Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA IBU DENGAN POST SECTIO CAESARIA (MASA NIFAS)

Oleh
Ni Luh Ryani Widiyanti
NIM: 08.321.0201

Program Profesi Ners


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI
BALI
2013
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA IBU DENGAN POST PARTUM NORMAL (MASA NIFAS)

A. Konsep Dasar Nifas


1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium)   adalah   masa   setelah   keluarnya   placenta

sampai alat­alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal

masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2010). 
Masa nifas adalah   masa   sesudah persalinan dan   kelahiran   bayi,

plasenta,   serta   selaput   yang   diperlukan   untuk   memulihkan   kembali   organ

kandungan   seperti   sebelum   hamil   dengan   waktu   kurang   lebih   6   minggu

(Saleha, 2009).
Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai sampai

pulihnya   kembali   alat­alat   kandungan   seperti   sebelum   hamil.   Lamanya

masa nifas ini yaitu kira­kira 6­8 minggu (Abidin, 2011).
Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genital baru
pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan
(Wiknjosastro, 2005).
Jadi yang dimaksud nifas adalah masa yang dimulai beberapa jam
sesudah lahirnya plasenta dan mencakup 6 minggu berikutnya. Sedangkan
yang dimaksud dengan masa nifas (Peurperium) adalah masa pulih kembali
yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir pada ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil berlangsung kira-kira 6
minggu atau 40 hari.
2. Periode Masa Nifas
Masa nifas dibagi dalam 3 periode :
a. Early post partum/Puerperium dini
Kepulihan dalam 24 jam pertama, dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
b. Immediate post partum/Puerperium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Late post partum/Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

3. Perubahan Masa Nifas


Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat
fisiologis yang meliputi perubahan fisik dan psikologik, yaitu :
a. Perubahan fisik
1) Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya
alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan
hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Proses involusi
terjadi karena adanya :
Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang
tumbuh karena adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar
menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal
dari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan
semula. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah
kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami
beser kencing setelah melahirkan.
Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontraksi dan retraksi dari otot-
otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh
darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna
untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi
dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang
mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga
ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.
Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang
menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus.
Involusi pada alat kandungan meliputi :
a) Uterus
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi dan retraksi otot-ototnya.
Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 3.1 Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan
Involusi Tinggi fundus uterus Berat uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 gr
1 minggu Pertengahan pusat 500 gr
simfisis
2 minggu Tidak teraba diatas 350 gr
simfisis
6 minggu Bertambah kecil 50 gr
8 minggu Sebesar normal 30 gr
Sumber : Mochtar Rustam, Sinopsis Obstetri, 1998
b) Perubahan pada endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nerkrosis di tempat implantasi
plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-
5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan
desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari, permukaan endometrium
mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami
degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi
endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis, yang
memakan waktu 2 sampai 3 minggu. Jaringan-jaringan di tempat
implantasi plasenta mengalami proses yang sama, ialah degenerasi
dan kemudian terlepas. Pelepasan jaringan berdegeneras ini
berlangsung lengkap. Dengan demikian tidak ada pembentukan
jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta
(Wiknjosastro, 2005).
c) Perubahan pada cervix
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan
masih bisa masuk rongga rahim ; setelah 2 jam dapat dilalui oleh
2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari (Mochtar
Rustam, 1998).
2) Rasa sakit yang disebut after pains (meriang atau mules-mules)
disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 2 – 4 hari pasca
persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan
bila terlalu mengganggu analgesik (Mochtar Rustam, 1998).
3) Hemokonsentrasi
Pada masa kehamilan, didapat hubungan pendek yang dikenal sebagai
shunt antara sirkulasi ibu dan plasenta. Setelah melahirkan, shunt
akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah pada ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini menimbulkan beban pada jantung sehingga
menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitium kordis.
Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
sediakala. Umumnya hal ini terjadi pada hari-hari ke 3 sampai 15 hari
postpartum (Wiknjosastro, 2005).
4) Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu
tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
5) Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat prolaktin. Ibu menyusui mulai
ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi
mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi
untuk mencegah kehamilan.
6) Lochia
Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina
dalam masa nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak
dari darah menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam keadaan normal,
tetapi tidak busuk.
Menurut Manuaba, 1998, Pengeluaran lochia dapat dibagi
berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu :
a) Lochia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua,
verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan
keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga pasca persalinan.
b) Lochia sanguinolenta berwarna merah kekuningan berisi darah dan
lendir, mulai hari ketiga sampai hari ketujuh pasca persalinan.
c) Lochia serosa berwarna kekuningan, cairan tidak berdarah lagi dari
hari ketujuh sampai hari keempat belas pasca persalinan.
d) Lochia alba berwarna putih setelah hari keempat belas.
e) Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
f) Lochiostasis : lochia tidak lancar keluarnya.
7) Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama,
biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma
pelvis yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur
angsur mengecil dan pulih kembali. Tidak jarang uterus jatuh ke
belakang menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi
kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan
pasca persalinan (Rustam M, 1998: 130).
8) Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan secara normal volume darah untuk
mengakomodasi penambahan aliran darah yang diperlukan oleh
placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen
mengakibatkan diuresis yang menyebabkan volume plasma menurun
secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada 24 sampai
48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien mengalami sering
kencing. Penurunan progesteron membantu mengurangi retensi cairan
sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama
kehamilan (V Ruth B, 1996: 230).
Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi:
Tabel 3.2 Tabel Perubahan Tanda-tanda Vital
Parameter Penemuan normal Penemuan abnormal
Tanda-tanda Tekanan darah < 140/90 Tekanan darah > 140/90
vital mmHg, mungkin bisa naik dari mmHg
tingkat disaat persalinan 1 – 3
hari post partum.
Suhu tubuh < 38 0 C Suhu > 380 C
Denyut nadi: 60-80 x/menit Denyut nadi: > 100 x/menit

9) Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari
volume darah dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari
aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum (V Ruth B, 1996:
230).
10) Sistem Hormon
a) Oxytoxin
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi
pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan
aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu
oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil
bekas tempat perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada
wanita yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi
menstimulasi ekskresi oxytoxin dimana keadaan ini membantu
kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta
lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon laktogen
placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan
fisiologis pada ibu nifas.
b) Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh
glandula hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan
merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar
prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan.
Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari
ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan
FSH disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada
ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron
dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf,
ovulasi dan menstruasi (V Ruth B, 1996: 231).
c) Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air
susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok, makanan
yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh
ibu yang baru saja melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi
bayinya dan ibunya sendiri.
Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang
pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang
pertumbuhan saluran kelenjar, kedua hormon ini mengerem LTH.
Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang
laktasi.
Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxitoxin yang
merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah
reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting susu
oleh bayi. Rangsang ini menuju ke hypofise dan menghasilkan
oxitocin yang menyebabkan payudara mengeluarkan air susunya.
Pada hari ke 3 postpartum, payudara menjadi besar, keras dan
nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola
mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari puting susu.
Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5
%, gula 6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %.
Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan.
Benyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta
makanan yang dikonsumsi ibu (Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983:
318).
11) Perineum
Luka pada vagina dan serviks yang tidak luas akan sembuh primer.
Bila dilakukan episiotomy akan terjadi nyeri pada luka di perineum,
menyebabkan ibu takut BAB dan perih saat kencing
b. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi
dalam 3 tahap yaitu:
1) Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini
terjadi interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal
ini dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak
memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling
memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru.
2) Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke-3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk
menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu
berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air
kecil atau buang air besar.
3) Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil
tanggung jawab terhadap bayi (Persis Mary H, 1995).
Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan
kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka
sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini
disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post
partum (Ibrahim C S, 1993: 50).
c. Tujuan Perawatan Masa Nifas
Dalam masa nifas ini penderita memerlukan perawatan dan
pengawasan yang dilakukan selama ibu tinggal di rumah sakit maupun
setelah nanti keluar dari rumah sakit.
Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah :
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologi.
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi
dan perawatan bayi sehat.
4) Untuk mendapatkan kesehatan emosi.
d. Perawatan Masa Nifas
Setelah melahirkan, ibu membutuhkan perawatan yang intensif untuk
pemulihan kondisinya setelah proses persalinan yang melelahkan. Dimana
perawatan post partum meliputi:
1) Mobilisasi Dini (Sungkar, ali, 2007)
Persalinan merupakan proses yang melelahkan. Itulah mengapa ibu
disarankan tak langsung turun dari tempat tidur setelah melahirkan karena
dapat menyebabkan jatuh pingsan akibat sirkulasi darah yang belum
berjalan baik. Namun setelah istirahat 8 jam, mobilisasi sangat diperlu
agar tidak terjadi pembengkakan akibat tersumbatnya pembuluh darah ibu
bahkan mencegah terjadinya tromboemboli.
Mobilisasi sebaiknya dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan
gerakan miring ke kanan dan ke kiri, lalu menggerakkan kaki. Selanjutnya
cobalah untuk duduk di tepi tempat tidur. Kemudian, ibu bisa turun dari
tempat tidur dan berdiri. Khusus bagi ibu yang menjalani Caesar
dianjurkan untuk turun dari tempat tidur setelah beristirahat selama 24
jam. Setelah itu, ibu bisa pergi ke kamar mandi. Dengan begitu, sirkulasi
darah di tubuh akan berjalan dengan baik. Gangguan yang tak diinginkan
pun bisa dihindari.
Terkait dengan mobilisasi, ibu sebaiknya mencermati faktor-faktor berikut
ini:
1. Mobilisasi jangan dilakukan terlalu cepat sebab bisa menyebabkan ibu
terjatuh. Khususnya jika kondisi ibu masih lemah atau memiliki
penyakit jantung. Meski begitu, mobilisasi yang terlambat dilakukan
juga sama buruknya, karena bisa menyebabkan gangguan fungsi organ
tubuh, aliran darah tersumbat, terganggunya fungsi otot, dan lain-lain.
2. Yakinlah ibu bisa melakukan gerakan-gerakan di atas secara bertahap.
3. Kondisi tubuh akan cepat pulih jika ibu melakukan mobilisasi dengan
benar dan tepat. Tidak hanya itu, sistem sirkulasi di dalam tubuh pun
bisa berfungsi normal kembali akibat mobilisasi. Bahkan, penelitian
menyebutkan early ambulation (gerakan sesegera mungkin) bisa
mencegah aliran darah terhambat. Hambatan aliran darah bisa
menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam atau DVT (Deep Vein
Thrombosis) dan bisa menyebabkan infeksi.
4. Jangan melakukan mobilisasi secara berlebihan karena bisa membebani
jantung.

