Anda di halaman 1dari 53

PENGARUH AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA DESA

TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT


(Studi Pada Desa Sindangasih Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu tugas mata kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu : Wati Irmawati, ST, M.Pd

Disusun Oleh :

DIANY PUTRI
15620012

UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
CIANJUR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat
dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal Penelitian
ini. Proposal Penelitian yang berjudul “Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Dana
Desa Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Desa Sindangasih
Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur”. Dalam penyusunan dan
penulisan Proposal Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penyusun dengan tulus hati menyampaikan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Hj. Yuyun Moeslim Taher, SH. Selaku Pembina Yayasan YPYMT
Cianjur.
2. H. Kurnia P. Moeslim Taher, SE., MM. Selaku Ketua Yayasan YPYMT
Cianjur.
3. Dr. H. Rudi Yacub, M.M. Selaku Rektor Universitas Putra Indonesia
Cianjur.
4. Wati Irmawati, ST.,M.Pd Selaku Wakil Rektor I dan Dosen Pengampu Mata
Kuliah Metodologi Penelitian.
5. Dr. H. Dadi Mulyadi, SE,. M.Si Selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Putra Indonesia Cianjur
6. Reni Nurlaela, SE,.M.Pd. Selaku Kepala Program Studi Akuntansi
Universitas Putra Indonesia Cianjur.
7. Orangtua terhormat, serta kakak tercinta dan tersayang, yang telah
memberikan do’a, kasih sayang yang tulus, bimbingan yang begitu besar
serta dukungannya baik moril maupun materil.
8. Tedi solehudin, ST, yang selalu memberikan dukungan, semangat serta
perhatian kepada penulis.

i
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua
pihak yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan laporan kegiatan
magang mahasiswa.
Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun, akan
penyusun terima dengan senang hati.

Cianjur, 12 Desember 2018

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Perekonomian di Indonesia semakin banyak mengalami perubahan dari tahun
ke tahun seiring dengan berlakunya peraturan pemerintah yang terus berubah
dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya
sistem pemerintahan Indonesia telah beralih dari pemerintahan sentralistik
menjadi pemerintahan desentralisasi, dimana pemerintah pusat yang dulunya
menjadi aktor utama dalam pembangunan, kini memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mandiri dalam membangun daerahnya sendiri. Otonomi
daerah mengamanatkan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya
nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan desentralisasi ini
selaras dengan agenda demokrasi dan tujuan terwujudnya kesejahteraan. Dengan
desentralisasi, dapat terjamin pengambilan keputusan publik secara demokratis,
begitu juga pelayanan masyarakat dapat terselenggarakan dengan lebih baik.
Mardiasmo (2002:6-7) menyatakan, secara teoritis desentralisasi diharapkan
akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama mendorong peningkatan
partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta
mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah
dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang tersedia di masyarakat-
masyarakat daerah; kedua memperbaiki alokasi sumberdaya produktif melalui
pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintahan yang
paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap, sedangkan tingkat
pemerintahan yang paling rendah adalah desa. Oleh karena itu otonomi desa benar-
benar merupakan kebutuhan yang harus diwujudkan. Untuk itu, maka
ditetapkannlah undang-undang No . 6 Tahun 2014 Tentang Desa

1
2

Menurut UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa salah satu tujuannya yaitu


memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan
pembangunan nasional, meningkatkan pelayan publik bagi warga masyarakat Desa
guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum. Salah satu bentuk kepedulian
pemerintah terhadap pengembangan wilayah pedesaan adalah pemerintah
mengalokasikan Dana Desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) setiap tahun anggaran yang diperuntukkan bagi Desa yang di transfer
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota.
Dana Desa didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada
tahun 2018 dianggarkan sebesar Rp. 60,0 Trilliun untuk dialokasikan ke 74.958
Desa di seluruh Indonesia yang diprioritaskan untuk mendanai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat.

Sumber : Kementrian Keuangan Republik Indonesia

Adanya pengalokasian Dana Desa sebesar itu memiliki konsekunsi terhadap


pengelolaannya yang seharusnya dilaksanakan secara professional, efektif, efisien
serta akuntabel yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemerintahan publik yang
baik agar terhindar dari resiko penyimpangan, penyelewengan, dan korupsi.
Pengelolaan keuangan desa pada dasarnya mengikuti pola pengelolaan Keuangan
3

Daerah dimana Kepala Desa merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan


keuangan desa. Pendapatan, belanja dan pembiayaan desa harus ditetapkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang ditetapkan dalam
peraturan Desa oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa diharapkan dapat menjadi pedoman dalam
pengelolaan keuangan desa karena didalamnya telah mencakup berbagai prosedur
pengelolaan keuangan desa mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan sampai dengan pertanggungjawaban. Disamping itu Permendagri No 20
Tahun 2018 ini mengharuskan agar pengelolaan keuangan desa dilakukan secara
transparan, akuntabel, dan partisipatif serta tertib dan disiplin anggaran.
Menurut Mardiasmo (2002) akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang
amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan
mengungkapkan segala aktivitasnya dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak
dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Akuntabilitas merupakan alat kontrol kinerja dalam suatu organisasi dan
merupakan syarat terhadap terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
demokratis dan amanah (good governance). Kelembagaan pemerintahan yang
berakuntabilitas publik berarti lembaga tersebut senantiasa
mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang diamanati oleh rakyat. Dengan
akuntabilitas diartikan bahwa suatu instansi pemerintah telah menetapkan dan
mempunyai visi, misi, tujuan dan sasaran yang jelas terhadap program kerja yang
telah, sedang, atau yang akan dijalankan. Dengan akuntabilitas juga akan dapat
diukur bagaimana mereka menyelenggarakan dan mempertahankan (memegang)
tanggungjawab mereka terhadap pencapaian hasil (Mukhilda, 2013).
Akuntabilitas pengelolaan Dana Desa merupakan poin penting sebagai
gambaran bahwa desa tersebut telah mampu berhasil dalam mengelola dengan
baik dan mampu mempertanggungjawabkan pelaksanaan dari setiap perencanaan
pengelolaan dana desa tersebut, baik pertanggungjawaban dengan pemerintah
maupun masyarakat. Pertanggungjawaban dengan masyarakat sebagaimana
4

harusnya masyarakat mengetahui alokasi Dana Desa yang diterima serta


bagaimana perangkat desa mengelola dana tersebut untuk pengembangan desa itu
sendiri guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
Kesejahteraan masyarakat desa dalam paradigma pembangunan ekonomi dan
perubahan kesejahteraan masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Hal ini dikarenakan pembangunan ekonomi dikatakan berhasil jika tingkat
kesejahteraan masyarakat semakin baik. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu
kondisi yang memperlihatkan tentang keadaan kehidupan masyarkat yang dapat
dilihat dari standar kehidupan masyarakat (Badrudin, 2012). Tidak hanya itu,
kesejahteraan masyarakat juga dapat ditinjau dari keberlangsungan hidup
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan-pelayanan publik antara lain pelayanan
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, fasilitas dan prasarana umum dimana hal itu
dapat diamati dalam potret lingkungan suatu Desa.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah ternyata pemerintah Desa masih belum
bisa memberdayaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa secara
signifikan. Berdasarkan artikel dari sumber berita online yang terbit pada tanggal
16 Desember 2017, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, anggaran Desa yang
disalurkan ke pemerintahan naik setiap tahun namun tingkat kemiskinan yang
diharapkan turun cepat ternyata lambat. Kepala desa harus membuat program-
program untuk pengentasan kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat
(bisnis.tempo.co).
Hasil pemantauan Indonesian Corruption Watch (ICW) terhadap tingkat
korupsi di desa menunjukkan jumlah kasus korupsi pada tahun 2017 sebanyak 96
kasus, hal ini disebabkan adanya kegiatan atau proyek fiktif, minimnya
penglibatan dan pemahaman warga akan proses pembangunan desa, minimnya
pengawasan di desa seperti belum optimalnya Badan Permusyawaratan Desa
dalam menjalankan pengawasan desa, terbatasnya akses warga terhadap informasi
seperti anggaran desa, dan korupsi tidak selalu disebabkan kehendak kepala desa
atau perangkat desa, teapi dapat terjadi karena keterbatasan kemampuan dan
ketidakpastian mereka mengelola uang dalam jumlah besar .
5

Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan


Desa Kabupaten Cianjur pengalokasian Dana Desa kepada Kecamatan
Karangtengah Tahun Anggaran (TA) 2018 disajikan pada Tabel berikut :
Besaran Dana Desa Tahun Anggaran 2018 di Kecamatan Karangtengah

