Pada abad 19, hampir semua penyakit pada medula spinalis disebut mielitis.
Dalam Dercum’s Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince menulis tentang
pengetahuan neuropatologi, satu persatu penyakit di atas dapat diseleksi hingga yang
Dewasa ini istilah yang digunakan untuk dapat menunjukkan proses radang
pada medulla spinalis adalah mielitis. Dan bila mengenai substansia grisea disebut
poliomielitis, bila mengenai substansia alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh
potongan melintang medula spinalis terserang proses radang maka disebut mielitis
transversa.
Bila lesinya multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis
radang baik pada meningen maupun medula spinalis, demikian pula denagn
meningoradikulitis (meningen dan radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada
penyakit yang berlangsung dengan, untuk akut beralngsung untuk sehari, 2 sampai 6
miggu dikatakan subakut serta lebih dari 6 minggu dikatakan sebagai kronik.
1
Penatalaksanaan hanyalah diberikan terapi kortikosteroid dosis tinggi
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MIELITIS
2.1.1.DEFINISI
Pada abad 19, hampir semua penyakit pada medula spinalis disebut mielitis.
Dalam Dercum’s Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince menulis tentang
pengetahuan neuropatologi, satu persatu penyakit di atas dapat diseleksi hingga yang
Menurut Plum dan Olsen (1981) serta Banister (1978) mielitis adalah
terminologi nonspesifik, yang artinya tidak lebih dari radang medula spinalis. Tetapi
Adams dan Victor (1985) menulis bahwa mielitis adalah proses radang infektif
1. Akut
2. Sub Akut
3. Kronik
3
Beberapa istilah lain digunakan untuk dapat menunjukkan dengan tepat,
poliomielitis, bila mengenai substansia alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh
potongan melintang medula spinalis terserang proses radang maka disebut mielitis
transversa.
Bila lesinya multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis
radang baik pada meningen maupun medula spinalis, demikian pula dengan
meningoradikulitis (meningen dan radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada
Medulla Spinalis
Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping,
yaitu medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm
(seukuran kelingking). Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah lubang besar
4
Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut : 8 pasang
saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5
medulla spinalis yang merupakan pangkal dari saraf-saraf spinal tidak bersatu
dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian besar akar saraf spinalis
harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar dari kolumna vertebralis di
lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya berjalan sampai setinggi
vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar pinggang), sehingga akar-akar
saraf sisanya sangat memanjang untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis di
lubang yang sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis
vertebralis yang lebih bawah itu dikenal sebagai kauda ekuina ”ekor kuda” karena
penampakannya.
spinalis membentuk daerah seperti kupu-kupu di bagian dalam dan dikelilingi oleh
substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea medulla spinalis
terutama terdiri dari badan- badan sel saraf serta dendritnya antarneuron pendek, dan
sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat
saraf (akson-akson dari antarneuron yang panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-
spinalis. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak,
5
disampaikannya.
mengganggu sebagian fungsi tetapi fungsi lain tetap utuh. Substansia grisea yang
sentralis, yang terisi oleh cairan serebrospinal, terletak di tengah substansia grisea.
mengandung badan sel neuron motorik eferen yang mempersarafi otot rangka. Serat-
serat otonom yang mempersarafi otot jantung dan otot polos serta kelenjar eksokrin
akar spinalis dan akar ventral. Serat-serat aferen membawa sinyal datang
masuk ke medulla spinalis melalui akar dorsal; serat-serat eferen membawa sinyal
keluar meninggalkan medulla melalui akar ventral. Badan-badan sel untuk neuron-
Akar ventral dan dorsal di setiap tingkat menyatu membentuk sebuah saraf
spinalis yang keluar dari kolumna vertebralis. Sebuah saraf spinalis mengandung
serat-serat aferen dan eferen yang berjalan diantara bagian tubuh tertentu dan
medulla spinalis spinalis. Sebuah saraf adalah berkas akson neuron perifer,
sebagian aferen dan sebagian eferen, yang dibungkus oleh suatu selaput jaringan
6
ikat dan mengikuti jalur yang sama. Sebagaian saraf tidak mengandung sel saraf
Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat
perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum
berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat
mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1)
informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan
raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot
dan sendi
gerakan terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal anggota gerak.
motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena itu, kemungkinan
4. Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan gamma
pada columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot ekstensor atau
otot-otot antigravitasi.
7
aktivitas otot-otot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas postural yang berhubungan
dengan keseimbangan.
ringan.
8
dan perpindahan.
5. Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan lama.
9
2.1.3 Klasifikasi
b. Herpes zoster
c. Rabies
d. Virus B
a. Mielitis sifilitika
c. Mielitis tuberkulosa
2.1.4 Patologi
Mielitis biasanya melibatkan medulla spinalis saja, tetapi bisa juga myelitis
ensefalomielitis. Pada stadium akut medulla spinalis biasanya membengkak dan pada
adalah degenerasi medulla spinalis yang sifatnya destruktif mielin dan musnahnya
aksis silinder. Elemen inflamasi misalnya limfosit dan sel plasma, berada di jaringan
10
medulla spinalis dan di sekeliling pembuluh darah disertai infiltrasi ke meningen.
Pada beberapa bentuk bisa dijumpai nekroisi yang lengkap dari medulla spinalis,
Reaksi mesodermal biasanya hebat disertai dengan dilatasi, proliferasi atau infiltrasi
pembuluh darah. Pembentukan parut sel-sel glia didapatkan pada beberapa bentuk.
Kelainan patologik ini bisa terjadi disetipa tingkat : sevikal, torakal, atau lumbal.
Tapi paliing sering terletak di regio torakal karena bagian medulla spinalis ini paling
jelek.
1. Motorik
gangguan sensorik dan vegetatif. Onset dan perjalanan gambaran klinisnya sampai
medulla spinalis atau tingkat medulla spinalis disamping intensitas dan luasnya
proses patologik.
Jika proses topik mielitasi ada di segmen servikal atau medulla spinalis dapat
terjadi tetraparesis atau tetraplegi yang bersifat spastik atau UMN. Kalo topiknya ada
di tingkat servikal bawah dari medulla spinalis akan menimbulkan tetraparesia atau
tetraplegi yang pada anggota atas bersifat flaksid atau LMN dan pada anggota bawah
UMN. Bila topiknya ada di semen lumbal dan sakral medulla spinalis akan
11
berakibat sebagai paraparesis atau paraplegi inferior yang bersifat flaksid atau LMN.
Namun yang paling sering topiknya terletak pada segmen torakal sehingga akan
menimbulkan paraparesis atau paraplegi inferior yang bersifat spastik atau UMN.
bersifat flaksid atau LMN jika topiknya ada dibagian ventral subtansia grisea
atau bakteri bias didapatkan sepertiga penderita, yang paling sering adalah infeksi
traktus respiratorus bagian atas atau suatu penyakit flu dan kadang-kadang berupa
gangguan gastrointestinal. Gejala lainnya demam dengan derajat ringan, ruam atau
eksantem, nyeri kepala, kaku kuduk bisa ada atau tidak. Onset atau awitan penyakit
Periode syok spinal dapat berlangsung selama tiga sampai empat minggu.
Periode ini terjadi berhubungan dengan awitan mielitis transversa yang mendadak.
Dibawah tingkat lesinya bersifat flaksid, disertai hilangnya semua jenis sensorik,
hilangnya fungsi otonom dan arefleksia. Tetapi jika ditumpangi suatu infeksi saluran
kemi yang berat atau ulkus dekubitus periode syok spinal akan memanjang.
Pada saat yang sama terjadi paresis atau paralisis kandung kemih dan rektum,
suatu periode syok spinal mula-mula akan timbul retensio urine dan alvi. Pada
periode ini dapat terjadi kemudian suatu over-flow incontinesia. Pada mielitis
tranversa dengan toppik di segmen torakal, setelah periode syok spinal lewat akan
terjadi kandung kemih otomatik atau neurogenik. Fekal inkontinensia kurang sering
dijumpai.
12
2. Sensoris
pada awitan penyakit dapat timbul parestesi dan nyeri. Parestesi sering
digambarkan seperti rasa tebal, kesemutan, jimpe biasanya dimulai dari ibu jari atau
kaki kemudian naik ke tungkai, badan dan bahkan mencapau anggota gerak atas.
level tertentu yang merupakan topik dari proses patologik (mielitisanya) dan berpola
inervasi segmental. Modalitas sensorik yang terkena dapat mencakup rasa raba, rasa
Ulkus dekubitus timbul akibat hilangnya sensasi, gangguan trofik dan kurang
kebersihan. Tempat predileksi ulkus dekubitus adalah diatas sakrum, tumit dan
trokanter mayor. Gejala lain : priapisme, ilius paralitikus, atrofi testis, ginekomastia,
menurun. Kalium darah meningkat tapi natrium dan klorida menurun serta terjadi
50% penderita. Jumlah sel-sel LSS meningkat menjadi 20-300 sel (jarang sampai
LSS meningkat pada 40% penderita sedangkan kadar gulukosanya normal. Tes
kecuali pada keadaan tertentu seperti edema medulla spinalis yang berat,
13
arakhnoiditis khornis adhevisa dan abses ekstradural.
2.1.6 Diagnosis
defisit motorik, sensorik dan vegetatif) disertai dari gejala umum infeksi (yang
Diagnosis Bandingan
3. Multiple sklerosis
2.2.POLIOMIELITIS
2.2.1 Definisi
suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan
mengakibatkan kerusakan pada sel motorik di kornu anterior medula spinalis, batang
otak dan dapat pula mengenai mesensefalon, sereblum, ganglia basal dan motorik
korteks serebri.
2.2.2 Epidemiologi
Ditemukan 90% pada anak di bawah usia 5 tahun karena itulah dulu disebut
paralisis infantil tapi bukan berarti poliomielitis tidak diketemukan pada orang
dewasa. Penyakit polio jarang didapatkan pada usia di bawah umur 6 bulan, mungkin
14
2.2.3 Etiologi
Virus polio adalah virus RNA yang termasuk kelompok enterovirus dan
famili pikorna virus. Virus ini juga termasuk salah satu virus yang terkecil, jadi ia
kekebalan silang. Virus ini hanya dapat dimusnahkan dengan cara pengeringan atau
pemberian zat oksidator yang kuat seperti peroksida, atau kalium permanganat.
2.2.4 Patogenesis
dalam tubuh melalui saluran orofarings setelah ditularakan melalui cara oral-
fekal. Masa inkubasi biasanya antara 4-17 hari, tapi bisa sampai 5 minggu. Bila
virus banyak didapat pada suatu daerah, maka timbulnya penyakit polio dapat
pada daerah tenggorokan dan mulut seperti misalnya tonsilektomi dan ekstraksi gigi
atau tindakan penyuntikan atau vaksinasi DPT, kehamilan, kerja fisik yang berat atau
keletihan. Setelah masuk kedalam tubuh, virus akan berkembang biak (multiplikasi)
di jaringan limfoid tonsil atau pada plak peyer di traktus intestinalis kemudian ia
akan menembus dinding usus dan melalui darah akan tersebar ke seluruh tubuh
(viremia)
15
2.2.5 Patologi
kromatolisis substansia Nissi sel saraf. Perubahan ini diikuti dengan multiplikasi
virus dalam SSP lalu perubahan pada sel saraf ini berkembang dengan cepat diikuti
dengan disintegrasiNukleus dan kemudian sel neuron mengalami nekrosis atau lisis
komplet. Atrofi dan paralisis akan menetap bila kurang dari 10% neuron pada
batang otak, serebelum, talamus dan hipotalamus dan area motorik korteks serebri.
Kemudian dapat dijumpai pula yang disebut poliomielitis abortif, dalam hal ini
timbul gejala infeksi sistemik ringan karena terjadi viremia. Gejala infeksi
Flu (sakit kepala, demam, malaise, batuk, pilek, mialgia atau faringitis)
Semua gejala di atas tidak khas. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat
Pada fase kedua ini di jumpai gejala seperti fase pertama (prodromal) disertai
dengan gejala neurologik ringan sakit kepala hebat, mialgia bertambah hebat, spasme
otot fleksor paha, nyeri dan kaku pada otot kuduk dan punggung. Pada anak-
anak, bila dari sikap berbaring ia hendak duduk maka kedua lutut akan fleksi
14
sedang kedua lengan dalam sikap ekstensi pada sendi siku untuk dipakai
menunjang kebelakang pada tempat tidur (tanda tripod). Tanda ini timbul karena
adanya spasme pada otot-otot paravertebral, erektor trunsi sehingga anak tidak dapat
dari berbaring ke sikap duduk. Disamping itu tanda tripod dapat pula dijumpai
tanda kepala terkulai (Head Drop) yaitu bila penderita yang dalam sikap berbaring
hendak kita tegakkan dengan cara menarik kedua ketiak atau lengan maka kepala
bulbar (bulbospinal) dan ensefalitik. Paralisis timbul dalam waktu yang sangat cepat
(beberapa jam-48 jam atau lebih lambat (10-12hari). Empat puluh delapan jam
bervariasi tapi hampir pasti tidak simetris. Ekstremitas inferior lebih sering terkena
sering pula dijumpai, tapi kelumpuhan otot okuler jarang ditemukan. Yang paling
2.2.7 Laboratorium
Virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dalam jaringan, dari hapusan
menunjukkan adanya pleositosis, kadar protein sedikit meninggi dan kadar glukosa
15
serta elektrolit normal, jumlah sel berkisar antara 10-3000/ mm3 sedangkan tekanan
tidak meningkat. Pada stadium prepalitik atau paralitik dini lebih banyak ditemukan
leukosit PMN tapi setelah 72 jam lebih banyak ditemukan limfosit. Peningkatan
jumlah sel mencapai puncaknya pada minggu pertama kemudian akan kembali
normal setelah 2 atau 3 minggu. Kadar protein berkisar antara 30-120 mg/100 ml
pada minggu pertama tapi jarang melampaui 150 mg/100 ml, kadar protein yang
2.3.1 Definisi
mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya
perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis
pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis.
traktus piramidalis, kolumna posterior, dan funikulus anterior. Pada tahun 1948,
band-like area horizontal perubahan sensasi di daerah leher atau torak. Sejak saat itu,
mielitis transversalis. Inflamasi berarti adanya pengaktifan sistem imun yang ada
16
2.3.2 Epidemiologi
Myelitis Transversa terjadi pada orang dewasa dan anak-anak, di kedua jenis
kelamin, dan di semua ras. Faktor predisposisi pada keluarga tidak jelas. Sebuah
puncaknya pada tingkat insiden (jumlah kasus baru per tahun) tampaknya terjadi
antara 10 dan 19 tahun dan 30 dan 39 tahun. Meskipun hanya beberapa studi telah
meneliti tingkat insiden, diperkirakan bahwa sekitar 1.400 kasus baru didiagnosis
myelitis melintang setiap tahun di Amerika Serikat, dan sekitar 33.000 orang
sebanyak 24,6 juta kasus per tahunnya jika penyebabnya merupakan proses
demyelinisasi yang didapat, khususnya sklerosis multiple. Tidak ada pola yang
khusus dari mielitis transversalis berdasarkan seks, distribusi geografis, atau riwayat
2.3.3 Etiologi
Peradangan yang menyebabkan kerusakan yang luas pada medulla spinalis dapat
diakibatkan oleh infeksi virus, reaksi kekebalan yang abnormal, atau tidak cukup
aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak di sumsum tulang belakang.
Lyme, dan beberapa vaksinasi, termasuk untuk cacar dan rabies sertaidiopatik.
2.3.4Patogenesis
Pada penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh, yang biasanya melindungi tubuh
tulang belakang.
17
Beberapa kasus myelitis transversa akibat dari malformasi arteriovenosa
spinal (kelainan yang mengubah pola-pola normal aliran darah) atau penyakit
normal oksigen dalam jaringan sumsum tulang belakang. Iskemia dapat terjadi di
membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan saraf tulang belakang dan membawa sisa
dapat memberikan jumlah yang cukup sarat oksigen darah ke jaringan saraf tulang
belakang. Ketika wilayah tertentu dari sumsum tulang belakang menjadi kekurangan
oksigen, atau iskemik, sel saraf dan serat mungkin mulai memburuk relative dengan
pada nerveroots dan ganglion spinalis. Pada medulla spinalis terdapat infiltrasi sel
MTA Parainfeksi
“parainfeksi” telah digunakan untuk cedera neurologis yang diakibatkan oleh infeksi
mikroba langsung dan cedera yang diakibatkan oleh infeksi, infeksi mikroba
18
langsung dengan kerusakan yang dimediasi oleh imun, atau infeksi yang
2.3.5Gambaran klinis
Myelitis transversa dapat bersifat akut (berkembang selama jam sampai beberapa
hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga 6 minggu). Gejala awal
defekasi. Banyak pasien juga melaporkan mengalami kejang otot, perasaan umum
tidak nyaman, sakit kepala, demam, dan kehilangan nafsu makan. Tergantung pada
segmen tulang belakang yang terlibat, beberapa pasien mungkin juga akan
Dari berbagai macam gejala, empat ciri-ciri klasik myelitis transversa yang
muncul:
(2) nyeri,
dengan myelitis transversal mungkin menyadari bahwa kaki mereka tampak lebih
19
Perkembangan penyakit selama beberapa minggu sering mengarah pada kelumpuhan
penuh dari kaki, yang mengharuskan pasien untuk menggunakan kursi roda. Nyeri
adalah gejala utama dari myelitis transversa pada sepertiga sampai setengah dari
semua pasien. Rasa sakit dapat dilokalisasi di punggung bawah atau dapat terdiri dari
tajam, sensasi yang memancarkan bawah kaki atau lengan atau di sekitar dada.
mereka.
Gejala biasanya dimulai dengan nyeri punggung yang timbul secara tiba-tiba,
diikuti oleh mati rasa dan kelemahan otot kaki yang akan menjalar ke atas. Gejala
tersebut bisa semakin memburuk dan jika menjadi berat akan terjadi kelumpuhan
serta hilangnya rasa disertai dengan hilangnya pengendalian pencernaan dan kandung
kemih. Lokasi terhambatnya impuls saraf pada medula spinalis menentukan beratnya
2.3.7Diagnosa
baik karena proses neoplasma medula spinalis intrinsik maupun ekstrensik, ruptur
diskus intervertebralis akut, infeksi epidural dan polineuritis pasca infeksi akut
didapati blokade aliran likuor, pleositosis moderat (antara 20-200 sel/mm3) terutama
jenis limfosit, protein sedikit meninggi (50-120 mg/100 ml) dan kadar glukosa
normal. Berbeda dengan sindrom Guillain Barre di mana dijumpai peningkatan kadar
20
protein tanpa disertai pleositosis. Dan pada sindrom Guillain Barre, jenis
pada Diagnosis MTA harus memenuhi semua kriteria inklusi dan tidak ada satupun
kriteria eksklusi yang terpenuhi. Diagnosis MTA yang berhubungan dengan penyakit
lain harus memenuhi semua kriteria inklusi dan pasien juga memiliki manifestasi
Diagnosis Banding
Inflamasi Non-Inflamasi
Tumor idiopatik
Virus:Mumps
Varicella
TBC
Penyakit Inflamasi
Neurosarkoidosis
21
Jacob A, Weinshenker BG. 2008. An Approach to the Diagnosis of Acute
MRI
ada penyebab struktural (HNP, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor, atau
22
23
CT-myelografi
Jika MRI tidak dapat dilakukan dalam waktu cepat untuk menilai kelainan
Punksi Lumbal
non-inflamasi. Pemeriksaan rutin CSF (hitung sel, jenis, protein, dan glukosa) dan
radikuler dengan atau tanpa vesikel sugestif untuk radikulitis zoster, atau adenopati
sugestif untuk etiologi infeksi dari MTA. Pada kasus seperti ini, kultur bakteri dan
virus dari CSF, PCR, dan pemeriksaan titer antibodi harus dilakukan.
Pemeriksaan Lainnya
atau penyakit jaringan ikat campuran. Pada kondisi seperti ini, pemeriksaan yang
harus dilakukan: ACE level, ANA, anti ds-DNA, SS-A (Ro), SS-B (La), antibodi
24
Kemungkinan penyebab Pemeriksaan Penunjang
Paraneoplastik indikasi
2.3.9 Penatalaksanaan
Imunoterapi
progresivitas dan menginisiasi resolusi lesi spinal yang terinflamasi sehingga dapat
25
selama 3-5 hari) diberikan kepada pasien. Regimen oral dapat digunakan pada
kasus pasien mielitis episode ringan yang tidak perlu dirawat inap. Pemberian
dengan gejala awitanya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila
bentuk prednison oral 1 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal selama 2
minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan
per oral dapat pula diberikan metil prednisolon intravena dengan dosis 0,8
mg/kg/hari dalam waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara
intramuskular denagn dosis 40 unit dua kali per hari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua
kali per hari (selama 4hari) dan 20 unit dua kali per hari (selama 3 hari). Untuk
simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg 2kali/hari. Selain itu sebagai
Terapi dengan plasma exchange bermanfaat pada pasien yang tidak respon dengan
sensorimotor saat pertama kali serangan, tetapi pada pasien yang kehilangan
26
siklofosfamid dan plasmapharesis. Pada pasien demyelinisasi, imunomodulator long-
berulang.