2) Rawat Gabung
Perawatan ibu dan bayi dalan satu ruangan bersama-sama sehingga ibu
lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan ASI
sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin (Manuaba, 1998:
193).
a. Pemeriksaan Umum
Pada ibu nifas pemeriksaan umum yang perlu dilakukan antara lain adalah
kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.
b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus pada ibu nifas meliputi: (Manuaba, 1998: 193)
Fisik : Tekanan darah, nadi dan suhu
Fundus uteri : Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
Payudara : Puting susu, pembengkakan, pengeluaran
ASI
Patrun lochia : Locia rubra, lochia sanginolenta, lochia
serosa, lochia alba
Luka jahitan episiotomi : Apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-
tanda infeksi.
c. Nasehat Yang Perlu diberikan saat pulang adalah :
1. Diit
Masalah diit perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada
pemulihan kesehatan ibu dan pengeluaran ASI. Makanan harus
mengandung gizi seimbang yaitu cukup kalori, protein, cairan, sayuran
dan buah-buahan.
2. Pakaian
Pakaian agak longgar terutama didaerah dada sehingga payudara tidak
tertekan. Daerah perut tidak perlu diikat terlalu kencang karena tidak
akan mempengaruhi involusi. Pakaian dalam sebaiknya yang
menyerap, sehingga lochia tidak menimbulkan iritasi pada daerah
sekitarnya. Kasa pembalut sebaiknya dibuang setiap saat terasa penuh
dengan lochia,saat buang air kecil ataupun setiap buang air besar.
3. Perawatan vulva
Pada tiap klien masa nifas dilakukan perawatan vulva dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya inveksi di daerah vulva, perineum maupun
didalam uterus. Perawatan vulva dilakukan pada pagi dan sore hari
sebelum mandi, sesudah buang air kemih atau buang air besar dan bila
klien merasa tidak nyaman karena lochia berbau atau ada keluhan rasa
nyeri. Cara perawatan vulva adalah cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan perawatan luka, setelah BAK cebok ke arah depan dan
setelah BAB cebok kearah belakang, ganti pembalut stiap kali basah
atau setelah BAB atau BAK, setiap kali cebok memakai sabun dan luka
bisa diberi betadin.
4. Miksi
Kencing secara spontan sudah harus dapat dilakukan dalam 8 jam post
partum. Kadang kadang wanita sulit kencing, karena spincter uretra
mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus
spincter ani selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita
sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi (Persis H, 1995: 288).
5. Defekasi
Buang air besar harus terjadi pada 2-3 hari post partum. Bila belum
terjadi dapat mengakibatkan obstipasi maka dapat diberikan obat
laksans per oral atau perektal atau bila belum berhasil lakukan klisma
(Persis H,1995: 288).
6. Perawatan Payudara
Perawatan payudara telah mulai sejak wanita hamil supaya puting susu
lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya. Dianjurkan sekali supaya ibu mau menyusui bayinya karena
sangat berguna untuk kesehatan bayi. Dan segera setelah lahir ibu
sebaiknya menyusui bayinya karena dapat membantu proses involusi
serta colostrum mengandung zat antibody yang berguna untuk
kekebalan tubuh bayi (Mac. Donald, 1991: 430).
a) Jika puting rata, sejak hamil ibu dapat menarik-narik puting
susu. Ibu harus tetap menyusui agar putting selalu sering tertarik.
b) Putting Lecet, putting lecet dapat disebabkan cara menyusui atau
perawatan payudara yang tidak benar dan infeksi monilia.
Penatalaksanaan dengan tehink menyusui yang benar, putting
harus kering saat menyusui, putting diberi lanolin, monilia
diterapi dan menyusui pada payudara yang tidak lecet. Bila
lecetnya luas menyusui di tunda 24-48 jam dan ASI dikeluarkan
dengan tangan atau dipompa.
c) Payudara bengkak. Payudara bengkak disebabkan pengeluaran
ASI yang tidak lancar karena bayi tidak cukup sering menyusui
atau terlalu cepat disapih. Penatalaksanaanya dengan menyusui
lebih sering, kompres hangat. Susu dikeluarkan dengan pompa
dan pemberian analgesic.
d) Mastitis. Payudara tampak edema, kemerahan dan nyeri yang
biasanya terjadi beberapa minggu setelah melahirkan.
Penetalaksanaan dengan kompres hangat/dingin, pemberian
antibiotic dan analgesic, menyusui tidak dihentikan.
e) Latihan senam dapat diberikan mulai hari ke 2 misalnya:
 Ibu terlentang lalu kedua kaki ditekuk, kedua tangan diatruh di
atas dan menekan perut. Lakukan pernafasan dada lalu
pernafasan perut.
 Dengan posisi yang sama, angkat bokong lalu taruh kembali.
 Kedua kaki diluruskan dan disilangkan, lalu kencangkan otot
seperti menahan miksi dan defekasi.
 Duduklah pada kursi, perlahan bungkukkan badan sambil
tangan berusaha menyentuh tumit.
f) Kembalinya Datang Bulan atau Menstruasi
Dengan memberi ASI kembalinya menstruasi sulit
diperhitungkan dan bersifat individu. Sebagian besar
kembalinya menstruasi setelah 4-6 bulan.
g) Cuti Hamil dan Bersalin
Bagi wanita pekerja menurut undang-undang berhak mengambil
cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum
bersalin dan 2 bulan setelah melahirkan.
h) Mempersiapkan untuk Metode KB
Pemeriksaan post partum merupakan waktu yang tepat untuk
membicarakan metode KB untuk menjarangkan atau
menghentikan kehamilan. Oleh karena itu penggunaan metode
KB dibutuhkan sebelum haid pertama kembali untuk mencegah
kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2
minggu setelah melahirkan (Bari Abdul,2000:129).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah lengkap : Hb , WBC , PLT