Sumber : Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Cianjur

Adanya perbedaan pengalokasian Dana Desa yang diterima oleh masing-


masing desa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dengan memperhatikan jumlah
penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis desa
setiap Kabupaten/Kota. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan pemerataan
pembangunan agar bisa dirasakan oleh seluruh warga masyarakat.
Desa Sindangasih merupakan salah satu Desa dari Kecamatan Karangtengah
yang menerima Dana Desa sebesar Rp. 833.155.000 untuk Tahun Aggaran 2018
yang diperoleh melalui tiga tahap penyaluran, yaitu Tahap I pada bulan Maret
sebesar 20% atau sekitar Rp. 166.631.000, Tahap II pada bulan Juni sebesar 40%
atau sekitar Rp. 333.262.000, dan Tahap ke III pada bulan Oktober sebesar 40%
atau sekitar Rp. 333.262.000. Berikut rincian jumlah anggaran dana desa yang
diperoleh Desa Sindangasih.
6

Sumber : Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Cianjur

Besarnya dana yang dikelola oleh pemerintah Desa Sindangasih maka prinsip
akuntabilitas menjadi sangat penting untuk mengawasi penggunaan dana tersebut
agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu hal yang dapat
dilakukan untuk mengukur akuntabilitas pengelolaan Dana Desa adalah
kesesuaian antara perencanaan, pengelolaan dan pertanggungjawaban dengan
dokumen perencanaannya yang telah disahkan menjadi RAPBDes. Dana tersebut
di berikan agar Desa Sindangasih dapat meningkatkan profesionalisme kerja
aparatur desa dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang
akhirnya memberikan kesejahteraan bersama dengan memperhatikan prinsip
akuntabilitas.
Apabila prinsip akuntabilitas tidak dapat diterapkan dengan seharusnya maka
menimbulkan implikasi terhadap lingkungan desa seperti terjadinya kecurangan
dalam pelaporan realisasi Dana Desa, tidak sesuainya hasil dari laporan realisasi
dengan kenyataan yang ada dimasyarakat, terkendalanya penyaluran dana desa,
serta menimbulkan efek secara langsung terhadap partisipasi masyarakat pada
periode selanjutnya dan lain sebagainya.
Penelitian pengelolaan dana desa ini difokuskan pada penerapan
akuntabilitas yang dilakukan oleh pemerintah desa. Penerapan akuntabilitas
pengelolaan Dana Desa dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan semua
kegiatan, dan paska kegiatan sehingga pengelolaan Dana Desa diharapkan dapat
dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang di telah dijelaskan diatas peneliti
mengangkat judul “Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa Terhadap
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Desa Sindangasih
Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur)”.
7

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latarbelakang diatas peneliti dapat mengidentifikasi masalahnya
yaitu :
1. Masil lemahnya pengawasan dari pihak eksternal maupun internal terhadap
kegiatan yang ditangani oleh pemerintahan desa.
2. Kurangnya pemahaman Kepala Desa dan perangkat Desa dalam mengelola
keuangan Desa (Dana Desa).
3. Kurangnya kegiatan pelatihan dan pendidikan yang diberikan pemerintah
untuk perangkat desa berhubungan dengan pengelolaan Dana Desa yang baik
4. Rendahnya partisipasi masyarakat Desa dalam pelaksanaan pengelolaan Dana
Desa.

1.3. Batasan Masalah


Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka peneliti akan membahas
tentang bagaimana akuntabilitas pengelolaan Dana Desa dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawabannya. Lingkup penelitian dilakukan pada
Desa Sindangasih Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur.

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana mekanisme perencanaan pengalokasian Dana Desa pada Desa
Sindangasih?
2. Bagaimana akuntabilitas pengelolaan Dana Desa pada Desa Sindangasih
dalam tahap pelaksanaannya?
3. Bagaimana akuntabilitas pengelolaan Dana Desa pada Desa Sindangasih
dalam tahap pertanggungjawabannya?
4. Seberapa besar pengaruh akuntabilitas pengelolaan Dana Desa terhadap
tingkat kesejahteraan masyarakat pada Desa Sindangasih?
8

1.5. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan diatas, maka tujuan penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme perencanaan pengalokasian Dana
Desa pada Desa Sindangasih
2. Untuk mengetahui bagaimana akuntabilitas pengelolaan Dana Desa pada
Desa Sindangasih dalam tahap pelaksanaannya
3. Untuk mengetahui bagaimana akuntabilitas pengelolaan Dana Desa pada
Desa Sindangasih dalam tahap pertanggungjawabannya
4. Untuk menguji dan membuktikan Pengaruh akuntabilitas pengelolaan Dana
Desa terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat

1.6. Kegunaan Hasil Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu :
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi para peneliti
yang akan melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan masalah
akuntabilitas pengelolaan dana desa.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta mampu menerapkan
ilmu yang telah diperoleh ke dalam praktek, khususnya dalam bidang
akuntansi sektor publik.
b. Bagi Pemerintahan Desa Sindangasih
Memberikan masukan bagi para pegawai maupun pihak-pihak yang ada
dalam Pemerintahan Desa untuk mengevaluasi kebijakan serta sistem
pengalokasian dana desa guna meningkatkan akuntabilitas dalam
pengelolaan dana desa dan mengatasi kemungkinan terjadinya praktik
kecurangan akuntansi.
9

c. Bagi Universitas Putra Indonesia (UNPI) Cianjur


Penelitian ini menambah referensi pengetahuan mengenai kesejahteraan
masyarakata yang dipengaruhi oleh akuntabilitas pengelolaan Dana Desa.

1.1. Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab yang terdiri
dari masing-masing bab sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah
penelitian, Identifikasi masalah, Rumusan masalah penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, serta sistematika
penulisan.

BAB II Kajian Pustaka


Bab ini menguraikan teori-teori yang relevan dan mendukung
pembahasan masalah penelitian serta pembahasan hasil
penelitian sebelumnya yang diakhiri dengan perumusan
hipotesis penelitian.

BAB III Metode Penelitian


Bab ini menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian, jenis
penelitian, teknik pengumpulan data, pengujian keabsahan data
dan teknik analisis data.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan


Bab ini memaparkan gambaran umum atau wilayah penelitian
dan pembahasan hasil penelitian berupa pengujian statistik yang
disertai dengan interprestasi dari hasil penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran


Bab ini menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian serta memuat saran-saran yang diharapkan dapat
menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan pengaruh
akuntabilitas pengelolaan Dana Desa terhadap kesejahteraan masyarakat
diantaranya yaitu sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Vica Mayela Laurentya (2017) dengan
judul “Akuntabilitas implementasi pengelolaan dana APBDesa dan
implikasinya terhadap kesejahteraan masyarakat di Desa Pademonegoro
Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban dari implementasi pengelolaan APBDesa dilihat
secara hasil fisik, wawancara, dan observasi secara garis besar sudah
menampakkan pengelolaan yang akuntabel dan transparan sesuai dengan
dasar hukum yang berlaku yaitu uu no 6 tahun 2014, permendagri 113
tahun 2014, permendagri no 114 tahun 20114, permendagri nomor 111
tahun 2014 dan peraturan bupati sidoarjo no 27 tahun 2015. Implementasi
tersebut juga berdapampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di
desa pademonegoro. Hal itu dapat dilihat dari pembangunan fisik serta
program-program kegiatan yang ada di desa pademonegoro. Namun dari
segi kinerja pemerintah desa masih diperlukan adanya pembinaan lebih
anjut karena kendala utamanya adalah belum efektifnya kinerja dari
struktur pemerintah desa dikarenakan kurangnya kompetensi sumber daya
manusia, sehingga masih memerlukan bimbingan dari aparat pemerintah
daerah secara berkelanjutan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Justira Dura (2016) dengan judul
“Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Dana Desa, Kebijakan
Desa, Dan Kelembagaan Desa Terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Pada Desa Gubugklakah Kecamatan Poncokusumo Kabupaten

10
11

3. Malang)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas


pengelolaan keuangan alokasi dana desa, kebijakan dana desa, dan
kelembagaan desa berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat, dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan alokasi dana desa, kebijakan desa,
dan kelembagaan desa berpengaruh secara bersama-sama terhadap
kesejahteraan masyarakat.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Gayatri, Made Yeni Latrini, dan Ni Luh
Sari Widhiyani (2017) dengan judul “Transparansi dan Akuntabilitas
Pengelolaan Keuangan Dana Desa untuk Mendorong Kemandirian
Masyarakat Pedesaan”. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
terdapat hubungan antara penerapan transparansi dan akuntabilitas
dengan pengelolaan keuangan dana desa dan hubungan antara variabel
tersebut sangat kuat.
12

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

NO Judul Penelitian Peneliti Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian


1 Akuntabilitas Vica - variabel (y) - lokasi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perencanaan,
Implementasi Mayela kesejahteraan penelitian pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban dari
Pengelolaan Dana Laurentya masyarakat - variabel (x) implementasi pengelolaan APBDesa dilihat secara hasil
APBDesa dan (2017) akuntabilitas fisik, wawancara, dan observasi secara garis besar sudah
Implikasinya implementasi menampakkan pengelolaan yang akuntabel dan transparan
Terhadap pengelolaan sesuai dengan dasar hukum yang berlaku yaitu uu no 6
Kesejahteraan dana tahun 2014, permendagri 113 tahun 2014, permendagri no
Masyarakat di Desa APBDes 114 tahun 20114, permendagri nomor 111 tahun 2014 dan
Pademonegoro - metode peraturan bupati sidoarjo no 27 tahun 2015. Implementasi
Kecamatan penelitian tersebut juga berdapampak pada peningkatan kesejahteraan
Sukodono menggunaka masyarakat di desa pademonegoro. Hal itu dapat dilihat
Kabupaten Sidoarjo n kualitatif dari pembangunan fisik serta program-program kegiatan
yang ada di desa pademonegoro. Namun dari segi kinerja
pemerintah desa masih diperlukan adanya pembinaan lebih
anjut karena kendala utamanya adalah belum efektifnya
kinerja dari struktur pemerintah desa dikarenakan
kurangnya kompetensi sumber daya manusia, sehingga
masih memerlukan bimbingan dari aparat pemerintah
daerah secara berkelanjutan
2 Pengaruh Justira - Variabel (x) - Lokasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas
Akuntabilitas Dura akuntabilitas penelitian pengelolaan keunagan alokasi dana desa, kebijakan
Pengelolaan (2016) pengelolaan dana desa, dan kelembagaan desa berpengaruh terhadap
13

Keuangan Dana dana desa kesejahteraan masyarakat, dan akuntabilitas pengelolaan


Desa, Kebijakan - Metode keuangan alokasi dana desa, kebijakan desa, dan
Desa, Dan penelitian kelembagaan desa berpengaruh secara bersama-sama
Kelembagaan Desa menggunakan terhadap kesejahteraan masyarakat.
Terhadap kuantitatif
Kesejahteraan - Variabel (y)
Masyarakat Pada kesejahteraan
Desa Gubugklakah masyarakat
Kecamatan
Poncokusumo
Kabupaten Malang
3 Transparansi dan Gayatri, - Variabel (x) - Lokasi Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat
Akuntabilitas Made Yeni akuntabilitas penelitian hubungan antara penerapan transparansi dan
Pengelolaan Latrini, dan pengelolaan akuntabilitas dengan pengelolaan dana desa dan
Keuangan Dana Ni Luh keuangan hubungan antara variabel tersebut sangat kuat.
Desa untuk Sari dana desa
Mendorong Widhiyani - Metode
Kemandirian (2017) penelitian
Masyarakat menggunakan
Pedesaan kuantitatif

Sumber : diolah sendiri oleh peneliti, 2018


14

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Desa
Berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 tentang desa, Desa adalah desa dan
desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Edi Indriza (2006) desa dalam pengertian umum adalah suatu gejala
yang bersifat universal, terdapat dimanapun didunia ini, sebagai suatu
komunitas kecil, yang terlibat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat
tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya dan
terutama yang tergantung pada sektor pertanian.
Desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota. Kewenangan desa
meliputi kewenangan di Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
Pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan adat istiadat desa. Kewenangan desa meliputi:
1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
2. Kewenangan lokal berskala Desa;
3. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak Asal Usul adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup
dan prakarsa desa atau prakarsa masyarakat desa sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi
masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas desa, serta
kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa. Kewenangan Lokal Berskala
15

Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan


masyarakat desa yang telah dijalankan oleh desa atau mampu dan efektif
dijalankan oleh desa atau yang muncul karena perkembangan desa dan
prakasa masyarakat desa, antara lain tambatan perahu, pasar desa, tempat
pemandian umum, saluran irigasi, sanitasi lingkungan, pos pelayanan
terpadu, sanggar seni dan belajar, serta perpustakaan desa, embung desa, dan
jalan desa.

2.2.2 Pemerintah Desa


Menurut Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2014 Pemerintahan Desa
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 Pemerintah desa adalah kepala desa
atau yang disebut dengan nama lain yang dibantu oleh perangkat desa
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Sesuai penjelasan UU No.6
Tahun 2014, kepala desa atau yang disebut dengan nama lain
merupakan kepala pemerintahan desa yang memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa. Kepala desa yang disebut nama lain memiliki peran
penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat
dengan masyarakat desa dan sebagai pemimpin masyarakat desa. Pemerintah
desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa yang meliputi sekretaris desa
dan perangkat desa lainnya.

2.2.3 Prinsip-Prinsip Good Governance


Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas
prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan
tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik buruknya pemerintahan bisa
dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good
goovernance (Hendarto, 2002: 2).
UNDP (1997) memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan good
governance, meliputi:
16

1. Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik


secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan
yang dapat menyalurkan aspirasinya.
2. Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang
bulu.
3. Transparency, Transparansi berarti adanya keterbukaan terhadap public
sehingga dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan
mengenaikebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha, terutama
para pembeli pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan
informasi terhadap publik, satu hal yang embedakan organisasi swasta
dan publik adalah dalam masalah transparansi sendiri. Dalam organisasi
swasta, keterbukaan informasi bukanlah suatu hal yang menjadi harus.
Banyak hal yang dirasa harus dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka
untuk beberapa pihak. Sementara itu, organisasi publik yang bergerak
atas nama publik mengharuskan adanya keterbukaan agar dapat menilai
kinerja pelayanan yang diberikan. Dengan begini, akan terlihat
bagaimana suatu sistem yang berjalan dalam organisasi tersebut.
4. Responsiveness, Responsif berarti cepat tanggap, birokrat harus dengan
segera menyadari apa yang menjadi kepentingan publik (public interest)
sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, birokrasi dalam
memberikan pelayanan public harus cepat beradaptasi dalam
memberikan suatu model pelayanan. Masyarakat adalah sosok yang
kepentingannya tidak bisa disamakan secara keseluruhan dan pada
saatnya akan merasakan suatu kebosanan dengan hal yang stagnan atau
tidak ada perubahan, termasuk dalam pemberian pelayanan, masyarakat
selalu akan menuntut suatu proses yang lebih mudah atau simple dalam
memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh karena itu, birokrasi harus
dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan publik.
5. Consensus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang
lebih luas.
17

6. Equity, Keadilan berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki


maupun perempuan, miskin dan kaya memiliki kesamaan dalam
memperoleh pelayanan public oleh birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi
tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani pihak-
pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang
terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali.
Konsep keadilan masih terlihat sulit diterpakan dalam pelayanan public
di Indonesia, hal ini bisa dipengaruhi karena konflik kepentingan
birokrasi.
7. Efficienty and Effectiveness, Efektif secara sederhana berarti tercapainya
sasaran dan efisien merupakan bagaimana dalam mencapai sasaran
dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk pelayanan
publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan melayani
masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur
yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8. Accountability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas
yang dilakukan. Akuntabilitas berarti tanggung gugat yang merupakan
kewajiban untuk memberi pertanggungjawaban dan berani untuk
ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu organisasi.
Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah
efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersebut, sudah
sesuaikah pengaplikasiannya, dan bagaimana dengan pengelolaan
keuangannya, dan lain-lain. Dalam birokrasi, akuntabilitas yang berarti
akuntabilitas publik menjadi sesuatu yang sepertinya menjadi sosok
yang menakutkan.
9. Strategic vision, Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus
memiliki visi jauh kedepan, Pemerintah dan Masyarakat harus memiliki
kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya
keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan
latar belakang sejarah, kondisi sosial, dan budaya masyarakat.
18

Dari karakteristik tersebut, paling tidak tiga hal yang dapat diperankan
oleh akuntabilitas sektor publik yaitu penciptaan transparansi, akuntabilitas
publik, dan value for money (economy, efficiency dan effectiveness)
(Rahadian, 2010).
Dengan mewujudkan good governance berarti terciptanya suatu layanan
publik atau tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Jelas bahwa
jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan
yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar
ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap
sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu (1)
Akuntabilitas, (2) Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat
(BAPPENAS, 2003: 8).

