Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan sebuah lembaga yang berfungsi tempat dilaksanakannya

proses pendidikan. Pendidikan tidak hanya mempunyai arti mentransfer ilmu dan

materi pelajaran kepada siswa, lebih luas dari itu kegiatan mendidik juga meliputi

merubah prilaku siswa ke arah yang lebih baik sehingga dapat berguna bagi

lingkungan keluarga dan masyarakat.

Berbagai prilaku siswa dinikmati oleh guru setiap harinya bahkan di dalam

kelas sekalipun ketika sedang berlangsungnya proses pembelajaran. Masih

banyaknya siswa laki-laki yang suka mengganggu siswa perempuan dan akhirnya

berwujud pada perkelahian hingga tawuran. Prilaku siswa seperti ini digolongkan

ke dalam kenakalan siswa. Kenakalan siswa yang dimaksud adalah prilaku

menyimpang dari diri atau melanggar hukum. Jensen (1985. hlm. 417).

Berbagai kasus siswa dicatat setiap harinya dalam laporan sekolah. Di

sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang bermasalah dan menunjukkan

berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan

sampai dengan berat. Salahs atu faktor yang menyebabkan adalah siswa berasal dari

keluarga yang beraneka ragam sehingga interaksi yang idlakukan sering kali

mengalami penyumbatan, bahkan tidak jarang dari mereka membawa prilaku yang

kasar sebagai kebiasaan dalam rumah tangganya.

Berbagai bentuk bimbingan telah diupayakan guru dalam pendidikan yang

mempengaruhi proses perkembangan individu dengan upaya-upya bantuan

1
sehingga terjadi perkembangna pada aspek-aspek pokok kepribadian yang secara

meyeluruh hasilnya tiada lain terjadi perubahan pada diri individu itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

 Apa saja faktor-faktor kenakalan pada siswa

 Bagaimana Pendekatan dalam Menyelesaikan Kasus Siswa di SDN

010 Sungai Bawang Kec.Singingi?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan pada Siswa

Kenakalan meliputi semua prilaku yang menyimpang dari norma-norma

hukum pidana yang dialukukan oleh remaja. Prilaku tersebut akan merugikan

dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya.

Kartono (ilmuan sosiologi) mengemukakan bahwa kenakalan remaja atau

dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan isltilah Juvenule delinquency merupakan

gejala potologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian

sosial. Akibatnya, mengembangkan bentuk prilaku menyimpang.

Santrock mengemukakan bahwa kenakalan remaja merupakan kumpulan dari

berbagai prilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi

tindakan kriminal.

Kenakalan remaja merupakan perbuatan anak-anak yang melanggar norma

sosial, norma hukum, norma kelompok dan mengganggu ketrentaman kelompok.

Berbagai kenakalan siswa sebagai kasus harus dihadapi guru di sekolah.

Berdasarkan analisa penulis timbulnya kasus tersebut tentu saja dilatar

belakangi oleh beberapa faktor yang berasal dari :

a. Lingkungan keluarga, seperti:

1. Tidak ada keterbukaan sesama anggota keluarga

3
2. Tidak memperoleh kasih sayang dari orang tua

3. Kondisi ekonomi keluarga

b. Lingkungan sekolah, seperti :

1. Guru yang bersifat kurang adil kepada siswanya.

2. Suasana sekolah yang kesempatan pada siswa senang membolos, malas belajar

dan melawan guru.

3. Kegiatan belajar yang tidak lancar

B. Pendekatan dalam Menyelesaikan Kasus Siswa

Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait

dengan pelanggaran disiplin di SDN 010 Sungai Bawang Kec.Singingi dilakukan

melalui dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan disiplin dan (2) pendekatan

bimbingan dan konseling.

Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan dan tata tertib

beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi

terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat

sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang

mengalami gangguan penyimpangan perilaku.

Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah

bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi

pada para siswanya. Oleh karena itu, perlu digunakan dua pendekatan diatas, yaitu

melalui pendekatan disiplin dan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan

4
pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan

efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru

lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai

layanan dan teknik yang ada.

Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama

sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada

terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor

dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat

memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri

guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.

Secara visual, kedua pendekatan dalam menangani siswa bermasalah dapat

dilihat dalam bagan berikut ini:

C. Usaha Pembimbing Konseling dalam Mengatasi Kenakalan Siswa

Sebagai seorang pembimbing konseling, maka seorang guru melakukan

berbagai upaya pendekatan dalam meredam kenakalan siswa baik di dalam maupun

di luar kelas.

Siswa tidak terlepas dari lingkungann sosial dimana ia ia tinggal dan bergaul

serta berintraksi dimasyarakat. Perantara aktif pertama dalam proses sosialisasi

perkembangan individu siswa adalah tuntuanan dan pengajaran dalam lingkungann

keluarga orang tua sebagai pendidik pertama. Orang tua mengajarkan anak didik

secara terarah menurut apa yang diharapkan berdasarkan norma-norma

dimasyarakat.

5
Perantara aktif kedua adalah tuntunan dan pengajaran dalam lingkungan

masyarakat luas. Masyarakat luas dengan menyediakan lingkungan fisik dan sosial

yang diorganisasikan bermaksud agar siswa dapat berkembang secara pantas

sebagai mahluk sosial.

Bimbingan dengan pengajaran sangatlah penting agar dapat lebih

mengarahkan siswa sebagai insan yang berilmu dan berguna bagi nusa dan bangsa.

Untuk itu juga sangat diperlukan partisipasi guru selain hanya guru BK. Dalam

membantu menyelesaikan kasus siswa, seorang guru juga harus dapat berperan

sebagai :

1. Pembimbing

Dalam pengajaran menganggap bahwa siswa adalah individu yang aktif. Guru

sebagai pembimbing sebelum proses pengajaran berusaha mendorong siswa lebih

aktif dengan menetapkan secara jelas tujuan pengajaran hingga siswa dapat

bergerak sendiri disini telah terjadi proses bimbingan hingga masalah yang diatasi

siswa dapat teratasi.

2. Pengelola kelas.

Sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pengelolan kelas guru harus

mampu menciptakan dan mempertahankan kondisi optimal bagi terselenggara

proses belajar mengajar kegiatan antara lain : Pembinaan rapor, menghentikan

tingkah laku siswa yang menyimpang, pemberian hukuman kadang kala kondisi ini

memburuk sehingga siswa sangat membutuhkan layanan konseling.

3. Konselor

6
Guru mata pelajaran juga dapat memegang peranan sebagai seorang konselor yang

membantu melayani siswa. Terkadang, banyaknya jumlahs iswa membuat guru

konselor tidak mampu melaksanakan pekerjaannya secara efektif, oleh karena itu

membutuhkan bantuan menghadapi siswa bermasalah.

D. Pencegahan Prilaku Menyimpang Siswa

Karena jiwa siswa sebagai seorang remaja penuh dengan gejolak “strum

and drag” dan lingkungan sosial remaja juga ditandai perubahan sosial yang cepat

khususnya dikota-kota besar dan daerah yang sudah terjangkau sarana prasarana

impormatika dan perhubungan. Maka untuk mengurangi gejolak ini dengan

memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan dirinya secara lebih

optimal perlu diciptakan kondisi lingkungan terdekat yang stabil mungkin khusunya

lingkungan keluarga, masyarakat.

Disamping faktor keluarga dan masyarakat lingkungan, pengembangan

siswa yang optimal perlu diusahakan melalui pendidikan disekolah yang pada

hakekatnya merupakan proses pengalihan norma-norma pendidikan sangat besar

pengaruhnya terhadap perkembangna jiwa remaja adalah lingkungan sekolah,

sekolah selain berpungsi pengajaran (mencerdaskan anak didik) juga berfungsi

(tranpormasi norma-norma) disekolah ada wali kelas berfungsi membantu anak

didik jika menghadapi maslah pelajaran, guru bp (bimbingan penyuluhan) yaitu

membantu menyelesaikan persolan pribadi, keluarga dsb. Kepala sekolah sebagai

lider utama pimpinan sekolah lebih menekankan kep[ada furu yang bersangkutan

untuk bekerja secara optimal.