b. Elektrolit sesuai indikasi
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Nadi biasanya lambat (50-70x/mt) karena hipersensitivitas vagal
Tekanan darah bervariasi, mungkin lebih rendah pada respon penurunan
estrogen atau meningkat pada respon oksitosin.
b. Aktivitas/Istirahat
Dapat tampak kelelahan/keletihan, mengantuk
c. Integritas Ego
Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah. Mis : menunjukan
kurang kedekatan, tidak berminat atau kecewa, dapat mengekspresikan
rasa takut mengenai kondisi bayinya dan perawatanya segera.
d. Eliminasi
Hemoroid dapat menonjol, kandung kemih mungkin teraba diatas
simfisis pubis dan dapat terjadi dieresis.
e. Makanan dan cairan
Dapat mengeluh haus,lapar atau mual.
f. Neurosensori
Hiperfleksi mungkin ada jika ada hipertensi yang menetap khususnya pd
DM, Remaja atau primigravida.
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Dapat melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber. Mis : Trauma
jaringan/episiotomy, kandung kemih penuh, perasaan dingin atau
tremor/menggigil.
h. Keamanan
Pada awalnya suhu tubuh mungkin meningkat sedikit (pengerahan
tenaga,dehidrasi)
i. Seksualitas
Fundus uterus berkontraksi keras pada garis tengah dan terletak setinggi
umbilicus
Drainase vagina atau lochia jumlahnya sedang, merah gelap dengan
beberapa bekuan kecil
Perineum ekimosis atau rabas, kemerahan, trauma
2. Diagnosa Keperawatan:
1) Ketidakseimbangan volume cairan ; kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan pengeluaran yang berlebihan; perdarahan; diuresis;
keringat berlebihan.
2) Nyeri akut berhubungan dengan peregangan perineum; luka episiotomi;
involusi uteri; hemoroid; pembengkakan payudara.
3) Perubahan pola eleminasi urine berhubungan dengan trauma perineum
dan saluran kemih.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
5) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengalaman
ditandai dengan ibu mengatakan bayi tidak mau menghisap putting susu
dengan baik, ASI belum keluar,putting susu besar.
6) Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan; kelelahan post
partum.
7) Kurang pengetahuan bayi berhubungan dengan kurang pemahaman,
pengalaman dan salah interpretasi tidak tahu sumber – sumber
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Ketidakseimbangan Setelah diberikan 1. Pantau: 1. Mengidentifikasi adanya
volume cairan ; asuhan - Tanda-tanda vital perdarahan yang tidak
kurang dari keperawatan, setiap 4 jam. fisiologis,yang
kebutuhan tubuh b/d diharapkan status - Warna urine. mengakibatkan
pengeluaran yang cairan membaik - Perdarahan post kekurangan volume cairan
berlebihan; (intake & output partum dam memicu terjadinya
perdarahan; diuresis; adekuat). - Pengeluaran syok.
keringat berlebihan. Kriteria evaluasi: lochea
tak ada - Tanda REEDA
manifestasi
dehidrasi, 2. Beritahu dokter bila: 2. Temuan-temuan ini
perdarahan post haluaran urine < 30 menandakan hipovolemia
partum, haluaran ml/jam, haus, dan perlunya peningkatan
urine di atas 30 takikardia, gelisah, TD cairan.
ml/jam, kulit di bawah rentang
kenyal/turgor normal, urine gelap
kulit baik, tanda2 atau encer gelap.
vital stabil.
3. Anjurkan pasien minum 3. Mencegah pasien jatuh ke
dengan volume lebih dalam kondisi kekurangan
sesuai toleransi pasien cairan