2.2.4 Konsep Akuntansi Sektor Publik


Menurut Mardiasmo (2010 : 1), akuntansi sektor publik memiliki kaitan
erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang
memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau
bisnis. Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan
pemerintahan (Pemerintahan Pusat dan Daerah serta unit kerja pemerintah),
perusahaan milik negara dan daerah (BUMN dan BUMD), yayasan,
universitas, organisasi politik dan organisasi massa, serta Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain
seperti politik, sosial, budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan
dalam pengertian, cara pandang, dan definisi. Sektor publik dapat dipahami
sebagai entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik
dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik.
Menurut Sujarweni (2015 : 1) Akuntansi sektor publik didefinisikan
sebagai aktivitas jasa yang terdiri dari mencatat, mengklasifikasikan, dan
melaporkan kejadian atau transaksi ekonomi yang akhirnya akan
menghasilkan suatu informasi yang akan dibutuhkan oleh pihak-pihak
19

tertentu untuk pengambilan keputusan, yang diterapkan pada pengelolaan


dana publik di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen
dibawahnya. Sektor publik adalah semua yang berhubungan dengan
kepentingan publik tentang penyediaan barang dan jasa yang ditujukan untuk
publik, dibayarkan melalui pajak dan pendapatan negara lainnya yang sudah
diatur dalam hukum.
Bastian (2006 : 15) memberikan definisi akuntansi sektor publik
sebagai akuntansi dana masyarakat yang selanjutnya dapat diartikan sebagai
mekanisme tekhnik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan
dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-
departemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM, partai
politik dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerja sama sektor
publik dan swasta.
Renyowijoyo (2008 : 2) mengatakan bahwa akuntansi sektor publik
adalah sistem akuntansi yang dipakai oleh lembaga-lembaga publik sebagai
salah satu alat pertanggungjawaban kepada publik. Organisasi sektor publik
menghadapi tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomi
dan biaya sosial dan manfaatnya bagi publik, serta dampak negatif atas
aktivitas yang dilakukan.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa akuntansi sektor publik merupakan suatu proses yang
dilakukan dalam rangka mengelola dana yang sumbernya berasal dari publik
yang pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan kepada publik sehingga
dalam pengelolaannya membutuhkan keterbukaan dan akuntabilitas.
Akuntansi sektor publik di Indonesia pada berbagai bidang yakni
(Sujarweni, 2015 : 2):
1. Akuntansi Pemerintahan Pusat
2. Akuntansi Pemerintahan Daerah
3. Akuntansi Desa
4. Akuntansi Tempat Beribadah
5. Akuntansi LSM
20

6. Akuntansi Yayasan
7. Akuntansi Pendidikan
8. Akuntansi Kesehatan
American Accounting Association (1970) dalam Renyowijoyo (2008 :
menyatakan bahwa tujuan akuntansi sektor publik adalah untuk:
1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara
tepat, efisien dan ekonomis atas suatu alokasi sumber daya yang
dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini terkait dengan pengendalian
manajemen.
2. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajer untuk
melaporkan pelaksanaan tanggungjawab mengelola secara tepat dan
efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi
wewenangnya; dan memungkinkan pegawai pemerintah
untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan
penggunaan dana publik. Tujuan ini terkait dengan akuntabilitas.
Anggaran dana desa yang diberikan oleh pemerintah sebesar 10% dari
APBN merupakan salah satu contoh dari dana publik. Anggaran dana desa
yang sepenuhnya diperuntukan untuk masyarakat sudah semestinya harus
dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen publik yang baik
dengan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat dan mensejahterakan
masyarakat. Dalam hal ini bahwa dalam pengelolaan anggaran dana desa
tersebut harus mengedepankan transparansi dan akuntabiltas publik.

2.2.5 Akuntansi Desa


2.2.5.1 Pengertian Akuntansi Desa
Akuntansi adalah suatu aktivitas jasa yang terdiri dari mencatat,
mengklasifikasikan, dan melaporkan kejadian atau transaksi ekonomi
yang akhirnya akan menghasilkan suatu informasi keuangan yang akan
dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu untuk pengambilan keputusan
(Sujarweni, 2015 :1).
21

Menurut Hery (2014 : 16) secara umum, akuntansi dapat


didefinisikan sebagai sebuah sistem informasi yang memberikan
laporan kepada pengguna informasi akuntansi atau kepada pihak-pihak
yang memiliki kepentingan terhadap hasil kinerja dan kondisi keuangan
suatu entitas.
Sujarweni (2015:17) mengatakan bahwa Akuntansi Desa adalah
pencatatan dari proses transaksi yang terjadi di desa, dibuktikan dengan
nota-nota kemudian dilakukan pencatatan dan pelaporan keuangan sehingga
akan menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang
digunakan pihak-pihak yang berhubungan dengan desa.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Akuntansi Desa adalah suatu proses pencatatan
transaksi yang terjadi di desa disertai dengan bukti-bukti transaksi yang
akan disajikan dalam laporan keuangan desa untuk digunakan oleh pihak-
pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan desa tersebut.

2.2.5.2 Aspek-Aspek dan Karateristik Akuntansi Desa


Adapun aspek-aspek dari akuntansi desa adalah sebagai berikut (IAI-
KASP, 2015 : 6):
1. Aspek fungsi
Akuntansi menyajikan informasi kepada suatu entitas (misalnya
pemerintahan Desa) untuk melakukan tindakan yang efektif dan
efisien.Fungsi tindakan tersebut adalah untuk melakukan perencanaan,
pengawasan, dan menghasilkan keputusan bagi pimpinan entitas
(misalnya Kepala Desa) yang dapat dimanfaat baik oleh pihak internal
maupun eksternal.
2. Aspek aktivitas
Suatu proses yang dilakukan untuk mengidentifkasi data, menjadi
sebuah data yang relevan, yang kemudian dianalisis dan diubah
menjadi sebuah informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan.
22

Sedangkan karateristik penting akuntansi desa, meliputi hal-hal sebagai


berikut (IAI-KASP, 2015 : 6):
a. Pengidentifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi
keuangan desa.
b. Akuntansi desa sebagai suatu sistem dengan input
data/informasi dengan output informasi dan laporan keuangan.
c. Informasi keuangan terkait suatu entitas (pemerintah desa).
d. Informasi dikomunikasikan untuk pemakai informasi keuangan
desa dalam pengambilan keputusan.

2.2.5.3 Pihak-Pihak Pengguna Akuntansi Desa


Pihak-pihak yang membutuhkan dan menggunakan informasi
keuangan desa adalah (Sujarweni, 2015:17):
1. Pihak Internal. Pihak internal adalah pihak yang berada di
dalam struktur organisasi Desa, yaitu Kepala Desa, Sekretaris
Desa, Bendahara, dan Kepala Urusan/Kepala Seksi.
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Badan Permusyawaratan Desa
membutuhkan informasi keuangan desa untuk melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes).
3. Pemerintah. Dalam hal ini baik pemerintah pusat, pemerintah
Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota mengingat bahwa
anggaran Desa berasal baik dari APBN dan APBD melalui transfer,
bagi hasil, dan bantuan keuangan.
4. Pihak lainnya. Selain pihak-pihak yang telah disebutkan
sebelumnya, masih banyak lagi pihak yang memungkinkan untuk
melihat laporan keuangan Desa, misalnya Lembaga Swadaya Desa,
RT/RW, serta masyarakat desa.

2.2.6 Pengelolaan Keuangan Desa


Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa, yang dimaksud
23

dengan keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Pengelolaannya
merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Sifat pengelolaan keuangan desa ada tiga yaitu partisipatif, transparan,
dan akuntabel. Partisipatif berarti melibatkan berbagai pihak dalam
pengelolaan keuangan desa (bottom up), transparan berarti terbuka dalam
pengelolaan, tidak ada yang dirahasiakan, dan akuntabel berarti dapat
dipertanggungjawabkan secara formal maupun meteril (Effrianto, 2016: 5).
Adapun urutan dari pengelolaan keuangan desa dapat digambarkan pada
bagan berikut ini.

Gambar 2.1 Urutan Pengelolaan Keuangan Desa

Perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan


pertanggungjawaban keuangan desa berpedoman pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 pasal 20, 24,35,
37, dan 44 tentang pengelolaan keuangan desa.
a. Perencanaan
1. Sekretaris desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa berdasarkan RKPDesa. Kemudian Sekretaris Desa
menyampaikan kepada Kepala Desa.
2. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa disampaikan Kepala
Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk pembahasan lebih
lanjut.
24

3. Rancangan tersebut kemudian disepakati bersama, dan kesepakatan


tersebut paling lama bulan oktober tahun berjalan
4. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati
bersama, kemudian disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota melalui Camat atau sebutan lain paling lambat tiga
hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/Walikota dapat
mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa kepada Camat atau Sebutan Lain.
5. Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa
paling lama 20 hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan
Desa tentang APBDesa. Jika dalam waktu 20 hari kerja
Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi maka peraturan
desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
6. Jika kepala desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari
kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
7. Apabila Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, maka kepala desa melakukan penyempurnaan paling
lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
8. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa
dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa
tentang APBDesa menjadi peraturan Desa, Bupati/Walikota
membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota
9. Pembatalan Peraturan Desa, sekaligus menyatakan berlakunya pagu
APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal pembatalan,
Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap
operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa.
10. Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa paling
lama 7 hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya Kepala
Desa bersama BPD mencabut Peraturan Desa dimaksud.
25

b. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan anggaran desa yang sudah ditetapkan sebelumnya
timbul transaksi penerimaan dan pengeluaran desa. Semua penerimaan dan
pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa
dilaksanakan melalui rekening kas desa. Jika yang belum memiliki
pelayanan perbankan di wilayahnya maka pengaturannya ditetapkan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota.Semua penerimaan dan pengeluaran desa
harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah (Sujarweni, 2015:19).
Beberapa aturan dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa:
1. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan
desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa.
2. Bendahara dapat menyimpan uang dalam kas desa pada jumlah
tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional pemerintah
desa.
3. Pengaturan jumlah uang dalam kas desa ditetapkan dalam
peraturan Bupati/Walikota.
4. Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban pada APBDesa tidak
dapat dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
5. Pengeluaran desa tidak termasuk untuk belanja pegawai yang
bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam
peraturan Kepala Desa.
6. Penggunaan biaya tak terduga terlebih dahulu harus dibuat
Rincian Anggaran Biaya yang telah disahkan oleh Kepala Desa
7. Pengadaan kegiatan yang mengajukan pendanaan untuk
melaksanakan kegiatan harus disertai dengan dokumen antara lain
Rencana Anggaran Biaya.
8. Rencana Anggaran Biaya diverifikasi oleh sekretaris Desa dan
disahkan oleh Kepala Desa.
9. Pelaksana kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan
pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja
26

kegiatan dengan mempergunakan buku pembantu kas kegiatan


sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan desa.
10. Pelaksana kegiatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran
(SPP) kepada Kepala Desa. Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
tidak boleh dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima.
Pengajuan SPP trdiri atas Surat Permintaan Pembayaran (SPP),
Pernyataan tanggungjawab belanja; dan lampiran bukti transaksi.
11. Berdasarkan SPP yang diverifikasi Sekretaris Kepala Desa
kemudian Kepala Desa menyetujui permintaan pembayaran dan
bendahara melakukan pembayaran.
12. Pembayaran yang telah dilakukan akan dicatat bendahara.
13. Bendahara desa sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh)
dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan
dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas Negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

c. Penatausahaan
Penatausahaan merupakan kegiatan pencatatan yang khususnya
dilakukan oleh bendahara desa. Media penatausahaan berupa buku kas
umum, buku pajak, buku bank serta setiap bulan membuat laporan
pertanggungjawaban bendahara.
Kepala desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus
menetapkan bendahara desa. Penetapan bendahara desa harus dilakukan
sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan
keputusan kepala desa. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk
oleh kepala desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan,
menatausahakan, membayar, dan mempertanggungjawabkan keuangan
desa dalam rangka pelaksanaan APBDes (Hamzah, 2015 : 35). Bendahara
desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan
pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap
bulan kepada Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan
27

berikutnya. Menurut Permendangri No 113 Tahun 2014 laporan


pertanggungjawaban yang wajib dibuat oleh bendahara desa adalah:
1. Buku Kas Umum
Buku Kas Umum digunakan untuk mencatat berbagai aktifitas
yang menyangkut penerimaan dan pengeluaran kas, baik secara tunai
maupun kredit, digunakan juga untuk mencatat mutasi perbankan atau
kesalahan dalam pembukuan. Buku kas umum dapat dikatakan
sebagai sumber dokumen transaksi
2. Buku Kas Pembantu Pajak
Buku pajak digunakan untuk membantu buku kas umum, dalam
rangka penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan denga pajak.
3. Buku Bank
Buku bank digunakan untuk membantu buku kas umum, dalam
rangka penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan uang
bank.

d. Pelaporan
Menurut Permendagri No 113 Tahun 2014 dalam melaksanakan
tugas, kewenangan, hak dan kewajiban, kepala desa wajib:
1. Menyampaikan laporan realisasi APBDesa kepada
Bupati/Walikota berupa:
a) Laporan semester pertama berupa laporan realisasi
APBDesa, disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli
tahun berjalan.
b) Laporan semester akhir tahun, disampaikan paling lambat pada
akhir bulan januari tahun berikutnya.
2. Menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
(LPPD) setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota.
3. Menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada
akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota.
28

4. Menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintah


desa secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran.

e. Pertanggungjawaban
Perrmendagri No 113 Tahun 2014 pertanggungjawaban terdiri dari:
1. Kepala desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban
realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota
melalui camat setiap akhir tahun anggaran. Laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan realisasi pelaksanaan
APBDesa terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Laporan ini ditetapkan peraturan desa dan dilampiri:
a) Format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan
APBDesa Tahun anggaran berkenaan.
b) Format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31
Desember Tahun Anggaran berkenaan.
c) Format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah
Daerah yang masuk ke Desa.
2. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa sebagaimana dimaksud diatas, disampaiakan paling
lambat 1 (satu) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan.

2.2.7 Asas Pengelolaan Keuangan Desa


Keuangan desa dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang
baik. Asas-asas pengelolaan keuangan desa sebagaimana tertuang dalam
permendagri Nomor 113 Tahun 2014 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif
serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran, dengan uraian sebagai
berikut
1. Transparan
Menurut Nordiawan (2006 : 35) transparan memberikan informasi
keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan
pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara
29

terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam


pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya
pada peraturan perundang-undangan. Transparansi adalah prinsip yang
menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk
memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni
informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta
hasil-hasil yang dicapai.
Transparansi memiliki arti keterbukaan organisasi dalam memberikan
informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya
publik kepada pihak-pihak yang menjadi pemangku kepentingan.
Transparansi juga berarti adanya penjelasan manajemen organisasi sektor
publik tentang aktivitas, program, dan kebijakan yang sudah, sedang dan
akan dilakukan beserta sumber daya yang digunakan (Mahmudi, 2011 :
17-18).
Transparansi pengelolaan keuangan publik merupakan prinsip Good
Governance yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik. Dengan
dilakukannya transparansi tersebut publik akan memperoleh informasi
yang aktual dan faktual, sehingga mereka dapat menggunakan informasi
tersebut untuk (Mahmudi, 2011 : 18):
a) Membandingkan kinerja keuangan yang dicapai dengan yang
direncanakan (realisasi v.s anggaran).
b) Menilai ada tidaknya unsur korupsi dan manipulasi dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran.
c) Menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan
yang terkait.
d) Mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak, yaitu antara
manajemen organisasi sektor publik dengan masyarakat dan
dengan pihak lain yang terkait.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat
untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang
30

keuangan desa. Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tetap memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Akuntabel
Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntunan
masyarakat yang harus dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut
adalah akuntabilitas. Sujarweni (2015 : 28) menyatakan akuntabilitas atau
pertanggungjawaban (accountability) merupakan suatu bentuk keharusan
seseorang (pimpinan/pejabat/pelaksana) untuk menjamin bahwa tugas dan
kewajiban yang diembannya sudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang
berlaku. Akuntabilitas dapat dilihat melalui laporan yang tertulis yang
informatif dan transparan.
Mardiasmo (2010 : 20) mengatakan “akuntabilitas publik adalah
kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitasnya
dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi
amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut”. Dalam melaksanakan akuntabilitas publik,
organisasi sektor publik berkewajiban untuk memberikan informasi
sebagai bentuk pemenuhan hak-hak publik. Hak-hak publik itu antara lain:
1) hak untuk tahu (right to know), 2) hak untuk diberi informasi (right to
be informed), dan 3) hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard
and to be listened to). Organisasi sektor publik dituntut untuk tidak
sekedar melakukan akuntabilitas vertikal (vertical accountability), yaitu
pelaporan kepada atasan, akan tetapi juga melakukan akuntabilitas
horizontal (horizontal accountability) yaitu pelaporan kepada masyarakat.
Menurut Nordiawan (2006 : 35), Akuntabilitas adalah suatu proses
yang dilakukan untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber
daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas
31

pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.


Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa tiap-tiap
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahan desa dapat
dipertanggungjawabkan kepada seluruh lapisan masyarakat secara terbuka.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Akuntabilitas yaitu perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya
dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Partisipatif
Menurut Renyowijoyo (2008 : 19) Partisipasi adalah keterlibatan
masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi
dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
Sujarweni (2015 : 29) mengatakan bahwa Partispasi adalah prinsip
dimana bahwa setiap warga desa pada desa yang bersangkutan mempunyai
hak untuk terlibat dalam setiap pengambilan keputusan pada setiap
kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa dimana mereka
tinggal. Keterlibatan masyarakat dalam rangka pengambilan keputusan
tersebut dapat secara langsung dan tidak langsung.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang
mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa baik
secara langsung maupun tidak langsung mlalui lembaga perwakilan yang
dapat menyalurkan aspirasinya dalam setiap kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintahan desa. Pengelolaan Keuangan Desa,
32

sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan


pertanggungjawaban wajib melibatkan masyarakat, para pemangku
kepentingan di desa serta masyarakat luas, utamanya kelompok
marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan pembangunan
di Desa.

4. Tertib dan disiplin anggaran


yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada aturan
atau pedoman yang melandasinya.

