang sudah ditemukan
saat ini hanya dapat memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi
menahun yang dapat menjadi aktif kembali.5,7
Pirimetamin dan sulfonamid merupakan 2 obat yang bekerja bersama – sama atau
sinergik.4,5 Oleh karena itu, penggunaan kedua obat itu digunakan secara kombinasi selama 3
minggu atau sebulan. Pirimetamin dapat menekan hemopoiesis dan dapat menyebabkan
trombositopenia dan leukopenia.5 Namun untuk mencegah efek samping dari obat
pirimetamin tersebut dapat ditambahkan asam folinat atau ragi.4 Pirimetamin sendiri bersifat
teratogenik. Oleh karena itu, pirimetamin dianjurkan untuk tidak diberikan pada ibu hamil.6
Untuk orang dewasa, pirimetamin diberikan dengan dosis 50 mg sampai 75 mg setiap hari
selama 3 hari, kemudian dosisnya dikurangi menjadi 25 mg setiap hari atau 0,5-1 mg tiap kg
berat badan setiap hari selama beberapa minggu pada penyakit berat.4,5 Pirimetamin memiliki
waktu paruh 4 hari sampai 5 hari, oleh karena itu, pirimetamin dapat diberikan 2 hari sekali
atau 3-4 hari sekali. Sedangkan asam folinat atau leucovorin yang digunakan untuk mencegah
efek samping dari pirimetamin dapat diberikan 2 mg – 4mg sehari atau dapat juga diberikan
ragi roti sebesar 5-10 mg sehari dimana 2 kali dalam seminggu. Kemudian pemberian
sulfonamid juga memiliki efek samping menyebabkan trombositopenia dan hematuria.5
Sulfonamid untuk toksoplasmosis diberikan dengan dosis 50mg -100 mg tiak kg berat bada
setiap hari selama beberapa minggu atau bulan.
Selain pemberian pirimetamin dan sulfonamid yang dikombinasi, dapat juga diberikan
spiramisin yang merupakan antibiotik golongan mikrolid.3,5,6 Spiramisin ini tidak dapat

8
menembus plasenta, namun dapat ditemukan dengan konsentrasi tinggi di dalam plasenta.3,6
Oleh karena itu, spiramisin ini biasanya diberikan pada ibu hamil yang mengalami infeksi
primer toksoplasmosis. Spiramisin ini bekerja sebagai obat profilaktik untuk mencegah
transmisi Toxoplasma gondii ke dalam janin ketika masih berada di kandungan.6 Spiramisin
diberikan dengan dosis 100mg tiap kg berat badan setiap hari selama 30 – 45 hari. Pemberian
obat spiramisin pada ibu yang terinfeksi primer toksoplasmosis diberikan sampai aterm atau
sampai janin terbukti terinfeksi Toxoplasma gondii. Apabila janin terbukti telah terinfeksi
Toxoplasma gondii, maka dapat diberikan pirimetamin, sulfonamid, dan asam folinat setelah
kehamilan 12 minggu atau 18 minggu.5
Selain pirimetamin, sulfonamid, dan spiramisin, ada obat golongan mikrolid yang
juga efektif terhadap Toxoplasma gondii yakni klaritromisin dan azitromisin. Klaritromisin
dan azitromisin ini diberikan bersama dengan pirimetamin untuk penderita AIDS yang
mengalami ensefalitis toksoplasmik.8
Klindamisin pada dasarnya juga efektif dalam pengobatan toksoplasmosis. Hanya saja
klindamisin memilik efek samping yang dapat menyebabkan kolitis pseudomembranosa atau
kolitis ulserativa.4,6 Oleh karena itu, klindamisin tidak dianjurkan untuk pengobatan rutin
pada bayi dan ibu hamil.6
Pada penderita toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi
pengobatan.3 Sedangkan pada bayi dengan toksoplasma kongential dapat diberikan
pirimetamin dengan dosis awal 2 mg tiap kg berat badan setiap hari selama 2 hari kemudan
dosisnya dikurangi menjadi 1 mg tiap kg berat badan setiap hari selama 2 sampai 6 bulan.6
Kemudian diberikan 3 kali seminggu, sedangkan sulfonamid diberikan 2 kali sehari dengan
dosis 50 mg, dan asam folinat diberikan dengan dosis 10 mg setiap 3 kali seminggu.
Prognosis Toksoplasmosis
Toksoplasmosis akuisita biasanya tidak menimbulkan masalah yang terlalu berat.
Dengan kata lain, toksoplasmois akuisita ini memiliki prognosis yang baik.3-5 Gejala klinis
dari penderita toksoplasmosis akuisita dapat dihilangkan dengan pengobatan yang adekuat.
Namun ketika kekebalan penderita menurun, dapat menyebabkan eksaserbasi akut karena
masih adanya parasit dalam kista jaringan yang tidak dapat dibasmi4. Sedangkan pada bayi
yang menderita toksoplasmosis kongenital yang berat biasanya meninggal atau dapat hidup
dengna infeksi menahun dan gejala sisa yang sewaktu – waktu dapat mengalami eksaserbasi
akut.6 Pengobatan yang spesifik tidak dapat menghilangkan gejala sisa, melainkan hanya
mencegah kerusakan yang lebih lanjut. Pada ibu yang melahirkan anak dengan