4. Pantau: cairan masuk


dan cairan keluar setiap 4. Mengidentifikasi
8 jam. keseimbangan cairan
pasien secara adekuat dan
teratur.
5. Kaji kontraksi uterus,
proses involusi uteri 5. Mengidentifikasi
penyimpangan dan
kemajuan berdasarkan
involusi uteri diantaranya
atonia uteri yg dapat
menimbulkan perdarahan
post partum
Diagnosa Tujuan dan Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Perubahan pola Setelah diberikan 1. Kaji haluaran urine, 1. Mengidentifikasi
eleminasi urine asuhan keluhan serta penyimpangan dalam pola
b/d trauma keperawatan keteraturan pola berkemih pasien.
perineum dan diharapkan pola berkemih.
saluran kemih. eleminasi (BAK) 2. Ambulasi dini memberikan
pasien teratur. 2. Anjurkan pasien rangsangan untuk pengeluaran
Kriteria hasil: melakukan ambulasi urine dan pengosongan
eleminasi BAK dini. bladder.
lancar, disuria tidak
ada, bladder 3. Anjurkan pasien untuk 3. Membasahi bladder dengan air
kosong, keluhan membasahi perineum hangat dapat mengurangi
kencing tidak ada. dengan air hangat ketegangan akibat adanya luka
sebelum berkemih. pada bladder.

4. Anjurkan pasien untuk 4. Menerapkan pola berkemih


berkemih secara secara teratur akan melatih
teratur. pengosongan bladder secara
teratur.

