net/publication/267232910
Article
CITATION READS
1 3,130
2 authors, including:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Puti Farida Marzuki on 02 July 2015.
Abstrak
Sejauh ini belum banyak alternatif lain selain semen Portland yang dapat diterima oleh masyarakat
sebagai bahan pengikat pada konstruksi perumahan. Di lain pihak proses produksi semen Portland, selain
menimbulkan pencemaran udara melalui gas CO2, juga memerlukan energi yang tinggi yang berakibat
kepada tingginya harga semen tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa semen alternatif dengan bahan
dasar kapur Padalarang dan fly ash Suralaya dapat dijadikan sebagai pengganti semen Portland secara
keseluruhan pada pembangunan perumahan sederhana, baik sebagai beton untuk konstruksi struktural
dengan mutu K-175 maupun konstruksi non struktural seperti pasangan bata dan juga concrete block.
Dengan proses produksinya yang lebih sederhana dan tidak memerlukan energi sebesar yang diperlukan
untuk menghasilkan semen Portland, semen alternatif ini memiliki potensi mereduksi biaya konstruksi
sehingga dicapai hasil yang lebih ekonomis serta ramah lingkungan.
Kata kunci : semen alternatif, semen Portland, kapur, fly ash, rumah sederhana
1. Pendahuluan
Semen berasal dari kata latin “caementum” yang berarti perekat. Semen adalah hydraulic binder
(perekat hidraulik), artinya senyawa-senyawa didalam semen dapat beraksi dengan air
membentuk zat baru yang dapat mengikat benda-benda padat lainnya membentuk satu kesatuan
massa yang kompak, padat, dan keras (Banerjea, 1980). Pada perkembangannya banyak jenis
semen yang dibuat disesuaikan dengan kebutuhan dalam pembangunan, namun semen Portland
tetap merupakan jenis semen yang paling banyak digunakan di dalam konstruksi di Indonesia.
Sejak tahun 1999 konsumsi semen Portland untuk konstruksi di Indonesia terus meningkat.
Tahun 1999, konsumsi tersebut mencapai 18,77 juta ton, tahun 2000 sebesar 22,29 juta ton,
tahun 2001 mencapai 25,53 juta ton, dan tahun 2002 mencapai 28 juta ton (Soenarno, 2003).
Pada tahun 1995 pernah terjadi defisit pasokan semen Portland sebesar 4,8 juta ton dalam satu
tahun.
Di dalam konstruksi perumahan, terutama untuk Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat
Sederhana (RSS) sebenarnya tidak dibutuhkan perekat yang berkekuatan sangat tinggi seperti
semen Portland, namun demikian jenis semen ini masih yang paling banyak digunakan. Proses
produksi semen Portland membutuhkan temperatur yang sangat tinggi yang menyebabkan
harga semen jenis ini relatif mahal. Untuk efisiensi biaya, kebutuhan semen dengan kekuatan
tidak terlalu tinggi sebaiknya dipenuhi dengan jenis yang proses produksinya tidak
membutuhkan energi tinggi. Untuk itu sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan
semen alternatif yang dapat diandalkan.
1
Anggota Kelompok Keahlian Manajemen & Rekayasa Konstruksi, FTSL – ITB.
2
Alumnus Program Magister Teknik Sipil, bidang pengutamaan Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, ITB.
Salah satu jenis semen alternatif adalah yang dibuat dengan bahan dasar kapur yang dicampur
dengan bahan pozzolan. Semen alternatif seperti ini sering juga disebut sebagai kapur hidraulik
atau hydraulic lime (British Geological Survey, 2005). Jenis pozzolan untuk kebutuhan tersebut
yang telah diteliti di Indonesia terutama adalah tras, tanah liat, dan abu sekam (Puslitbang
Permukiman, 2000; Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat, 2002).
Selain bahan-bahan tersebut, sebenarnya fly ash merupakan bahan pozzolan yang sangat
potensial namun selama ini baru banyak digunakan sebagai substitusi parsial semen Portland
pada campuran beton. Baik kapur maupun fly ash merupakan bahan-bahan yang relatif mudah
dan murah diperoleh karena ketersediaan kapur di daerah-daerah di Indonesia cukup besar dan
fly ash banyak tersedia terutama di PLTU yang menggunakan batu bara sebagai bahan
bakarnya. Tulisan ini menyajikan penelitian eksperimental yang dilakukan untuk mengkaji
sejauh mana potensi campuran kapur dan fly ash atau yang disebut dengan kapur hidraulik
untuk berfungsi sebagai semen alternatif pada pembangunan Rumah Sederhana (RS) dan
Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan dengan demikian mencapai efisiensi biaya. Kapur yang
digunakan adalah kapur Padalarang, sedangkan fly ash yang digunakan berasal dari PLTU
Suralaya.