125 gram protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter per hari
diperlukan.
spinalis servikal atas dan batang otak telah terlibat. Oleh karena itu, pemeriksaan
regular dari fungsi pernapasan dan orofaring dibutuhkan selama perjalanan penyakit.
posisi yang sering ketika duduk atau saat tidur dapat membantu mempertahankan
integritas kulit dan memberikan rasa nyaman kepada pasien. Pencegahan dekubitus
Abnormalitas Tonus
Mielitis yang berat menyebabkan hipotonia pada fase akut (spinal shock),
merupakan respon adaptif, tetapi jika berlebihan, nyeri atau intrusive, memerlukan
terapi dengan fisioterapi atau obat-obatan. Penelitian controlled trials meneliti bahwa
27
Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering
menimbulkan spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
Baclofen 15-80 mg/hari, atau diazepam 3-4 kali 5 mg/hari. Rehabilitas harus
tromboemboli.
Nyeri
serangan mielitis dan dapat disebabkan oleh cedera langsung pada saraf (nyeri
atau kombinasi dari beberapa faktor ini. Nyeri neuropatik merespon baik dengan
Malaise
terhadap malaise yang berlebihan setelah serangan mielitis. Data dari randomized
controlled trials menunjukkan efikasi amantadin untuk terapi malaise akibat multiple
sklerosis, dan pada satu studi modafinil bisa menjadi terapi pilihan. Stimulant seperti
berat dan refrakter yang terjadi setelah episode mielitis, tetapi manfaat agen ini untuk
controlled trials8.
Pemasangan kateter biasanya diperlukan selama mielitis transversalis pada fase akut
karena retensi urin. Setelah fase akut, hiperrefleksia detrusor biasanya muncul
28
dengan ciri-ciri frekuensi berkemih yang sering, inkontinensia, dan persepsi spasme
Konsultasi Psikiater
pada pasien mielitis transversalis dan dapat memperngaruhi gejala lainnya, seperti
nyeri dan gangguan fungsi seksual. Farmakoterapi sering diresepkan, sebagai terapi
2.4 Prognosis
terjadi cepat selama 3– 6 minggu setelah onset dan dapat berlanjut walaupun dapat
berlangsung dengan lebih lambat sampai 2 tahun. Pada penderita ini kemajuan
29
BAB III KESIMPULAN
1. Akut :
2. Sub Akut :
3. Kronik :
Gejala biasanya dimulai dengan nyeri punggung yang timbul secara tiba-tiba,
diikuti oleh mati rasa dan kelemahan otot kaki yang akan menjalar ke atas. Gejala
tersebut bisa semakin memburuk dan jika menjadi berat akan terjadi kelumpuhan
kandung kemih.
Perjalanan penyakit
Pasca infeksi / pasca vaksinasi mulai timbul deficit neurology setelah 5 – 10 hari.
A. Kelemahan ekstremitas
30
B. Gangguan sensibilitas
thorakal 6
yang datang dengan gejala awitanya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari
diberikan dalam bentuk prednison oral 1 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis
tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila
tidak dapat diberikan per oral dapat pula diberikan metil prednisolon intravena
dengan dosis 0,8 mg/kg/hari dalam waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan
secara intramuskular denagn dosis 40 unit dua kali per hari (selama 7 hari), lalu 20
unit dua kali per hari (selama 4hari) dan 20 unit dua kali per hari (selama 3
hari). Untuk mencegah efek samping kortikosteroid, penderita diberi diet rendah
garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg 2kali/hari. Selain
31
DAFTAR PUSTAKA
http://www.emedicine.com/pmr/topic6.htm.
http://www.hopkinsmedicine.org/neurology_neurosurgery/specialty_areas/transverse
_myelitis/about-tm/diagnosis.html
orthoprost.com/mielitis.html
http://www.scribd.com/doc/2581918/KerrCurrent-therapy-chapter-with-figures?
http://www.ninds.nih.gov/disorders/transversemyelitis/detail_transversemyelitis.
htm
7. The Merck Manuals Online Medical Library: The Merck Manual for Healthcare
http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch224/ch224b.html
Jakarta.
9. Victor and Adam. 2000. Adam and Victor`s Principals of Neurology 7Th Edition.
McGraw-Hill.
32