7
Untuk menjaga stabilitas perkembangan jiwa siswa dan mengembangkan

bakat mereka, maka sekolah memiliki wadah yang tepat, seperti : Osis, pramuka,

sispala seni dsb, sehingga mereka dapat belajar berintraksi didalam proses mencari

jati diri mereka. Serta meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang tertentu

sesuai dengan bakat minat , teater, musik, olah raga, puisi hinggga mengembangkan

kepercayaan diri.

D. Pendekatan-pendekatan dalam Meningkatkan Keberhasilan Siswa

Dalam rangka meningkatkan keberhasilan siswa untuk membentuk mental,

moral spiritual, personal dan sosial, maka dalam penerapan pendidikan budi pekerti

dapat digunakan berbagai pendekatan yang efektif dan saling menimnbulkan hasil

yang optimal (sinergis). Pendekatan yang dimaksud antara lain :

1. Pendekatan Penanaman Nilai (incululcation Approach)

Pendekatan ini mengusahakan agar siswa mengenal dan menerima nilai sebagai

milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui

tahapan: mengenal pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan

keyakinan diri. Cara yang dapat digunakan pada pendekatan ini antara lain,

keteladanan, penguatan positif (reward) dan negative (punishment), simulasi dan

bermain peran.

2. Pendekatan perkembangan moral kongnitif (cognitive moral development

approach)

Pendekatan ini menekankan berbagai tingkatan pemikiran moral. Guru dapat

mengarahkan siswa dalam proses pemikiran moral melalui diskusi masalah moral

8
sehingga siswa dapat membuat keputusan tentang pendapat moranya. Cara yang

dapat digunakan dalam penerapan budi pekerti dengan pendekatan antara lain

diskusi kelompok topic dilemma moral baik factual maupun abstrak.

3. Pendekatan analisis nilai (values anlysis approach)

Pendekatan ini menekankan siswa dapat menggunakan kemampuan berpikir logis

dan ilmiah maslah social yang berhubungan dengan niali tertentu. Cara yang

digunakan melalui diskusiterarah menuntut argumentasi, penegasan bukti, prinsip,

analis terhadap kasus, debat penelitian.

4. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)

Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan

kemampuan siswa untuk mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri. Cara yang

dilakukan, bermain peran simulasi, aktivitas, diskusi kelompok.

5. Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach)

Pendekatan ini untuk mengembangkan kemampuan siswa seperti pendekatan

analisis dan klarifikasi nilai. Cara yang digunakan hubungan antar pribadi, praktek

hidup bermasyarakat dan berorganisasi.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa siswa sebagai remaja

yang memiliki waktu luang banyak memiliki kemungkinan lebih besar untuk

melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang

tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan

melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat. Sebaliknya bagi keluarga yang

tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya

melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus.

Untuk mencegah kenakan siswa di SDN 010 Sungai Bawang

Kec.Singingi tidak hanya sebatas lingkungan sekolah tapi harus melibatkan semua

unsur yang ada dalam masyrakat serta peran pemerintah.Berdasarkan kenyataan di

atas untuk memperkecil tingkat kenakalan siswa, maka ada dua hal yang perlu

diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-

program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan

sosial yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara

keseluruhan.

Pada dasarnya ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk

menangani kasus siswa, yaitu pendekatan disiplin dan bimbingan konseling. Di

samping itu para guru juga harus mampu melibatkan siswa yang bersifat agak

“rawan” terhadap kenakalan tersebut pada kegiatan-kegiatan sekolah yang positif

sehingga mempersempit ruang kenakalan siswa tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono Gunawan. 1988. Psikologi Remaja.

Mapiare Andi. 1984. Pengantar Bimbingan dan Konseling di sekolah

Sukadi. 2002. Pendidikan Budi Pekerti.

H. Abu Ahmadi, Drs. (2004). Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta

Kuswanto, Drs, M.M. Bambang Siswanto, S.H. (2003). Sosiologi,


Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

11

Anda mungkin juga menyukai