Hydraulic limes merupakan material konstruksi tradisional yang merupakan perekat hidraulik
utama yang digunakan pada mortar sebelum dikembangkannya semen Portland pada tahun
1824. Bahan ini telah digunakan sejak lama setidaknya mulai dari zaman Romawi. Istilah
‘hidraulik’ digunakan untuk menggambarkan bahan yang akan mengeras di dalam air akibat
hidrasi kimia antara kalsium hidtoksida dengan silika dan alumina yang menghasilkan senyawa-
senyawa (CSH dan CAH) pembentuk kekuatan bahan ini. Kekuatan tambahan diperoleh pula
dari proses karbonasi kalsium hidroksida yang bebas dengan menyerap CO2 yang terdapat di
udara.
Selain hydraulic limes (HL) dikenal pula natural hydraulic limes (NHL) yang merupakan bahan
yang terdapat di alam yang mengandung kapur berlempung atau silika. Baik HL maupun NHL
sekarang telah diklasifikasikan menurut pertumbuhan kekuatan yang dicapai pada umur 28 hari
seperti material yang berbahan dasar semen. BS EN 459-1:2001 mengidentifikasi 3 klasifikasi
NHL dan HL seperti yang disajikan pada Tabel 1. Dapat dicatat juga bahwa NHL dan HL akan
terus mengalami pertambahan kekuatan setelah usia 28 tahun yang biasa digunakan dalam
standar.
Di Indonesia, cadangan kapur terdapat cukup banyak. Cadangan kapur di Jawa Barat menurut
Dinas Pertambangan dan Energi adalah sebesar 1.223.400.323 m3 yang tersebar di beberapa
kabupaten di Jawa Barat, seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Cirebon, dan lain-lain. Kandungan kimia yang terdapat dalam kapur telah diteliti oleh Sihotang,
Abinhot, dan Hazairin (2002) dan disajikan pada Tabel 2.
Menurut ASTM C 618 ada dua kelas fly ash, yaitu kelas F dan kelas C. Fly ash kelas F
diproduksi dari pembakaran batu bara antrasit and bituminus. Fly ash ini terdiri dari bahan
yang mengandung silika dan alumina, yang bila berada sendiri tidak mengandung nilai, tetapi
dalam bentuk halus dan dengan adanya kelembaban, akan beraksi kimia dengan kalsium
hidroksida pada temperatur biasa untuk membentuk senyawa-senyawa yang bersifat semen. Fly
ash kelas C diproduksi secara normal dari batu bara lignit dan sub-bituminus dan biasanya
mengandung kalsium hidroksida (CaO) atau kapur dalam jumlah yang signifikan. Fly ash kelas
ini, disamping memiliki sifat pozzolan, juga memiliki sifat semen (ASTM C 618-99). Warna
merupakan sifat fisik fly ash yang penting untuk menentukan kandungan kapur secara kualitatif.
Biasanya warna yang lebih muda mengindikasikan kandungan kalsium oksida yang tinggi
sedangkan warna yang lebih tua menunjukkan kandungan organic yang tinggi.
Sampai saat ini pemanfaatan fly ash di Indonesia terbatas hanya sebagai bahan tambahan
ataupun sebagai subtitusi parsial semen Portland pada campuran beton. Fly ash belum
dimanfaatkan sebagai bahan pozzolan pada pembuatan semen alternatif, padahal fly ash
memiliki kandungan kimia seperti yang telah diuraikan di atas dan dirinci pada Tabel 3.
Fly ash memiliki silika (SiO2) sebagai kandungan kimiawi dominan, sebesar 51,82 %, sehingga
bila dijadikan sebagai bahan pembentuk semen alternatif, bersama-sama dengan kapur
menghasilkan suatu material bersifat semen yaitu CaOSiO2 yang bila diberi air dapat bereaksi
hidrasi membentuk suatu masa padat.
Salah satu produsen fly ash adalah PLTU Suralaya yang terletak di Propinsi Banten. Untuk
menghasilkan listrik sebesar 3400 MW PLTU Suralaya membutuhkan 30.000 ton batu bara per
hari dan menghasilkan limbah padat fly ash sebanyak 1.200 ton per hari dengan ukuran 200
mesh. Dengan digunakannya fly ash sebagai material pembentuk semen alternatif, maka juga
diharapkan dapat mengurangi jumlah limbah padat hasil pembakaran batu bara tersebut.
Pembentukan material yang bersifat semen melalui reaksi kapur bebas (CaO dengan pozzolan
(Al2O3, SiO2, Fe2O3) dan air dikenal sebagai hidrasi. Untuk fly ash kelas C, kalsium oksida
(kapur) yang dikandung oleh fly ash dapat bereaksi dengan material yang mengandung silika
dan alumina (pozzolan) yang ada di dalam fly ash itu sendiri. Sedangkan karena kandungan
kapur pada fly ash kelas F relatif rendah sehingga diperlukan penambahan kapur untuk
berlangsungnya reaksi hidrasi dengan pozzolan yang terkandung dalam fly ash tersebut.
Melihat kandungan kimia serta jumlah cadangan tambang kapur dan jumlah produksi fly ash
PLTU Suralaya diatas, maka kedua material tersebut berpotensi untuk digunakan sebagai bahan
dasar pembentuk semen alternatif.
Komponen bangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) terdiri dari:
Pondasi
Komponen struktur pondasi ini harus mempunyai kestabilan yang cukup dan diletakkan
dibawah permukaan tanah.