5. Anjurkan pasien untuk 5. Minum banyak mempercepat


minum 2500-3000 filtrasi pada glomerolus dan
ml/24 jam. mempercepat pengeluaran
urine.

6. Kolaborasi untuk 6. Kateterisasi membantu


melakukan kateterisasi pengeluaran urine untuk
bila pasien kesulitan mencegah stasis urine.
berkemih.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Nyeri akut b/d Setelah diberikan 1. Kaji tingkat nyeri 1. Menentukan
peregangan perineum; asuhan keperawatan pasien. intervensi
luka episiotomi; diharapkan pasien keperawatan sesuai
involusi uteri; mendemonstrasikan skala nyeri.
hemoroid; teknik pengontrolan
pembengkakan nyeri. 2. Kaji kontraksi uterus, 2. Mengidentifikasi
payudara. Kriteria hasil : pasien proses involusi uteri. penyimpangan dan
mengatakan nyeri kemajuan
terkontrol /berkurang, berdasarkan involusi
vital sign dalam batas uteri.
normal, pasien
menunjukkan 3. Anjurkan pasien 3. Mengurangi
peningkatan aktifitas, untuk membasahi ketegangan pada luka
keluhan nyeri perineum dengan air perineum.
terkontrol, payudara hangat sebelum
lembek, tidak ada berkemih.
bendungan ASI.
4. Anjurkan dan latih 4. Melatih ibu
pasien cara merawat mengurangi
payudara secara bendungan ASI dan
teratur. memperlancar
pengeluaran ASI.

5. Jelaskan pada ibu 5. Mencegah infeksi


tetang teknik dan kontrol nyeri
merawat luka pada luka perineum.
perineum dan
mengganti PAD
secara teratur setiap
3 kali sehari atau
setiap kali lochea
keluar banyak.

6. Kolaborasi dokter 6. Mengurangi


tentang pemberian intensitas nyeri
analgesik bial nyeri denagn menekan
skala 7 ke atas. rangsnag nyeri pada
nosiseptor.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Risiko infeksi b/d Setelah diberikan 1. Pantau: vital sign, 1. Mengidentifikasi
trauma jalan lahir. asuhan keperawatan, tanda infeksi. penyimpangan dan
diharapkan infeksi tidak kemajuan sesuai
terjadi. intervensi yang
Kriteria hasil: tanda dilakukan.
infeksi tidak ada, luka
episiotomi kering dan 2. Kaji pengeluaran 2. Mengidentifikasi
bersih, takut berkemih lochea, warna, bau kelainan pengeluaran
dan BAB tidak ada. dan jumlah. lochea secara dini.

3. Kaji luka 3. Keadaan luka


perineum, keadaan perineum berdekatan
jahitan. dengan daerah basah
mengakibatkan
kecenderunagn luka
untuk selalu kotor dan
mudah terkena
infeksi.

4. Anjurkan pasien 4. Mencegah infeksi


membasuh vulva secara dini.
setiap habis
berkemih dengan
cara yang benar
dan mengganti
PAD setiap 3 kali
perhari atau setiap
kali pengeluaran
lochea banyak.

5. Pertahankan 5. Mencegah
teknik septik kontaminasi silang
aseptik dalam terhadap infeksi.
merawat pasien
(merawat luka
perineum,
merawat
payudara,
merawat bayi).
Diagnosa Tujuan dan Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Menyusui tidak Setelah diberikan 1. Beri kesempatan ibu 1. Meningkatkan
efektif berhubungan asuhan keperawatan, untuk melakuakn kemandirian ibu dalam
dengan kurangnya diharapkan perawatan bayi secara perawatan bayi.
pengalaman ditandai pengalaman pasien mandiri.
dengan ibu bertambah tentang
mengatakan bayi cara merawat 2. Libatkan suami dalam 2. Keterlibatan bapak/suami
tidak mau payudara dan perawatan bayi. dalam perawatan bayi
menghisap putting menyusui bayi akan membantu
susu dengan baik, dengan criteria : meningkatkan keterikatan
ASI belum  ibu dapat batih ibu dengan bayi.
keluar,putting susu merawat
besar. payudara secara 3. Latih ibu untuk 3. Perawatan payudara
mandiri dan perawatan payudara secara teratur akan
dapat menyusui secara mandiri dan mempertahankan
bayinya dengan teratur. produksi ASI secara
baik. kontinyu sehingga
kebutuhan bayi akan ASI
tercukupi.

