Disusun oleh :
Fahmy Sanjaya
270110150012
Univeristas Padjadjaran
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Dalam proses pertambangan, biaya yang
dikeluarkan sangatlah besar sehingga tak jarang banyak perusahaan yang dimiliki lebih dari satu
orang dengan setiap orang atau perusahaan lain memegang saham dalam kegiatan nya. Di
Indonesia setiap ada perusahaan tambang yang beroperasi ada peraturan dari pemerintah untuk
mengatur perjanjian antara negara yang diwakili pemerintah dengan pemberi modal. Dalam
perjanjian itu terdapat banyak regulari dari pemerintah terkait dengan pertambangan mineral dan
batubara.
Selain itu potensi REE yang ada di Indonesia cukup banyak namun belum dapat di
tambang dengan maksimal. Dilihat dari manfaat REE dalam kehidupan yang sangat banyak
seharunya ada penelitian lebih lanjut dalam hal ini.
Tujuan dilakukan pembahasan ini adalah untuk mengetahui perbedaan dari kontak karya dan
izin usaha pertambangan serta regulasi UUD dan Peraturan Pemerintah mengenai mineral dan
batubara. Selain itu juga untuk mengetahui potensi dari di Logam Tanah Jarang di Indonesia.
BAB II
ISI
2.1 Kontak Karya
Istilah kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris , yaitu kata contract of
work. Dalam Pasal 10 UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
Umum, istilah ini lazim digunakan adalah perjanjian karya.
Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa
Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batu Bara telah ditentukan pengertian kontrak karya. Kontrak Karya (KK) adalah suatu
perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan
antara asing dengan nasional untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum.
Dalam definisi ini kontrak karya dikonstruksikan sebagai sebuah perjanjian.Subjek
perjanjian itu adalah Pemerintah Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau joint venture
antara perusahaan asing dan perusahaan nasional.Objeknya adalah pengusahaan mineral.
Pedoman yang digunakan dalam implementasi kontrak karya adalah Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum. Definisi lain dari kontrak karya,
dapat di baca dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun
2004 Nomor 1614 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian
Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam
ketentuan itu, disebutkan pengertian kontrak karya. Kontrak karya atau KK adalah perjanjian
antara Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka
penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk
minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batubara.
Dengan demikian, definisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan
yaitu kontrak karya adalah: “suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan
kontrakror asing semata-mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum domestik untuk
melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai
dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak”.
Pasal 1 angka 11 PP ESDM tersebut menyatakan bahwa Kontrak Karya adalah perjanjian
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahaan Berbadan Hukum Indonesia dalam
rangka penanaman modal asing untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral.
Keberadaan kontrak karya ini setidaknya berdasarkan beberapa peraturan perundang-
undangan yang sekaligus menjadi landasan hukum baginya, adapun landasan hukum dari kontrak
karya adalah sebagai berikut:
3. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara
Dalam PP ini dijelaskan beberapa hal, salah satunya adalah bahwa kontrak karya dan
perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang ditandatangani sebelum
diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktunya
berakhir.
Adapun kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara
sebagaimana dimaksud, yang belum memperoleh perpanjangan pertama dan/atau kedua dapat
diperpanjang menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) perpanjangan tanpa melalui lelang setelah
berakhirnya kontrak karya dan perjanjian karya usahanya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan,
kecuali mengenai penerimaan negara yang lebih menguntungkan. Dan masih beberapa hal lagi
yang diatur dalam PP ini.
4. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 Tentang
Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara dalam rangka Penanaman Modal Asing
Ketentuan ini setidaknya memuat tata cara pemrosesan permohonan, tanggunjawab pelaksanaan
kontrak karya, pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Kontrak karya sebagai salah satu perjanjian yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan
pelaksanaannya didasarkan pada beberapa aturan, diantaranya: (1) Undang-Undang No.4 Tahun
2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, (2) UU No.25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal, dan (3) Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, (4) Keputusan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak
Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara alam rangka Penanaman
Modal Asing.
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 BW
dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 BW dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua
macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat
(tidak bernama). Kontrak nominnat adalah kontrak yang dikenal dalam BW. Yang termasuk
dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata,
hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan
utang, perdamaian. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam BW. Yang termasuk
dalam kontrak innominat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture,
kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain. Namun, Vollmar mengemukakan
kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran. Kontrak
campuran yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang
perjanjian) sebagaimana yang terdapat dalam title I, II, dan IV karena kekhilafan, title yang
terakhir ini (title IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi terdapat hal mana juga ada
ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum. Contoh kontrak
campuran, pengusaha sewa rumah penginapan (hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa
menyewa), tetapi juga menyediakan makanan (jual beli), dan menyediakan pelayanan (perjanjian
untuk melakukan jasa-jasa). Kontrak campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu
ketentuan-ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara
analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi (absorptietheorie),
artinya diterapkanlah peraturan perundangundangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi
merupakan peristiwa yang paling menonjol, sedangkan dalam Tahun 1947 Hoge Raad
menyatakan diri (HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.