Balok dan Kolom
Semua komponen balok (komponen horizontal) dan kornponen kolom (komponen vertikal)
yang berfungsi sebagai kornponen utama struktur pendukung bangunan yang mempunyai
kekuatan kestabilan yang cukup. Komponen balok dan kolom harus betul-betul horizontal
dan vertikal dan menerus pada garis sumbu yang sama. Kolom dan balok sedapat mungkin
mempunyai lebar yang sama.
Atap
Terdiri dari balok sofi dan gording yang memikul seluruh penutup bangunan dan
meneruskan beban bangunan tersebut ke balok dan kolom serta penutup bangunan (asbes
gelombang) yang berfungsi memberikan perlindungan bangunan terhadap hujan, panas, dan
lain-lain. Komponen atap terbuat dari bahan yang ringan, kuat dan mudah untuk dikerjakan.
Dinding
Sedapat mungkin terbuat dari bahan yang ringan tetapi mampu menambah kekuatan struktur
bangunan serta mampu meredam suara dan panas. Komponen dinding pada tipe RS dan
RSS terbuat dari pasangan bata merah dan pasangan batako.
Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Jawa Barat, kuat tekan semen yang
dibutuhkan untuk Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) adalah 100
kg/cm2. Kebutuhan ini sebenarnya jauh lebih rendah daripada kuat tekan mortar yang
menggunakan Semen Portland yang biasa dipakai yaitu sebesar 500 kg/cm2. Selain itu, kuat
tekan beton yang dibutuhkan berkisar antara 125 kg/cm2 – 175 kg/cm2, sedangkan beton yang
biasa digunakan dengan menggunakan semen Portland sebagai bahan pengikat dapat
menghasilkan kuat tekan rata-rata sebesar 450 kg/cm2. Selanjutnya, untuk mortar/adukan
pasangan bata merah dibutuhkan kuat tekan sebesar 25 kg/cm2 untuk dinding yang tidak
memikul beban, sedangkan mortar yang biasa digunakan menggunakan semen Portland yang
menghasilkan kuat tekan rata-rata sebesar 29 kg/cm2.
Jadi sebenarnya kekuatan tekan yang dihasilkan oleh mortar maupun beton yang menggunakan
semen Portland jauh lebih besar dari yang dibutuhkan dalam konstruksi perumahan sederhana,
sehingga terjadi pemborosan. Ini terutama disebabkan karena masyarakat hanya mengetahui
semen Portland saja sebagai bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat padahal harga
semen Portland relatif mahal dan selalu mengalami kenaikan harga dari tahun ke tahun, yang
mengakibatkan kebutuhan biaya untuk membangun sebuah Rumah Sederhana (RS) ataupun
Rumah Sangat Sederhana (RSS) menjadi mahal.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dihasilkan semen alternatif yang mempunyai harga lebih
murah dibandingkan semen Portland untuk menekan biaya pembuatan Rumah Sederhana (RS)
dan Rumah Sangat Sederhana (RSS). Biaya produksi semen alternatif tersebut harus lebih
murah dibandingkan dengan semen Portland. Untuk itu bahan dasar yang dipergunakan harus
yang banyak terdapat di Indonesia dan perlu adanya penyederhanaan teknik pembuatan semen
untuk menekan biaya produksi. Penurunan kekuatan tekan semen yang dihasilkan tidak menjadi
masalah selama syarat kekuatan konstruksi perumahan sederhana terpenuhi.
kemudahan memperoleh bahan, maka kapur Padalarang dan fly ash Suralaya tersebut dipilih
sebagai bahan dasar pembentuk semen alternatif.
Peralatan yang digunakan pada proses pembakaran semen alternatif direncanakan jauh lebih
sederhana dari pada peralatan pembakaran semen Portland. Peralatan pembakaran semen
alternatif berbentuk tungku segi empat dengan ukuran 90 x 60 x 40 cm. Tungku dibuat dengan
menggunakan pasangan bata dengan tutup tungku terbuat dari plat baja lengkung setebal 3 mm.
Untuk alat pembakar dipilih jenis Simawar agar diperoleh semburan api dengan tekanan tinggi.
Sebagai alat pengukur suhu digunakan termo kopel dengan kapasitas pengukuran sampai
dengan 10000C. Tungku yang digunakan diperlihatkan pada Gambar 1.
Tutup tungku
dari pelat besi
Dinding tungku
dari pasangan bata
Alat pembakar
jenis Simawar
900 C
Termometer Kopel
Beberapa komposisi campuran kapur Padalarang dan fly ash Suralaya yang melalui proses
pembakaran dan yang tidak melalui proses pembakaran digunakan di dalam eksperimen ini
untuk mengetahui potensi teknisnya. Komposisi campuran yang digunakan disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Campuran Kapur Padalarang
Dan Fly Ash Suralaya Yang Diuji
Semen Komposisi Proses
Alternatif kapur : fly ash
Mutu A 1:1 Tidak dibakar
Mutu E 1:1 Dibakar pada 900°C
Mutu B 1:2 Tidak dibakar
Mutu F 1:2 Dibakar pada 900°C
Mutu C 1:3 Tidak dibakar
Mutu G 1:3 Dibakar pada 900°C
Mutu D 1:4 Tidak dibakar
Mutu H 1:4 Dibakar pada 900°C
b. Kandungan Oksida
Hasil uji untuk mengetahui kandungan oksida pada campuran semen alternatif yang melalui
proses pembakaran (dipilih semen mutu A) dan yang tidak melalui proses pembakaran (dipilih
semen mutu E) dibandingkan dengan kandungan oksida semen Portland disajikan pada Tabel 5.