2.2.8 Konsep dan Kegunaan Dana Desa


Berdasarkan PP No. 60 tahun 2014, dana desa adalah dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. PP No. 60 Tahun 2014 ini
kemudian direvisi kembali melalui PP No. 22 Tahun 2015. Substansi yang
dirubah dalam PP No. 60 Tahun 2014 ke PP No. 22 Tahun 2015 adalah pada
formula alokasi atau pembagian dana desa dari pusat ke kabupaten dan dari
kabupaten ke desa.
Adapun prioritas penggunaan Dana Desa yang diatur dalam
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa
Tahun 2015 menyebutkan bahwa prioritas penggunaan Dana Desa untuk
pembangunan desa dialokasikan untuk mencapai tujuan pembangunan desa
yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan kemiskinan, melalui:
1) Prioritas penggunaan Dana Desa untuk pemenuhan kebutuhan dasar
2) Prioritas penggunaan Dana Desa untuk pembangunan sarana dan
prasarana desa
33

3) Prioritas penggunaan Dana Desa untuk pengembangan potensi ekonomi


lokal didasarkan atas kondisi dan potensi desa,
4) Prioritas penggunaan Dana Desa untuk pemanfaatan sumber daya alam
dan lingkungan secara berkelanjutan,
Sedangkan Penggunaan Dana Desa yang bersumber dari APBN untuk
pemberdayaan masyarakat desa terutama diarahkan untuk penanggulangan
kemiskinan dan peningkatan akses atas sumber daya ekonomi, sejalan dengan
pencapaian target RPJMDesa dan RKPDesa setiap tahunnya, yang
diantaranya dapat mencakup:
1) peningkatan kualitas proses perencanaan desa;
2) mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa
maupun oleh kelompok usaha masyarakat desa lainnya;
3) pembentukan dan peningkatan kapasitas Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa;
4) pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk
memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat desa;
5) penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat;
6) dukungan terhadap kegiatan desa dan masyarakat pengelolaan hutan
desa dan hutan kemasyarakatan; dan
7) peningkatan kapasitas kelompok masyarakat melalui kelompok usaha
ekonomi produktif, kelompok perempuan, kelompok tani, kelompok
masyarakat miskin, kelompok nelayan, kelompok pengrajin, kelompok
pemerhati dan perlindungan anak, kelompok pemuda dan kelompok lain
sesuai kondisi desa.
Seperti halnya d a l a m formula alokasi atau pembagian Dana Desa dari
pusat ke kabupaten dan dari kabupaten ke desa, mekanisme penyaluran dana
desa juga terbagi menjadi 2 (dua) tahap yakni;
1. Tahap mekanisme transfer APBN dari Rekening Kas Umum Negara
(RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan tahap mekanisme
transfer APBD dari RKUD ke kas desa. Dalam proses pencairan dana
desa, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah
34

Daerah untuk dicairkannya dana desa ke RKUD dan syarat yang harus
dipenuhi pemerintah desa agar dana desa dapat dicairkan ke
rekening desa. Persyaratan yang harus dipenuhi pemerintah daerah agar
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dapat
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) ke Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) adalah bahwa DJPK telah menerima
dokumen:
b. Peraturan Bupati/Walikota mengenai tata cara pembagian
dan penetapan besaran Dana Desa.
c. Peraturan Daerah mengenai APBD tahun berjalan.
d. Laporan realisasi tahun anggaran sebelumnya, untuk pencairan
tahun ke-2. Pencairan dana desa dari RKUN ke RKUD ini
dilakukan dalam (tiga) tahap yakni; 40% untuk pencairan tahap I
yang rencananya dicairkan pada setiap bulan April, 40% tahap II di
bulan Agustus dan tahap III 20% di bulan Oktober.
2. Setelah Dana Desa masuk ke RKUD, Pemerintah Kabupaten/Kota
wajib mencairkan dana desa ke rekening desa paling lambat 7 hari
setelah dana diterima. Untuk mencairkan dana desa ke rekening desa,
desa wajib menyampaikan Peraturan Desa mengenai APBDesa dan
laporan realisasi dana desa ke pemerintah Kabupaten/Kota. Seperti
halnya dengan pencairan RKUN ke RKUD, Pencairan dana desa ke
rekening desa juga terbagi tiga tahap dengan proporsi yang sama yakni
40% untuk tahap I, 40% untuk tahap II dan 20 % untuk tahap III
Laporan keuangan menurut Permendagri No.113 Tahun 2014 yang
wajib dilaporkan oleh pemerintah desa, terdiri dari:
1. Anggaran
2. Buku kas
3. Buku pajak
4. Buku bank
5. Laporan Realisasi Anggaran (LRA).
35

UU Nomor 6 Tahun 2014 beserta peraturan pelaksanaanya telah


mengamanatkan pemerintah desa untuk lebih mandiri dalam mengelola
pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di
dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa. Oleh karena itu
pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam tata
pemerintahannya, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
desa sesuai dengan ketentuan.

2.2.9 Akuntabilitas
Terdapat beberapa pengertian mengenai akuntabilitas atau biasa disebut
dengan akuntabel. Mahsun (2014: 84) membandingkan antara akuntabilitas
dengan responsibilitas. Ia berpendapat bahwa istilah akuntabilitas dan
responsibilitas sering didefinisikan dengan tanggungjawab. Akuntabilitas
lebih menekankan pada pada catatan/laporan, sedangkan responsibilitas lebih
didasarkan atas kebijaksanaan. Responsibilitas lebih bersifat internal sebagai
pertanggungjawaban antara bawahan kepada atasan. Sedangkan akuntabilitas
lebih bersifat eksternal sebagai tuntutan pertanggungjawaban dari masyarakat
terhadap apa saja yang telah dilakukan oleh para pejabat atau aparat.
Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas
akuntabel yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan
penyelenggaraan pemerintah desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(Widodo, 2015: 35).
Sementara itu menurut Tanjung (2006: 9) akuntabilitas berarti
mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan secara periodik. Pendapat yang hampir sama juga
dikemukakan oleh UNDP (United Nation Development Program) yang
36

dikutip oleh Mardiasmo (2004: 24), bahwa akuntabilitas adalah


petanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
Menurut Krina (2003: 8), prinsip akuntabilitas menuntut dua hal yaitu
(1) kemampuan menjawab (answerability), dan (2) konsekuensi
(consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari
responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk
menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber
daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan
sumber daya tersebut.
Guy Peter dalam Krina (2003: 9) menyebutkan adanya 3 tipe
akuntabilitas yaitu : (1) akuntabilitas keuangan, (2) akuntabilitas administratif,
dan (3) akuntabilitas kebijakan publik. Paparan ini tidak bermaksud untuk
membahas tentang akuntabilitas keuangan, sehingga berbagai ukuran dan
indikator yang digunakan berhubungan dengan akuntabilitas dalam bidang
pelayanan publik maupun administrasi publik. Akuntabilitas publik adalah
prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka
oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan.
Pengertian akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang
amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan
dan mengungkapkan segala aktivitas kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan
kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2002 :
20).
Menurut Krina (2003: 10) secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan
maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat
kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang berlaku
maupun kebutuhan masyarakat. `Akuntabilitas publik menuntut adanya
pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Karena
37

pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun


sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus
dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal , melalui umpan balik dari para
pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat. Prinsip akuntabilitas publik
adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian
penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilainilai atau norma-norma
eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan
pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan sebuah program,
akuntabilitas dari setiap tahapan adalah :
1. pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk
menjamin akuntabilitas publik adalah :
a. Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia
bagi setiap warga yang membutuhkan
b. Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai
yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders.
c. Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan
sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang
berlaku
d. Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi,
dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar
tersebut tidak terpenuhi
b. Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah
ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut
2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin
akuntabilitas publik adalah :
a. Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui
media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal
b. Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan
cara- cara mencapai sasaran suatu program
38

c. Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah


keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat
d. Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil
yang telah dicapai oleh pemerintah.
Menurut Saputra (2016) UU desa memuat tiga jenis akuntabilitas,
yakni akuntabilitas fiskal, akuntabilitas sosial, dan akuntabilitas
birokratik. Pada prinsipnya, mekanisme akuntabilitas adalah metode
untuk menghalangi penyalahgunaan wewenang dan perilaku korupsi;
merupakan hubungan antara agen atau lembaga pelaksana kewenangan
dan tanggung jawab sebagai individu/posisi/lembaga kepada siapa agen
menyampaikan tanggung jawab.
1. Akuntabilitas fiskal adalah bentuk pengendalian dari pimpinan
mengarah ke bawah dan juga mengarah sejajar atau horisontal.
Pemimpin dari pengendalian yang mengarah ke bawah adalah
bupati/walikota, sedangkan pemimpin pengendalian sejajar atau
horisontal adalah Badan Perwakilan Desa (BPD). Kekuatan
pengendalian akuntabilitas ini diasumsikan tergolong tinggi karena
kedudukannya bersifat formal dalam sistem pemerintahan. Indikator
akuntabilitas fiskal terkait dengan tata administrasi dan keuangan.
Pemimpin pengendali diharapkan memiliki ketertarikan yang
besar terhadap dokumen-dokumen resmi keuangan, sehingga
pengawasan vertikal dan horisontal diharapkan terwujud.
Indikator akuntabilitas fiskal mencakup adanya dokumen
laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan desa tahunan ke
bupati/walikota, menghasilkan dokumen perencanaan desa jangka
menengah dan tahunan di desa; adanya dokumen laporan
penyelenggaraan pemerintah desa pada akhir masa jabatan ke
bupati/walikota menghasilkan dokumen pelaksanaan kegiatan dan
atau realisasi anggaran desa; adanya dokumen laporan keterangan
penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis di setiap akhir tahun
anggaran ke BPD, menghasilkan dokumen laporan
39