A. UNDANG-UNDANG
1. UU 4/2009 Minerba
2. UU 23/2014 Pemerintah Daerah
B. PERATURAN PEMERINTAH
1. PP 22/2010 Wilayah Pertambangan
2. PP 55/2010 Pembinaan & Pengawasan Minerba
3. PP 78/2010 Reklamasi Tambang
C. INPRES
1. Inpres 3/2013 Percepatan Peningkatan Nilai
Tambah Mineral
2. Inpres 1/2012 Pengawasan Usaha Batubara
D. PERATURAN MENTERI ESDM
1. Permen ESDM 48/2017 Pengawasan Pengusahaan di Sektor Energi dan Sumber Daya Alam
2. Permen ESDM 25/2015 Pendelegasian Perizinan PTSP
3. Permen ESDM 32/2015 Izin Khusus Minerba
4. Permen ESDM 33/2015 Tanda Batas WIUP /K
5. Permen ESDM 42/2016 Standarisasi Kompetensi Minerba
6. Permen ESDM 43/2015 Evaluasi Penerbitan IUP
7. Permen ESDM 9/2016
8. Permen ESDM 24/2016 Harga Batubara PL Mulut Tambang
9. Permen ESDM 5/2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Dalam Negeri
10. Permen ESDM 6/2017 Tata Cara Rekomendasi Ekspor
11. Permen ESDM 9/2017 Tata Cara Divestasi Saham Minerba
12. Permen ESDM 15/2017 Penyediaan & Harga Batubara untuk Pembangkit Mulut Tambang
Berdasarkan UU Mineral dan Batubara serta Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 menyatakan
beberapa hak dan kewajiabn bagi pemegang IUPK, yang pastinya berbeda dengan hak dan kewajiban
pemegang Kontrak Karya (KK).
1. Dalam perjanjian Kontrak Karya (KK), posisi negara sejajar dengan kontraktor.
Hal ini disebabkan oleh diterbitkannya KK atas persetujuan keduabelah pihak yang berkontak.
Sedangkan pada IUPK adalah izin yang diterbitkan pemerintah untuk perusahaan tambang. Yang
artinya, kedudukan negara lebih tinggi dibanding perusahaan.
Catatan: kontrak harus dihormati sampai waktu habis. Jika IUPK negara bisa tiba-tiba mencabut
apabila perusahaan merugikan negara.
2. Keuntungan Fiskal
Dalam KK, perusahaan tambang terkena biaya royalti, iuran tetap, PPh Badan, PBB dan pajak
daerah yang bersifat tetap dalam masa kontraknya. Sedangkan IUPK, suatu perusahaan
berkewajiban untuk membayar retribusi daerah dan pungutan lain sesuai kebijakan pemerintah
daerah tersebut.
3. Tercatat dalam UU Mineral dan Batubara menyatakan besarnya suatu pajak dan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dipungut dari pemegang IUPK ditetapkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang artinya, IUPK bersifat prevailing, mengikuti aturan perpajakan yang berlaku. Besarnya
suatu pajak dan PNBP dapat berubah ketika ada suatu perubahan peraturan. Sementara dalam
KK, tetap dan tidak berubah hingga waktu kontrak habis.
4. Luas wilayah, KK dibebaskan untuk memiliki luas wilayah pertambangannya sendiri. Sedangkan
IUPK, hanya diizinkan memiliki luas 25.000 hektar (Ha).
5. KK dan IUPK sama-sama diwajibkan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau
smelter sebagai bentuk komitmen untuk peningkatan nilai tambah.
Bedanya, KK berkewajiban dilakukan dalam waktu 5 tahun sejak UU Minerba dikeluarkan pada
tahun 2009 atau 2014.
Dalam IUPK, pemegang IUPK wajib membangun smelter dalam jangka waktu 5 tahun. Bedanya,
progres pembangunan smelter akan direview setiap 6 bulan oleh verifikator independen, apabila
progres pembangunan smelter tidak mencapai batas minimum yaitu 90 persen dari rencana awal
yang disetujui, rekomendasi ekspor akan dicabut.
6. Perihal diverstasi
Merujuk pada PP 1 tahun 2017, pemegang IUPK yang berbentuk PMA harus divestasi mencapai
angka 51 persen. Sehingga dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan, perusahaan akan
menjadi milik nasional.
Secara geologi, logam tanah jarang dapat dijumpai bersamaan dengan terbentuknya endapan
timah. Penambangan dan pengolahan timah umumnya menghasilkan produk sampingan berupa
mineral yang mengandung unsur tanah jarang. Mineralisasi timah di Asia Tenggara berada pada
sabuk granit yang memanjang ke selatan dari China, menerus ke Myanmar, Thailand,
Semenanjung Malaysia, sampai ke jalur timah Indonesia yang terletak memanjang dari
Kepulauan Riau, menerus ke arah selatan sampai di Bangka Belitung. Selain itu, sumberdaya
timah di Indonesia dijumpai juga di Riau daratan dan di Kalimantan.
Indonesia merupakan negara pengekspor timah terbesar dunia karena mempunyai potensi yang
tinggi akan sumberdaya unsur tanah jarang.Unsur atau logam tanah jarang tidak ditemukan di
alam sebagai unsur tunggal melainkan dalam bentuk senyawa kompleks karbonat ataupun fosfat.
Sesuai namanya, unsur-unsur ini ditemukan dalam jumlah atau kadar yang sangat kecil.
Misalnya skandium, unsur yang tersebar luas sebagaimana arsen dan dua kali kelimpahan boron,
akan tetapi sangat langka dijumpai dalam konsentrasi tinggi berupa deposit bijih. Selain itu,
proses pengolahan atau pemisahan logam tanah jarang tidak mudah.
Indonesia diperkirakan memiliki potensi logam tanah jarang dalam jumlah cukup besar, baik
sebagai produk itu sendiri maupun sebagai mineral ikutan dari berbagai tambang mineral di
Indonesia dimana potensi dapat ditemukan di Babel, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. logam
tanah jarang di Babel merupakan logam yang ada di mineral ikutan pertambangan timah atau
tailing. Mineral-mineral itu menjadi produk sampingan (slag) pengolahan bijih timah oleh
tambang-tambang timah dikepulauan tersebut. Cadangan logam tanah jarang di Babel muncul
dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap PT Timah dan PT Koba Tin, dua perusahaan
tambang yang beroperasi di Babel. Menurut data 2006, PT Timah memiliki 408.877 ton
monazite (mengandung 50-78% oksida tanah jarang), 57.488 ton xenotime (mengandung 54-65
persen REO), dan 309.882 zircon (mengandung ittrium dan cerium). Sementara PT Koba Tin
hingga September 2007 memiliki stok monazite sebesar 174.533 ton. Sayangnya, mineral tailing
dari sisa tambang timah tersebut hanya disimpan di gudang dan tidak diolah. Pemerintah belum
menetapkan logam tanah jarang sebagai sasaran eksplorasi sehingga stok mineral mengandung
logam tanah jarang itu dibiarkan teronggok begitu saja. Di Indonesia, pengelolaan logam tanah
jarang memang masih sedikit. Industri pengolahan logam tanah jarang di Indonesia terhambat
banyak kendala. Salah satunya adalah sumber logam tanah jarang berada bersama logam utama
hasil tambang, sedangkan sumber sekunder terbawa sisa proses (tailing, filtrat) sehingga lebih
sulit diekstraksi. Penguasaan teknologi logam tanah jarang di Indonesia belum mencapai skala
komersial. Sampai saat ini penelitian tentang logam tanah jarang belum optimal. Di Indonesia
belum ada penelitian khusus yang menggali potensi dan pemanfaaatan logam tanah jarang.
Penelitian masih dilakukan secara parsial. Setiap instansi jalan sendiri-sendiri.
Padahal dalam penelitian logam tanah jarang ini diperlukan sinergi. Pemerintah nampaknya
belum melihat potensi logam tanah jarang ini. Kegiatan eksplorasi lanjutan untuk mengetahui
berapa sesungguhnya cadangan logam tersebut yang Indonesia miliki belum pernah dilakukan.
Survei keekonomian penambangan logam tanah jarang ini juga belum pernah dilakukan. Apalagi
membahas teknologi pemurnian logam tanah jarang itu pada skala industri. Untuk
mengembangkan logam tanah jarang diperlukan kemitraan dan sinergi antara peneliti, pemegang
kebijakan maupun para pemangku kepentingan lainnya. Untuk itu perlu disiapkan semacam road
map penelitian dan pengolahan logam tanah jarang sehingga mampu mendorong pengembangan
hilirisasi industri nasional yang memiliki nilai tambah tinggi. (Zahir & Hens)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kontrak Karya (KK) adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan
perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional untuk pengusahaan mineral
dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan Umum. Sedangkan IUPK atau Izin Usaha Pertambangan Khusus adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
Perubahan dari KK ke IUPK tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2017,
yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017, tentang
peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.
Perubahan yang dilakukan pada beleid pasal 19 Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun
2017, yang menyebutkan jika perusahaan tambang mengubah status menjadi IUPK, maka secara
otomatis menggugurkan KK.
Logam tanah jarang di Inonesia memiliki potensi yang cukup besar tetapi sangat
disayangkan dalam proses penambangan dan pengolahan nya masih belum maksimal sehingga
sulit untuk dijadikan hasil penambangan yang utama.
Daftar Pustaka
https://www.suduthukum.com/2017/02/istilah-dan-pengertian-kontrak-karya.html
https://www.notarisdanppat.com/istilah-kontrak-karya-dan-dasar-hukumnya/
http://jhonnix.blogspot.com/2015/04/pengertian-kontrak-karya-dan-jenis.html
http://www.hukumpertambangan.com/izin-usaha-tambang/izin-usaha-pertambangan-khusus-
iupk/
http://eiti.ekon.go.id/peraturan-dan-kebijakan-perundangan-di-sektor-minerba/
http://bisnisuntung7.blogspot.com/2015/09/potensi-logam-tanah-jarang-rare-earth_16.html
https://www.cnnindonesia.com/tv/20170221175159-402-195088/perbedaan-kontrak-karya-dan-
iupk