Terlihat bahwa ada kenaikan kandungan oksida pada semen alternatif yang mengalami proses
pembakaran dibandingkan dengan yang tidak melalui proses pembakaran. Selanjutnya,
dibandingkan dengan semen Portland, semen alternatif yang diteliti ini memiliki kandungan
oksida silika lebih tinggi akibat adanya kontribusi dari fly ash yang digunakan yang akan
berperan di dalam reaksi hidrasi.
c. Modulus Semen
Hasil pengujian Modulus Semen disajikan pada Tabel 6.
Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai Modulus Silika (Ms) semen alternatif mutu A (tanpa dibakar)
lebih besar dibandingkan dengan semen alternatif mutu E (dibakar). Hal tersebut mengakibatkan
waktu ikat semen mutu A lebih lambat. Hasil percobaan menunjukkan bahwa waktu ikat awal
semen alternatif mutu A adalah 3 jam sedangkan waktu ikat akhirnya adalah 4 jam. Sementara
itu waktu ikat awal semen alternatif mutu E adalah 2 jam 50 menit dan waktu ikat akhirnya
adalah 3 jam 40 menit. Waktu ikat semen alternatif lebih lambat dibandingkan semen Portland.
Nilai Lime Saturation Factor (LSF) semen alternatif lebih besar dari yang disyaratkan, yaitu
sebesar 0,66.
Selain mempengaruhi waktu ikat awal dan akhir, Modulus Silika (Ms) juga mempengaruhi kuat
tekan mortar. Hasil kuat tekan mortar yang menggunakan semen alternatif mutu A lebih rendah,
yaitu rata-rata sebesar 143,31 kg/cm2 bila dibandingkan dengan kuat tekan mortar yang
menggunakan semen alternatif mutu E sebesar 280,04 kg/cm2 (lihat Tabel 7).
Pada semen biasanya diharapkan nilai Modulus Alumina (Ma) yang serendah mungkin. Pada
Tabel 6 diatas terlihat bahwa semen alternatif mutu A memiliki nilai Modulus Alumina (Ma)
yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai Modulus Alumina (Ma) semen alternatif mutu E dan
besarnya mendekati Modulus Alumina (Ma) semen Portland. Hal tersebut mengakibatkan
semen alternatif mutu A lebih tahan sulfat dibandingkan dengan semen alternatif mutu E.
5.3.2 Kuat Tekan Mortar Yang Terdiri Dari Pasir Dan Semen Alternatif
Untuk mengetahui kuat tekan mortar yang dibuat dengan semen alternatif, dilakukan pengujian
pada benda uji berbentuk kubus dengan ukuran 15 x 15 x 15 cm. Pasir yang digunakan adalah
pasir Galunggung. Campuran memiliki komposisi semen alternatif : pasir = 1:3. Pengujian kuat
tekan dilakukan pada umur 7, 14, 21, dan 28 hari. Gambar 2 memperlihatkan kurva hubungan
antara umur mortar dan kuat tekannya untuk masing-masing mutu semen alternatif yang
digunakan. Dari hasil percobaan tersebut diperoleh keadaan sebagai berikut:
Semakin besar porsi fly ash di dalam campuran, semakin rendah kuat tekan mortar yang
dihasilkan.
Secara menyeluruh kuat tekan mortar yang dibuat dengan menggunakan semen alternatif
yang diteliti (maksimum 280,04 kg/cm2 pada mutu E) jauh lebih rendah dibandingkan
dengan kuat tekan mortar yang menggunakan semen Portland (500 kg/cm2), namun seluruh
hasil pengujian kuat tekan mortar pada umur 28 hari cenderung berada diatas nilai kuat
tekan minimum yang disyaratkan oleh Puslitbang Permukiman (SNI 15-031), yaitu sebesar
100 kg/cm2. Kekecualian terjadi pada pada mortar yang dibuat dengan semen alternatif
mutu D (kapur : fly ash = 1 : 4, tanpa pembakaran) yang memiliki kuat tekan rata-rata
sebesar 96,16 kg/cm2. Namun demikian, pada komposisi yang sama dengan pembakaran
(mutu H) terjadi lonjakan nilai kuat tekan sebesar 67,56 % menjadi 161,13 kg/cm2.
Nilai kuat tekan maksimum mortar yang menggunakan semen alternatif tanpa proses
pembakaran terjadi pada penggunaan semen alternatif mutu A, yaitu 143,31 kg/cm2.
Proses pembakaran meningkatkan kuat tekan pada 7 hari maksimum sebesar 218,8 % (dari
53,56 kg/cm2 pada mutu A menjadi 170,75 kg/cm2 pada mutu E), sedangkan untuk kuat
tekan pada 28 hari maksimum sebesar 95,4 % (dari 143,31 kg/cm2 pada mutu A menjadi
280,04 kg/cm2 pada mutu E).
200 SA Mutu E
SA Mutu F
150 SA Mutu G
SA Mutu H
100 Poly. (SA Mutu D)
Poly. (SA Mutu C)
50 Poly. (SA Mutu B)
Poly. (SA Mutu A)
Poly. (SA Mutu E)
0 Poly. (SA Mutu F)
7 14 21 28 Poly. (SA Mutu G)
Poly. (SA Mutu H)
Umur Mortar (hari)
Untuk pembuatan conblock pada penelitian ini digunakan komposisi campuran semen alternatif
: pasir = 1 : 6 dan 1 : 8. Pasir yang digunakan adalah pasir Galunggung. Ukuran conblock yang
digunakan adalah 20 x 10 x 8 cm. Pencetakan conblock dilakukan dengan menggunakan alat
press. Conblock yang telah selesai dicetak diletakkan di atas lantai yang lembab selama 24 jam
dan kemudian dilaksanakan curing dengan air selama 3 hari. Pengujian tekan dilakukan pada
umur 28 hari dengan skema yang diperlihatkan pada Gambar 3.
Beban P
8 cm
10 cm
Conblock 10 cm
Conblock
20 cm 20 cm
Hasil pengujian kekuatan tekan conblock yang terbuat dari semen alternatif dibandingkan
terhadap yang terbuat dari semen Portland, semen Cap Rumah, dan semen Pozolan Kapur
disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat
dikemukakan dari hasil pengujian tersebut:
• Untuk membuat bangunan Rumah Sederhana (RS) maupun Rumah Sangat Sederhana (RSS)
cukup digunakan conblock mutu A1 atau A2.
• Seluruh komposisi campuran semen alternatif menghasilkan kuat tekan conblock yang
memenuhi persyaratan SNI - 0349.
• Conblock semen alternatif mutu A dan B dengan komposisi campuran 1: 6 memenuhi
persyaratan A2, sedangkan untuk Mutu C dan D memenuhi persyaratan A1. Pada komposisi
campuran 1 : 8 semua semen alternatif memenuhi syarat A1.
60
50
A2
Kuat Tekan kg/cm2
40
Keterangan :
30 A : Semen Alternatif Mutu A
A1 B : Semen Alternatif Mutu B
C : Semen Alternatif Mutu C
20
D : Semen Alternatif Mutu D
PC: Semen Portland
10
SCR : Semen Cap Rumah
SPK : Semen Pozolan Kapur
0 A1 : Mutu Conblock 25 kg/cm2
A B C D PC SCR SPK
A2 : Mutu Conblock 40 kg/cm2
Jenis Semen
50
40 A2
Jenis Semen
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekuatan pasangan bata tidak hanya tergantung dari
kekuatan mortar tetapi juga dari kekuatan bata. Pola kerusakan benda uji pasangan bata yang
mortarnya menggunakan semen alternatif mutu A, B, C, dan D dengan campuran semen : pasir
= 1 : 3 mengindikasikan bahwa sebagian keruntuhan terjadi pada batanya. Ini berarti bahwa ada
ketidakseimbangan antara kekuatan mortar dan bata yang digunakan. Sedangkan pada pasangan
bata yang mortarnya memiliki komposisi campuran semen : pasir = 1:5, pola kerusakan yang
terjadi pada benda uji relatif seimbang. Jadi, dapat dapat disimpulkan bahwa untuk jenis bata
dengan kelas mutu 25 dapat digunakan mortar dengan komposisi campuran semen alternatif :
pasir Galunggung = 1 : 5.
Selanjutnya juga ternyata bahwa kuat tekan pasangan bata yang mortarnya menggunakan
semen alternatif, semen Portland, semen Cap Rumah, dan semen Pozolan Kapur relatif sama,
sehingga penggunaan semen alternatif sebagai bahan pengikat pada campuran mortar pasangan
bata merah berpotensi lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan semen Portland atau
semen Cap Rumah.
Beban P
27 cm
49 cm
30
25
Kuat Tekan kg/cm2
Keterangan :
20 A : Semen Alternatif Mutu A
B : Semen Alternatif M utu B
15 C : Semen Alternatif M utu C
D : Semen Alternatif Mutu D
10 PC: Semen Portland
SCR : Semen Cap Rumah
5
SPK : Semen Pozolan Kapur
0
A B C D PC SCR SPK
Jenis S emen
30
25
Keterangan :
0
A B C D PC SCR SPK
Jenis S emen
c. Beton
Pada pembuatan benda uji beton, digunakan semen alternatif yang mengalami proses
pembakaran, yaitu mutu E, F, G, dan H karena memiliki kekuatan tekan yang lebih besar
daripada semen alternatif yang tidak mengalami proses pembakaran (mutu A, B, C, dan D).
Benda uji yang digunakan berbentuk kubus dengan ukuran 15 x 15 x 15 cm dengan faktor
air/semen 0,50. Perencanaan campuran beton dilakukan dengan metoda Dreux, dan komposisi
yang digunakan disajikan pada Tabel 8. Pengujian tekan dilakukan pada umur 7, 14, 21, dan 28
hari. Hasil pengujian menunjukkan bahwa beton yang dibuat dengan menggunakan semen
alternatif mutu E (kapur : fly ash = 1 : 1, melalui proses pembakaran 900°C) mempunyai
kekuatan tekan yang paling tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan semen alternatif
mutu lainnya. Hasil pengujian untuk beton yang menggunakan semen alternatif mutu E tersebut
disajikan pada Gambar 9. Sedangkan perbandingan kekuatan tekan yang dicapai untuk
campuran yang menggunakan semen alternatif mutu E, F, G, H dengan faktor semen/air 0,50
diperlihatkan pada Gambar 10.
Beberapa hal yang dapat dicatat sebagai hasil pengujian adalah sebagai berikut:
Kekuatan tekan beton yang dihasilkan semakin rendah seiring dengan semakin besarnya
porsi fly ash di dalam komposisi semen alternatif yang digunakan. Jadi, kapur yang
terkandung di dalam semen lebih besar kontribusinya di dalam mencapai kekuatan tekan
beton dibandingkan dengan kandungan silika pada fly ash.
Pada Gambar 9 terlihat bahwa walaupun kekuatan tekan beton yang menggunakan semen
alternatif mutu E pada umur 28 hari (187,70 kg/cm2) lebih rendah daripada yang
menggunakan semen Portland (449,50 kg/cm2) maupun yang menggunakan semen Cap
Rumah (377,90 kg/cm2), namun masih tetap di atas syarat kekuatan tekan untuk beton
struktural yaitu 100 kg/cm2. Kondisi ini juga terlihat untuk beton yang menggunakan semen
alternative mutu F, G, dan H.
Tabel 8. Komposisi Campuran Beton (Per M3)
Mutu Faktor
Semen (kg) Pasir (kg) Kerikil (kg)
semen semen/air
E 0,50 400 605,99 924,40
F 0,50 400 606,57 925,29
G 0,50 400 608,29 927,91
H 0,50 400 608,86 928,77
180
160
140
120
100
7 14 21 28
Umur Beton (hari)
c/w 0.50
Poly. (c/w 0.50)
Gambar 9. Kuat Tekan Beton Yang Dibuat Dengan Semen Alternatif Mutu E
450
400 kg/cm2
400
350
Kuat Tekan (kg/cm2)
300
Keterangan :
250 E : Semen Alternatif Mutu A
200 F : Semen Alternatif Mutu B
175 kg/cm2
G : Semen Alternatif Mutu C
150 125 kg/cm2 H : Semen Alternatif Mutu D
100 PC: Semen Portland
100 kg/cm2 SCR : Semen Cap Rumah
50
0
E F G H PC SCR
Jenis Semen
5.4 Potensi Ekonomis Semen Alternatif Dengan Bahan Dasar Kapur Padalarang Dan Fly
Ash
Potensi ekonomis semen alternatif dalam penelitian ini ditinjau dari peluangnya untuk dapat
digunakan secara luas oleh masyarakat dan diproduksi oleh industri kecil atau menengah.
Potensi ini antara lain sangat tergantung dari ketersediaan bahan baku yaitu fly ash dan kapur
Padalarang, proses dan biaya produksi semen alternatif, serta biaya penggunaan semen alternatif
pada komponen bangunan rumah tinggal.
Produksi batubara di Indonesia pada tahun 2004 sebanyak 127 juta MT dan pada tahun 2005
diperkirakan produksinya mencapai 150 juta MT. Dari tahun ke tahun produksi batubara di
Indonesia selalu mengalami peningkatan. Sebagian besar produksi sebesar 67,5 % digunakan
untuk memenuhi pasar ekspor ke berbagai negara di Asia Pasifik dan sisanya sebesar 32,5 %
digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Pemakaian batubara terbesar di Indonesia oleh PLTU
yang mencapai 20 juta MT dan diikuti oleh pabrik semen sebesar 4,2 juta MT, dan sisanya
sebesar 20,8 juta MT untuk industri lain, seperti pabrik tekstil. Limbah pembakaran batubara
berupa 20 % bottom ash dan 80 % fly ash.
Dari data diatas, maka dapat diperkirakan ketersediaan material fly ash per tahunnya sebanyak
36 juta MT. Dengan melihat jumlah ketersediaan material fly ash, maka semen alternatif
tersebut dapat diproduksi secara masal dengan kapasitas industri menengah. Sementara kapur
merupakan bahan alam yang cukup banyak tersedia seperti yang telah dibahas sebelumnya.
menghasilkan semen Portland. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat membuat semen
alternatif sendiri untuk kebutuhannya sendiri maupun industri kecil.
Selanjutnya, dibandingkan dengan semen Portland, bahan pembentuk semen alternatif juga jauh
lebih sederhana karena hanya terdiri dari kapur Padalarang dan fly ash Suralaya sedangkan
semen Portland memerlukan bahan baku yang terdiri dari limestone, siltstone, shale, iron sand,
pozzolan, dan gypsum. Selain itu, proses produksi semen alternatif lebih sederhana dan
memerlukan biaya yang lebih rendah daripada proses produksi semen Portland karena pada
tahap pembakarannya hanya memerlukan suhu 9000C sedangkan pada semen Portland suhu
mencapai 14000 C.
Sebagai pembanding, harga semen Holcim PC Rp. 38.000/zak dan semen PPC Rp. 31.000/zak.
Dengan asumsi dan cara yang serupa diperoleh harga jual per zak semen alternatif mutu A
(tanpa pembakaran) sebesar Rp. 8.748,-
5.4.4 Estimasi Biaya Kasar Penggunaan Semen Alternatif Pada Komponen Bangunan
Rumah Tinggal
Berdasarkan desain campuran beton dengan mutu K-175 diperlukan 6,8 zak atau 340 kg semen
Portland per m3 dengan biaya sebesar Rp. 258.400,-. Sedangkan apabila digunakan semen
alternatif mutu E untuk kuat tekan yang sama, diperlukan 10 zak atau 400 kg semen alternatif
per m3 dengan biaya sebesar Rp. 242.000,-. Tabel 9 menyajikan biaya material yang diperlukan
untuk menghasilkan 1 m3 beton K-175 baik dengan menggunakan semen alternatif maupun
semen Portland.
Untuk pasangan bata merah dengan komposisi mortar 1 : 3 dibutuhkan 0,42 zak atau 21 kg
semen Portland per 1 m2 dengan biaya sebesar Rp. 15.960,- (menghasilkan kuat tekan sebesar
29,60 kg/cm2) sedangkan dengan menggunakan semen alternatif mutu A dengan komposisi
campuran mortar yang sama diperlukan biaya sebesar Rp. 3.674,- (menghasilkan kuat tekan
sebesar 28,32 kg/cm2).
6. Kesimpulan
Semen Alternatif dengan bahan dasar kapur Padalarang dan fly ash Suralaya dapat dijadikan
sebagai pengganti semen Portland secara keseluruhan pada industri perumahan sederhana..
Kuat tekan semen alternatif yang dihasilkan memenuhi persyaratan SNI 15-0301 yaitu ≥ 100
kg/cm2.
Semen alternatif dapat diproduksi dengan proses pembakaran maupun tanpa proses
pembakaran. Kuat tekan maksimum pada umur 28 hari untuk semen alternatif tanpa proses
pembakaran adalah 143,31 kg/cm2 dengan komposisi kapur Padalarang : fly ash Suralaya = 1 :
1, sedangkan untuk semen alternatif dengan proses pembakaran pada temperatur 900°C kuat
tekan maksimum yang dicapai pada umur yang sama adalah 280,04 kg/cm2.
Semakin tinggi kandungan fly ash di dalam campuran semen alternatif, semakin rendah kuat
tekan yang dihasilkan pada umur 28 hari. Untuk memperoleh kuat tekan yang memenuhi
persyaratan SNI 15-0301, kandungan fly ash maksimum yang dapat ada dalam campuran adalah
pada perbandingan kapur Padalarang : fly ash Suralaya = 1 : 3 untuk semen alternatif tanpa
dibakar dan 1 : 4 untuk semen alternatif dengan proses pembakaran.
Semen alternatif mutu A, B, dan C dapat digunakan pada konstruksi non struktural, seperti
plesteran, acian, drainase, pasangan bata, dll, selain itu dapat juga dijadikan sebagai bahan
campuran untuk pembuatan concrete block, sedangkan semen alternatif mutu E, F, G, dan H
dapat digunakan untuk konstruksi struktural, seperti balok, kolom, dan pelat lantai. Penggunaan
semen tersebut terbatas pada konstruksi beton yang didesain dengan mutu K-125 dan K-175.
Biaya produksi semen alternatif jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi semen
Portland yang beredar di pasaran karena energi yang dibutuhkan lebih rendah dan proses
produksi yang lebih sederhana. Dengan demikian semen alternatif akan lebih ekonomis apabila
digunakan sebagai bahan pengikat pada industri perumahan sederhana dan dapat diharapkan
bahwa harga rumah tersebut lebih terjangkau oleh masyarakat.
Penggunaan semen alternatif pada industri perumahan akan mengurangi kebutuhan terhadap
semen Portland yang telah diketahui tidak terlalu ramah lingkungan akibat emisi CO2 dalam
proses produksinya.
7. Daftar Pustaka
1. Banerjea, H. N., (1980) ‘Technology of Portland Cement and Blended Cements’., Wheeler
Publishing ltd., Allahadad.
2. Bogue, R. H., (1991) ‘Chemistry of Portland Cement’., New York.
3. British Geological Survey for the Office of the Deputy Prime Minister as part of the
research project ‘ODPM-BGS Joint Minerals Programme’ (2005), ‘Natural Hydraulic
Limes’, Mineral Planning Worksheet, Crown Copyright.
4. Chatterjee, T. K., (1991) ‘Burnability and Clinkerization of Cement Raw Mixes’., Mysore
Cements Limited., India.