9
toksoplasmosis kongenital, maka untuk selanjutnya akan melahirkan anak yang normal.6 Hal
tersebut disebabkan karena ibu tersebut telah memiliki zat anti.
Pencegahan Toxoplasmosis
Pencegahan merupakan upaya yang sangat penting dalam menghadapi setiap
penyakit. Upaya pencegahan infesi dari Toxoplasma gondii sangat bermacam – macam. Salah
satunya adalah tindakan seseorang untuk menghindari makan makanan daging yang kurang
matang.7 Karena di dalam makanan kurang matang yang telah terdapat kista jaringan atau
ookista matang, ookista akan tetap infektif dan dapat menginfeksi tubuh manusia. Oleh
karena itu, makanan terutama makanan daging harus dimasak hingga matang atau dipanaskan
sampai 66 derajat celcius atau diasap sehingga kista jaringan tidak infektif lagi.3,7 Selain itu,
infeksi Toxoplasma gondii juga dapat dikurangi dengan mencuci tangan dengan bersih
menggunakan sabun setelah memegang daging mentah, menutup makanan agar terhindar dari
lalat atau lipas, serta mencuci sayur – mayur dengan bersih atau memasaknya terlebih
dahulu.4,5
Kesimpulan
Toksoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma
gondii. Toksoplasmosis ini dibagi menjadi 2 macam yakni toksoplasmosis akuisita dan
kongenital. Toksoplasmosis akuisita dapat disebabkan karena memakan daging yang telah
terinfeksi Toxoplasma gondii dan dimasak kurang matang atau bahkan masih mentah. Selain
itu toksoplasmosis akuisita dapat berasal ookista yang dikeluarkan bersama dengan tinja
kucing (hospes definitif) yang terinfeksi oleh Toxoplasma gondii, dimana ookista tersebut
tertelan atau termakan oleh manusia. Terkadang penderita toksoplasmosis akuisita tidak
menunjukkan adanya gejala yang mencolok atau asimtomatik. Namun pada wanita hamil
penderita toksoplasmosis dapat menularkan Toxoplasma gondii pada janin sehingga janin
menderita toksoplasmosis kongenital. Janin yang menderita toksoplasmosis kongenital dapat
lahir dengan beberapa macam kelainan. Namun, tidak jarang juga janin tidak dapat selamat
bahkan ketika masih berada di dalam kandungan atau dapat dikatakan ibunya mengalami
abortus berulang. Pada penderita yang diuji dengan pemeriksaan TORCH yang menujukkan
IgM dan IgG toxoplasmosis positif sudah dapat didiagnosis mengalami toksoplasmosis. Oleh
karena itu, pada kasus yang terjadi dapat dikatakan bahwa yang terjadi pada wanita tersebut
adalah abortus berulang et causa toksoplasmosis.
Daftar Pustaka
1. Soeharsono. Zoonosis: Penyakit menular dari hewan ke manusia. Volume 2.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius ; 2009. h. 26-7.

10
2. Chahaya I. Epidemologi “Toxoplasma gondii”. Universitas Sumatera Utara.2003:5-8.
3. Sungkar Saleha. Buku ajar: Parasitologi kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonsia; 2011. h. 162-9.
4. Natadisastra D, Agoes R, editors. Parasitologi kedokteran: Ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 238-92.
5. Juanda HA. TORCH( Toxo, Rubella, CMV, dan Herpes): Akibat dan solusinya. Solo:
Penerbit PT. Wangsa Jatra Lestari;2006. h. 72-5.
6. Sastrawinata S, Martasadisoebrata D, Wiarakusumah FF, editors. Ilmu kesehatan
reproduksi : Obstetri patologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005. h. 107.
7. Muslim HM. Parasitologi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009. h. 74-7.
8. Hartono, Suwono WJ, editors. Buku saku Neurologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2001. h. 206.

11

Anda mungkin juga menyukai