Anda di halaman 1dari 2

KETAQWAAN: ANTARA KETAKUTAN, KETAATAN, KESEJAHTERAAN

Bismillahi ar-rahman ar-rahim

Manusia baik sebagai individu ataupun sebagai makhluk sosial, skala kecil maupun besar, pastilah
memiliki ideal-ideal yang ingin dicapai. Karena keinginan-keinginan seperti itu adalah fitrah manusia.
Idealitas-idealitas itulah gambaran-gambaran kebaikan yang melingkupi kondisi dan situasi
masyarakat yang dimimpikan bersama. Namun, pada nyatanya manusia yang tinggi derajatnya adalah
orang-orang yang paling banyak berkontribusi kebaikan terhadap terciptanya cita-cita masyarakat
bersama.

Tapi bagaimanapun juga masih ada masyarakat yang mengadopsi derajat-derajat manusia
berdasarkan hal-hal yang semu dan duniawi. Bahkan, seringkali kita sendiri masih terjebak pada
ukuran-ukuran yang tidak bernilai tersebut. Cobalah kita fikirkan apa akibatnya jika di tengah-tengah
masyarakat tinggi-rendahnya derajat manusia itu dinilai dari:

- Status sosialnya: kaya atau miskin?

- Kedudukannya: pejabat atau rakyat?

- Ras dan warna kulitnya: kulit putih atau berwarna?

- Keturunannya: ningrat atau jelata?

- Kecerdasan dan pengetahuannya: pintar atau bodoh? Terpelajar atau tak-terpelajar?

- Dan ukuran-ukuran lainnya.

Maha Benar Allah Sang Pencipta, yang telah menghilangkan kelas-kelas sosial tersebut dan
menggantinya dengan ukuran yang lebih tinggi dan mulia.

“Sesungguhnya yang paling mulia derajatnya diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa”

Taqwa inilah yang menjadi pangkal kebaikan bagi manusia baik secara individu maupun sosial, dan
jelas tidak ada satu konsep sosialpun buatan manusia yang dapat menandingi tolok ukur ini. Kita dapat
membuktikan keunggulan ajaran ini secara sederhana.

Para ulama telah mendefinisikan taqwa ini sebagai suatu usaha menjalankan seluruh perintah Allah
sebaik mungkin dan menjauhi seluruh larangan-Nya sekuat tenaga. Oleh karena itu, jika suatu
masyarakat diisi oleh pribadi-pribadi yang bertaqwa seperti ini maka sesungguhnya ia telah
menyiapkan kunci-kunci kebaikan dan kebahagiaan suatu masyarakat.

Disamping itu, ketaqwaan adalah motivasi yang paling tinggi karena orang yang bertaqwa adalah
orang yang melakukan sesuatu hanya karena dan untuk Allah semata. Melalui amal pribadi maupun
amal jama’i (sosial) suatu perbuatan seorang muttaqun hanya mengacu pada perintah dan larangan-
Nya, sebab hanya dengan aturan Allah saja kebenaran dan kebaikan hidup dapat diciptakan. Dapat
diartikan pula, seorang yang bertaqwa adalah orang yang selalu berorientasi pada kepentingan
kebaikan umum, masholihul ummah.
Berbeda pula apabila materi dan duniawi menjadi tolok-ukur ketinggian manusia, taqwa tidak
menghambat setiap insan untuk menjadi tinggi dan mulia sekalipun dengan “ketidak-
beruntungannya” dalam hal materi dan dunia. Seorang miskin, tidak berpangkat, tidak terpelajar,
jelata, dan kulit hitam pun tidak pernah kehilangan kesempatan menjadi orang yang bertaqwa. Al
hasil, taqwa adalah kuncil dari seluruh kebaikan dan keberkahan hidup masyarakat manusia. Allah
SWT berfirman:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan bukakan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya.” (QS 7: 96)

Hubungan sebab-akibat taqwa dengan kebaikan:

Secara etimologis, kata “taqwa” berasal dari bahasa arab dari kata dasar waqa yang berarti menjaga,
melindungi, hati-hati, waspada, memerhatikan, dan menjauhi. Secara implisit kehidupan taqwa
adalah kehidupan yang mengadopsi dan menerapkan suatu standar dan tolok ukur, dan tolok ukur itu
adalah acuan kebenaran dan kebaikan yang tidak bisa dilanggar.

Standar dan tolak ukur yang tepat adalah panduan yang datangnya dari Allah . Dan sesungguhnya
komitmen terhadap panduan dari Allah inilah esensi dari sikap taqwa, yakni memelihara diri, hati-hati
dan waspada.

Efek sosial dari taqwa:

Lalu apakah dampak dari kehidupan yang penuh taqwa. Beberapa buah dari ketaqwaan adalah
sebagai berikut:

1. Terciptanya dan terpisahnya antara kehidupan yang benar dari yang batil.

Sikap taqwa, kehati-hatian dan ketelitian, inilah yang akan menjadi jalan terpisahnya kehidupan yang
benar dari yang batil. Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu
Furqaan (pemisah antara yang haq dan batil).” (QS 8: 29)

2. Munculnya solusi-solusi dari semua persoalan hidup.

Tidak ada tantangan yang tidak dapat dihadapi dengan taqwa kepada Allah. Dalam kitab suci-Nya Allah
berfirman:

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS 65: 2)

3. Melimpahnya rezeki dalam kehidupan.

Datangnya rezeki tidak selalu melalui target-target yang disiapkan ikhtiar-ikhtiarnya oleh manusia;
tetapi karena hubungan alam semesta ini kompleks, maka datangnya rezeki bisa dari mana saja,
dalam aspek seperti inilah Allah Yang Maha Tahu yang akan membukanya. Allah SWT berfirman:

“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu.” (QS 65: 3)

waallahu a'lam bish-shawab

Anda mungkin juga menyukai