4. Motivasi ibu untuk 4. Meningkatkan produksi


meningkatkan intake ASI.
cairan dan diet TKTP.

5. Lakukan rawat 5. Meningkatkan hubungan


gabung sesegera ibu dan bayi sedini
mungkin bila tidak mungkin.
terdapat komplikasi
pada ibu atau bayi.
.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Deficit perawatan diri Setelah diberikan 1. Kaji toleransi 1. Parameter
b/d immobilisasi; asuhan keperawatan, pasien terhadap menunjukkan
kelemahan. diharapkan ADL dan aktifitas respon fisiologis
kebutuhan beraktifitas menggunakan pasien terhadap
pasien terpenuhi secara parameter berikut: stres aktifitas dan
adekuat. nadi 20/mnt di atas indikator derajat
Kriteria hasil: frek nadi istirahat, pengaruh kelebihan
- Menunjukkan catat peningaktan TD, kerja jatung.
peningkatan dalam dispnea, nyeri dada,
beraktifitas. kelelahan berat,
- Kelemahan dan kelemahan,
kelelahan berkurang. berkeringat, pusing
- Kebutuhan atau pinsan.
ADL terpenuhi 2. Menurunkan kerja
secara mandiri atau 2. Tingkatkan miokard/komsumsi
dengan bantuan. istirahat, batasi oksigen ,
- frekuensi aktifitas pada dasar menurunkan resiko
jantung/irama dan Td nyeri/respon komplikasi.
dalam batas normal. hemodinamik,
- kulit hangat, berikan aktifitas
merah muda dan senggang yang tidak
kering berat. 3. Stabilitas fisiologis
pada istirahat
3. Kaji kesiapan penting untuk
untuk meningkatkan menunjukkan
aktifitas contoh: tingkat aktifitas
penurunan individu.
kelemahan/kelelahan,
TD stabil/frek nadi,
peningaktan perhatian
pada aktifitas dan
perawatan diri. 4. Konsumsi oksigen
miokardia selama
4. Dorong berbagai aktifitas
memajukan dapat
aktifitas/toleransi meningkatkan
perawatan diri. jumlah oksigen
yang ada.
Kemajuan aktifitas
bertahap mencegah
peningkatan tiba-
tiba pada kerja
jantung.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Deficit perawatan diri 5. Anjurkan keluarga 5. Teknik
b/d immobilisasi; untuk membantu penghematan
kelemahan. pemenuhan energi
kebutuhan ADL menurunkan
pasien. penggunaan
energi dan
membantu
keseimbangan
suplai dan
kebutuhan
oksigen.
6. Jelaskan pola 6. Aktifitas yang
peningkatan bertahap maju memberikan
dari aktifitas, contoh: kontrol jantung,
posisi duduk meningaktkan
ditempat tidur bila regangan dan
tidak pusing dan mencegah
tidak ada nyeri, aktifitas
bangun dari tempat berlebihan.
tidur, belajar berdiri
dst
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Kurang pengetahuan Setelah diberikan 1. Berikan 1. Meningkatkan
mengenai perawatan asuhan keperawatan informasi tentang pengetahuan ibu
diri dan bayi diharapkan ibu dapat perawatan dini, pengenai perawatan
mengetahui dan seperti perawatan diri dan bayi.
berhubungan dengan
mengerti tentang perineum,
kurang pemahaman, perawatan diri dan bayi.
perubahan fisiologis
pengalaman dan salah Kriteria hasil:
lokhea, KB dan
interpretasi tidak tahu - Dapat melakukan
perawatan bayi
perawatan diri dan
sumber – sumber (perawatan tali
bayi secara mandiri,
pusat, memandikan
seperti melakukan
bayi dan imunisasi)
perawatan payudara,
perinium,
2. Berikan 2. Meningkatkan
memandikan bayi
kesempatan ibu kemandirian ibu
dan menyusui
untuk melakukan dalam perawatan
dengan baik.
perawatan diri dan bayi.
bayi secara mandiri.

3. Libatkan 3. Keterlibatan
suami dalam bapak/suami dalam
perawatan bayi. perawatan bayi akan
membantu
meningkatkan
keterikatan batih ibu
dengan bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian


Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.

Hanifa Wiknjosastro (2005), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo, Jakarta.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana


Asuhan Keperawatan: Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 3, Peneribit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Mochtar Rustam. (1998), Sinopsis Obstetri, Jilid 1. Edisi 2. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai