KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR BASIS CRANII
Oleh:
NAMA : SUSILOWATI
NIM : P27822317041
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan mengucap
puji syukur atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu dan akal
sehat sehingga dengan ijin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur Basis Cranii”. Makalah ini
disusun sebagai tugas mata kuliah keperawatan kegawatdaruratan.
Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari beberapa
pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya Bpk. Drg. Bambang Hadi
Sugito, M.Kes.
2. Ketua Program Studi DIII Keperawatan Kampus Tuban Bapak Hadi Purwanto,
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak. Allahumma Amin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
MAKALAH...............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
2.6 Pathway..........................................................................................................8
4
5
3.1.1 Identitas...........................................................................................14
BAB IV PENUTUP................................................................................24
4.1 Kesimpulan..................................................................................................24
4.2 Saran.............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik,
keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang (Nurarif & Kusuma, 2013). Salah
satu fraktur yang sering terjadi yaitu fraktur basis cranii. Fraktur basis cranii adalah
suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak. Fraktur ini sering kali
disertai dengan robekan pada duramater yang merekat erat pada dasar tengkorak. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racun eyes sign (fraktur basis
krani fossa anterior), atau othorhea dan battle sign (fraktur crani fossa media) (Kowalak,
2011).
Cedera pada susunan saraf pusat masih merrupakan penyebab utama tingginya
angka morbiditas dan mortalitas pada usia muda di seluruh dunia. Pada tahun 1998
sebanyak 148.000 orang di amerika meninggal akibat berbagai jenis cedera. Trauma
kapitis menyebabkan 50.000 kematian.Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumah
sakit dan tingkat mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk.Sebanyak 22%
pasien trauma kapitis meninggal akibat cederannya.Sekitar 10.000 – 20.000 kejadian
medulla spinalis setiap tahunnya (Kowalak, 2011).
Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur
linear sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak usia
dibawah 5 tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian
fraktur tulang tengkorak, dan fraktur basis crani sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara
lain frontoparietal (75%), temporal (10%), occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain
(10%). Sebagian besar fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (75-90%). Insiden
fraktur tulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0,02%), atau 42.409 orang
setiaptahunnya. Sejauh ini fraktur linear adalah jenis yang banyak, terutama pada anak
usia dibawah 5 tahun amerika serikat.
Akibat dari fraktur basis cranii akan menimbulkan beberapa masalah, salah
satunya perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat mengkaji
secara adekuat pasien fraktur basis cranii dan memulai tindakan keperawatannya.
Meskipun peran perawat dalam program pencegahan amat penting, perannya dalam
1
2
mengenali dan merawat pasien fraktur basis cranii juga tidak kalah pentingnya (Oman,
2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun
makalah tentang konsep fraktur basis cranii untuk mengetahui lebih dalam tentang
karakteristik fraktur basis cranii serta bagaimana penatalaksanaan keperawatan yang
tepat. Sehingga kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi lebih lanjut
seperti angka kesakitan dan angka kematian akibat fraktur ini dapat dikurangi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep teori dari fraktur basis cranii ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien fraktur basis cranii ?
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Advance Nursing Praktice I pada program studi S-1
Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Lamongan.
3
4
1. Fossa anterior dibentuk oleh os frontal di bagian depan dan samping, lantainya
dibentuk oleh os frontale pars orbitale, pars cribriformis os ethmoidal, dan bagian
depan dari alae minor os sphenoid. Fossa ini menampung traktus olfaktorius dan
permukaan basal dari lobus frontalis, dan hipofise. Fossa anterior dan media
dipisahkan di lateral oleh tepi posterior alae minor os sphenoidale, dan di medial
oleh jugum sphenoidale. Pada fossa cranii anterior terdapat sinus frontalis di bagian
depan, alae minor os sphenoidale yang dengan bersama-sama pars orbitalis os
frontal membentuk atap orbita dengan struktur-struktur di midline, diantaranya
terdapat crista galli, pars cribriformis dan pars sphenoidal.
2. Fossa media lebih dalam dan lebih luas daripada fossa anterior, terutama ke arah
lateral. Di bagian anterior dibatasi oleh sisi posterior alae minor, processus
clinoideus anterior, dan sulcus chiasmatis. Di belakang dibatasi oleh batas atas os
temporal dan dorsum sellae os sphenoid. Di lateral dibatasi oleh pars squamosa
ossis temporalis, os parietal dan alae major os sphenoid. Merupakan tempat untuk
permukaan basal dari lobus temporal, hipotalamus, dan fossa hipofiseal di tengah.
Di kedua sisi lateralnya terdapat tiga foramina (foramen spinosum, foramen ovale,
dan foramen rotundum). Pars anterior dinding lateral fossa media dibentuk oleh
alae major os sphenoidal. Sisa dinding lateral lainnya dibentuk oleh pars squamosa
os temporal yang merupakan tempat processus mastoideus dan mastoid air cells
serta kanalis auditorius eksternus. Pyramid petrous mengandung membrane
tympani, tulang-tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes), dan cochlea pada
telinga dalam. Fossa media dan fossa posterior dibatasi satu sama lain di lateral
oleh bagian atas os petrosus, dan di medial oleh dorsum sellae.