pertanggungjawaban dan keterangan laporan pertanggungjawaban di


desa; ada penerapan sanksi sesuai undang-undang jika gagal
melaksanakan poin-poin tersebut.
2. Secara konseptual, akuntabilitas sosial termasuk ke dalam bentuk
pengendalian pimpinan eksternal yang mengarah ke atas.
Akuntabilitas ini dicirikan oleh adanya upaya masyarakat sipil,
individu dan kelompok, serta media yang menekan pengambilan
keputusan untuk meminta informasi dan penjelasan atas semua
keputusan di ranah kewenangannya.
Indikator akuntabilitas sosial mencakup aturan main dan
prosedur penyampaian informasi ke masyarakat; ketersediaan
dokumen non-formal, baik tertulis maupun lisan, kemudahan akses
warga terhadap pengelolaan dan dokumen resmi, adanya
pengetahuan dan pengalaman warga mengenai aspek-aspek tersebut,
serta pengenaan sanksi apabila gagal menjalankannya
3. Akuntabilitas birokratik adalah pengendalian internal yang mengarah
ke bawah. Dalam akuntabilitas ini, kepala desa berkedudukan
sebagai pemimpin, sedangkan pegawai desa sebagai agen.
Indikator akuntabilitas birokratis mencakup dokumen laporan
keuangan tiap semester dan tiap tahun dari perangkat desa berupa:
dokumen rencana kegiatan pemerintah, dokumen rancangan
anggaran pendapatan belanja desa, peraturan desa mengenai anggaran
pendapatan dan belanja desa, bukti-bukti pengeluaran yang lengkap
dan sah, dokumen rencana anggaran biaya yang sudah disahkan dan
diverifikasi, buku pembantu kas kegiatan, dokumen surat permintaan
pembayaran yang ditujukan ke kepala desa; dokumen peraturan
kepala desa tentang perubahan pada anggaran pendapatan dan
belanja desa, serta penerapan sanksi menurut UU dan peraturan yang
ada jika gagal melaksanakannya. Dokumen-dokumen ini nantinya
menjadi indikator akuntabilitas fiskal.
40

Bastian (2014: 158) menjelaskan bahwa seluruh pembuat


kebijakan pada semua tingkatan harus memahami bahwa mereka
bertanggungjawab mengenai hasil kerja mereka kepada masyarakat.
Untuk mempertanggungjawabkannya, maka perlu adanya prosedur
pemeriksaan atau audit dan jika terjadi kesalahan dapat diproses
secara hukum. Untuk mewujudkan upaya tersebut maka diupayakan
hal-hal sebagai berikut.
a. Prosedur dan mekanisme yang jelas, tepat, dan benar yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan, dengan mengutamakan
pelayanan kepada masyarakat.
b. Mampu mempertanggungjawabkan hasil kerja, terutama yang
berkaitan dengan kepentingan masyarkat umum.
c. Memberikan sanksi yang tegas bagi aparat yang melanggar
hukum
Menrut Ellwood (1993) yang dikutip oleh Mahsun (2014: 86),
terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuli oleh
organisasi sektor publik. Empat dimensi tersebut adalah:
a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait
dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana
publik.
b. Akuntabilitas proses
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang
digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam
hal kecakupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi
manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses
termanifestasi melalui pemberian pelayanan publik yang cepat,
responsif, dan murah biaya.
41

c. Akuntabilitas program
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah
tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil
yang optimal dengan biaya yang minimal.
d. Akuntabilitas kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban
pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan
yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat
luas.
Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi
sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-
lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada
pertanggungjawaban horizontal bukan hanya pertanggungjawaban
vertikal (Mahsun, 2014: 86).
Menurut Goverenmental Accounting Standards Board (GASB)
dalam Concepts Statement No.1 seperti yang dikutip oleh Mardiasmo
(2004: 31) menjelaskan keterkaitan akuntabilitas dengan laporan
keuangan sebagai berikut:
“Accountability requires governments to answer to the citizenry to justify
the raising of public resources and the purposes for which they are used.
Goverenmental accountability is based on the belief that citizenry has a
“right to know”, a right to recieve openly declared facts that may lead to
public debate by the citizens and their elected representatives. Financial
reporting plays a major rule in fulfilling government’s duty to be publicy
accountable in a democratic society. (Par.56)”
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama,
akuntabilitas membutuhkan pemerintahan yang dapat menjawab
pertanyaan masyarakat mengenai untuk apakah sumber daya yang ada
digunakan dan apa tujuannya. Kedua, akuntabilitas pemerintah berdasar
kepada kepercayaan bahwa masyarakat memiliki hak untuk tau mengenai
42

fakta-fakta yang ada. Ketiga, laporan keuangan memegang peranan


utama dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel pada masyarakat
yang demokratis.

2.2.10 Kesejahteraan Masyarakat


2.2.10.1 Definisi Kesejahteraan Masyarakat
Masyarakat terbentuk melalui proses relasi yang kontinu antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok. Interksi yang terjadi
secara berkesinambungan dalam waktu lama menghasilkan perasaan
kebersamaan. Disamping itu, interaksi sosial juga menghasilkan beberapa
pola hubungan bersama, nilai yang diakui bersama serta institusi sosial.
Berbagai nilai dan institusi sosial tersebut dapat menjadi instrumen bagi
terciptanya kehidupan yang lebih teratur dan lebih baik. Dengan demikian,
kesejahteraan menjadi idaman setiap orang dan setiap masyarakat, bahkan
Negara. Dalam perkembangan pemikiran pembangunan untuk
mewujudkan kesejahteraan itu bukan hanya berupa modal fisik, sumber
alam dan finansial, melainkan juga modal sosial Soetomo (2014:1).
Menurut Soetomo (2014:47) kesejahteraan merupakan suatu kondisi
yang mengandung unsur atau komponen ketertiban-keamanan, keadilan,
ketentraman, kemakmuran dan kehidupan yang tertata mengandung makna
yang luas bukan hanya terciptanya ketertiban dan keamanan melainkan juga
keadilan dalam berbagai dimensi. Kondisi tentram lebih menggambarkan
dimensi sosiologi dan psikologi dalam kehidupan bermasyarakat. Suatu
kehidupan yang merasakan suasana nyaman, terlindungi, bebas dari rasa
takut termaksud menghadapi hari esok. Dengan demikian kondisi sejahtera
yang diidamkan bukan hanya gambaran kehidupan yang terpenuhi fisik,
material, melainkan juga spiritual, bukan hanya pemenuhan kebutuhan
jasmaniah melainkan juga rohaniah.
Dalam paradigma pembangunan ekonomi, perubahan kesejahteraan
masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Hal ini dikarenakan
pembangunan ekonomi dikatakan berhasil jika tingkat kesejahteraan
43

masyarakat semakin baik. Keberhasilan pembangunan ekonomi tanpa


menyertakan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan
mengakibatkan kesenjangan dan ketimpanagan kehidupan masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi memperlihatkan tentang
keadaan kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari standar kehidupan
masyarakat (Badrudin 2012).
Kesejahteraan adalah sebuah kondisi dimana seorang dapat
memenuhi kebutuhan pokok, baik itu kebutuhan akan makanan, pakaian,
tempat tinggal, air minum yang bersih serta kesemapatan untuk
melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai yang dapat
menunjang kualitas hidupnya sehingga hidupnya bebas kemiskinan,
kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman, tentram,
baik lahir maupun batin (Fahrudin, 2012).
Todaro (2003), mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarakat
menengah kebawah dapat dipresentasikan dari tingkat hidup masyarakat,
tingkat hidup masyarakat ditandai dengan terentasnya dari kemiskinan,
tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi, dan tingkat produktifitas masyarakat.
Menurut Todaro dan Stephen C. Smith (2006), kesejahteraan
masyarakat menunjukan ukuran hasil pembangunan masyarakat dalam
mencapai kehidupan yang lebih baik yang meliputi: pertama, peningkatan
kemampuan dan pemerataan distribusi kebutuhan dasar seperti makanan,
perumahan, kesehatan, dan perlindungan; kedua, peningkatan tingkat
kehidupan, tingkat pendapatan, pendidikan yang lebih baik, dan peningkatan
atensi terhadap budaya dan nilai kemanusiaan dan ketiga, memperluas
skala ekonomi dan ketersediaan pilihan sosial dari individu dan bangsa.
Kesejahteraan sosial menurut UUD Nomor 11 tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial pasal (1) ayat 1 “kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan kondisi warga Negara agar
dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Kebutuhan material merupakan kebutuhan
44

materi seperti: sandang, pangan, papan dan kebutuhan lain bersifat primer,
sekunder, tersier. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang
dewasa ini menunjukan bahwa ada masyarakat yang belum memperoleh
pelayanan sosial dari pemerintah. Akibatnya, masih banyak masyarakat
yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat
menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Menurut Fahrudin
(2012:10) tujuan kesejahteraan masyarakat yaitu:
1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya
standar kehidupan pokok.
2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khusunya dengan
masyarakat di lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-
sumber meningkatkan dan mengembangkan taraf hidup yang
memuaskan.