5. Consortium for Fly Ash Use in Geotechnical Applications,
http://geoserver.cee.wisc.edu/fauga/new_page_1.htm
6. Ghosh, S. N., (1991) ‘Cement and Concrete Science & Technology Vol. 1 Part 1.’, ABI
Books Pvt. Ltd New Delhi India.
7. Departemen Pekerjaan Umum., (1996) ‘Pengkajian Mixed Portland Cement (Semen Cap
Rumah) untuk Bahan Komponen Bangunan’., Bandung.
8. Departemen Pekerjaan Umum., (1997) ‘Pengembangan Semen Alternatif’., Bandung.
9. Departemen Pekerjaan Umum., (2002) ‘Pengembangan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit
untuk Rumah Sederhana’., Bandung.
10. Departemen Pekerjaan Umum., (1999) ‘Pengembangan Bahan Cementitious sebagai Bahan
Bangunan’., Bandung.
11. Departemen Pekerjaan Umum., (1982) ‘Persyaratan Umum Bahan Bangunan’., Bandung.
12. Departemen Pekerjaan Umum., (1992) ‘Teknologi Adukan dan Pasangan Tembok’.,
Bandung.
13. Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat., (2002) ‘Optimalisasi Pemanfaatan
Teknologi Pengolahan Trass sebagai Bahan Baku Semen Pozolan di Kabupaten Bandung’.,
Bandung.
14. Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat., (2002) ‘Aplikasi Penggunaan Semen
Pozolan Kapur (SPK) pada Komponen Rumah Sederhana’., Bandung.
15. Hanafiah., (1996) ‘Persamaan Konstitutif Beton Kinerja Tinggi dengan Abu Terbang
sebagai Subtitusi Parsial Semen’., Disertasi., Institut Teknologi Bandung., Bandung.
16. http://mail.uns.ac.id/~bkt/praktikum/uji_bata.html., Dimensi dan Sifat Fisik Bata Merah.,
diakses tanggal 14 Maret 2004.
17. Kusnadi., (2000) ‘Teknologi Beton’., Institut Teknologi Bandung., Bandung.
18. Kurdowski, Wieslaw., (1991) ‘Cement Manufacture’., MIMBIO Akademia Gorniczo-
Hutnicza., Poland.
19. Kurdowski, Wieslaw., (1991) ‘Chemistry and Mineralogy of Cement Clinker’., Institut of
Building Materials., Poland.
20. Laboratorium Teknologi Beton Lembaga Politeknik Pekerjaan Umum – Institut Teknologi
Bandung., (1992) ‘Pedoman Praktikum Beton’., Bandung.
21. Lisnawaty, Lina., (1997) ‘Optimasi bahan Bakar dan Bahan Baku di Pabrik Semen’.,
Skripsi., Institut Teknologi Nasional., Bandung.
22. http:/www.lafarge.com., ‘Blue Cycle Cement’., Diakses Tanggal 29 Juli 2005.
23. Maslehudin, M., Saricimen, H, dan Al-Mana, A., (1987) ‘Effect of Fly Ash Addition on The
Corrosion Resisting Characteristics of Concrete’., ACI Material Journal. Vol. 84, No.1.
24. Mohan, Lata., (1991) ‘Advances in Some Special and Newer Cements’., India.
25. Sihotang, Abinhot., dan Hazairin., (2002) ‘Pemanfaatan Kapur dan Pozolan sebagai Bahan
Baku Utama Pembuatan Semen Hidraulis Alternatif”., Bandung.
26. Suhud, Ridwan., (2001) ‘Desain Campuran Beton’., Proceedings Seminar Beton., Institut
Teknologi Nasional., Bandung.
27. Sersale, Ricardo., (1991) ‘Blended Cement’., Department of Materials and Production
Engineering., Italy.
28. Soenarno, Industri Semen Harus Tingkatkan Penggunaan Kapasitas
Menganggur.,http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/21/ekonomi/., Diakses Tanggal
2 Maret 2004.
29. Standar Nasional Indonesia (SNI) 08-0302-1999., (1999) ‘Semen Portland Pozolan’.
30. Standar Nasional Indonesia (SNI) 05-2419-1991., (1991) ‘Spesifikasi Bahan Bangunan A’.
31. Standar Nasional Indonesia (SNI) S-15-1990., (1990) ‘Spesifikasi Abu Terbang sebagai
Bahan Tambahan untuk Campuran Beton’.
32. Standar Nasional Indonesia (SNI) 15-0301., ‘Semen Pozolan Kapur’.
33. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2097., ‘Persyaratan Mutu Kapur Padam’.
34. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1750., ‘Persyaratan Agregat untuk Beton’.
35. Standar Nasional Indonesia (SNI) 0349., ‘Persyaratan Concrete Block’.
36. Swamy, R. N., (1984) ‘Fly Ash Utilization in Concrete Construction’., Proceedings, Second
International Conference on Ash Technology and Marketing, London, September 16 th-21
th.
37. Tse, E. W., Lee, D. Y., and Klaiber, F. W., (1986) ‘Fatigue Behavior of Concrete
Cantaining Fly Ash’., Proceedings, Second International Conference on Fly Ash, Silica
Fume, Slag and Natural Pozzolanos in Concrete, Vol I.