3. Fossa posterior adalah fossa yang terbesar dan terdalam merupakan tempat untuk
cerebellum, pons, dan medulla. Di bagian anteromedial dibatasi oleh dorsum sellae
yang melanjutkan diri menjadi clivus. Bagian anterolateral dibatasi oleh sisi
posterior pars petrosa ossis temporalis, di lateral oleh os parietal, dan di posterior
oleh os occipital. Lubang paling besar yang ada di basis cranii terdapat pada os
occipital yaitu foramen magnum, dilalui oleh medulla oblongata. Meatus akustikus
interna terdapat pada bagian posteromedial pars petrosa ossis temporalis. Foramen
jugular berada di kedua sisi lateral foramen magnum. Foramen jugular dilalui oleh
5
vena jugularis yang perluasan ke anterior dari sinus sagitalis superior dan
melanjutkan diri menjadi sinus transversus dan sinus sigmoideus.
Menurut Corwin (2009), Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fossa
cranii anterior, fossa cranii media dan fossa cranii posterior.
1. Fossa crania anterior
Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera.
Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau
kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars
orbita os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau
periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis
cranii fossa anterior.
2. Fossa cranii media
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini merupakan
tempat yang paling lemah dari basis cranii. Secara anatomi kelemahan ini
disebabkan oleh banyak nya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan
sinus sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya
CSF dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea).
N. craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars perrosus os
temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral sinus
cavernosus robek.
3. Fossa cranii posterior
Pada fraktur fossa cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di bawah otot
otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan muncul di otot
otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap
nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang mengenai
foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat cedera
Fraktur transversal tulang temporal tegak lurus terhadap sumbu panjang dari
piramida petrosa dan biasanya akibat trauma tumpul oksipital atau
temporoparietal. Fraktur ini melibatkan dari foramen magnum melalui fosa
7
posterior, melalui pyramid petrosa, termasuk kapsul otik dan ke dalam fosa
kranial tengah. Kapsul otik dan kanalis auditorius internal sering terlibat juga.
4. Fraktur condylar os oksipital
Fraktur condylar os oksipital dengan garis fraktur meluas di hampir segala arah di
bagian basal tengkorak mungkin dapat dilihat. Akhir-akhir ini, juga terdapat
peningkatan tren untuk menggolongkan fraktur tulang temporal menjadi
perenggangan kapsul otik (otic capsule sparing/OCS) dan kerusakan kapsul otik
(otic capsule disrupting/OCD), yang menunjukkan korelasi lebih baik terhadap
sekuel klinis (Ho dan Makishima, 2010). Fraktur OCS lebih sering terjadi (>90%)
daripada OCD, dan OCD berkaitan dengan tingginya insidensi cedera saraf
fasialis (30-50%), SNHL, dan kebocoran cairan serebrospinal (2-4 kali lebih
tinggi daripada OCS).
Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala fraktur basis cranii berdasarkan
klasifikasi sebagai berikut :
1. Fraktur petrous os temporal
a. Otorrhea
Liquor keluar dari telinga.
b. Battle sign (Memar pada mastoids)
Warna biru atau ekimosis dibelakang telinga di atas os mastoid
c. Rhinorrhea
Liquor keluar dari hidung.
d. Raccoon eyes (Memar di sekitar palpebral)
Mata warna hitam tanpa trauma langsung.
e. Hemotipanum
8
Fraktur basis crani merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah-
daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbital), tansmisi energy yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandubula, atau efek “remote” dai benturan pada
kepala (“gelombang tekanan”) yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan
bentuk tengkorak) (Corwin, 2009).
Tipe dari fraktur basis crani yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini
mengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak dimana spinal cord lewat.
Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring
fracture in komplit lebih sering dijumai. Kematian biasannya terjadi seketika kamu
cedera batan otak disertai denan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada
dasar tengkorak (Corwin, 2009).
9
Kecelakaan
Pathway kendaraan/transportasi Kecelakaan olahraga
Kecelakaan terjatuh Kejahatan/tindak kekerasan
Tulang tengkorak
Keadaan stasioner Bradikardi Kekuatan dari coup Asupan cairan Meningen Aliran
Patah Tersisa Darah
Jaringan kranial Hipotensi Otak
tulang Kerusakan Jumlah urin menurun
tengkorak Mendorong otak meatus menurun
Dekat tempat Penurunan Menunjukkan
acusticus Sianosis
benturan Rhinorhoe curah jantung lubang
Menghantarkan Gangguan
isi tengkorak Eliminasi Urine
Kusmaul Ottorhoe TIK Otot lemah
Gangguan Edema pupil
penglihatan Benturan
Sesak TIK Mual/muntah Hemiparase
Cedera sekunder Ketidakefektifan
Ketidakefektifan Kekurangan a
Intoleransi
Gangguan Rasa Perfusi Jaringan
pola napas Nyaman (Nyeri) Kesadaran Otak Volume Cairan Aktivitas
12
1. ABC
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.
b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu pernafasan
misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask Nonrebreating,
Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi
antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam
darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan
perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa
dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2. Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah rebound
(manitol 20%) diberikan dalam 30 menit.