2.2.10.2 Indikator Kesejahteraan Masyarakat


Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan
sebagai padanan makna konsep manusia yang dapat dilihat dari empat
indikator yaitu: Rasa aman (security), Kesejahteraan (welfare), Kebebasan
(freedom) dan Jati diri (identity).
Indikator kesejahteraan menurut Soetomo (2014:48) mengandung tiga
komponen yaitu:
1. Keadilan sosial mengandung sejumlah indikator yaitu: pendidikan,
kesehatan, akses pada listrik dan air, penduduk miskin
2. Keadilan ekonomi mengandung sejumlah indikator yaitu:
pendapatan, kepemilikan rumah, tingkat pengeluaran.
3. Keadilan demokrasi mengandung sejumlah indikator yaitu: rasa
aman dan akses informasi.
Menurut Kolle (1994) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat
dilihat dari beberapa aspek kehidupan yaitu:
1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas
rumah, bahan pangan dan sebagainya.
45

2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan


tubuh, lingkungan alam dan sebagainya.
3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas
pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya.
4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral,
etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya.
Indikator kesejahteraan merupakan suatu ukuran mecapai masyarakat
dimana masyarakat dapat dikatakan sejahtera atau tidak. Berikut
beberapa indikator kesejahteraan masyarakat menurut organisasi sosial.
Kesejahteraan hanya diukur dengan indikator moneter menunjukan aspek
ketidak sempurnaan ukuran kesejahteraan masyarakat karena ada
kelemahan indikator moneter.
b. Bappenas
Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proposisi
pengeluaran rumah tangga (Bappenas, 2000). Rumah tangga dapat
dikategorikan sejahtera apabila proposisi pengeluaran untuk kebutuhan
pokok sebanding atau lebih rendah dari proposisi pengeluaran untuk
kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan proposisi
pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan
pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok dapat dikategorikan sebagai
rumah tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah.
c. Biro Pusat Statistik
Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2006 yang menjadi tolak ukur
kesejahteraan masyarakat yaitu kesehatan, pendidikan dan pendapatan.
Kesejahteraan masyarakat desa juga dapat dilihat melalui potret desa
tersebut. Potret desa yang dimaksudkan adalah gambaran keadaan desa
berdasarkan pengamatan observasi, wawancara, serta dokumentasi yang
ada dan lain sebagainya yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana
gambaran kondisi suatu desa yang sesungguhnya dalam bidang
pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial budaya dan juga keagamaan.
46

Potret desa sebagai tolak ukur kesejahteraan masyarakat dapat


dirumuskan sebagai pernyataan berikut :
1. Bagaimana kondisi pendidikan yang ada dimasyarakat meliputi
sarana prasarana desa dan program desa yang digunakan guna
meningkatkan pendidikan pada masyarakat.
2. Bagaimana kondisi perekonomian yang ada di masyarakat meliputi
tingkat kemiskinan serta bagaimana program untuk mengentaskan
kemiskinan tersebut.
3. Bagaimana kondisi kesehatan di masyarakat meliputi upaya-upaya
penanggulangan penyakit serta program bantuan desa terhadap
masyarakat kurang mampu yang membutuhkan bantuan dalam
pengobatan.
4. Bagaimana kondisi sosial dan budaya masyarakat meliputi
kerukunan antar umat beragama, antar warga, serta partisipatif
dalam mengikuti kegiatan sosial dan penyelenggaraan program-
program desa terkait budaya sekitar.
5. Bagaimana kondisi spiritual atau keagamaan masyarakat meliputi
sarana prasarana tempat beribadah, adanya pelaksanaan kegiatan–
kegiatan desa yang sesuai dengan syariat agama dan lain
sebagainya.

2.2.10.3 Langkah-langkah Mencapai Kesejahteraan


Untuk mencapai kesejahteraan tidaklah gampang, dibutuhkan
program- program yang bagus dalam menjalankannya. Dan salah satunya
adalah program ADD. Program ini adalah program yang dirancang oleh
pemerintah Indonesia untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan
secara terpadu dan berkelanjutan dan dititik beratkan pada pencapaian
kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin pedesaan. Berikut
beberapa langkah yang ditempuh dalam mencapai hal tersebut antara lain:
a. Peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya
b. Pelembagaan sistem pembangunan partisipasif
47

c. Pengefektifan fungsi dan peran pemerintah lokal


d. Peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana sosial
dasar dan ekonomi masyarakat

2.3 Kerangka Berpikir


Sejak berlakunya Undang-Undang no 6 Tahun 2014 tentang desa, desa
diharuskan untuk lebih mandiri dalam mengelola semua urusannya, tak terkecuali
dalam urusan pengelolaan Dana Desa, desa mendapat dana yang cukup besar yaitu
10 persen dari dana transfer APBN dan ditambahsepuluh persen dari dana
perimbangan yang diterima Kabupaten/Kotadari APBD, desa harus melakukan
pengelolaan yang baik. Akuntabilitas mutlak dibutuhkan dalam pengelolaan Dana
Desa ini, yaitu dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban
karena pemerintah desa pada akhirnya harus siap mempertanggungjawabkan
penggunaannya kepada pemerintah maupun kepada masyarakat. Penerapan
akuntabilitas dalam pengelolaan Dana Desa tidak lain bertujuan untuk
menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Tata kelola
pemerintahan yang baik tentu akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Tahapan pengelolaan dana desa diatur secara garis besar mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
Mekanisme perencanaan dana desa dimulai dari Kepala Desa selaku
penanggungjawab dana desa mengadakan musyawarah desa untuk membahas
rencana penggunaan dana desa, yang dihadiri oleh unsur pemerintah desa,
Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan desa dan tokoh
masyarakat, hasil musyawarah tersebut dituangkan dalam Rancangan
Penggunaan Dana (RPD) yang merupakan salah satu bahan penyusunan
APBDes.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana ditetapkan dalam APBDes yang
pembiayaannya bersumber dari dana desa sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim
Pelaksana Desa, selanjutnya guna mendukung keterbukaan dan penyampaian
48

informasi secara jelas kepada masyarakat, maka pada setiap pelaksanaan


kegiatan fisik dana desa wajib dilengkapi dengan Papan Informasi Kegiatan
yang dipasang di lokasi kegiatan.
3. Tahap Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban Dana Desa terintegrasi dengan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBDes. Namun demikian Tim Pelaksanaan Dana Desa wajib
melaporkan pelaksanaan Dana Desa yang berupa Laporan Bulanan, yang
mencakup perkembangan pelakasanaan dan penyerapan dana, serta Laporan
Kemajuan Fisik pada setiap tahapan pencairan Dana Desa yang merupakan
gambaran kemajuan kegiatan fisik yang dilaksanakan.
Kerangka pemikiran Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa terhadap Tingkat
Kesejahteraan Masyarat di Desa Sindangasih Kecamatan Karangtengah Kabupaten
Cianjur dapat digambarkan dalam bagan kerangka pikir sebagaimana gambar 2.2
berikut:

Good Governance

Pemerintah Desa

Pengelolaan Dana
Desa

Akuntabilitas
Pengelolaan Dana
Desa
Per encanaan Pelaksanaan Pertanggungjawaban

- Partisipatif - Transparansi
- Akuntabilitas
- Transparansi - Akuntabilitas

Kesejahteraan
Masyarakat
49

2.4 Hipotesis Penelitian


Menurut Sugiyono (2013:64), hipotesis adalah :
“Jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data”.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian
dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul dan harus diuji secara
empiris.
Berdasarkan kerangka berfikir beserta landasan teori yang telah
dikemukakan,maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
Ha : Terdapat Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa Terhadap Tingkat
Kesejahteraan Masyarakat Pada Desa Sindangasih Kecamatan Karangtengah
Kabupaten Cianjur
Ho : Tidak Terdapat Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa Terhadap
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pada Desa Sindangasih Kecamatan
Karangtengah Kabupaten Cianjur

1. Diduga mekanisme perencanaan pengelolaan dana desa sudah dijalankan


2. Diduga mekanisme perencanaan pengelolaan dana desa belum dijalankan
3. Diduga akuntabilitas pengelolaan dana desa tahap pelaksanaannya mem
2

Anda mungkin juga menyukai