Pemberian diulang setelah 6
jam dengan dosis 0,25-
0,5/kgBB dalam 30 menit
2 Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
(furosemid) manitol, karena
mempunyai efek sinergis
dan memperpanjang efek
osmotik serum mannitol
3 Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan Diberikan bila ada kejang
bisa diulang sampai 3 kali
bila masih kejang
4. Analgetik Dosisnya 325 atau 500 mg Untuk mengurangi
(asetaminofen) setiap 3 atau 4 jam, 650 mg demam serta mengatasi
setiap 4-6 jam, 1000 mg nyeri ringan sampai
setiap 6 sedang akibat sakit kepala
12
13
3. Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil fragmen
fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil benda asing
dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut
akibat fraktur dapat dikurangi.
4. Imobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat imobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.
35%. Aliran darah otak berkurang jika hematocrit meningkat dari 50% dan
meningkat dengan tingkat hematocrit di bawah 30.
4. Pengaturan suhu
Demam dapat mempercepat deficit neurologis yang ada dan dapat memperburuk
komdisi pasien. Metabolisme otak akan oksigen meningkat sebesar 6-9% maka
harus diterapi karena akan memperburuk iskemik otak.
5. Kontrol cairan
NaCl 0,9% dengan osmolaritas 308 mosm/I, telah menjadi kristaloid pilihan
dalam manajemen dari cedera otak. Resusitasi dengan 0,9% saline membutuhkan
4 kali volume darah yang hilang untuk memulihkan parameter hemodinamik
6. Posisi kepala
Menaikkan posisi kepala dengan sudut 15-300 dapat menurunkan TIK dan
meningkatkan venous return ke jantung.
Menurut Kowalak (2011), Komplikasi utama dari fraktur basis cranii yaitu :
1. Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)
2. Perdarahan
3. Kejang
4. Infeksi (trauma terbuka)
5. Depresi pernapasan dan gagal napas
6. Paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang-tulang pendengaran
7. Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan
serebrospinal (CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan
menyebabkan meningitis.
8. Sindrom vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii yang
terkait dengan gangguan nervus IX, X, dan XI.
9. Sindrom Collet-Sicard adalah fraktur condyler occipital yang banyak berdampak
terhadap nervus IX, X, dan XII.
3. MRI menunjukkan kecurigaan adanya cedera ligamentum dan vaskular. MRI juga
memberikan pencitraan jaringan lunak yang lebih baik.
4. X-ray posisi AP, lateral, Towne’s view dan tangensial terhadap bagian yang
mengalami benturan untuk menunjukkan suatu fraktur depresi Sinar x kepala dan
servikal untuk mendeteksi lokasi dan parahnya fraktur.
5. Pungsi lumbal meningitis bila pasien memperlihatkan tanda-tanda iritasi
meningeal (demam, rigiditas nukal, kejang). Pungsi lumbal merupakan
kontraindikasi jika terdapat lesi yang luas.
6. Pemeriksaan lainnya
Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya kebocoran
CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik dengan
mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu, maka akan menunjukkan gambaran
seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka disebut “halo” atau “ring”
sign. Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan dengan menganalisa kadar
glukosa dan dengan mengukur transferring
Pada fraktur basis cranii fossa anterior dan media, prognosis baik selama tanda
tanda vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan dilakukan tindakan sedini
mungkin apabila ditemukan deficit neurologis serta diberikan profilaksis antibiotic
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, sedangkan pada fraktur basis cranii
posterior, prognosis buruk dikarenakan fraktur pada fossa posterior dapat
mengakibatkan kompresi batang otak (Corwin, 2009).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN FRAKTUR BASIS CRANII
III.1 Pengkajian
III.1.1 Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar daripada
risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga 24 tahun,
dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
1. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya
akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya.
16
17
IV.1 Kesimpulan
Fraktur basis cranii adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang
tengkorak yang biasanya terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan
fraktur akibat benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita) transmisi energy yang berasal dari benturan ada wajah atau mandibular.
Penyebab dari fraktur basis cranii yaitu Kecelakaan kendaraan atau transportasi,
Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, Kejahatan dan tindak
kekerasan. Manifestasi klinis dari fraktur basis cranii yang umum yaitu terjadi
penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi
diantaranya Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi
(trauma terbuka), Depresi pernapasan dan gagal napas, dan paralisis otot-otot paralisis.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan pembedahan,
dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv, adanya
perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari
pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian
sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan dan
dilanjut dengan intervensi keperawatan.
IV.2 Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah
agar dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama litelatur yang berhubungan
dengan penatalaksaan yang lebih efektif mengenai fraktur basis cranii karena di dalam
makalah ini penatalaksaannya masih banyak kekurangan.
24
DAFTAR PUSTAKA
25